Anda di halaman 1dari 3

General adaptation syndrome model (GAS) adalah suatu model yang

mengilustrasikan tahap-tahap dari efek stress jangka panjang pada suatu individu.
Penggagasnya adalah Hans Seyle. Model ini mengemukakan bahwa respon fisiologis
terhadap stress terdiri dari suatu pola tertentu tanpa memperhatikan sumber stressornya.
Fase-fase dari (GAS) terdiri dari:
a. Alarm and mobilization
Muncul ketika seseorang menyadari adanya suatu stressor. Pada tahap ini
sistem saraf simpatis menajdi aktif, hal ini membantu individu untuk
menangani stressor yang ada.
b. Resistance (adaptation to stress)
Apabila stressor tetap ada, maka individu akan menginjak tahap kedua,
resistensi. Pada tahap ini, tubuh akan bersiap untuk menghadapi stressor
tersebut (Feldman, 2009), dikarakterisasikan oleh adanya sekresi hormon atau
zat-zat kimia tertentu (Jiloha dan Bhatia, 2010).
c. Exhaustion
Merupakan tahap terakhir dari GAS, dimana kemampuan individu untuk
beradaptasi terhadap stressor menurun menuju suatu titik dimana muncul
konsekuensi negatif dari stress, dapat berupa keluhan fisik dan gejala
psikologis (tidak dapat berkonsentrasi, perasaannya menjadi lebih sensitif,
atau pada tingkat yang lebih lanjut dapat muncul disorientasi dan lepas dari
realitas) (Feldman, 2009).
Apabila seseorang telah mencapai tahap exhaustion, hal ini dapat menjadi suatu
proses pemulihan diri, dimana keluhan yang muncul akan memaksa individu untuk
lepas dari stressor, hal ini akan memberikan waktu untuk mengurangi stress yang
muncul.

DEPERSONALISASI
Depersonalisasi adalah perasaan bahwa tubuh seseorang atau diri pribadi seseorang
adalah asing dan tidak nyata; derealisasi adalah persepsi objek di dunia luar sebagai asing
dan tidak nyata. Perbedaan tersebut memberikan deskripsi yang lebih akurat untuk masingmasing fenomena dibandingkan mengelompokkan mereka bersama-sama di dalam bagian
depersonalisasi.

Gangguan depersonalisasi mungkin disebabkan oleh penyakit psikologis, neurologis,


atau sistemik. Pengalaman depersonalisasi telah dihubungkan dengan epilepsi, tumor otak,
pemutusan sensorik, dan trauma emosional. Gangguan depersonalisasi adalah berhubungan
dengan berbagai macam zat, termasuk alkohol, barbiturat, benzodiazepin, scopolamine
(Donnagel), clioquinol (Vioform), antagonis adrenergik-beta, marijuana, dan hampir semua
zat mirip phencyclidine atau halusinogen. Fenomena depersonalisasi telah dihasilkan oleh
stimulasi listrik di korteks lobus frontalis selama bedah saraf. Penyebab sistemika adalah
gangguan endokrin pada tiroid dan pankreas. Kecemasan dan depresi adalah faktor
predisposisi, dan juga stres berat, seperti yang dialami seseorang di medan peperangan atau
pada kecelakaan kendaraan bermotor. Depersonalisasi sering sebagai gejala yang ditemukan
berhubungan dengan gangguan kecemasan, gangguan depresif, dan skizofrenia.
Kriteria diagnostik menurut DSM IV:
A. Pengalaman yang persisten dan rekuren perasaan terlepas dari, dan seakan-akan
merupakan pengamat di luar dari, proses mental atau tubuh pasien sendiri
(misalnya, perasaan seperti berada di dalam mimpi).
B. Selama pengalaman depersonalisasi, tes realitas tetap utuh.
C. Depersonalisasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
D. Pengalaman depersonalisasi tidak terjadi semata-mata selama perjalanan
gangguan mental lain, seperti skizofrenia, gangguan panik, gangguan stres akut,
atau gangguan disosiatif lain, dan tidak karena efek fisiologis langsung dari suatu
zat (misalnya, epilepsi obus temporalis).

Feldman R.S. 2009. Understanding Psychology. New York: The McGraw-Hill Companies,
Inc.
Jiloha R.C., Bhatia M.S. 2010. Psychiatry for General Practitioners. New Delhi: New Age
International (P) Ltd., Publishers
Sadock, Benjamin J. and Virginia A. Sadock. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai