Anda di halaman 1dari 20

LOGAM NIKEL( Ni )

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas Mata Kuliah Analisis Makanan I
Dengan Dosen pengampu Suseno , S.T.,M.T.

Oleh :
Syahriyati Mutiah

25121122F

D-III ANALIS KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA
2013

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nikel (Ni) terbentuk secara alami pada kerak bumi dan tersebar di
lingkungan. Nikel terdapat dalam kombinasi dengan arsen, antimony (Sb),
oksigen, sulfur, oksida, serta aresenida. Nikel juga ditemukan beraliasi dengan
besi ( Fe ) dalam meteor, sedangkan bumi mengandung Ni dalam jumlah cukup
banyak. Ni biasanya terbentuk bersama-sama dengan kromit dan platina dalam
batuan ultrabasa seperti peridotit.
Kemajuan yang sangat pesat dari teknologi yang diciptakan oleh manusia
telah memberikan banyak kemudahan bagi manusia. Tetapi ternyata kemudian,
kemajuan yang pesat dari teknologi tersebut juga memberikan dampak yang
kurang baik dan bahkan sangat buruk bagi manusia itu sendiri. Bahan bahan
yang merupakan bahan buangan dari industri berteknologi tinggi tersebut
mempunyai daya racun yang kuat dan bahkan dapat mengakibatkan kematian,
bukan saja terhadap tumbuhan dan hewan, tetapi juga manusia.
Buangan industri yang mengandung unsur dan atau senyawa logam berat
juga merupakan toksikan yang mempunyai daya racun tinggi. Daya racun atau
toksisitas yang dimiliki oleh bahan buangan industri memang tidak sama.
Toksikan yang sangat berbahaya umumnya berasal dari buangan industri,
terutama industri kima dan industri yang melibatkan logam berat dalam proses
produksinya. Pada umumnya, logam terdapat di alam dalam bentuk batuan, bijih
tambang, tanah, air, dan udara. Macam-macam logam beracun yaitu raksa/merkuri
(Hg), kromium (Cr), kadmium (Cd), tembaga (Cu), timah (Sn), nikel (Ni), arsene
(As), kobalt (Co), aluminium (Al), besi (Fe), selenium (Se), dan zink (Zn). Dalam
hal ini akan dibahas lebih jauh masalah toksisitas dari logam nikel ( Ni ).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan nikel ?
2. Bagaimana Sifat Kimia, Fisika serta Karakteristik Nikel ?
3. Dimana saja keberadaan nikel dapat ditemukan?
4. Apa saja manfaat nikel dalam kehidupan manusia ?
5. Apa saja efek toksik yang ditimbulkan oleh logam nikel ?
6. Apa yang dimaksud dengan AAS ?
7. Bagaimana cara analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap Logam Nikel ?

C. Tujuan
1. Mendeskripsikan definisi nikel
2. Mendeskripsikan Sifat Kimia, Fisika serta Karakteristik Nikel
3. Mengidentifikasi keberadaan nikel yang dapat ditemukan
4. Memaparkan manfaat nikel dalam kehidupan manusia
5. Memaparkan efek toksik yang ditimbulkan oleh logam Nikel
6. Mendiskripsikan definisi AAS
7. Mengetahui cara analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap Logam Nikel

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Logam Nikel


Nikel adalah unsur kimia dengan lambang Ni dan nomor atomnya adalah
28. Nikel termasuk dalam logam transisi yang keras dan ulet. Secara fisik,
Nikel tampak berkilau dengan sedikit warna keperakan. Nikel bersifat
ferromagnetik dalam suhu ruangan. Nikel sangat reaktif dengan oksigen.
kondisi ini menyebabkan nikel sangat langka dalam keadaan murni di bumi ini.
Kandungan nikel yang tinggi biasanya dipastikan berasal dari meteorit. dimana
pada saat diluar angkasa, nikel terlindung dari pengaruh oksigen. Nikel di bumi
ini biasanya bercampur dengan besi yang berarti harus menggunakan proses
khusus untuk memurnikan nikel tersebut. Nikel campuran, yang biasanya
bercampur degan besi, memiliki cadangan-cadangan yang bertebaran di
pelosok bumi.
Nikel ditemukan oleh A. F. Cronstedtpada tahun 1751, merupakan logam
berwarna putih keperak-perakan yang berkilat, keras dan mulur, tergolong
dalam logam peralihan, sifat tidak berubah bila terkena udara, tahan
terhadapoksidasi dan kemampuan mempertahankan sifat aslinya di bawah suhu
yang ekstrim (Cotton danWilkinson, 1988).
Nikel adalah logam berwarna putih perak dengan berat jenis 8,5 dan berat
atom 58,71 g/mol. Walaupun reaktif dengan oksigen, nikel tidak mengalami
korosi. Kondisi yang menguntungkan ini membuat nikel digunakan secara luas
dalam pengolahan baja. Baja yang dibuat dengan campuran nikel memiliki
tingkat ketahanan korosi yang lebih tinggi dari baja biasa. Campuran dari nikel,
krom, dan besi bahkan menghasilkan baja tahan karat yang biasa disebut
stainless steel. Logam Ni memiliki sifat kuat, dapat ditempa, serta tahan
terhadap karat dan tahan terhadap oksidasi.

B. Sifat Kimia, Sifat Fisika dan Karakteristik Nikel

Sifat Kimia Nikel


a. Pada suhu kamar nikel bereaksi lambat dengan udara
b. Jika dibakar, reaksi berlangsung cepat membentuk oksida NiO
c. Bereaksi dengan Cl2 membentuk Klorida (NiCl2)
d. Bereaksi dengan steam H2O membentuk Oksida NiO
e. Bereaksi dengan HCl encer dan asam sulfat encer, yang reaksinya
berlangsung lambat
f. Bereaksi dengan asam nitrat dan aquaregia, Ni segera larut
Ni + HNO3 Ni(NO3)2 + NO + H2O
g. Tidak beraksi dengan basa alkali
h. Bereaksi dengan H2S menghasilkan endapan hitam
Sifat Fisika Nikel
a. Logam putih keperak-perakan yang berkilat, keras
b. dapat ditempa dan ditarik
c. feromagnetik
d. TL : 1420C, TD : 2900C
Karakteristik Nikel
No.

Karakteristik

Keterangan Umum

1.

Nama

Nikel

Lambang

Ni

Nomor atom

28

Deret kimia

logam transisi

Golongan

VIII B

Periode

Blok

Penampilan

kemilau, metalik

Massa atom

58.6934(2) g/mol

10

Konfigurasi electron

[Ar] 3d8 4s2

11

Jumlah elektron tiap kulit

2, 8, 16, 2

C. Keberadaan Logam Zink


Nikel dan senyawanya tidak memiliki karakteristik bau atau rasa. Nikel
terdapat di udara, menetap di tanah atau dikeluarkan dari udara dalam hujan.
Nikel adalah komponen yang ditemukan banyak dalam meteorit dan menjadi
ciri komponen yang membedakan meteorit dari mineral lainnya. Meteorit besi
atau siderit, dapat mengandung alloy besi dan nikel berkadar 5-25%. Nikel
diperoleh secara komersial dari pentlandit dan pirotit di kawasan Sudbury
Ontario, sebuah daerah yang menghasilkan 30% kebutuhan dunia akan nikel.
Nikel dapat dengan mudah dijumpai dimana saja, dalam air minum, makanan,
perhiasan, koin, bingkai kacamata, tambalan gigi dan prostesis, kancing,
resleting, alat-alat rumah tangga maupun insektisida.
Sumber utama nikel berasal dari pengikisan batuan yang ada di sungai
Nikel di muara sungai menunjukkan konsentrasi yang semakin meningkat
dengan peningkatan kekeruhan. Peningkatan konsentrasi nikel terlarut pada
tingkat kekeruhan yang tinggi terjadi karena proses desorbsi dari partikelpartikel yang ada di muara sungai dan proses tersuspensi. Di perairan, nikel

ditemukan dalam bentuk koloid. Garam-garam nikel misalnya nikel amonium


sulfat, nikel nitrat, dan nikel klorida bersifat larut dalam air.

D. Manfaat Nikel Dalam Kehidupan Manusia


Nikel digunakan sebagai pelapis logam tahan karat, membuat aliasi logam
seperti monel, nikron dan alkino, dan serbuk nikel digunakan sebagai katalis
pada hidrogenasi lemak dalam pembuatan margarine. Berdasarkan sifatnya
yang fleksibel, tidak berubah bila terkena udara, ketahanannya terhadap
oksidasi dan kemampuannya untuk mempertahankan sifat- sifat aslinya pada
suhu ekstrim, nikel banyak digunakan dalam banyak aplikasi komersial dan
industri. Sekitar 70% dari produksi nikel digunakan untuk produksi stainless
steel, sementara sisanya digunakan untuk berbagai penggunaan industry.
Nikel dapat bermanfaat bagi tubuh jika membentuk suatu senyawa
kompleks. Senyawa kompleks memiliki peranan penting dalam kehidupan
sehari-hari. Aplikasi senyawa ini meliputi bidang kesehatan, farmasi, industri,
dan lingkungan. Senyawa kompleks terbentuk akibat terjadinya ikatan kovalen
koordinasi antara suatu atom atau ion logam dengan suatu ligan (ion atau
molekul netral). Logam yang dapat membentuk kompleks biasanya merupakan
logam transisi, alkali, atau alkali tanah. Studi pembentukan kompleks menjadi
hal yang menarik untuk dipelajari karena kompleks yang terbentuk
dimungkinkan memberi banyak manfaat, misalnya untuk ekstraksi dan
penanganan keracunan logam berat (Miessler and Tarr : 1991).

E. Efek Toksik Nikel


Pembuangan limbah yang mengandung Ni mengakibatkan pencemaran Ni
pada tanah, air, dan tanaman. Kadar nikel di perairan tawar alami adalah 0,001
0,003 mg/L. Pada perairan laut berkisar antara 0,005 0,007 mg/liter. Untuk
melindungi kehidupan organisme akuatik, kadar nikel sebaiknya tidak
melebihi 0,025 mg/liter. Untuk air minum < 0,1 mg/L. Adanya logam berat di

perairan, berbahaya baik secara langsung terhadap kehidupan organisme,


maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Hal ini
berkaitan dengan sifat-sifat logam berat yaitu :
1. Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan
perairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan)
2. Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan
akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkomsumsi
organisme tersebut
3. Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih
tinggi dari konsentrasi logam dalam air
4. Mudah tersuspensi karena pergerakan masa air yang akan melarutkan
kembali logam yang dikandungnya ke dalam air, sehingga sedimen
menjadi sumber pencemar potensial dalam skala waktu tertentu
Nikel dalam jumlah kecil dibutuhkan oleh tubuh, Nikel cukup berperan
bagi kesehatan tubuh sehingga tubuh dapat memproduksi sel darah merah dan
hemoglobin sintesis. Nikel merupakan zat gizi esensial yang berfungsi
menstabilisasi struktur asam nukleat dan protein dan sebagai kofaktor berbagai
enzim. Nikel juga berperan mengatur kadar lipid dalam jaringan dan dalam
sintesis fosfolipid juga merupakan nonspesifik aktifator enzim. Tetapi bila
terdapat dalam jumlah yang terlalu tinggi dapat berbahaya untuk kesehatan
manusia.
Paparan akut Ni dosis tinggi melalui inhalasi bisa mengakibatkan
kerusakan berat pada paru-paru dan ginjal serta gangguan gastrointestinal
berupa mual, muntah dan diare. Paparan Ni lewat kulit secara kronis bisa
menimbulkan gejala antara lain dermatitis nikel berupa eksema ( kulit
kemerahan, gatal ) pada jari-jari, tangan, pergelangan tangan, serta lengan.
Paparan kronis Ni , secara inhalasi bisa mengakibatkan gangguan pada alat
pernafasan, berupa asma, penurunan fungsi paru-paru, serta bronchitis.

Tingginya kadar Ni dalam jaringan tubuh manusia bisa mengakibatkan


munculnya berbagai efek samping, yaitu akumulasi Ni pada kelenjar pituitari
yang bisa mengakibatkan depresi sehingga mengurangi sekresi hormon
prolaktin di bawah normal. Akumulasi Ni pada pankreas bisa menghambat
sekresi hormon insulin. Konsumsi makanan mengandung Ni 600 mg/hari sudah
menunjukkan toksisitas pada manusia (MDS Choice Inc, 2000).
Keracunan oleh nikel juga terdapat dalam tiga bentuk pertama, kontak
dengan larutan, larutan agram nikel, yang terjadi ditempat pengolahan bijih
atau galvanisasi, yang mengakibatkan dermatitis. Kedua, oleh karena
menghirup persenyawaan Ni carbonyl semacam gas yang sangat beracun dan
dapat mengakibatkan kematian oleh karena bronchopneumonia hemmoragik.
Ketiga penghirupan debu nikel yang menyebabkan tumor ganas paru-paru.
NAB untuk Ni carbonyl adalah 0,001 ppm atau 0,007 mg/m3. .
Paparan kontak Ni dengan kulit bisa mengakibatkan terjadinya dermatitis
nikel, gatal pada jari-jari, gatal pada tangan dan lengan, serta alergi kulit. Kadar
Ni dalam darah dipengaruhi oleh paparan Ni dan ditentukan oleh ada atau
tidaknya terapi chelate. Apabila tidak ada terapi, kadar Ni dalam darah tentu
lebih tinggi. Logam nikel dan senyawa nikel merupakan bahan karsinogenik.
Inhalasi debu mengandung Ni-sulfida. Ni-subsulfida dapat mengakibatkan
kanker paru-paru, kanker rongga hidung, dan kanker pita suara, bahkan dapat
mengakibatkan kematian. Nikel merupakan bahan karsinogenik alat respirasi,
terutama bagi pekerja di industri pemurnian nikel.

F. Atomic Absorbtion Spectroscopi (AAS)


Atomic Absorbtion Spectroscopi (AAS) adalah suatu alat yang digunakan
pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang
berdasarkan

pada

penyerapan

absorbsi

radiasi

oleh

atom

bebas.

Spektrofotometri merupakan teknik analisis kuantitatif dari unsur-unsur yang


pemakaiannya sangat luas di berbagai bidang karena prosedurnya selektif,

spesifik, biaya analisisnya relatif murah, sensitifitasnya tinggi, waktu


analisisnya cepat dan mudah dilaksanakan (U, Hakim: 2011).
Prinsip kerja SSA adalah penyerapan sinar dari sumbernya oleh atom-atom
yang di bebaskan oleh nyala dengan panjang gelombang tertentu. Sampel
analisis berupa liquid dihembuskan ke dalam nyala api burner dengan bantuan
gas bakar yang digabungkan bersama oksidan (bertujuan untuk menaikkan
temperatur) sehingga dihasilkan kabut halus. Atom-atom keadaan dasar yang
berbentuk dalam kabut dilewatkan pada sinar dan panjang gelombang yang
khas. Sinar sebagian diserap, yang disebut absorbansi dan sinar yang
diteruskan emisi. Penyerapan yang terjadi berbanding lurus dengan banyaknya
atom keadaan dasar yang berada dalam nyala. Pada kurva absorpsi, terukur
besarnya sinar yang diserap, sdangkan kurva emisi, terukur intensitas sinar
yang dipancarkan. Menurut Jamaludin Al Anshori (2005) Apabila cahaya
dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang
mengandung atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut
akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan
banyaknya atom bebas logam yang berada dalam sel. Hubungan antara
absorbansi dengan konsentrasi diturunkan dari:
1. Hukum Lambert : Bila suatu sumber sinar monokromatik melewati medium
transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan
bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorbsi.
2. Hukum Beer : Intensitas sinar yang diteruskan secara eksponensial dengan
bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut.
Dari kedua hukum tersebut diperoleh suatu persamaan:
A = -Log It / IO = bC atau abc
Dimana :

Io = Intensitas sumber cahaya,


It = Intensitas sinar yang diteruskan,
= Absortivitas molar,

b = Panjang medium,
C= Konsentrasi atom yang menyerap sinar (M),
A = Absorbansi,
a = absortivitas,
c = Konsentrasi larutan (ppm).
Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya
berbanding lurus dengan konsentrasi atom (Day & Underwood, 1989).
Pada alat SSA terdapat 2 bagian utama yaitu sel atom yang menghasilkan
atom gas bebas dalam keadaan dasarnya dan suatu system optik untuk
pengukuran sinyal.

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Preparasi sampel
Teknik pelarutan sampel dilakukan menurut cara yang disarankan oleh Labrecque
dkk dalam (Prasetya: 2004). Sampel digerus sampai halus dengan penggerus agat,
kemudian diayak hingga melewati ayakan ukuran 250 mesh. Sampel yang telah
halus kemudian ditimbang sebanyak 0,1 gram dan dimasukkan ke dalam tempat
balsem plastik. Selanjutnya ke dalam tempat balsem ditambahkan aquaregia
(HNO3 : HCl = 3 : 1) dan diaduk sampai semua sampel basah, dan dilanjutkan
dengan menambahkan 6 mL HF 50% dan diaduk kembali. Secara hati-hati tempat
balsem ditutup rapat dan dipanaskan di atas penangas air (suhu 900C-1000C)
selama sekitar 2-3 jam sampai semua mineral larut dan membentuk larutan yang
jernih, kemudian didinginkan. Setelah dingin ditambahkan 5,6 gram asam borat
dan diaduk dengan pengaduk plastik, kemudian dipanaskan lagi sekitar 15 menit
agar kelebihan asam dapat hilang dan membentuk larutan yang jernih. Dalam
keadaan dingin larutan tersebut diencerkan dengan air bebas mineral dalam labu
takar 50 mL hingga tepat tanda batas.

B. Analisis Kualitatif
Alat dan Bahan
Alat :
1. Tabung reaksi
2. Pipet tetes
3. Rak tabung reaksi
Bahan :
1. Na2S
2. NH4OH encer
3. NaOH
4. Dimethylglyoxim
5. Aquadest

Cara Kerja
a. Masukkan 5ml Larutan Nickel sulfat kedalam tabung reaksi lalu
tambahkan beberapa tetes larutan natrium sulfide maka akan terjadi
endapan hitam.
NiSO4 + Na2S NiS hitam + Na2SO4
b. Masukkan 5ml Larutan Nickel sulfat ke dalam tabung reaksi lalu
tambahkan beberapa tetes larutan ammonium hydroksida encer, setelah itu
tambahkan beberapa tetes larutan Dimethylglyoxim maka akan terjadi
endapan merah.
OH
2 CH3-C=NOH + NiSO4 + 2 NH4OH CH3-C =N
CH3-C=NOH

O
N=CH3merah

Ni
CH3C=N

N=C-CH3
O

OH

c. Masukkan 5 ml Larutan Nickel sulfat kedalam tabung reaksi kemudian


tambahkan beberapa tetes larutan Natrium hydroksida encer, maka akan
terjadi endapan hijau.
NiSO4 + 2 NaOH Ni(OH)2 hijau + Na2SO4
d. Masukkan 5 ml Larutan Nickel sulfat ke dalam tabung reaksi kemudian
tambahkan beberapa larutan Ammonium hydroksida encer, terjadi
endapan hijau. Endapan larut dalam kelebihan reagen.
NiSO4 + 2 NH4OH Ni(OH)2 hijau + (NH4)2SO4
Ni(OH)2 + 6 NH4OH [Ni(NH3)6](OH)2 + 6 H2O

C. Analisa Kuantitatif
Alat dan Bahan
Alat :
1. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) model Analyst 100 buatanPerkinElmer,
2. Neraca analitik (merck AND HR-200 dengan ketelitian 0,1 mg),
3. pH meter Cyberscan pH 110,
4. Alat-alat gelas,
5. Waterbath memmert, dan
6. Stirrer model 1262-1.
Bahan:
1. Nikel nitrat Ni(NO3)2. 6H2O 99% buatan E Merck,
4. APDC buatan E Merck (kadar:98%, Mr = 164,29 g/mol),
5. Asam nitrat HNO3 65% buatan E Merck (kadar: 65%, : 1,41 kg/ L, M=14,54)
6. Besi nitrat Fe(NO3)3. 9H2O 99% buatan E Merck,
7. Tembaga nitrat Cu(NO3)2. 3H2O 99% buatan E Merck,
8. NaOH 99% buatan E Merck (M= 40,00), 19
9. Asam klorida (HCl) buatan E Merck (kadar: 37%, densitas: 1,19 kg/L, M =
12,06),
10. HF 50%,
11. Sampel mineral laterit,
12. Aquaregia (HNO3 : HCl = 3:1), dan
13. Aqua demin.

Cara Kerja
1) Cara penyiapan pereaksi
Bahan pereaksi yang relatif pekat disiapkan sebagai larutan induk, sedang
bahan pereaksi yang encer disiapkan dengan mengencerkan larutan induk
tersebut. Bahan- bahan pereaksi tersebut antara lain:
1. Larutan Ni(II) 1000 ppm, dibuat dengan melarutkan 1,2387 gram
Ni(NO3)2. 6H2O, Mr = 290,81 gr/mol ditambah HNO3 65% sampai jernih

dimasukkan dalam labu takar 250 mL diencerkan dengan aqua demin


sampai tanda batas.
2. Larutan Fe(III) 1000 ppm, dibuat dengan melarutkan 1,8036 gram
Fe(NO3)3. 9H2O, Mr = 404,00 gr/mol ditambah HNO3 65% sampai jernih
dimasukkan dalam labu takar 250 mL diencerkan dengan aqua demin
sampai tanda batas.
3.

Larutan induk APDC 2%, dibuat dengan menimbang 5,102 gram APDC
dan dilarutkan dengan aqua demin hingga volumenya 250 mL. Untuk
membuat larutan kerjanya dapat dilakukan dengan mengencerkan sesuai
kebutuhan.

4. Larutan induk Cu(II) 1000 ppm, dibuat dengan melarutkan 0,9504 gram
Cu(NO3)2.3H2O dalam larutan HNO3 65 % sampai jernih dan diencerkan
dengan aqua demin hingga volumenya 250 mL. Untuk membuat larutan
kerjanya dapat diencerkan sesuai kebutuhan.
2) Optimasi pH larutan dalam proses kopresipitasi
Diambil 50 mL Ni2+ 2 ppm 5 mL Cu2+ 100 ppm dan 1 mL APDC 2% pHnya
diatur menjadi 2. Kemudian larutan diaduk sampai terjadi endapan. Endapan
kemudian disaring dan dicuci dengan aqua demin. Endapan ditambah dengan
HNO3 pekat, sehingga endapan larut dan larutan menjadi jernih. Larutan yang
terjadi diencerkan dengan aqua demin sampai volume 10 mL, kemudian diukur
absorbansinya dengan SSA. Ulangi cara kerja diatas dengan mengatur pH
menjadi 3, 4, 5 dan 6.
3) Optimasi volume APDC
Diambil 50 mL Ni2+ 2 ppm, 5 mL Cu2+ 100 ppm dan 1 mL APDC 2%, pH
optimal dari percobaan sebelumnya, kemudian larutan diaduk selama 5 menit
sampai terjadi endapan. Endapan kemudian disaring dan dicuci dengan aqua
demin. Endapan ditambahkan dengan HNO3 pekat, sehingga endapan larut dan
larutan menjadi jernih. Larutan yang terjadi diencerkan dengan aqua demin
sampai volume 10 mL, kemudian diukur absorbansinya menggunakan AAS.
Ulangi cara kerja di atas dengan memvariasi volume APDC sebanyak 2, 3, 4,
5, 6, dan 7 mL.

4) Optimasi waktu pengadukan


Diambil 50 mL Ni2+2 ppm, 5 mL Cu2+ 100 ppm dan APDC 2% optimal dan pH
optimal dari percobaan sebelumnya, kemudian larutan diaduk selama 10 menit
sampai terjadi endapan. Endapan kemudian disaring dan dicuci dengan aqua 21
demin. Endapan ditambahkan dengan 1 mL HNO3 pekat, sehingga endapan
larut dan larutan menjadi jernih. Larutan yang terjadi diencerkan dengan aqua
demin sampai volume 10 mL, kemudian diukur absorbansinya menggunakan
AAS. Ulangi cara kerja di atas dengan memvariasi waktu sebanyak 15, 20, dan
25 menit.
5) Kajian interferensi Fe (III)
Diambil 50 mL Ni2+ 2 ppm, 5 mL Cu2+ 100 ppm dan APDC 2% optimal, pH
optimal dari percobaan sebelumnya ditambah 1 mL Fe(III) 10 ppm, kemudian
larutan diaduk pada waktu optimal sampai terjadi endapan. Endapan kemudian
disaring dan dicuci dengan aqua demin. Endapan ditambah dengan HNO3
pekat, sehingga endapan larut dan larutan menjadi jernih. Larutan yang terjadi
diencerkan dengan aqua demin sampai volume 10 mL, kemudian diukur
absorbansinya menggunakan AAS. Ulangi cara kerja di atas dengan
memvariasi konsentrasi Fe(III) 1 mL sebanyak 20, 30, 40, dan 50 ppm.
6) Pengaruh variasi konsentrasi Ni(II)
Pengaruh Variasi Konsentrasi Ni(II) dilakukan pada kondisi optimum dengan
menambahkan 50 mL Ni2+2 ppm, 5 mL Cu2+100 ppm, APDC 2% optimal dan
pH optimal, waktu pengadukan optimal sampai terjadi endapan. Endapan
kemudian disaring dan dicuci dengan aqua demin. Endapan ditambah dengan
HNO3 pekat, sehingga endapan larut dan larutan menjadi jernih. Larutan yang
terjadi diencerkan dengan aqua demin sampai volume 10 mL, kemudian diukur
absorbansinya. Absorbansi yang diperoleh diplotkan ke dalam persamaan
regresi dari kurva kalibrasi. Ulangi cara kerja di atas dengan memvariasi
konsentrasi Ni(II) menjadi 4 dan 6 ppm.
7) Penentuan kadar nikel dalam sampel secara kopresipitasi
1.

Pembuatan kurva kalibrasi

Sebelum dilakukan penentuan kadar Ni(II) dalam sampel terlebih dahulu


dibuat kurva kalibrasi standar Ni(II) yaitu dengan membuat larutan seri standar
dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10 ppm. Selanjutnya membuat grafik hubungan
antara konsentrasi standar dengan absorbansi. Larutan sampel dapat dicari
setelah absorbansi larutan sampel diukur dan diintrapolasi ke persamaan
regresi linier yang diperoleh pada kurva kalibrasi.
2.

Penentuan kadar nikel dalam sampel dengan AAS

Penentuan kadar Nikel dilakukan dengan cara ke dalam bekerglass dimasukkan


25 mL sampel laterit hasil destruksi; konsentrasi Ni2+ dengan variasi 0, 2, dan 4
mL; konsentrasi APDC 2% optimal dan pH optimal, kemudian masing-masing
larutan diaduk pada waktu optimal sampai terjadi pengendapan. Endapan
kemudian disaring dan dicuci dengan aqua demin. Endapan ditambah dengan
HNO3 untuk menyempurnakan pelarutan endapan dan larutan berwarna jernih.
Larutan yang terjadi diencerkan dengan aqua demin sampai volume 10 mL,
kemudian diukur absorbansinya dengan AAS. Selanjutnya ditentukan kadar
nikel sampel dengan cara absorbansi yang diperoleh diintrapolasikan pada
persamaan regresi linier kurva kalibrasi standar Ni(II).

BAB IV
PENUTUP

A. Pembahasan
Sebelum menentukan kadar pada sampel nikel (Ni) terlebih dahulu
menentukan yaitu penentuan kondisi optimum (pH larutan, volume APDC, dan
waktu pengadukan terhadap analisis Nikel); pengaruh keberadaan ion logam
Fe(III) terhadap analisis nikel; besar kadar nikel yang terendapkan dalam
metode uji temu balik pada kondisi optimum yang kemudian digunakan untuk
penentuan kadar nikel dalam sampel.
Setelah diperoleh kondisi optimumnya yaitu pH larutan, volume ligan
APDC 2% dan waktu pengadukan untuk analisis nikel melalui kopresipitasi
dengan tembaga ditiokarbamat, maka langkah selanjutnya adalah uji coba
aplikasi metode tersebut pada sampel. Penentuan ini digunakan untuk
mengetahui kadar nikel dalam sampel pada kondisi optimum kopresipitasi.
Sebelum dilakukan analisis kadar Ni(II) terlebih dahulu dibuat kurva kalibrasi
larutan standar Ni(II) sebagai pembanding dengan beberapa konsentrasi.
Tujuan dibuat kurva kalibrasi untuk mengetahui apakah hubungan absorbansi
dengan konsentrasi larutan standar linier atau tidak.
Konsentrasi larutan standart Ni(II) divariasi yaitu 2, 4, 6, 8, 10 ppm.
Setelah itu absorbansi larutan diukur dan diintrapolasikan ke dalam persamaan
regresi linier pada kurva kalibrasi larutan standar Ni(II). Data absorbansi
larutan standart Ni(II) dapat dibuat kurva kalibrasi. Berdasarkan persamaan
regresi linier tersebut maka dapat dihitung kadar Ni(II) dalam mineral laterit
yang dianalisis dengan metode kopresipitasi menggunakan Cu(PDC)2.

B. Kesimpulan
1. Sumber utama nikel berasal dari pengikisan batuan yang ada di sungai
Nikel di muara sungai menunjukkan konsentrasi yang semakin meningkat
dengan peningkatan kekeruhan.

2. Pembuangan limbah yang mengandung Ni mengakibatkan pencemaran Ni


pada tanah, air, dan tanaman.
3. Paparan kontak Ni dengan kulit bisa mengakibatkan terjadinya dermatitis
nikel, gatal pada jari-jari, gatal pada tangan dan lengan, serta alergi kulit.
4. Uji kualitatif Larutan Nickel sulfat tambahkan larutan ammonium
hydroksida encer dan tambahkan larutan Dimethylglyoxim maka akan
terjadi endapan merah.
5. Uji kuantitatif dilakukan dengan menggunakan persamaan regresi linier
kurva kalibrasi standar Ni(II).

DAFTAR PUSTAKA

Connel , Des W . 1995 . Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran . Jakarta : UI


Press.
Cotton F.A. Wilkinson G. 1988. Advanced Inorganic Chemistry. Fifth Edition.
John Willey and Sons Inc. New York.
MDs Choice Inc. 2000. Nickle. http:/www.pbg.net/.2 Juni 2006
Miesslar, G. L. and D.A. Tarr. 1991. Inorganic Chemistry. Prentice Hall. New
Jersey.
Palar, Heryando . 1994 . Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat . Jakarta :
Rhineka Cipta.
Putra. S.E.,Buhani, Suharso. 2003.Alga sebagai Bioindikator dan Biorsoben
Logam berat ( Bagian 1 : Bioindikator). Jurusan Kimia FMIPA .
Universitas Lampung.
Ramlawati. 2005. Kimia Anorganik Fisik. Makassar : FMIPA UNM.
Widyowati , Wahyu . 2009 . Efek Toksik Logam . Yogyakarta : Andi
Publisher.
Day, R. A. dan Underwood, A. L. 1989. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi
Kelima. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai