Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN TAKS READING

KELOMPOK 9

SISTEM SOMATOSENSORIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
TAHUN AJARAN 2013

Daftar Nama Anggota Kelompok 9


Nama :

NIM :

I Putu Dwi Nurjayadhi

013.06.0031

M. Fitrah Hidayat

013.06.0039

Nur Yuhanniz

013.06.0047

Silva Neta Oktari

013.06.0055

Yessi Auliya Rizkiantari

013.06.0063

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME karena atas rahmat serta hidyah-Nya
sehingga kami dapat menyelsaikan penyusunan laporan ini dan tidak lupa juga kepada
Tutor yang telah membimbing kami dalam proses pembelajaran.
Dalam pembelajaran melalui metode Taks Reading ini kami membahas tentang sistem
somatosensorik, yaitu cara kerja somatosensorik atau sensasi yang diterima pada kulit
dan bagian dalam, dan bagaimana penjalarannya sehingga kita bisa merasakan sensasi
seperti menyentuh benda benda asing yang berada di sekitar kita
Semoga laporan ini dapat bermanfaat,serta membantu proses pembelajaran yang lebih
efisien waktu. Tak lupa kami ucapkan mohon maaf atas kekurangan dalam pembuatan
laporan ini.
Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarokatuh.

Mataram,09 November 2013

( Penyusun )

BAB I
Pendahuluan
Sistem saraf Mempunyai sifat-sifat unik berkaitan dengan proses berpikir dan fungsi
pengaturan yang sangat kompleks yang dapat dilakukannya. Sistem ini menerima berjuta-juta
rangsangat setiap menitnya. Informasi yang berasal dari mermacam-macam saraf sensorik
dan organ sensorik, kemudian menyatukan semuanya untuk menentukan respon apa yang
akan diberikan oleh tubuh.
Sebagian besar aktivitas sistem saraf diawali oleh pengalaman-pengalaman
sensorik/reseptor sensorik yang terangsang, yaitu reseptor visual di mata, reseptor auditorik
di telinga, reseptor taktil di permukaan tubuh, atau macam-macam reseptor lainnya.
Pengalaman sensorik ini dapat menimbulkan reaksi segera dari otak, atau memori dari
pengalaman tersebut dapat disimpulkan dalam otak selama beberapa menit, beberapa minggu,
beberapa tahun dan selanjutnya dan dapat menentukan reaksi tubuh di masa yang akan
datang.
Hantaran rangsangan sistem saraf memiliki dua macam sinaps yang menghantarkan
suatu rangsangan yaitu (1) sinaps Kimia, dan (2) sinaps listrik.
Hampir semua sinaps yang dipakai untuk menjalarkan sinyal pada sistem saraf pusat
manusia adalah sinaps kimir. Pada sinaps kimia ini, neuron pertama menyekresikan pada
sinaps ujung saraf suatu bahan kimia yang disebut neurotransmiter, dan bahan transmiter ini
sebaliknya bekerja pada protein reseptor dalam membran neuron berikutnya sehingga neuron
tersebut akan terangsang, menghambatnya atau mengubah sensitivitasnya dalam berbagai
cara. Sampai saat ini telah ditemukan lebih dari 40 substansi transmiter penting. Beberapa di
antaranya adalah asetilkolin, norepinefrin, hismatin, asam gamma-aminobutirat (GABA),
glisin, serotonin, dan glutamat.
Sebaliknya sinaps listrik ditandai oleh adanya kanal cairan terbuka langsung yang
menjalarkan aliran listrik dari satu sel ke sel berikutnya. Kebanyakan saluran ini terdiri atas
struktur tubular protein kecil yang disebut gap junctions yang memudahkan pergerakan ionion secara bebas dari bagian dalam suatu sel ke bagian dalam sel berikutnya. Seperti yang
telah kita pelajari sebelumnya mengenai penjalaran sistem saraf.

Dari gambar dibawah ini, menggambarkan suatu bagian somatik sistem sensorik yang
menghantarkan informasi sensorik dari reseptor di seluruh permukaan tubuh dari beberapa
struktur dalam. Informasi ini akan masuk kedalam sistem saraf pusat melalui saraf saraf
perifer dan segera di hantarkan ke berbagai area somatik pada (1) semua tingkat medula
spinalis (2) substansi retikular dari medula, pons, mesensefalon, (3) serebelum, (4) talamus,
dan (5) area korteks serebri.
Dan yang akan kami bahas
lebih spesifik pada taks reading
ataupun laporan ini yaitu pada area
korteks serebri khususnya pada
korteks

somatosensorik,

oleh

brodmann dibagi secara fungsional


yaitu pada area somatosensorik I
dan area somatosensorik II, dan
kami akan membahas tentang area
asosiasi
memiliki

somatosensorik
kaitan

pembahasan

yaitu

erat

karena
dengan
sistem

somatosensorik.

BAB II
A. Korteks Somatosensorik
Sebelum membahas sifat korteks serebral pada sensasi somatik, kita perlu
mengerti dahulu orientasi berbagai fariasi korteks.

Gambar 47-5 adalah peta korteks serebral manusia, yang memperlihatkan bahwa
daerah ini terbagi menjadi sekitar 50 daerah berbatas jelas yang disebut area
brodmann berdasarkan atas berbagai struktur histologi yang berbeda. Peta itu sendiri
sangat penting karena digunakan oleh semua ahli neurofisiologi dan ahli neurologi
untuk merujuk dengan nomor daerah daerah dengan fungsi berbeda pada korteks
manusia.
Perhatikan pada gambar tersebut, terdapat daerah fisura sentralis yang besar
(juga disebut sulcus sentralis) yang meluas secara horisontal yang meluas secara
horisontal menyilang otak. Pada umumnya, sinyal sensorik dari semua modalitas
sensasi berakhir persis pada bagian posterior korteks serebri sampai ke fisura
sentralis. Umumnya, separuh bagian anterior lobus parietalis hampir seluruhnya
dikaitkan dengan penerimaan dan interprentasi sinyal somatosensorik. Namun,

separuh bagian posterior lobus parietalis menyediakan tingkat interprentasi yang lebih
tinggi lagi.
Sinyal penglihatan berakhir di lobus oksipitalis, sedangkan sinyal pendengaran di
lobus temporalis.
Sebaliknya, bagian anterior korteks serebri sampai fisura sentralis dan meliputi
separuh bagian posterior lobus frontalis yang disebut korteks motorik, hampir
seluruhnya bisa dikatakan bekerja mengendalikan kontraksi otot dan gerakan tubuh.
Bagian utama pengendali motorik ini sebagai respon dari sinyal somatosensorik yang
dari bagian sensorik korteks, yang membuat korteks motorik tetap mendapat
informasi setiap saat mengenai posisis dan gerakan berbagai tubuh yang berbeda.
Gambar 47-6 memperihatkan dua daerah sensorik terpisah di lobus parietalis
anterior yang disebut area somatosensorik I dan area somatosensorik II. Alasan untuk
pembagian daerah ini menjadi dua adalah ditemukannya orientasi spasial yang
berbeda dan terpisah dari berbagai bagian tubuh pada setiap kedua daerah ini. Biarpun
begitu, area somato sensorik I jauh lebih luas dan lebih penting bagi fungsi sensorik
tubuh

daripada

area

somatosensorik

II

pada

umumnya

istilah

korteks

somatosensorik lebih biasa digunakan untuk area I daripada untuk area II. Area
somatosensorik I memiliki derajat lokalisasi yang tinggi terhadap berbagai bagian
tubuh yang berbeda, seperti yang ditunjukan oleh nama-nama dari hampir seluruh
bagian tubuh pada gambar 47-6. Sebaliknya, lokalisasi tidak begitu baik pada daerah
somatosensorik II, walaupun secara kasar, wajah diwakili disebelah anterior, lengan
di daerah central, dan tungkai di daerah posterior.
Hanya sedikit hal yang diketahui mengenai fungsi daerah somatosensorik II.
Telah diketahui bahwa sinyal yang masuk ke daerah ini, yang berasal dari batang
otak, dijalarkan ke atas dari kedua sisi tubuh. Selain itu, banyak sinyal yang datang
secara sekunder dari daerah somatosensorik I dan daerah sensorik lain pada otak,
bahkan dari daerah penglihatan dan pendengaran. Proyeksi dari area somatosensorik I
dibutuhkan untuk fungsi area somatosensorik II. Namun, pengangkatan bagian area
somatosensorik II tanpaknya tidak menimbulkan respon neuron pada area
somatosensorik I. Jadi, yang kita ketahui tentang sensasi somatik tampaknya sudah
dijelaskan oleh fungsi daerah somatosensorik I.
Pada korteks serebri manusia, area somatosensorik I, terletak di girus post
sentralis (pada area broadman III, I dan II) yang terletak tepat dibelakang sulcus
sentralis.
7

Pada
memperlihatkan

gambar
potongan

disamping
melintang

otak setinggi girus post sentralis, tanpa


adanya gambaran bagian bagian tubuh
pada bermacam macam daerah area
somatosensorik I. Perhatikan, setiap sisi
lateral

korteks

menerima

informasi

sensorik hampir seluruhnya dari sisi


tubuh yang berlawana.
Tampak beberapa daerah tubuh
mempunyai gambaran area yang luas di
korteks

somatikbibir

mempunyai

gambaran area yang paling luas, diikuti


oleh wajah dan ibujari sedangkan punggung dan tubuh bagian bawah relatif kecil.
Ukuran daerah ini langsung sesuai dengan jumlah reseptor sensorik khusus yang
terdapat pada area perifer tubuh yang sesuai. Contohnya, pada bibir dan ibujari
dijumpai banyak sekali ujung serabut saraf khusus, sedangkan pada kulit tubuh hanya
sedikit. Perhatikan juga bahwa kepala digambarkan pada bagian paling lateral area
somatosensorik I, dan tubuh bagian bawah digambarkan pada bagian medial.

B. Lapisan Korteks Somatosensorik dan Fungsinya


Korteks serebri terdiri atas enam lapisan
neuron, dimulai dengan lapisan I yang
terletak dibawah permukaan otak dan
meluas lebih dalam sampai lapisan ke
enam, seperti yang terlihat pada gambar
disamping. Seperti yang telah diduga,
setiap lapisan neuron mempunyai fungsi
yang berbeda satu sama lain. Beberapa
fungsi tersebut adalah :
1.

Sinyal sensorik yang baru

masuk mula mula merangsang lapisan


IV

neuron;

selanjutnya

sinyal

ini

menyebar ke arah permukaan korteks


dan juga menuju lapisan yang lebih
dalam.
2.

Lapisan

dan

II

menerima impuls sinyal masuk yang


bersifat difus dan non spesifik dari pusat otak lebih bawah yang memfasilitasi
daerah spesifik pada korteks. Input ini terutama mengatur seluruh tingkat
eksitabilitas daerah berurutan yang terangsang.
3. Neuron neuron pada lapisan I dan III akan mengirimkan aksonnya ke bagian
korteks serebri yang berhubungan pada sisi berlawanan otak melalui korpus
kalosum.
4. Neuron-neuron pada lapisan V dan VI mengirimkan akson-aksonnya ke bagian
sistem saraf yang lebih dalam. Lapisan V merupakan lapisan yang umumnya lebih
besar dan proyeksinya ke daerah yang lebih jauh, seperti ke ganglia basalis,
batang otak, dan medula spinalis yang mengatur transmisi sinyal sinyal. Dari
lapisan VI, terutama sejumlah besar akson akan menyebar ke talamus,
menjalarkan sinyal dari korteks serebri yang berinteraksi dengan akson tersebut
dan membantu mengatur tingkat perangsangan sinyal sensorik yang datang
melalui talamus.

C. Fungsi Area Somatosensorik I


Pemotongan bilateral yang meluas pada area somatosensorik I menyebabkan
hilangnya jenis pertimbangaan sensorik berikut:
1. Pasien tak dapat menentukan lokasi dari berbagai macam sensasi yang
timbul di bagian bagian tubuh. Namun, pasien dapat menentukan lokasi
sensasi ini secara kasar, misalnya bagian tertentu tangan ke tingkat utama
tubuh, atau kesalah satu tungkai. Jadi, jelas bahwa batang otak, talamus,
atau

bagian

korteks

serebrinya,

tak

dapat

secara

normal

mempertimbangkan hubungan antara sensasi somati dengan luas tempat


timbulnya sensasi.
2. Pasien tak dapat menentukan berapa besar tekanan yang diberikan pada
tubuh.
3. Pasien tak dapat menentukan berapa berat suatu objek.
4. Pasien tak mampu menentukan bentuk suatu objek. Keadaan ini disebut
astereognosis
5. Pasien tak mampu menentukan susunan suatu bahan, sebab kemampuan
untuk menentukan ini bergantung pada tingginya sensasi kritis yang
ditimbulkan oleh gerakan jari diatas permukaan yang akan ditentukan.
Perhatikan juga bahwa dalam daftar diatas tidak disinggung sama sekali
mengenai hilangnya rasa nyeri dan rasa suhu. Pada keadaan ketiadaan yang spesifik
hanya pada area somatosensorik I, pengertian terhadap modalitas sensorik tersebut
tetap dipertahankan baik pada kualitas dan intensetiasnya namun, sensasi tersebut
sukar dilokalisasi menunjukan bahwa lokalisasi rasa nyeri dan rasa suhu itu terutama
bergantung pada susunan peta topografi bagian bagian tubuh pada area
somatosensorik I agar sumber rangsangan dapat diketahui.

10

D. Area Asosiasi Somatosensorik


Area broadman 5 dan 7 pada korteks serebri, terletak dalam korteks parietalis
dibelakang area somatosensorik I (lihat gambar 47-5), berperan penting untuk
menguraikan pengertian mendalam dari informasi sensorik pada area somatosensorik.
Oleh karena itu, daerah ini disebut area asosiasi somatosensorik.
Rangsangan listrik pada area asosiasi somatosensorik kadang kala dapat
menyebabkan seseorang yang terjaga mengalami sensasi tubuh yang kompleks, yang
kadangkala bahkan dapat seperti merasa terkena suatu benda misalnya pisau atau
bola. Oleh karena itu, tampaknya memang jelas bahwa area asosiasi somatosensorik
ini dapat menggabungkan informasi informasi yang datang dari banyak titik pada area
somatosensorik primer sehingga akhinya arti informasi itu dapat diuraikan. Keadaan
ini juga akan melengkapi susunan anatomi dari traktus neuron yang memasuki area
asosiasi somatosensorik karena area ini menerima sinyal sinyal yang berasal dari (1)
area somatosensorik I, (2) nuklei ventrobasal talamus, (3) daerah lain dalam talamus,
(4) korteks visual, dan (5) korteks auditorik.
Bila area asosisasi somatosensorik diangkat pada salah satu sisi otak, pasien
akan kehilangan kemampuan untuk mengenali objek komples dan bentuk komplek
yang dirasakan pada sisi tubuh yang berlawanan. Selain itu, pasien akan kehilangan
sebagian besar perasaan bentuk tubuh atau bagian tubuhnya pada sisi yang
berlawanan. Bahkan, pasien terutama lupa tentang sisi tubuhnya yang berlawanan
jadi ia lupa bahwa ada sisi tubuhnya yang lain itu karena itu, ia sering kali lupa untuk
menggunakan sisi tubuhnya yang lain untuk fungsi motorik. Dengan demikian, bila
merasakan suatu objek, ia akan cenderung mengenali hanya satu sisi objek dan
melupakan keberadaaan sisi lainya. Berkurangknya sensorik yang kompleks ini
disebut sebagai amorfosintosis.

11

REFERENSI

Guyton And Hall, buku ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11

Ethel Sloane, Anatomi dan Histologi Untuk Pemula

Keith L. Moore, Anne M.R Agur Anatomi Klinis Dasar

Kamus Kedokteran Dorland

12

Anda mungkin juga menyukai