Anda di halaman 1dari 16

PERATURAN & REGULASI I

Azhar Krisna Hartono (48112234)


Teknik Komputer - 3DC02

MATA KULIAH SOFTSKILL ETIKA PROFESI


UNIVERSITAS GUNADARMA
2014

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, Alhamdulillahirabbilalamin, banyak
nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat, penulis dapat menyelesaikan
tugas pembuatan makalah yang berjudul Peraturan dan Regulasi I dengan lancar.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu Etika Profesi yang disajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi dan berita. Dan untuk
memenuhi tugas mata kuliah softskill yang telah diberikan oleh dosen pembimbing, semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran bagi
siapa saja yang membacanya.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat kurang
tepat atau menyinggu perasaan pembaca.
Kepada dosen pembimbing, saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan
makalah di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari para pembaca.

Bekasi, 13 Januari 2015

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
I.1 Latar Belakang........................................................................................................ 1
I.2 Rumusan Masalah.................................................................................................... 2
I.3 Tujuan................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 3
II.1 Cyberlaw.............................................................................................................. 3
II.2 CyberLock............................................................................................................. 3
II.3 Regulasi Konten...................................................................................................... 3
II.4 Perlunya Peraturan dalam Cyberlaw.............................................................................5
II.5 Perbedaan Cyber Law Di Berbagai Negara.....................................................................5
II.5.1 Cyber Law Negara Indonesia.......................................................................5
II.5.2 Cyber Law Negara Malaysia........................................................................7
II.5.3 Cyber Law Negara Singapore......................................................................7
II.5.3 Cyber Law Negara Vietnam.........................................................................9
II.5.4 Cyber Law Negara Thailand........................................................................9
II.6 Uu Telekomunikasi Dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi (Uu Ite).....................10
BAB III PENUTUP........................................................................................................ 12
III.1 Kesimpulan........................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... iii

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Peraturan adalah sesuatu yang disepakati dan mengikat sekelompok orang/ lembaga
dalam rangka mencapai suatu tujuan dalam hidup bersama.
Regulasi adalah mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan aturan atau
pembatasan. Regulasi dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, misalnya: pembatasan hukum
diumumkan oleh otoritas pemerintah, regulasi pengaturan diri oleh suatu industri seperti melalui
asosiasi perdagangan, Regulasi sosial (misalnya norma), co-regulasi dan pasar. Seseorang dapat,
mempertimbangkan regulasi dalam tindakan perilaku misalnya menjatuhkan sanksi (seperti
denda).
Dalam era globalisasi dan teknologi dewasa ini perkembangan teknologi komputer
dibidang IT meningkat dengan cepat, penggunaan komputer sebagai salah satu alat teknologi
informasi sangat dibutuhkan keberadaannya hampir disetiap aspek kehidupan manusia dan telah
menjadi realitas sehari-hari jutaan manusia dimuka bumi ini.
Penggunaan perangkat komputer sebagai perangkat pendukung manajemen dan
pengolahan data sangatlah tepat penggunaannya untuk mendapatkan kuantitas dan kualitas data
yang baik dan benar. Sehingga untuk menghindari adanya penyalahgunaan Teknologi Informasi,
maka dibuat suatu peraturan dan regulasi yang mengontrol segala sesuatu tentang IT.
Kemajuan teknologi informasi yang serba digital membawa orang ke dunia bisnis yang
revolusioner (digital revolution era) karena dirasakan lebih mudah, murah, praktis dan dinamis
berkomunikasi dan memperoleh informasi. Di sisi lain, berkembangnya teknologi informasi
menimbulkan pula sisi rawan yang gelap sampai tahap mencemaskan dengan kekhawatiran pada
perkembangan tindak pidana di bidang teknologi informasi yang berhubungan dengan
cybercrime atau kejahatan duniamaya.

Saat ini telah lahir hukum baru yang dikenal dengan hukum cyber atau hukum telematika.
Atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang
merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum
informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of
information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara.
Di Indonesia, sudah ada UU ITE, UU No. 11 tahun 2008 yang mengatur tentang
informasi dan transaksi elektonik, Undang-Undang ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak
semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga
negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk perbuatan hukum yang dilakukan di luar wilayah
hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing atau
badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia,
mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi Elektronik dan Transaksi
Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal.

I.2 Rumusan Masalah


Sejauh mana pelanggaran hukum yang terjadi dalam dunia maya sekarangi ni (Cybercrime)?
Bagaimana peranan Undang-Undang Dunia Maya (Cyberlaw) terhadap pelanggaran yang terjadi
dalam dunia maya itu sendiri?

I.3 Tujuan

Menyelesaikan tugas mata kuliah Etika Profesi


Menjelaskan Pengertian Cyber Law
Menambah wawasan tentang cyberlaw yang diterapkan di Indonesia pada khususnya dan

Internasional pada umumnya.


Perbedaan Cyberlaw di berbagai Negara.

BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Cyberlaw
Cyber Law adalah aspek hukum yang istilahnya berasal dari Cyberspace Law, yangruang
lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek
hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai
"online" dan memasuki dunia cyber atau maya. Pada umumnya diasosiasikan dengan internet,
merupakan aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi suatu aspek yang berhubungan dengan orang
perongan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai
pada saat online dan memasuki dunia cyber atau duni maya. Cyberlaw sendiri merupakan istilah yang
berasal dari Cyberspace Law. Cyberlaw akan memainkan peranannya dalam dunia masa depan, karena
nyaris tidak ada lagi segi kehidupan yang tidak tersentuh oleh keajaiban teknologi dewasa ini dimana kita
perlu sebuah perangkat aturan main didalamnya.

II.2 CyberLock
Cyberlock Access Control System Videx sebuah alat inovatif dalam system penguncian
yang dapat mengubah kunci secara manual ke dalam Sistem Access Control yang mampu
memberikan perlindungan dan tingkat keamanan yang tinggi terhadap aset bernilai tinggi yang
dimiliki oleh perusahaan. Dengan Sistem Access Control Cyberlock, semua kegiatan petugas lapangan
seperti memeriksa kondisi (pemeliharaan) terhadap komponen serta semua aset yang bernilai tinggi
lainnya, bisa langsung diamati melalui penyimpanan semua data dan kegiatan yang dapat dilihat secara
langsung saat diperlukan. Hal-hal yang dapat di antisipasi oleh Cyberlock adalah kendala operasional dan
manual sistem keamanan (pengambilan hasil sebuah laporan pada suatu perusahaan masih kurang akurat
dan masih sulit untuk di benarkan). Dengan Cyberlock hal kelemahan-kelemahan tersebut akan dapat
ditingkatkan, sehingga lebih mudah untuk dapat melakukan pelacakan data seperti dalam kasus
kebakaran, pencurian, atau event lainnya yang dapat berpotensi merugikan perusahaan.

II.3 Regulasi Konten


Semakin banyaknya Munculnya beberapa kasus CyberCrime di Indonesia, seperti
pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya
email, dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke
dalam programmer komputer. Maka dibuatnya sebuah regulasi konten
1. Keamanan nasional

Instruksi pada pembuatan bom, produksi obat/racun tidak sah, aktivitas teroris.

2. Protection of Minors(Perlindungan pelengkap)

Abusive forms of marketing


Violence
Pornography

3. Protection of Human Dignity(Perlindungan martabat manusia)

Hasutan kebencian rasial


Diskriminasi rasial

4. Keamanan Ekonomi

Penipuan
Instructions on pirating credit cards
Scam, Cybercrime

5. Keamanan indormasi

Cybercrime
Phising

6. Protection of Privacy
7. Protection of Reputation
8. Intellectual Property

II.4 Perlunya Peraturan dalam Cyberlaw


Sebagai orang yang sering memanfaatkan internet untuk keperluaan sehari-hari sebaiknya
kita membaca undang-undang transaksi elektronis yang telah disyahkan pada tahun 2008.
Undang undang tersebut dapat didownload dari website www.ri.go.id yang linknya di sini. Kita
dapat langsung membaca bab VII yang mengatur tentang tindakan yang dilarang.
Permasalahan yang sering muncul adalah bagaimana menjaring berbagai kejahatan
komputer dikaitkan dengan ketentuan pidana yang berlaku karena ketentuan pidana yang
mengatur tentang kejahatan komputer yang berlaku saat ini masih belum lengkap.
Banyak kasus yang membuktikan bahwa perangkat hukum di bidang TI masih lemah.
Seperti contoh, masih belum dilakuinya dokumen elektronik secara tegas sebagai alat bukti oleh
KUHP. Hal tersebut dapat dilihat pada UU No8/1981 Pasal 184 ayat 1 bahwa undang-undang ini
secara definitif membatasi alat-alat bukti hanya sebagai keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk, dan keterangan terdakwa saja. Demikian juga dengan kejahatan pornografi dalam
internet, misalnya KUH Pidana pasal 282 mensyaratkan bahwa unsur pornografi dianggap
kejahatan jika dilakukan di tempat umum.
Hingga saat ini, di negara kita ternyata belum ada pasal yang bisa digunakan untuk
menjerat penjahat cybercrime. Untuk kasuss carding misalnya, kepolisian baru bisa menjerat
pelaku kejahatan komputer dengan pasal 363 soal pencurian karena yang dilakukan tersangka
memang mencuri data kartu kredit orang lain.

II.5 Perbedaan Cyber Law Di Berbagai Negara


II.5.1 Cyber Law Negara Indonesia
Inisiatif untuk membuat cyberlaw di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun
1999. Fokus utama waktu itu adalah pada payung hukum yang generik dan sedikit
mengenai

transaksi elektronik. Pendekatan payung ini dilakukan agar ada sebuah

basis yang

dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Karena

sifatnya yang generik, diharapkan rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan


5

dan kita bisa maju ke yang lebih spesifik. Namun pada kenyataannya hal ini tidak
terlaksana. Untuk hal yang terkait dengan transaksi elektronik, pengakuan digital
signature sama seperti tanda tangan konvensional merupakan target. Jika digital signature
dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah banyak hal seperti electronic commerce
(e-commerce), electronic procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik
lainnya.
Namun ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun
masuk ke dalam rancangan cyberlaw Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk
antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime),
penyalah gunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic
banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan,
masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Penambahan isi
disebabkan karena belum ada undang-undang lain yang mengatur hal ini di Indonesia
sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu rancangan. Nama dari
RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik,
dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya
materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang.
Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan teritori.
Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap
sebuah situs di Indonesia. Dapatkah hukum kita menjangkau sang penyusup ini? Salah
satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di
Indonesia, makaIndonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Apakah kita akan
mengejar cracker ini ke luar negeri? Nampaknya hal ini akan sulit dilakukan mengingat
keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh kita. Yang dapat kita lakukan adalah
menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan
kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia. Pendekatan ini dilakukan
oleh Amerika Serikat.

II.5.2 Cyber Law Negara Malaysia


Lima cyberlaws telah berlaku pada tahun 1997 tercatat di kronologis ketertiban.
Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh parlemen
Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen
untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam
hukum dan transaksi bisnis. Computer Crimes Act 1997 menyediakan penegakan hukum
dengan kerangka hukum yang mencakup akses yang tidak sah dan penggunaan komputer
dan informasi dan menyatakan berbagai hukuman untuk pelanggaran yang berbeda
komitmen. Para Cyberlaw berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine Act 1997.
Cyberlaw ini praktisi medis untuk memberdayakan memberikan pelayanan medis /
konsultasi dari lokasi jauh melalui menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti
konferensi video. Berikut pada adalah Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia
1998 yang mengatur konvergensi komunikasi dan industri multimedia dan untuk
mendukung kebijakan nasional ditetapkan untuk tujuan komunikasi dan multimedia
industri. The Malaysia Komunikasi dan Undang-Undang Komisi Multimedia 1998
kemudian disahkan oleh parlemen untuk membentuk Malaysia Komisi Komunikasi dan
Multimedia yang merupakan peraturan dan badan pengawas untuk mengawasi
pembangunan dan hal-hal terkait dengan komunikasi dan industri multimedia.
II.5.3 Cyber Law Negara Singapore
The Electronic Transactions Act (ETA) 1998
The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan
kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik di
Singapore yang memungkinkan bagi Menteri Komunikasi Informasi dan Kesenian untuk
membuat peraturan mengenai perijinan dan peraturan otoritas sertifikasi di Singapura.
ETA dibuat dengan tujuan :
Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang
dapat dipercaya;
Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang
perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan
7

tandatangan, dan untuk


pengembangan dari

mempromosikan

undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk

menerapkan menjamin

/ mengamankan perdagangan elektronik;

Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan


perusahaan
Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama (double), perubahan yang
tidak
perdagangan

disengaja dan disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam


elektronik, dll;

Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai pengesahan


dan integritas dari arsip elektronik; dan
Mempromosikan kepercayaan, integritas dan keandalan dari arsip elektronik dan
perdagangan elektronik, dan untuk membantu perkembangan dan pengembangan
dari perdagangan elektronik melalui penggunaan tandatangan yang
elektronik

untuk menjamin keaslian dan integritas surat menyurat yang

menggunakan media

elektronik.

Didalam ETA mencakup :


Kontrak Elektronik
Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang
dilakukan
memastikan

secara

wajar

dan

cepat

serta

untuk

bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian hukum.


Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan

Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service provider
untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa,
menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan
tersebut. Pemerintah Singapore merasa perlu untuk mewaspadai hal tersebut.
Tandatangan dan Arsip elektronik
Hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus
elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah
menurut

hukum.

Di Singapore masalah tentang privasi,cyber crime,spam,muatan online,copyright,kontrak


elektronik sudah ditetapkan.Sedangkan perlindungan konsumen dan penggunaan nama
8

domain belum ada rancangannya tetapi online dispute resolution sudah terdapat
rancangannya.
II.5.3 Cyber Law Negara Vietnam
Cyber crime,penggunaan nama domain dan kontrak elektronik di Vietnam suudah
ditetapkan oleh pemerintah Vietnam sedangkan untuk masalah perlindungan konsumen
privasi,spam,muatan online,digital copyright dan online dispute resolution belum
mendapat perhatian dari pemerintah sehingga belum ada rancangannya.
Dinegara seperti Vietnam hukum ini masih sangat rendah keberadaannya,hal ini dapat
dilihat dari hanya sedikit hukum-hukum yang mengatur masalah cyber,padahal masalah
seperti spam,perlindungan konsumen,privasi,muatan online,digital copyright dan ODR
sangat penting keberadaannya bagi masyarakat yang mungkin merasa dirugikan.
II.5.4 Cyber Law Negara Thailand
Cybercrime dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah ditetapkan oleh
pemerintahnya,walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi yang lainnya seperti
privasi,spam,digital copyright dan ODR sudah dalalm tahap rancangan.
Kesimpulan
Dalam hal ini Thailand masih lebih baik dari pada Negara Vietnam karena Negara
Vietnam hanya mempunyai 3 cyberlaw sedangkan yang lainnya belum ada bahkan belum
ada rancangannya.

Kesimpulan dari 5 negara yang dibandingkan adalah


Negara yang memiliki cyberlaw paling banyak untuk saat ini adalah Indonesia,tetapi yang
memiliki cyberlaw yang terlengkap nantinya adalah Malaysia karena walaupun untuk saat ini
baru ada 6 hukum tetapi yang lainnya sudah dalam tahap perencanaan sedangkan Indonesia yang
lainnya belum ada tahap perencanaan.Untuk Thailand dan Vietnam,Vietnam masih lebih unggul
dalam penanganan cyberlaw karena untuk saat ini saja terdapat 3 hukum yang sudah ditetapkan
tetapi di Thailand saat ini baru terdapat 2 hukum yang ditetapkan tetapi untuk kedepannya
Thailand memiliki 4 hukum yang saat ini sedang dirancang.

II.6 Uu Telekomunikasi Dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi (Uu Ite)


Keterbatasan UU Telekomunikasi Dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi
didalam UU No. 36 telekomunikasi berisikan sembilan bab yang mengatur hal-hal berikut ini ;
Azas dan tujuan telekomunikasi, pembinaaan, penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan,
sanksi administrasi, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. UndangUndang ini dibuat untuk menggantikan UU No.3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, karena
diperlukan penataan dan pengaturan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional yang
dimana semua ketentuan itu telah di setujuin oleh DPRRI.
UU ini dibuat karena ada beberapa alasan, salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan
perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat cepat telah mengakibatkan perubahan yang
mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi.Dengan munculnya
undang-undang tersebut membuat banyak terjadinya perubahan dalam dunia telekomunikasi,
antara lain :
1.Telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.
2.Perkembangan teknologi yang sangat pesat tidak hanya terbatas pada lingkup
telekomunikasi itu saja, melainkan sudah berkembang pada TI.
3.Perkembangan teknologi telekomunikasi di tuntut untuk mengikuti norma dan
kebijaksanaan yang ada di Indonesia.
Apakah ada keterbatasan yang dituangkan dalam UU no.36 Telekomunikasi tersebut dalam hal
mengatur penggunaan teknologi Informasi. Maka berdasarkan isi dari UU tersebut tidak ada
10

penjelasan mengenai batasan-batasan yang mengatur secara spesifik dalam penggunaan


teknologi informasi tersebut, artinya dalan UU tersebut tidak ada peraturan yang secara resmi
dapat membatasi penggunaan teknologi komunikasi ini. Namun akan lain ceritanya jika kita
mencoba mencari batasan-batasan dalam penggunaan teknologi informasi berbasis sistem
komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual, maka hal tersebut
diatur dalam UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terutama BAB
VII tentang Perbuatan yang Dilarang. Untuk itu kita sebagai pengguna teknologi informasi dan
komunikasi harus lebih bijak dan berhati-hati lagi dalam memanfaatkan teknologi ini dengan
memperhatikan peraturan dan norma yang ada.
Sebagai contohnya saya akan berikan kasus yang di dalamnya terdapat keterbatasan UU
Telekomunikasi dalam mengatur penggunaan Teknologi Informasi (UU ITE):
Sekarang kita tahu maraknya carding atau pencurian kartu kredit diinternet berasal dari
Indonesia, hal ini memungkinan Indonesi adipercaya oleh komunitas trust internasional
menjadi sangat kecil sekali. Dengan hadirnya UU ITE, diharapkan bisa mengurangi terjadinya
praktik carding di dunia maya. Dengan adanya UU ITE ini, para pengguna kartu kredit di
internet dari negara kita tidak akan di-black list oleh toko-toko online luar negeri. Sebab situssitus seperti www.amazon.com selama ini masih mem-back list kartu-kartu kredit yang
diterbitkan Indonesia,karena mereka menilai kita belum memiliki cyber law. Nah dengan adanya
UU ITE sebagai cyber law pertama di negeri ini,negara lain menjadi lebih percaya atau trust
kepada kita Dalam Bab VII UU ITE disebutkan: Perbuatan yang dilarang pasal27-37, semua
Pasal menggunakan kalimat, Setiap orang danlain-lain. Padahal perbuatan yang dilarang
seperti: spam,penipuan, cracking, virus, flooding, sebagian besar akan dilakukan oleh mesin olah
program, bukan langsung oleh manusia. Banyak yang menganggap ini sebagai suatu kelemahan,
tetapi ini bukanlah suatu kelemahan. Sebab di belakang mesin olah program yangmenyebarkan
spam, penipuan, cracking, virus, flooding atau tindakan merusak lainnya tetap ada manusianya,
the man behindthe machine.Jadi kita tak mungkin menghukum mesinnya, tapiorang di belakang
mesinnya.

11

BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya) yang umumnya
diasosiasikan dengan internet.

Permasalahan yang sering muncul adalah bagaimana menjaring berbagai kejahatan


komputer dikaitkan dengan ketentuan pidana yang berlaku karena ketentuan pidana yang
mengatur tentang kejahatan komputer yang berlaku saat ini masih belum lengkap.
Penggunaan perangkat komputer sebagai perangkat pendukung manajemen dan
pengolahan data sangatlah tepat penggunaannya untuk mendapatkan kuantitas dan kualitas data
yang baik dan benar. Sehingga untuk menghindari adanya penyalahgunaan Teknologi Informasi,
maka dibuat suatu peraturan dan regulasi yang mengontrol segala sesuatu tentang IT.

12

DAFTAR PUSTAKA

http://galuhkurniawan.blogspot.com/2012/03/peraturan-dan-regulasi.html

https://pyia.wordpress.com/2012/05/01/peraturan-dan-regulasi-1/
http://ichigonara.blogspot.com/2011/03/perbedaan-cyber-law-antara-negara-asean.html
http://www.drn.go.id/download/e-Regulasi%20Konten%20-%20Cahyana%20Ahmadjayadi.pdf

Anda mungkin juga menyukai