Anda di halaman 1dari 6

BAB VII

MODEL TRANSHIPMENT
7.1

Konsep Transhipment

Model transhipment (model singgahan) merupakan sebuah model transportasi


yang dikembangkan dengan menambahkan sejumlah singgahan diantara sejumlah
sumber dan tujuan. Singgahan ini dapat diibaratkan sebagai sebuah pusat distribusi
sejumlah penawaran (supply) sebelum disalurkan. Sebagai ilustrasi sederhana,
perhatikan jaringan distribusi pada Gambar 7.1.
Singgahan
(transhipment)

s1

t1

d1

-D1

S2

s2

t2

d2

-D2

Penawaran
(supply)

S1

Permintaan
(demand)

(0)

(0)
Gambar 7.1
Proses distribusi dari pusat-pusat penawaran dapat melalui singahan-singahan
atau langsung menuju pusat-pusat permintaan. Notasi panah dua arah menunjukan
dimungkinkannya proses distribusi yang lebih luas, dalam artian bahwa arah distribusi
dapat lebih beragam.
Pengunaan singgahan akan mengakibatkan terbentuknya beberapa rute
pengiriman dari sejumlah sumber ke sejumlah tujuan. Dengan demikian, permasalahan
yang harus dijawab adalah bagaimana menentukan rute pengiriman yang terdekat
dengan biaya yang terkecil.
7.2

Penyelesaian Masalah Transhipment

Model transhipment merupakan pengembangan khusus dari sebuah model linear


programming. Dengan demikian, penyelesaian matematis untuk model transhipment
dapat dibuat dalam bentuk formulasi linear programming.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, fungsi tujuan yang diinginkan dari model
transhipment adalah untuk mengoptimumkan jumlah biaya dari beberapa rute distribusi.
Secara matematis, persamaan fungsi tujuan dapat ditulis seperti pada model transportasi.
Minimumkan Z =

i 1

j 1

ij X ij

Buku Ajar Penelitian Operasional

48

Batasan yang berlaku untuk setiap permasalahan yang ditinjau disusun


berdasarkan noda-noda (nodes) yang terdapat pada jaringan distribusi. Ada beberapa
karakteristik noda untuk permasalahan transhipment, yaitu :
1. Noda penawaran murni, artinya noda ini hanya memberikan keluaran saja atau tidak
menerima masukan dari noda yang lain. Umumnya node ini merupakan noda sumber
(supply nodes).
2. Noda permintaan murni, artinya noda ini hanya menerima masukan saja tanpa
menyalurkan kembali ke node yang lain. Umumnya, noda ini merupakan noda tujuan
(demand nodes).
3. Noda singgahan, yaitu noda yang dapat menerima sejumlah masukan dari suatu noda
dan sekaligus mendistribusikan kembali seluruh jumlah yang diterimanya ke noda
yang lain.
Setiap node boleh jadi memiliki sejumlah masukan (distribution input) atau
keluaran (distribution output). Dengan demikian, secara umum persamaan batasan untuk
setiap node dapat ditulis :
Xinput = Xoutput

CONTOH 7.1
Sebuah perusahaan konstruksi sedang melaksanakan 3 buah proyek pada lokasi yang
berbeda yaitu Ulee Lheue, Lhoknga, dan Jantho, dengan kebutuhan masing-masing
1000.000, 800.000, dan 700.000 m3. Ketiga proyek tersebut menggunakan agregat
sebagai salah satu material. Agregat tersebut diambil dari 2 sumber utama yaitu Sibreh
dan Indrapuri dengan jumlah penawaran masing-masing 1.000.000 dan 1.500.000 m3.
Sebelum mencapai lokasi proyek, material tersebut terlebih dahulu dikumpulkan pada 2
stock pit utama yaitu Lambaro dan Seulimum. Proses distribusi dari ketiga material untuk
keempat lokasi proyek diperlihatkan dalam skema jaringan dan tabel biaya distribusi
Gambar 7.2 dan Tabel 7.1.

Ulee Lheue
(5)

1.000.000
(m3)

1.500.000
(m3)

Sibreh
(1)

Indrapuri
(2)

-800.000
(m3)

Lambaro
(3)

Seulimum
(4)

Lhoknga
(6)

-1000.000
(m3)

Jantho
(7)

-700.000
(m3)

Gambar 7.2

Buku Ajar Penelitian Operasional

49

Noda
Sumber
1
2
3
4
5
7.2.1

3
3
6
0
7
-

Tabel 7.1
Noda Tujuan
4
5
6
5
7
0
0

6
9
8

7
8
3
-

Penyelesaian dengan Formulasi Linear Programming

Dengan menggunakan formulasi linear programming, permasalahan di atas dapat


dituliskan dalam bentuk berikut.
Fungsi Tujuan :
Min. Z = c13X13 +c14 X14 + c23X23 + c24X24 +c35 X35 +c37 X37 +c43 X43 +c46 X46 +c47 X47
+ c56X56
atau
Min. Z = 3X13 + 6 X14 + 6X23 + 5X24 + 7X35 + 8 X37 + 7X43 + 9X46 + 3X47 + 8X56
Batasan penawaran dan permintaan murni :
Noda 1 X13 + X14 = 1000
Noda 2 X23 + X24 = 1500
Noda 6 X46 + X56 = 1000
Noda 7 X37 + X47 = 700
Batasan pada singgahan :
Noda 3 X13 + X23 + X43 = X35 + X37
Noda 4 X14 + X24 = X43 + X46 + X47
Noda 5 X35 = X56 800

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

Perubahan batasan singgahan dilakukan dengan menambahkan variabel Xii pada kedua
ruas sama. Bentuk perubahan untuk masing-masing noda adalah sebagai berikut.
Noda 3 X33 + X13 + X23 + X43 = X33 + X35 + X37
Noda 4 X44 + X14 + X24 = X44 + X43 + X46 + X47
Noda 5 X55 + X35 = X55 + X56 - 800
Setiap noda singgahan, akan menerima jumlah masukan baik dari satu sumber atau
beberapa sumber. Agar noda singahan mampu manampung seluruh jumlah masukan,
maka seluruh noda singgahan harus mempunyai kapasitas tampungan (Buffer, B) paling
sedikit adalah jumlah dari seluruh penawaran atau permintaan. Dengan demikian, jumlah
tampungan dapat dituliskan sebagai berikut.
B > (penawaran/permintaan)
Atau
B > 1000 + 1500 = 2500
Penambahan komponen B pada persamaan-persamaan singgahan pada kedua ruas
sama dengan, akan menghasilkan persamaan batasan baru, yaitu :
X13 + X23 + X33 + X43 > B = 2500
(8)
X33 + X35 + X37 > B = 2500
(9)
Buku Ajar Penelitian Operasional

50

X14 + X24 + X44 > B = 2500


X43 + X44 + X46 + X47 > B = 2500
X55 + X35 > B = 2500
X55 + X56 > B + 800 = 3300

(10)
(11)
(12)
(13)

Berdasarkan hasil perubahan di atas, maka persamaan batasan yang akan dipakai dalam
analisa adalah persamaan 1 sampai dengan persamaan 13. proses analisa untuk dengan
menggunakan formulasi linear programming dapat dilakukan dengan menggunakan tabel
simplex.
7.2.2

Penyelesaian dengan Tabel Transportasi

Penggunaan tabel transportasi dimungkinkan dalam menyelesaikan permasalahan


transhipment. Penyelesaian dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun komponen
sumber sebagai baris tabel dan komponen tujuan sebagai baris kolom. Penyusunan
dilakukan berdasarkan noda-noda distribusi. Yang menjadi komponen pada masingmasing baris dan kolom adalah sebagai berikut :
Pada baris, komponen noda terdiri dari noda penawaran murni dan noda singgahan.
Pada kolom, komponen noda terdiri dari noda permintaan murni dan noda singgahan.
Penggambaran tabel transportasi untuk masalah transhipment dapat dilakukan
dalam bentuk Tabel 7.2.
Tabel 7.2
Noda Tujuan (j)

Noda
Sumber
(i)
1
2
3
m

2
c11

X11

3
c12

X12
c21

X21

X13

X22

X31

C33

c3n

X3n

cm2
T2 + B

c2n

X2n

X33

Xm2
T1

c23

c32

cm1

c1n

X1n

X23

X32

Xm1

c13

c22

c31

cm3

Xm3

cmn

Xmn
B

S1
S2 + B
B
Sm

Tn

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah penawaran dan permintaan dari
masing-masing baris dan kolom adalah sebagai berikut :

Untuk baris/kolom penawaran/permintaan murni, jumlah penawaran/permintaan


sesuai dengan jumlah yang diterima atau dikelurkan noda yang bersangkutan
(perhatikan baris 1 dan kolom 1).

Untuk
baris/kolom
penawaran/permintaan
sekaligus
singgahan,
jumlah
penawaran/permintaan sesuai dengan jumlah yang diterima atau dikelurkan noda
yang bersangkutan ditambahkan dengan jumlah tampungan atau buffer (perhatikan
baris 2 dan kolom 2).

Untuk baris/kolom singgahan murni, jumlah penawaran/permintaan sesuai dengan


jumlah tampungan atau buffer (perhatikan baris 3 dan kolom 3).

Buku Ajar Penelitian Operasional

51

Untuk contoh kasus yang ditinjau, tabel transportasi dapat disusun sebagaimana
diperlihatkan dalam tabel transhipment (Tabel 7.3). berdasarkan tabel tersebut,
penggunaan notasi M sebagai unit biaya dilakukan karena berdasrkan gambar jaringan
distribusi, tidak ada pengiriman yang berasal dari noda-noda tersebut. Agar proses iterasi
dapat dilakukan, maka unit biaya M harus dimasukkan ke dalam tabel tersebut. M sendiri
merupakan sebuah bilangan imajiner yang bernilai sangat besar, sehingga tidak akan
memungkinkan proses pengiriman dilakukan melalui jalur dengan unit biaya ini.
Noda
Sumber

3
3

1
2
3
4
5
Jumlah
Permintaan

Tabel 7.3
Noda Tujuan
4
5
6
M

Jumlah
Penawaran

7
M

B
(2500)

B
(2500)

800 + B
(3300)

1000

1000
1500
B
(2500)
B
(2500)
B
(2500)

700

Proses iterasi dilakukan sesuai dengan prosedur iterasi tabel transportasi.


Penentuan penyelesaian awal dapat dilakukan dengan aturan barat laut, metode biaya
minimum, atau pendekatan Vogel. Solusi optimum ditentukan berdasarkan hasil analisa
nilai variabel basis dan variabel non basis. Penyelesaian untuk kasus di atas, akan dicoba
untuk diselesaiakan dengan metode pendekatan Vogel untuk iterasi awal. Perhatikan
langkah penyelesaian berikut (Tabel 7.4).
Noda
Sumber
1
2
3
4
5
Demand
Penalti
vj

3
3
800
6
(-)
0
1700
7
(-)
M

Tabel 7.4
Noda Tujuan
4
5
6
6
M
M
200
5
M
M
1500
M
7
M
800
0
M
9
800
1000
M
0
8
2500
(-)

Suppl
y

7
M
M
8
(-)
3
700
M

B
(2500)

B
(2500)

800 + B
(3300)

1000

700

3|3|3|3
|3|3
3

5|5|5|5
|5|1
6

7|7|-||-|10

1|1|M-9
|M-9|-|15

5|5|M-3
|-|-|9

Buku Ajar Penelitian Operasional

1000
1500
B
(2500)
B
(2500)
B
(2500)

Penalti
3|3|3|3
|3|3
1|1|1|1
|1|1
7|7|-||-|3|3|3|7
|7|8|-|-|-|-|
-

ui
0
-1
-3
-6
-10

52

Dengan menggunakan metode pendekatan Vogel, iterasi awal ternyata telah


memberikan solusi optimum. Hal ini terlihat dari nilai variabel basis yang bertanda negatif
(-). Variabel non basis dengan unit biaya M tidak perlu dianalisa, karena dengan
sendirinya nilai variabel tersebut sudah pasti negatif (karena M merupakan bilangan
imajiner positif yang sangat besar).
Berdasarkan tabel transportasi di atas telah dapat disimpulkan jaringan distribusi
mana yang memberikan biaya distribusi total terkecil. Jalur distribusi dan nilai distribusi
optimum untuk permasalahan pada contoh kasus di atas diperlihatkan pada Gambar 7.3.
Lhoknga
(5)
Sibreh
(1)

Lambaro
(3)
Lhoknga
(6)

Indrapuri
(2)

Seulimum
(4)

Jantho
(7)

Gambar 7.3
Jumlah dan biaya pengiriman yang dibutuhkan untuk jalur pengiriman yang dipilih
diperlihatkan dalam Tabel 7.5.
Tabel 7.5
Noda Pengiriman
Dari
1
1
2
3
4
4

Ke
3
4
4
5
6
7
Biaya Minimum (Z)

Buku Ajar Penelitian Operasional

Jumlah
(m3)
800.000
200.000
1.500.000
800.000
1.000.000
700.000

Biaya
Pengiriman
(Rp. ribuan)
2.400.000
1.200.000
7.500.000
5.600.000
9.000.000
2.100.000
27.800.000

53

Anda mungkin juga menyukai