Anda di halaman 1dari 28

Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim

Oleh: Jakob Sumardjo

nagara satelung puluh telu


bagawan sawidak lima
pancer salawe nagara
[Kanekes]

1
Manusia Simbol
Nenek moyang bangsa Indonesia hidup dengan simbol, dalam simbol, dan untuk
simbol, justru karena tingkat religiositasnya yang tinggi. Simbol adalah Realitas,
yaitu penghubung antara manusia dengan Realitas Tertinggi Yang Maha Esa, sesuatu
yang terakbar, terluas, terdalam, terkuasa, tak terbatas, yang berada di luar realitas
manusia yang terbatas. Dia yang tidak terbatas berada di dunia terbatas namun tidak
terkena batas itu. Simbol adalah imanensi yang transenden tak terbatas itu.
Alam tempat manusia ini bergantung adalah simbol-simbol. Gunung bukan lagi
sekadar wujud bernama gunung, tetapi simbol penghubung bumi yang terbatas
dengan langit tanpa batas. Pohon yang menjulang tinggi ke langit juga simbol
mediasi dengan yang transenden. Gua, tebing curam, hulu sungai dan muaranya,
bunga dan buah yang berwarna-warni, hewan-hewan, semua adalah simbol.
Begitu pula tubuh manusia sendiri adalah simbol . Wujud kelamin lelaki dan kelamin
perempuan adalah simbol. Rambut, tulang, kulit, darah, semen, adalah simbolsimbol mediasi.
Karena manusia hidup di tengah-tengah alam raya yang penuh simbol, maka semua
karya budayanya juga didesain dalam simbol-simbol. Rumah yang mereka bangun
adalah simbol manusia sekaligus semesta, makrokosmos dan mikrokosmos. Hunian
kampung dan kemudian negara yang mereka bangun berdesain simbolik. Bahkan
lisung, leuit, saung lisung, hihid, boboko, kujang, semuanya mengandung simbol-

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 1

simbol. Melalui benda-benda budaya itulah Yang Kuasa mengimanensikan diriNya,


atau di Jawa Barat disebut Sanghyang Hurip.
Nenek moyang Indonesia hidup di dunia ini dalam totalitas keberadaan, yaitu segala
sesuatu yang ditunjuk sebagai realitas. Antara yang transenden dan imanen, antara
yang ada di sana dan yang ada di sini adalah suatu kesatuan. Yang di sana dapat
berada di sini, dan yang di sini dapat berada di sana. Muncullah realitas paradoks
yang struktur paradoksalnya dapat berbeda-beda untuk setiap suku di Indonesia.
Kondisi paradoksal sifatnya dapat sementara dan dapat menetap.

**

Lukisan-lukisan Herry Dim dengan tajuk serial Cosmogony mungkin dapat disebut
lukisan abstrak pada pertengahan abad 20. Tetapi karena simbol-simbol abstrak
yang dipakainya dapat mengacu pada simbol-simbol primordial Indonesia, maka
saya akan membahasnya sebagai karya-karya simbolik primordial. Judul karya yang
dipakainya juga mengacu pada cara berfikir primordial atau pra- modern Indonesia.
Kosmogoni atau kosmologi erat sekali hubungannya dengan mitologi- mitologi tua.
Kosmogoni lebih mengacu pada asal- usul keberadaan yang dalam kamus bahasa
Inggris diartikan the origin or generation of the universe. Di situ mengandung
makna proses atau gerak dinamik yang mengarah kepada kosmologi atau ketataan
keberadaan yang kurang- lebih tetap. Namun kosmologi yang nampaknya permanen
itu ternyata juga tidak permanen alias dalam gerak perubahan yang terus- menerus
juga.
Cara Herry Dim memanifestasikan dirinya dalam lukisan- lukisannya ini dapat
mengandung dua teori semesta yang saling berseberangan, yakni teori Big Bang dan
teori Alam Tetap. Menurut saya ada kandungan paradoks dalam lukisan-lukisan
Cosmogony, tetap dan bergerak, materi dan energi, being dan becoming, serta
berbagai jenis paradoks yang Anda inginkan.
Untuk mempertanggungjawabkan tafsiran saya ini, harus dibahas terlebih dahulu
simbol-simbol primordial Indonesia yang dipakainya.
Kalau diperhatikan lukisan- lukisan ini mengandung sejumlah vokabuler yang tetap
yang selalu hadir dalam tiap lukisannya.

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 2

2
Bujur Sangkar
Bentuk bujur sangkar, dalam genealogi budaya Indonesia, sebenarnya termasuk
pinjaman kemudian, yaitu konsep mandala dari India yang dikembangkan agama
Budha. Bentuk yang lebih primordial adalah lingkaran yang dapat ditemukan dalam
berbagai produk budaya masyarakat-masyarakat suku Indonesia yang tidak
kemasukan agama-agama India kuno.
Bujur sangkar sebagai mandala berarti dunia terbatas yang dihadiri oleh dunia tak
terbatas. Dalam budaya religius berarti hadirnya yang transenden di batas-batas
dunia imanen, hadirnya yang sakral di wujud yang profan, sehingga bujur sangkar
keterbatasan itu mengandung yang tak terbatas. Itulah wilayah buyut di Sunda atau
angker, wingit, di Jawa. Bujur sangkar atau mandala adalah ruang sakral yang
dihadiri daya-daya transenden.
Di Jawa Barat, mungkin juga di
berbagai daerah lain, ruang-ruang
mandala seperti itu terlarang untuk
dimasuki sembarang orang. Hanya
orang-orang tertentu yang
berkualitas transenden pula yang
dapat masuk ke dalamnya. Tempattempat demikian itu bernilai buyut
alias tabu alias terlarang dan
tertutup. Itulah sebabnya mandala- mandala itu dipilih di wilayah-wilayah terasing
yang kadang sulit dimasuki manusia justru karena wingitnya itu. Sampai sekarang
kabuyutan-kabuyutan semacam itu, di Jawa Barat, tetap lestari karena penduduknya
patuh pada tradisi nenek- moyangnya.
Tentu saja Herry Dim tidak bermaksud menciptakan lukisan- lukisan yang buyut
seperti itu. Sebagai manusia kontemporer tentu saja hanya peduli makna wacananya.
Ya, tetapi siapa tahu bahwa pembeli lukisannya masih kuat faham primordialnya
sehingga menempatkan mandala lukisan Herry Dim secara khusus di kamar
pribadinya, lengkap dengan sesajen dan dupa.

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 3

Bujur sangkar atau mandala Herry Dim tersusun dari 25 bujur sangkar kecil. Kalau
digambarkan sebagaimana tampak pada gambar 1.
Jumlah 25 bujur sangkar kecil atau mandala anak ini disusun dalam pola 5 lajur
horisontal arah kiri ke kanan dan arah vertikal dari atas ke bawah. Dengan pola
demikian maka akan ditemukan anak bujur sangkar yang tepat berada di tengah
keseimbangan horisontal sekaligus vertikalnya, itulah pusat hadirnya yang
transenden. Dari pusat itulah terjadi Big Bang yang membentuk universe mandala
besarnya. Inilah mandala statis yang menetap yang sudah being.
Namun Herry Dim kurang tertarik pada bentuk mandala tetap yang purbawi itu.
Sebagai manusia modern yang ambisinya adalah progres, maju terus secara linear,
bentuk statis semacam itu tidak membuatnya nyaman. Herry Dim lebih melihat
mandalanya sebagai gerak perubahan terus-menerus dengan maknanya sendiri yang
kurang- lebih tak terbatas. Bukan kosmogoni tetap yang menjadi kosmologi, tetapi
seperti penganut teori Big Bang yang melihat semesta atau hidup ini senantiasa
dalam gerak, berubah, menjadi lain dari sebelumnya.
Mandala purbawi yang tetap tak berubah digambarkan sebagai bujur sangkar dari
lingkaran atau lingkaran dalam bujur sangkar. Bentuknya memang bujur sangkar,
tetapi sebenarnya sebuah lingkaran.
Bujur sangkar adalah keterbatasan yang jelas awal dan akhirnya dalam garis-garis
linear. Inilah simbol dunia manusia atau dunia material. Sedangkan lingkaran tidak
punya awal dan tak punya akhir. Kalau Anda menunjukan satu titik pada lingkaran,
maka berarti titik awal sekaligus titik akhir. Keberadaannya sirkuler yang tidak ada
habisnya. Inilah simbol keabadian, dunia spiritual. Titik kosmogoni kehadirannya
tepat di tengah-tengah, pusat, pancer, anak mandala di pusat.
Herry Dim menandainya dengan bujur sangkar yang di pusatnya ada lingkaran, lebih
tepatnya tonjolan lingkaran. Tanda ini dapat dijadikan pegangan penting dalam
membaca berbagai mandala lukisannya.
Pusat atau pancer sebagai kehadiran kebenaran tertinggi, kuasa tertinggi, dan
keinginan tertinggi (takdir) adalah Maha Esa yang menjadikan dirinya menyebar ke
segala arah mata angin semesta dalam wujud dan sifat yang berbeda-beda, bahkan
saling berseberangan. Dalam vokabuler Herry Dim dapat digambarkan sebagaimana
(gambar 2) berikut in:

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 4

Gambar 2

Penyebaran arah semesta lebih lanjut adalah (gambar 3) sebagai berikut:

Gambar 3

Begitulah selanjutnya sampai seluruh bidang anak-anak mandala dapat diisi dengan
pasangan-pasangan oposisi yang lain, misalnya lobang- lobang kecil beroposisi
dengan sembulan bulat kecil pula. Komposisi kosmologi yang mengarah demikian
itu terdapat dalam lukisan Cosmogony #4 in Terracotta and Gold dan Cosmogony #5
in Red Spinel.

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 5

Namun sebagian besar lukisannya merupakan kosmologi yang rusak atau belum
jadi. Mereka menggambarkan proses kosmogoni yang saling menerjang, saling
menggusur, saling merampok entah pasangan oposisinya atau jenisnya sendiri.
Lukisan-lukisan Herry Dim menggambarkan Chaos semesta entah yang mikro
maupun makro. Sebuah dunia yang belum tertata.
Perhatikan saja letak mandalanya (kabuyutan) tidak di pusat atau di tengah-tengah
ruang mandala (kabuyutan) tetapi terombang-ambing di mana- mana. Begitu pula
pasangan-pasangan oposisinya bisa saling berdempetan, menggusur yang lain,
bahkan wilayah beberapa mandalanya masih kosong, setengah kosong atau
seperempat kosong.
Kalau lukisan Herry Dim ini gambar sebuah mandala besar yang terdiri dari 25
mandala- mandala bagian (kecil) merupakan simbol sebuah negara, maka hanya ada
dua lukisan yang saya sebut di atas yang mendekati terbentuknya mandala negara
yang selesai, tenang, aman, adil, makmur. Sebuah mandala negara yang loh jinawi,
sebuah negara Nusa Damai. Hampir seluruh lukisannya, kalau ditempatkan dalam
keberadaan sebuah negara, menggambaran negara yang masih chaos dalam suasana
saling menyikut, melahap, menggeser, tidak menghormati pusat atau pancernya,
saling melenyapkan, salah tempat.
Bagaimana kualitas chaos mandala negara semacam itu dapat dibaca dari simbolsimbol oposisionernya yang salah tempat, banyaknya mandala kosong, mandala
teriris, mandala yang belum selesai terisi nilai- nilainya.
Entah disadari atau tidak, Herry Dim dengan 25 bagiannya membawakan ungkapan
Sunda lama yang terdapat dalam cerita pantun Panggung Karaton dan kaum adat
Baduy. Bunyi ungkapan adat itu sebagai berikut:
Buyut yang dititipkan kepada puun
Negara tiga puluh tiga
Sungai enam puluh lima
Pancer dua puluh lima negara
atau
nagara satelung puluh telu
bagawan sawidak lima
pancer salawe nagara
Sedangkan dalam cerita pantun Panggung Karaton, jumlah 25 itu terdapat dalam
bagian ketika Prabu Siliwangi membekali puteranya, Raden Layung, yang ingin

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 6

mengembara untuk menemukan daerah yang dapat dijadikan negara baru. Prabu
Siliwangi memberikan peta yang isinya tergambar suatu daerah yang terdiri dari 33
pulau, 65 sungai, dan pancernya 25 negara. Kalau daerah semacam itu ditemukan
maka tempat dimana negara yang ideal dapat didirikan. Ternyata daerah semacam itu
ada di negara Dayeuh Manggung dengan kepala negara (daerah) Panggung Karaton.
Apa yang dimaksud dengan pulo (pulau)? Bagaimana daerah perbukitan yang
merupakan dataran tinggi di Jawa Barat terdapat pulau-pulau? Pulau di sini simbol
yang ada di alam Pasundan ini. Pulau adalah suatu wilayah yang berada di
pertemuan dua sungai. Kadang dua sungai itu bertemu (patimuan) begitu rupa
sehingga membentuk wilayah terisolasi akibat di satu ujung dua sungai itu benarbenar bersatu dan ujung yang lain hampir menyatu dan hanya menyisakan daratan
tipis antara kedua sungai tersebut. Kalau pertemuan dua sungai tersebut tidak
memiliki bagian dimana dua sungai nyaris bertemu, maka sering dibikin terusan
(walungan) sehingga sebuah daerah pulo terbentuk.
Dengan demikian 33 pulau memerlukan adanya 65 sungai karena setiap pulau
memerlukan hadirnya dua sungai. Hitungannya adalah 32 pulau memerlukan 64
sungai, sedang 1 pulau merupakan pusat atau pancer negara (mandala) dengan hanya
1 sungai induk atau sungai negara. Dengan demikian dapat diduga bahwa
kerajaan-kerajaan Sunda lama berorientasi pada sungai-sungai besar seperti Citarum,
Ciliwung, Cimandiri, dan lain- lain. Saya menduga bahwa orientasi kerajaan Galuh di
Ciamis berpusat pada sungai Cimuntur yang menyambung ke Citanduy.
Apa yang disebut pancer mungkin mengacu pada semacam ibu negara, kalau
sekarang semacam kota Jakarta, yang merupakan sebuah negara yang berarti
provinsi. Di masyarakat Jawa mirip dengan apa yang disebut negaragung atau
negara agung. Negara pancer dari 32 pulo yang kira-kira kalau di Jawa disebut
mancanegara atau wilayah kuasa suatu negara pusat (Galuh, Pajajaran, Galunggung
atau semacam itu). Jumlah 32 pulo atau daerah-daerah negara kampung yang
menjadi kekuasaannya hanya merupakan idealisme. Dalam kenyataannya mungkin
tidak sampai meliputi 32 negara kampung.
Dalam lukisan Herry Dim dapat ditandai dengan mandala- mandala kosong berupa
ceruk-ceruk datar. Atau ibu negara itu sendiri juga tidak selalu dikelilingi oleh 24
negara kota lainnya. Mungkin itu pula yang digambarkan dalam lukisan-lukisan
Herry Dim, yaitu mandala besar (ibu negara) yang terdiri dari 25 negara bagian

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 7

(yang dikuasai pangeran), karena kanvas Herry Dim selalu bujur sangkar dengan
tatanan 25 bujur-bujur sangkar kecil (bagian).
Kanvas-kanvas Cosmogony Herry Dim yang bujur sangkar ibaratnya negaragung
yang dikitari oleh wilayah-wilayah bawahannya atau mancanegara. Semuanya
berbentuk mandala- mandala kekuasaan dan kesakralan yang bujur sangkar. Kalau
digambarkan dalam konsep Salawe Nagara (25 negara) sebagaimana tampak pada
(gambar 4) berikut in:

Gambar 4

Kini saya tinggal menjelaskan kedudukan masing- masing mandala atau negara
bagian dalam ungkapan: 33 pulau dan 65 sungai. Apa yang dimaksud pulo (negara
bagian atau bagian mandala atau anak mandala) dapat digambarkan sebagaimana
tampak pada gambar 5 berikut ini:

Gambar 5

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 8

Dalam peta-peta yang dibuat oleh orang-orang kerajaan Sunda masa lampau, gambar
sebuah negara wujudnya kira-kira seperti gambar 6 sebagai berikut:

Gambar 6

Marilah kita telusur hierarki tinggi rendahnya kekuasaan dengan hitungan jumlah
mandalanya. Mandala paling tinggi adalah negara-kuta yang ada di pusat dengan
simbol seperti gambar 7 berikut ini:

Gambar 7

Itulah satu-satunya mandala agung kekuasaan.


Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 9

Mandala agung kekuasaan raja di pusat negara ini dikelilingi oleh 8 mandala
pengikut yang biasanya daerah-daerah kekuasaan keluarga raja, entah anak-anaknya
atau saudara-saudara kandungnya.

Gambar 8

Kalau kekuasaan raja semakin besar, maka mandala- mandala yang mengelilinginya
semakin banyak, yakni 16 mandala, seperti digambarkan Herry Dim. Itulah negara
atau mandala bawahan yang bisa disebut mancanagara (negara sahabat).
Keseluruhannya, mulai dari kedaton, negaragung, mancanegara jumlahnya ada 25
mandala (1 + 8 + 16). Inilah Salawe Nagara itu (gambar 9):

Gambar 9

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 10

Salawe Nagara ternyata belum ideal. Negara yang lebih besar dari salawe nagara
adalah kelipatan 2 dari 16 yakni 32 mandala. Yang lebih ideal lagi adalah kelipatan 2
dari 32 yakni 64 negara atau mandala, ditambah pusatnya menjadi 65 mandala.
Kalau digambarkan besar-kecilnya suatu negara sebagai sebuah mandala besar
adalah seperti gambae 10 berikut ini:

Gambar 10

Jangan-jangan kerajaan besar seperti Majapahit membawahi 64 negara atau mandala


di seluruh kepulauan Nusantara.
Keistimewaan Herry Dim dengan proyek Cosmogony ini adalah meninggalkan
jumlah hitung- hitungan mandala besar yang sudah jadi itu. Kalau hanya itu yang
mau digambarkan, alangkah membosankannya. Cukup dibikin satu lukisan besar.
Negara yang sudah adil makmur kerta raharja penuh damai tata tentrem itu memang
hidup, tetapi amat membosankan. Tidak ada masalah. Tidak ada dinamika. Tidak ada
konflik. Tidak ada cerita.
Herry Dim seperti seniman-seniman lain lebih tertarik pada adanya dinamika konflik
berupa belitan-belitan masalah. Tetapi belitan-belitan konflik itu diletakan dalam
pola besarnya yang jelas sistem hubungan kesatuannya. Setiap masalah atau konflik
dalam setiap lukisannya dapat dikenali asal- usul maknanya, karena dasarnya adalah
desain besar mandala yang dipakainya.

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 11

Saya tidak akan membahasnya karena setiap orang dapat menemukan lenyapnya
hubungan-hubungan, yang menimbulkan masalah, dalam proses pembentukan suatu
harmoni yang adem ayem. Mandala ideal itu tetap ideal belaka, atau sebenarnya yang
demikian itu tak akan pernah ada. Yang ada ialah apa yang dilukiskan Herry Dim,
bahwa jalan menuju idealisme seperti itu senantiasa berproses terus- menerus dengan
berbagai permasalahan yang rumit.
Yang menarik manusia itu adalah adanya cerita, adanya suatu proses. Kalau cerita itu
sudah selesai, maka kebosanan yang akan diperoleh. Saya sudah tahu, jadi mau apa
lagi? Tetapi kalau Anda mengamati lukisan-lukisan ini, dan Anda ingin tahu, tetapi
tidak kunjung tahu juga, itulah daya tarik Cosmogony Herry Dim.
Tidak tahu itu bukan dalam arti tidak tahu sama sekali. Sebenarnya Anda sudah tahu
aturan main Herry Dim dengan lukisan- lukisan mandalanya, namun belum
sepenuhnya memperoleh jawaban finalnya.
Itulah keasyikan seni.
Itulah tepatnya bidang lukisan Herry Dim yang merupakan pancer salawe nagara.
Tentu saja lukisan- lukisan itu tidak harus merupakan simbol-simbol mandala negara,
tetapi juga mandala pribadi, mandala bangsa, lembaga-lembaga pendidikan,
kehakiman, dan banyak lagi. Prinsipnya adalah bhineka tunggal ika, yang
nampaknya banyak dan saling berseberangan, sebenarnya dapat saling mengisi,
saling melengkapi, saling menggenapi, sehingga setiap bagian yang tak pernah
sempurna pada dirinya akan menjadi sesuatu yang sempurna kalau semuanya
mengesa. Kesatuan totalitas yang membentuk keseimbangan tanpa melenyapkan
atau mengecilkan yang lain itulah prinsip pokok primordial Indonesia.

3
Pancer
Pancer adalah pusat, entitas yang mengandung semua bagian-bagiannya karena
bagian-bagian itu adalah pancaran dari keberadaannya. Nilai pancer adalah tertinggi
karena hadirnya yang transenden padanya. Kalau dia manusia maka disebut manusia
sempurna, dewa-kemanusiaan, dewa-raja, insan kamil.

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 12

Pencapaian tingkat demikian tidak mudah. Kalau manusia harus mencapai tingkat
hakikat tiada perbedaan yang dualistik lagi. Dengan tingkat ini manusia atau
lembaga dapat mentransendenkan diri menyatu dengan Yang Maha Esa, yaitu
sampai tingkat tertinggi manusia yang makrifat (unio). Pada tingkat ini apa pun yang
dikehendakinya, apa yang dipikirkannya, dan apa yang diputuskannya senantiasa
benar belaka, meskipun kadang tidak masuk akal.
Dalam lukisan Herry Dim digambarkan dalam pilihan sebuah mandala bagian dalam
dengan sembulan lingkaran padat di tengah-tengahnya. Dalam bahasa mandala itulah
tempat hiranya garbha atau rahim murni primordial. Inilah gambarnya (gambar 11):
Seharusnya pancer itu ada di pusat mandala
yang dikelilingi oleh mandala-mandala lain
yang serupa di arah empat mata angin semesta
atau delapan arah semesta, atau kelipatan dari
jumlah itu. Dari pancer terjadi proses menyebar
dalam gerak sentrifugal atau justru gerak
memusat dalam gerak sentripetal.
Dalam lukisan Herry Dim hanya dua lukisan
yang memasang pancer persis di pusat mandala. Meskipun demikian letak mandalamandala yang mengandung oposisinya belum tertata dengan benar. Inilah simbol
negara yang belum menyatu padu dalam totalitas kehidupannya. Pancer sudah ada,
namun bagian-bagian belum menjalankan tugas semestinya di ruang masing- masing.

4
Mandala Kosong
Bidang mandala kecil atau mandala bagian yang berisi lobang bundar atau lobang
ceruk adalah simbol kekosongan, ketiadaan, yang mirip goa-goa dalam dunia
primordial Indonesia. Goa berarti keperempuanan asal- muasal hidup ini. Dalam
banyak mitologi di Papua misalnya goa-goa berisi roh-roh. Tidak mengherankan
kalau banyak goa-goa yang dindingnya dipenuhi lukisan aneka rupa. Itulah ruang
roh-roh, semacam mandala spiritual,
Dengan demikian pasangan mandala kosong ini adalah mandala isi, yakni mandala
yang berisi sembulan bundar. Itulah pasangan baut dan sekrup, isi dan wadah.

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 13

Wadah menentukan bobot isi, dan isi menyesuaikan dengan wadahnya. Dengan
demikian sembulan bernilai kelaki- lakian.
Kategori laki-permpuan dalam pasangan oposisioner dwitunggal dapat berarti
banyak, misalnya pemimpin adalah lelaki dan yang dipimpin adalah rakyat yang
perempuan. Ketegasan adalah lelaki, kasih sayang perempuan. Mendapat banyak
(kaya) bernilai laki- laki sedang memberi banyak (derma) adalah perempuan.
Pada lukisan Herry Dim mandala kosong ini biasanya berisi lobang yang lebih kecil
dari sembulan bulat pancernya. Bahkan kadang disertai lobang yang lebih besar
namun tak lengkap, hanya seperempat atau setengahnya saja. Inilah gangguan,
belum sempurna sebagai mandala. Inilah gambarnya (gambar 12):

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 14

5
Lingkaran Linear
Gambarnya seperti di bawah ini (gambar 13):

Gambar 13

Gerak melingkar garis linear ini disebut mengkanankan pancer atau pusat, yakni
gerak searah jarum jam modern. Gerak ini bermakna dari bawah ke atas, dari
material ke spiritual, dari manusia menuju illahiah. Di daerah Subang sering disebut
ider naga, kalau anti-jarum jam disebut ider munding. Inilah bentuk primordial
yang-yin Cina. Ras Indonesia yang mongoloid purba masih ada hubungan dengan
perkembangan peradaban Cina.
Dalam yang-yin Cina kesempurnaan totalitas
dari peleburan dualitas digambarkan sempurna
dalam satu entitas yang sebenarnya dibentuk
oleh dua entitas yang saling berbalikan
(gambar 14).
Kalau ditelusur lebih jauh asal- usulnya mirip
dengan gerak melingkar mengkanan dan
mengkiri dalam bentuk motif huruf S
Indonesia (gambar 15).

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 15

Dengan demikian penggunaan bentuk melingkar


dalam lukisan Herry Dim bertolak dari konsep
yang amat purba di Indonesia, sebelum ras
mongoloid terpecah-pecah dalam banyak bangsa
dan negara sekarang ini. Dalam bentuknya yang
purba yang-yin Indonesia terpisah dalam dua
bentuk motif huruf S yang normal dan yang
terbalik. Beginilah gambarnya (gambar 16):

Gambar 16

Kalau motif huruf S normal mengandung arah melingkar yang mengkanan, maka
motif huruf S terbalik mengandung arah melingkar mengkirikan pusat.
Arah lingkar anti-jarum jam, yakni arah gerak mengkirikan pusat berarti turun
mengikuti hukum gravitasi, yakni dari atas ke bawah, dari rohani ke materi. Arah
gerak ini dapat diasosiasikan dalam kategori perempuan. Sedang arah gerak jarum
jam masuk kategori lelaki. Hal ini masih dapat dilihat dari cara melipat kain batik
pada lelaki yang ujungnya jatuh di kaki kanan, sedang pada perempuan arah
lipatannya terbalik sehingga ujung kain batik jatuh di kaki kiri.
Dalam lukisan Herry Dim dapat dibaca sebagai gerak melingkar ke kanan dalam
mandala yang manusianya mentransendensikan diri. Sedang gerak mengkiri Yang
Esa mengimanen di dunia manusia.

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 16

Dalam mandala yang kedua gerak itu ada, maka berarti pertemuan yang bawah ke
atas dan yang atas ke bawah, transendensi dan imanensi terjadi dalam satu mandala.

6
Garis-garis Lurus
Dalam gambar Herry Dim berbentuk seperti (gambar 17) ini:

Gambar 17

Inilah mandala yang belum mandala karena jajaran garis lurus yang meskipun
berdampingan tetapi saling terpisah. Motif demikian ada pada kain lurik di Jawa atau
kain sarung Nusantara. Bedanya dengan kain lurik adalah adanya pola hubungan
antara garis- garis besar dan kecil dalam penempatan atau komposisi yang tetap.
Misalnya (gambar 18) begini:

Gambar 18

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 17

Garis tebal adalah gabungan antara dua garis kecil yang berarti menyatukan yang
pasangan garis kecil. Atau sebaliknya pasangan 4 garis besar justru disatukan oleh
garis kecil (halus, rohaniah).
Dalam lukisan Herry Dim bahkan bidang mandala tidak berisi garis- garis penuh.
Ketidak sempurnaan. Ketidak seimbangan. Garis-garis yang sama tebalnya, selama
berjajar adalah pemisah. Liniaritas adalah pemisahan, tetapi garis sirkuler
menyatukan yang mendefinisikan ruang. Pada Herry Dim ada ruang terisi
pemisahan-pemisahan dan sekaligus ruang kosong belum terisi. Misalnya (gambar
19) begini:

Gambar 19

7
Lapis-lapis Mandala
Dalam satu anak mandala, Herry Dim mengisinya dengan mandala- mandala berlapis
seperti (gambar 20) ini:

Gambar 20

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 18

Tetapi tidak saya jumpai lapis- lapis mandala yang digambarkan seperti (gambar 21)
ini:

Gambar 21

Mandala berlapis semacam itu menunjukan tingkat hierarki kesakralan seperti


terdapat pada candi Borobudur, kira-kira begini (gambar 22):

Gambar 22

Mengapa Herry Dim lebih menyukai mandala jajaran genjang seperti itu? Dan
tidak lapis- lapis mandala seperti Borobudur?

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 19

Entah disadari atau tidak, mandala jajaran genjang atau belah ketupat itu sampai
sekarang masih digunakan di daerah kasepuhan Banten Kidul, yaitu ketika
menentukan pancer dalam suatu ritualnya. Bentuknya seperti (gambar 23) ini:

Gambar 23

Bandingkan dengan lambang swastika yang bahkan digunakan juga oleh Hitler
(gambar 24).

Gambar 24

Untuk memahami hal ini kita harus kembali pada makna pancer sakral yang
menyebarkan kesakralannya ke semua penjuru mata angin semesta. Umumnya
sebuah mandala hanya menunjuk pada 4 arah mata angin, yaitu timur, barat, utara,

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 20

selatan. Tetapi pada mandala besar jumlah arah mata angin semesta itu ada 8, yang
ditambah dengan arah barat- utara (barat laut), barat-selatan (barat daya), timur- utara
(timur laut), dan timur-selatan (tenggara).
Penjelasannya adalah pada masyarakat pesawahan yang hidup dari berladang di
dataran-dataran tinggi yang berbukit-bukit, mereka hanya mengalami arah hulu-hilir
(biasanya utara-selatan) dan arah matahari terbit dan tenggelam. Pada dasarnya
hanya mengenal dua arah saja, yakni utara-selatan dan barat-timur sebagai garis ayah
yang bermakna cahaya (mungkin arah terbit dan tenggelamnya matahari).
Pertemuan dua arah semesta besar inilah (tritangtu) yang dijadikan pancer-pancer,
sehingga keempat pancernya menyatu dalam ruang mandala, dan terbentuklah
mandala belah ketupat.
Gambar mandala di Bali, seperti terlihat dari pola letak bangunan-bangunan dalam
sebuah rumah, mirip pengertian arah semesta di kampung kasepuhan Banten Kidul,
yakin garis miring yang mengandung rangkap arah alias paradoksal, yaitu menunjuk
arah barat laut, barat daya, timur laut, tenggara. Bukan arah utara-selatan barat-timur.
Dengan cara pandang demikian maka tempat paling sakral justru tidak ada di pusat
tetapi justru di pojok timur laut.
Makna mandala di Bali biasanya digambarkan seperti (gambar 25) berikut:

Gambar 25

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 21

Mungkin inilah sebabnya bentuk mandala belah ketupat lebih benar dan cocok
sebagai orang Sunda. Tetapi boleh jadi juga oleh pandangan modernnya yang nanti
akan saya jelaskan.
Mengapa letak pancer pada banyak lukisan Herry Dim menghindari pusat yang
persis di tengah-tengah bujur sangkar mandala?

8
Tekstur Ceruk dan Sembulan
Lukisan-lukisan Herry Dim ini paradoks, karena biasanya lukisan hanya berada di
bidang datar kain atau kanvas. Padanya ada aspek ruang karena permukaan
lukisannya bertekstur, sebagian muncul di permukaan dan sebagian dibuat ceruk ke
dalam, jadi mirip seni rupa tua Indonesia, yakni lukisan relief pada candi-candi.
Lukisan-lukisan Herry Dim pada dasarnya relief modern.
Bidang-bidang ceruk biasanya memberikan kesan kekosongan, tidak ada, belum ada,
atau ada gejala akan mengada (lubang- lubang kecil yang senantiasa ditoreh secara
berirama). Atau kosong itu sendiri jangan-jangan dapat berarti Kosong, Sunya,
Awang Uwung, Suwung.
Justru ceruk adalah ketiadaan atau kekosongan yang sejatinya justru segalanya,
mengikuti ungkapan Sunda: adanya tidak ada, adanya ada (ayana aya, ayana
euweuh, aya teh euweuh, euweuh teh aya).

9
Kosmogoni Herry Dim
Begitulah tafsir saya atas lukisan-lukisan Cosmogony Herry Dim berdasarkan cara
berfikir pra- modern Indonesia. Elemen-elemen kosmogoninya sudah saya tafsirkan
sesuai dengan pola mandala. Meskipun Herry Dim menggunakan pola mandala
tetapi dia mengubahnya menurut naluri dan pemikirannya sendiri. Atau mungkin
saja sebenarnya Herry Dim sama sekali tidak menyadari bahwa lukisan-lukisan
reliefnya ini dapat merujuk pada konsep mandala. Perhatiannya hanya pada asal- usul
atau the origin semesta (universe), yakni asal- usul keberadaan ini.

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 22

Dalam pandangan modern entitas seperti pancer, pusat, sakral, transenden, semua itu
tidak ada. Kaum astronom dapat mengatakan bahwa our universe has no center.
Kalau pusat original (berlawanan dengan Big Bang) itu tidak ada, maka yang disebut
pancer dan pusat itu bisa di mana- mana. Mengikuti pandangan ini, maka pusat
kosmogoni Herry Dim memang wajar saja dapat ada di mana-mana, tidak harus di
pusat atau tengah-tengah kanvasnya. Jadi pembacaannya, kalau center itu ada di
pinggir maka bagaimana hubungan pancer yang di pinggir itu dibangun dalam wujud
kosmologinya.
Simbol-simbol yang sudah saya uraikan berdasarkan kenyataan masa lalu bangsa ini.
Itulah warisan cara berfikir nenek moyang kita dahulu memaknai dirinya, dunia, dan
Tuhan. Kita sekarang juga memiliki pemaknaan sendiri tentang diri, dunia, dan ideaidea. Tetapi apakah cara berfikir lama dalam memaknai keberadaan ini sudah lapuk
dan ketinggalan zaman sehingga lebih baik kita bunuh ramai-ramai? Atau
sebenarnya pola-pola pikiran tua ini masih sangat relevan untuk menjalani hidup
masa kini?
Bukankah kita mengalami begitu banyak masalah yang tak terpecahkan justru karena
kita telah melupakan filosofi tua Indonesia ini? Bukankah telah terbukti bahwa
selama 4 atau 3 millenium bangsa ini berhasil hidup lestari dalam kedamaian?
Bukankah masuknya cara berfikir luar itulah yang memulai menimbulkan masalahmasalah di Indonesia?
Tengoklah kaum adat yang keras kepala tidak mau masuk ke modernitas. Mereka
hidup penuh kedamaian tanpa diusik oleh cara berfikir baru dari luar. Mereka ini
akan tetap terus hidup damai, tata tentrem kerta raharja, meskipun republik ini tidak
ada! Mengapa cara hidup kedamaian semacam itu tidak kita telisik kembali?
Herry Dim telah melakukan dan mencoba menafsirkan kehidupan modern ini
berdasarkan pola-pola pikir tua, disadari atau tidak. Dengan melokal akan
mengglobal.***

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 23

Jakob Sumardjo adalah seorang penulis kritik


sastra dan juga pelopor filsafat seni di Indonesia.
Jakob merupakan anak sulung dari tujuh
bersaudara, putra dari pensiunan ABRI, P.
Djojoprajitno.
Karier kefilsafatan Jakob Sumardjo dimulai ketika
menulis kolom di harian Kompas, Pikiran Rakyat,
Suara Karya, Suara Pembaruan, dan majalah
Prisma, Basis, dan Horison sejak 1969. Bukubukunya yang membahas filsafat Indonesia ialah:
Filsafat Seni (2000), Menjadi Manusia (2001), Arkeologi Buadaya Indonesia (2002),
Mencari Sukma Indonesia: Pendataan Kesadaran Keindonesiaan di tengah Letupan
Disintegrasi Sosial Kebangsaan (2003), Simbol-simbol Artefak Budaya Sunda
(2003), Sunda: Pola Rasionalitas Budaya (2012), Negeri Sepanjang Tikai: 100 Esei
Kesaksian Indonesia (2012), dan Estetika Paradoks (edisi revisi, 2014).***

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 24

Serial Cosmogony karya Herry Dim

Cosmogony #1 in the He art of Stone

Cosmogony #2 in Green Jadeite Chrysoprasus

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 25

Cosmogony #3 in Turqouise Blue

Cosmogony #4 in Terracotta and Gold

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 26

Cosmogony #5 in Red Spinel

Cosmogony #6 in White Satin

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 27

Cosmogony #7 Goes into Greenland

Cosmogony #1 in Turqouise Blue


[saat ini masih dalam proses, Cosmogony serial print]

Jakob Sumardjo, Kosmogoni Salawe Nagara Herry Dim 28

Anda mungkin juga menyukai