Anda di halaman 1dari 28

4

2.3

AVSWAT 2000 (Arc View Soil and Water Assessment Tool)


AVSWAT 2000 (Arc View Soil and Water Assessment Tool) adalah sebuah

software yang berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) ArcView 3.1 atau 3.2 (ESRI)
sebagai ekstensi (graphical user interface) di dalamnya. Program ini di keluarkan oleh
Texas Water Resources Institute, College Station, Texas, USA. ArcView sendiri adalah
salah satu dari sekitar banyak program yang berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG).
Program AVSWAT 2000 merupakan perkembangan dari versi sebelumnya,
SWAT (Soil and Water Assessment Tool) yang tidak bekerja dalam software ArcView.
AVSWAT dirancang untuk memprediksi pengaruh manajemen lahan pada aliran air,
sedimen, dan lahan pertanian dalam suatu hubungan yang kompleks pada suatu Daerah
Aliran Sungai (DAS) termasuk di dalamnya jenis tanah, tata guna lahan dan manajemen
kondisi lahan secara periodik. Untuk tujuan pemodelan, program AVSWAT
memudahkan pengguna (user) dengan melakukan pembagian suatu wilayah DAS yang
luas menjadi beberapa bagian sub DAS-sub DAS untuk memudahkan dalam
perhitungan. Struktur data yang digunakan sebagai representasi dari kondisi asli
kenampakan objek yang ada di bumi. Di dalam pengolahan database, AVSWAT 2000
dibagi dalam dua kelompok database : jenis data spasial yaitu basis data dalam struktur
vektor dan basis data dalam struktur grid/raster. Berbagai aplikasi yang sering
memanfaatkan struktur data dalam bentuk grid antara lain adalah representasi kondisi
elevasi (DEM), kemiringan (slope), atau juga sebaran dari distribusi curah hujan.
2.3.1

Input Data AVSWAT 2000


AVSWAT 2000 membutuhkan informasi-informasi mengenai komponen-

komponen suatu DAS antara lain hujan, iklim,tata guna lahan, jenis tanah,dan topografi.
Informasi-informasi itu dihimpun dalam basis data masukan yang dinamakan input data.
Dalam AVSWAT data curah hujan harian selama 10 tahun dimasukkan dalam
file *.wgn (Weather Generation). Dalam Weather Generation berisi data statistic yang
dibutuhkan untuk membangkitkan data curah hujan harian dalam suatu subbasin.
Idealnya data yang tersedia paling sedikit 10 tahun yang digunakan untuk menghitung
parameter dalam file *.wgn (Weather Generation). Data curah hujan akan
membangkitkan dalam dua hal, dimana digunakan dalam simulasi dan untuk menelusuri
data yang salah.
Adapun penjelasan dalam mengolah input data Weather Generation adalah
sebagai berikut :
1.

Rata-rata total presipitasi bulanan (PCPMM)

5
2.

Standar deviasi presipitasi bulanan (PCPSTD)

3.

Kepencengan presipitasi bulanan (PCPSKW)

4.

Probabilitas hari hujan terhadap hari kering (PR_W1)

5.

Probabilitas hari hujan terhadap hari hujan (PR_W2)

6.

Rata-rata jumlah hari hujan bulanan (PCPD)

7.

Hujan maksimum bulanan (RAINHHMX)

Keterangan Weather Generation :


a.

PCPMM
Rata-rata total presipitasi bulanan (mm), yang dirumuskan sebagai berikut :
N

R mon

R
d 1

day , yrs

dimana :
R mon = Hujan rata-rata bulanan (mm)

Rday, yrs = Jumlah hujan harian tahun ke-i bulan ke-b (mm)
N
b.

= Jumlah tahun

PCPSTD
Standar deviasi presipitasi bulanan (mm). Parameter ini menjumlahkan variabel
hujan tiap bulan, yang dirumuskan sebagai berikut :

mon

d 1

day , yrs

Rmon

N 1

dimana :
mon = Standar deviasi hujan harian dalam bulan (mm)
R mon = Hujan rata-rata bulanan (mm)

Rday, yrs = Jumlah hujan harian tahun ke-i bulan ke-b (mm)
N
c.

= Jumlah tahun

PCPSKW
Kepencengan presipitasi bulanan. Parameter ini menentukan suatu nilai ketidak
simetrisan suatu distribusi. Koefisien skewness dirumuskan sebagai berikut :

R
N

g mon

d 1

day , yrs

Rmon

N 1 N 2 mon 3

dimana :
g mon

= Koefisien skewness hujan dalam bulan

mon = Standar deviasi hujan harian dalam bulan (mm)


R mon = Hujan rata-rata bulanan (mm)

Rday, yrs = Jumlah hujan harian tahun ke-i bulan ke-b (mm)
N
d.

= Jumlah data curah hujan harian dalam bulan

PR_W1
Probabilitas hari hujan mengikuti hari kering dalam bulan, yang dirumuskan sebagai
berikut :
PR _ W 1

daysW / D 1
days dry , i

dimana :
PR _W 1 = Hari hujan yang mengikuti hari kering dalam bulan
daysW / D 1

= Jumlah waktu hari hujan yang mengikuti hari kering untuk data
tiap periode

days dry , i

= Jumlah hari hujan dalam bulan ke-i selama periode

Catatan :
Setiap hari kering dimana nilai curah hujan sama dengan 0 mm, sedangkan hari
hujan minimal curah hujan > 0 mm
e.

PR_W2
Probabilitas hari hujan yang mengukuti hari basah dalam bulan, yang dirumuskan
sebagai berikut :
PR _ W 2

daysW / W 1
days dry , i

dimana :
PR _W 2 = Hari hujan yang mengikuti hari basah dalam bulan
daysW /W

= Jumlah waktu hari hujan yang mengikuti hari basah untuk data

7
tiap periode
days dry , i

f.

= Jumlah hari hujan dalam bulan ke-i selama periode

PCPD
Jumlah rata-rata hujan harian dalam bulan, parameter ini dirumuskan sebagai
berikut :
d wet , i

days wet , i
yrs

dimana :

g.

d wet , i

= Jumlah rata-rata hujan harian dalam bulan ke-i

days wet , i

= Jumlah hari hujan dalam bulan ke-i selama seluruh periode

yrs

= Jumlah tahun

RAINHHMX
Hujan harian maksimum seluruh periode dalam bulan, nilai ini mewakili dari satu
hari hujan maksimum dalam seluruh periode dalam bulan.

2.4

Teori Dasar Dalam AVSWAT 2000

2.4.1

Automatic Deliniation
Automatic Deliniation digunakan untuk mendapatkan sungai sintetis dan definisi

outlet yang ada pada suatu DAS. Sungai Sintesis didapat dari pengolahan input data
peta kontur yang sudah dikonversi dalam bentuk grid dengan metode TIN (Triangulated
Irregular Network). Di Dalam menu ini terdapat perintah untuk membangkitkan sungai
sintesis lengkap dengan dimensinya (panjang, lebar, kedalaman sungai) dan menentukan
lokasi outlet secara otomatis oleh program berdasarkan percabangan anak sungai
sintesis untuk membagi DAS ke dalam sub-sub DAS. Program melambangkan lokasi
outlet dengan titik. Titik-titik outlet dapat ditentukan secara manual oleh pengguna.
Pengguna dapat memodifikasi (menambah atau mengurangi) titik outlet bahkan
menghapus titik outlet yang tidak dikehendaki dalam gambar. Pengguna dapat
mendefinisikan suatu titik outlet sebagai point source (waduk/dam/bendungan), atau
dapat pula juga didefinisikan sebagai inlet.
Untuk mempresentasikan bentuk permukaan bumi, software AVSWAT 2000
menggunakan model DEM (Digital Elevation Model). DEM atau DTM (Digital Terrain
Model) adalah salah satu metode pendekatan yang biasa dipakai untuk memodelkan
relief permukaan bumi dalam bentuk 3 dimensi. Penggunaan model permukaan digital
dalam proses analisis limpasan permukaan merupakan langkah yang tepat dimana

8
model permukaan digital yang mempresentasikan permukaan relief bumi akan
membantu ketelitian dan mengidentifikasi kemiringan lahan, arah aliran, akumulasi
aliran, panjang lintasan aliran, dan penentuan daerah aliran. Terdapat beberapa metode
untuk menggambarkan bentuk permukaan bumi dalam model permukaan digital, yaitu
model grid dalam bentuk persegi, model TIN (Triangulated Irregular Network) dalam
bentuk segitiga yang tidak beraturan dan yang terakhir adalah CA (Cellular Automata)
yaitu dalam bentuk segitiga, segi empat atau segi enam beraturan. Dan berbagai metode
yang ada, metode persegi merupakan metode yang paling banyak digunakan, (Laurini
1992, dalam Sutan Haji) hal ini dikarenakan bentuk persegi mempunyai kemudahan
dalam perhitungan dan visualisasinya apabila dibandingkan dengan bentuk lainnya.

TIN

GRID

Gambar 2.3 Tipe model Digital Elevation Model (DEM)


Sumber : Tarboton, 2000

2.4.2

Landuse & soil definition


Di dalam Landuse & soil definition, program AVSWAT 2000 akan

mengklasifikasi serta mendefinisikan kombinasi dan distribusi penggunaaan lahan, jenis


tanah dengan meng-overlay-kan peta tata guna lahan dan peta jenis tanah untuk
menentukan daerah dan parameter hidrologi setiap kategori lahan-lahan yang ada pada
setiap sub-sub DAS. Program ini akan meminta input data peta digital tataguna lahan
dan peta jenis tanah beserta data-data spasialnya.
2.4.3

HRU Distribution
HRU (Hydrologic respon unit) digunakan untuk menghitung evapotranspirasi

pada lahan di DAS. Lahan DAS yang dimaksud adalah penutup lahan/ tanaman dan

9
jenis tanah. Pembagian DAS kedalam sub-sub DAS mengakibatkan setiap sub-sub DAS
mempunyai informasi tata guna lahan dan klasifikasi tanah yang berbeda-beda. Hal ini
memudahkan program untuk merefleksikan perbedaaan evapotranspirasi dan kondisikondisi hidrologi lainya untuk setiap tanaman/penutup lahan dan jenis tanah pada setiap
sub-sub DAS..
2.5

Limpasan Permukaan (Surface Runoff)


Limpasan permukaan adalah semua air yang bergerak diatas permukaan tanah

dari daerah yang lebih tinggi menuju daerah yang lebih rendah. Limpasan permukaan
terjadi ketika jumlah curah hujan melampaui laju infiltrasi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi limpasan permukaan bisa dikelompokkan ke dalam faktor-faktor yang
berhubungan dengan curah hujan dan yang berhubungan karateristik daerah aliran
sungai. Lama waktu hujan, intesitas dan penyebaran hujan mempengaruhi laju dan
volume limpasan permukaan. Pengaruh DAS terhadap limpasan permukaan adalah
melalui bentuk dan ukuran DAS, topografi, geologi, dan keadaan tata guna lahan.
Ada banyak metode yang dapat dipakai untuk menganalisa dan memprediksi besaran
limpasan permukaan,dalam studi ini menggunakan persamaan Metode SCS, Metode
SCS berusaha mengaitkan karakteristik DAS seperti tanah, vegetasi, dan tata guna lahan
dengan bilangan kurva air larian CN (runoff curve number) yang menunjukkan potensi
air larian untuk curah hujan tertentu (Chay Asdak, 2002:182). Secara terinci perumusan
dari metode ini adalah sebagai berikut :
Qsurf

day

day

Ia

Ia S

dimana :
Qsurf

= Volume Limpasan permukaan (mm)

Ia

= Abstraksi awal (initial abstraction)

Rday

= Hujan harian (mm)

=Volume dari total simpanan permukaan (retention parameter) (mm)

Dimana persamaan (2.9) merupakan persamaan yang dipakai untuk menentukan


kedalaman dari curah hujan berlebih (depth excess rainfall) atau limpasan permukaan.
Korelasi antara nilai Ia dengan S adalah : (Chow, 1988:148)
Ia

= 0,2 S

10
Untuk memudahkan perhitungan kelembaban awal (antecedent moisture condition),
tataguna guna lahan, dan konservasi tanah, Dinas Konservasi Tanah Amerika
menentukan besarnya S sebagai berikut :
1000

10
CN

= 25.4

S
dimana :
CN

= Bilangan kurva air larian, bervariasi dari hingga 100

Dengan mengeplotkan nilai dari Rday dan Qsurf pada kurva SCS maka nilai CN dapat
ditentukan. Metode SCS mengelompokkan jenis tanah dalam 4 (empat) jenis yaitu
berdasar tipe tanah dan tataguna lahannya (hydrology soil group).
Pada abstraksi awal, Ia biasanya menggunakan pendekatan 0.2 S sehingga persamaan
(2.5) menjadi :
Qsurf

R
R

day

0.2 S

day

0.8 S

Limpasan permukaan akan terjadi bila Rday > Ia. Grafik penyelesaian dari rumus diatas
untuk nilai CN yang berbeda dapat dilihat pada gambar 2.5

Gambar 2.4 Grafik hubungan limpasan permukaan dengan curah hujan pada
metode SCS Curve Number
Sumber : (AVSWAT Theoretical Documentation 2000, 2002:95)

2.5.1

SCS Curve Number


Nilai CN didapat atas dasar dari parameter-perameter Jenis Tanah, Tata guna

Lahan/Land Use dan kondisi kandungan air dalam tanah.Tabel dibawah ini menunjukan
nilai-nilai dari CN

11
Tabel 2.1. Typikal Curve Number CN (SCS Engineering Division, 1986)
Tataguna Lahan

Cara bercocok tanam


Gundul/kosong

Tidak dikerjakan

Tanah kosong bekas dikerjakan


Larikan lurus
Larikan lurus ada bekas ditanami
Kontur

Tanaman berjajar
Kontur ada bekas ditanami
Kontur dan teras
Kontur dan teras ada bekas
ditanami
Larikan lurus
Larikan lurus ada bekas ditanami
Kontur
Padi, Gandum
Kontur ada bekas ditanami
Kontur dan teras
Kontur dan teras ada bekas
ditanami
Larikan lurus
Tanaman Legum

Kontur
Kontur dan teras

Keadaan
Hidrologi
..
Buruk
Baik
Buruk
Baik
Buruk
Baik
Buruk
Baik
Buruk
Baik
Buruk
Baik
Buruk
Baik
Buruk
Baik
Buruk
Baik
Buruk
Baik
Buruk
Baik
Buruk
Baik
Buruk
Baik
Buruk
Baik
Buruk
Baik
Buruk
Baik

Kelompok tanah
B
C
86
91
85
90
83
88
81
88
78
85
80
87
75
82
79
84
75
82
78
83
74
81
74
80
71
78
73
79
70
77
76
84
75
83
75
83
72
80
74
82
73
81
73
81
72
80
72
79
70
78
71
78
69
77
77
85
72
81
75
83
69
78
73
80
67
76

A
77
76
74
72
67
71
64
70
65
69
64
66
62
65
61
65
63
64
60
63
61
62
60
61
59
60
58
66
58
64
55
63
51

D
94
93
90
91
89
90
85
88
86
87
85
82
81
81
80
88
87
86
84
85
84
84
83
82
81
81
80
89
85
85
83
83
80

Sumber : AVSWAT Theoretical Documentation 2000, 2002:95

Tabel 2.2 Bilangan kurva air larian (CN) pada tanah pertanian yang lain (SCS
Engineering Division, 1986)
Tataguna Lahan
Padang rumput terus-menerus untuk tempat
penggembalaan ternak
Padang rumput - terlindung dari ternak, untuk
dipanen
Semak-semak - rerumputen dengan tumbuhan
semaksemaknya yang dominan

Keadaan

Kelompok tanah

Hidrologi
Buruk
Cukup
Baik

A
68
49
39

B
79
69
61

C
86
79
74

D
89
84
80

..

30

58

71

78

Buruk
Cukup

48
35

67
56

77
70

83
77

12

Tanaman kayu - kombinasi rumput dan perkebunan

Tegakan hutan tidak rapat


Tanah pertanian

Baik
Buruk
Cukup
Baik
Buruk
Cukup
Baik
..

30
57
43
32
45
36
30
59

48
73
65
58
66
60
55
74

65
82
76
72
77
73
70
82

73
86
82
79
83
79
77
86

Sumber : AVSWAT Theoretical Documentation 2000, 2002:96

2.5.2

Soil Hydrologic Groups


NRCS (The U.S. Natural Resource Conservation Service) mengklasifikasi tanah

menjadi 4 kelas grup hidrologi tanah. Propertis tanah yang mempengaruhi potensi
runoff adalah tanah yang memiliki pengaruh kuat terhadap minimalnya besar infiltrasi
pada kondisi tanah jenuh. Propertis tanah tersebut adalah kedalaman tanah hingga batas
permukaan air tanah pada setiap musimnya, saturated hydraulic conductivity, dan
kedalaman lapisan permiable. Maka tanah dibagi menjadi kelas grup : A,B,C,D, atau
menjadi 3 kelas yaitu A/D, B/D, dan C/D, dengan definisi sebagai berikut :
Tabel 2.3 Kelompok tanah menurut NRCS
Kelompok Tanah
A

Keterangan
Potensi air larian paling kecil, termasuk tanah pasir dalam dengan

Laju Infiltrasi
(mm/jam)
8 12

unsur debu dan liat. Laju infiltrasi tinggi


B

Potensi air larian kecil, tanah berpasir lebih dangkal dari A. Tekstur

48

halus sampai sedang. Laju infiltrasi sedang.


C

Potensi air larian sedang, tanah dangkal dan mengandung cukup liat.

14

Tekstur sedang sampai halus. Laju infiltrasi rendah


D

Potensi air larian tinggi, kebanyakan tanah liat, dangkal dengan

0-1

lapisan kedap air dekat permukaan tanah. Infiltrasi paling rendah

Sumber : Asdak, 2002:184

Kelompok tanah rangkap diberikan untuk lahan basah tertentu yang


mendapatkan cukup aliran, initial pertama merupakan kondisi adanya aliran air,
sedangkan yang kedua merupakan kondisi tanpa aliran.
2.6

Debit Puncak Limpasan (Peak Runoff Rate)


Nilai limpasan puncak atau debit puncak adalah nilai maksimum dari limpasan

yang terjadi karena disebabkan oleh intensitas hujan yang turun. Nilai ini merupakan
indikator dari kekuatan erosi yang dapat ditimbulkan pada lahan dan dapat digunakan
untuk memprediksi angkutan sedimen. Perhitungan SWAT untuk nilai debit puncak ini
adalah dengan menggunakan modifikasi metode rasional.

13
Metode rasional dapat digunakan untuk mendesain saluran dengan bentang yang
lebar dan sistem saluran pengendali banjir. Metode rasional bedasar pada anggapan
bahwa hujan yang jatuh dengan intensitas i pada waktu t = 0 secara kontinu akan terus
meningkat sampai pada waktu konsentrasi t = tconc, anggapan ini dengan melibatkan
seluruh daerah pengaliran yang mengarah pada badan sungai (outlet).
Debit puncak dihitung berdasarkan rumus Rasional (CD, soemarto 1986:15).
Persamaan metode rasional adalah sebagai berikut:
Q

= 0.278 C . I . A

dengan:
Q

= limpasan permukaan puncak (m3/dt)

= koefisien limpasan

= intensitas hujan (mm/jam)

= luas wilayah DAS (km2)

2.7

Waktu Kosentrasi (Time of Concentration)


Waktu kosentrasi adalah waktu yang dihitung dari mulai jatuhnya hujan pada

suatu sub DAS sampai air tersebut mengalir ke outlet dari sub DAS tersebut. Waktu
kosentrasi adalah waktu perjalanan yang dibutuhkan oleh air dari tempat yang paling
jauh (hulu sub DAS) sampai ke outlet sungai dari sub DAS tersebut. Waktu kosentrasi
dihitung dengan menjumlahkan lamanya waktu yang dilalui oleh air hujan yang jatuh
pada suatu titik kemudian mengalir di lahan sampai ke sungai dan akhirnya mengalir di
sungai sampai ke outlet sungai dari sub DAS tersebut. Persamaannya sebagai berikut :
t conc = tov + tch
dimana :
tconc

= Waktu konsentrasi di sub DAS jam (jam)

tov

= Waktu konsentrasi untuk aliran di lahan (jam)

tch

= Waktu konsentrasi untuk aliran di sungai (jam)

1.

Waktu konsentrasi di lahan (overland flow time of concertration)


tov =

Lslp
3600.Vov

dimana :
tov

= Waktu konsetrasi untuk aliran di lahan (jam)

Lslp

= Panjang lereng di sub DAS (m)

Vov

= Kecepatan aliran di lahan (overland flow velocity) (m/dt)

14
3600

= Faktor konservasi (unit conservasion factor)

Kecepatan aliran di lahan dapat dihitung dengan menggunakan rumus Manning untuk
setiap 1 meter panjang sepanjang garis miring permukaan lahan :
Vov =

Vov 0 , 4 .slp 0,3


n 0,6

dimana :
Vov

= Kecepatan aliran di lahan (overland flow velocity) (m/dt)

qov

= Debit aliran rata-rata di lahan (average overland flow rate) (m3/dtk)

slp

= Kemiringan rata-rata di sub DAS (m/m)

= Angka kekasaran manning

Tabel 2.4 Angka kekasaran manning (n) untuk aliran di lahan (Engman,1983)
Karakteristik Permukaan Lahan
Tanah kosong, gundul-tanpa sisa tanaman

Median
0.010

Range
0.008-0.012

Pengolahan tanah konvensional-tanpa sisa tanaman

0.090

0.060-0.120

Pengolahan tanah konvensional-ada sisa tanaman

0.190

0.160-0.220

Pengolahan tanah dengan dibajak-tanpa sisa tanaman

0.090

0.060-0.120

Pengolahan tanah dengan dibajak-ada sisa tanaman

0.130

0.100-0.160

Tanaman musiman-ada sisa tanaman

0.400

0.300-0.500

Tanah tidak dikerjakan-tanpa sisa tanaman

0.070

0.040-0.100

Tanah tidak dikerjakan-ada sisa tanaman 0.5-1 ton/ha

0.120

0.070-0.170

Tanah tidak dikerjakan-ada sisa tanaman 2-9 ton/ha

0.300

0.170-0.470

Tanah berteras, 20 % ditanami

0.600

Padang rumput pendek yang luas

0.150

0.100-0.200

Rumput tebal

0.240

0.170-0.300

0.410

0.300-0.480

Rumput bermuda
Sumber : AVSWAT Theoretical Documentation 2000, 2002:105

2.

Waktu konsentrasi aliran di sungai/saluran (channel flow time of


concentration)
Tch =

le
3,6 . vc

dimana :
tch

= Waktu konsentrasi untuk aliran di sungai (jam)

Lc

= Panjang rata-rata di sub DAS (km)

Vc

= Kecepatan aliran di sungai (channel flow velocity) (m/dt)

15
3,6

= Faktor konservasi (unit conversion faktor)

Panjang rata-rata saluran dihitung dengan persamaan :


Lc =

L. Lcen

dimana :
Lc

= Panjang rata-rata saluran di sub DAS (km)

= Panjang saluran dari titik terjauh sampau ke outlet sub DAS (km)

Lcen

= Jarak antara sepanjang saluran dengan titik tengah sub DAS (km)

Diasumsikan Lcen = 0,5 L, maka panjang rata-rata saluran di sub DAS adalah :
Lc = 0,71 . L
Kecepatan rata-rata dapat dihitung dengan rumus manning, dengan asumsi
penampang melintang saluran terbentuk trapesium, kemiringan tebing saluran 2:1, dan
rasio perbandingan lebar dasar saluran dengan tinggi saluran adalah 10:1, sehingga akan
di dapatkan persamaan :
0.25

0,489 . q ch . slp ch
Vc =
n 0, 75

0 , 375

dimana :
Vc

= Kecepatan rata-rata aliran saluran (average channel velocity) (m/dt)

qch

= Debit rata-rata di saluran (average channel rate) (m3/dt)

slpch

= Kemiringan saluran (m/m)

= Koefisien kekasaran manning di saluran

Untuk menghitung debit rata-rata aliran di saluran menggunakan rumus :


qch =

qch . Area
3,6

dimana :
Area

= Luas sub DAS (km2)

qch

= Debit rata-rata di saluran (mm/jam)

qch merupakan debit yang terjadi pada unit satuan luas (unit satuan luas = 1 ha),dihitung
dengan persamaan :
qch = q0 . (100 . Area)-0,5
dimana :
q0
100
2.8

= Debit pada satu unit satuan luas (mm/jam)


= Faktor konversi

Koefisien Aliran

16
Angka koefisien aliran (C) merupakan bilangan perbandingan laju debit puncak
dengan intensitas hujan dan merupakan bilangan tanpa satuan. Dihitung dengan
persamaan sebagai berikut :
C=

Qsurf
Rday

dimana :

2.9

Qsurf

= Kedalaman hujan berlebih (accumulated runoff/rainfall excess) (mm)

Rday

= Jumlah hujan pada suatu hari (mm H2O)

Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah jumlah hujan persatuan waktu, dihitung dengan rumus :
i=

Rtc
tconc

dimana :
i

= Intensitas hujan (mm/jam)

Rtc

= Tinggi hujan selama waktu konsentrasi (mm)

tconc

= Waktu konsentrasi di sub DAS (jam)

Suatu analisa data curah hujan yang dikumpulkan oleh Hershfield (1961) dalam
jangka waktu dan frekwensi yang berbeda-beda menunjukkan bahwa jumlah hujan yang
jatuh sepanjang waktu konsentrasinya sebanding dengan hujan yang jatuh selama
periode 24 jam.
Rtc = tc . Rday
dimana :
tc

= Fraksi curah hujan harian yang terjadi selama waktu konsentrasinya

Rday

= Jumlah hujan yang terjadi dalam 1 hari (mm)

Untuk durasi hujan pendek, semua hujan yang jatuh sepanjang waktu
konsentrasinya menyebabkan tc mendekati batas atasnya 1. Nilai minimum tc terjadi
jika intensitas hujan yang terjadi seragam (i24 = i).
Nilai minimum ini dapat didefinisikan dengan mensubstitusikan persamaan Rumus i
dan i24 = i ke dalam persamaan Rtc :
Rtc
i . tconc
t
tc, min = R
= i 24 = conc
24
day
24 .

dimana besarnya tc adalah tconc / 24 tc 1,0

17
AVSWAT memperkirakan fraksi dari curah hujan yang terjadi dalam waktu
kosentrasi tertentu sebagai fungsi fraksi dari durah hujan harian dengan waktu setengah
jam dari itensitas hujan maksimumnya :
tc = 1 - exp[2 . tconc . ln(1 0.5)]
dimana :
tconc

= Fraksi curah hujan harian selama waktu setengah jam dari itensitas
hujan tertingginya.

0.5
2.10

= Waktu kosentrasi di sub DAS (jam)

Modifikasi Rumus Rasional


Modifikasi rumus rasional digunakan untuk memperkirakan besarnya debit

puncak limpasan, didapatkan dengan menggunakan rumus :


qpeak

tc . Q surf . Area
3.6 . t cone

dimana : qpeak = Debit puncak limpasan (peak runoff rate) (m3/dt)

tc = Fraksi curah hujan harian yang terjadi selama waktu kosentrasinya

2.11

Area

= Luas wilayah sub DAS (km2)

tconc

= Waktu kosentrasi di sub DAS (jam)

3.6

= Faktor konversi

Qsurf

= Kedalaman hujan berlebih (accumulated runoff/rainfall excess) (mm)

Erosi dan sedimentasi Lahan


Erosi adalah suatu peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari

suatu tempat yang terangkut ke tempat lain, baik disebabkan oleh pergerakan air
ataupun angin. Proses erosi bermula dengan terjadinya penghancuran agregat-agregat
tanah sebagai akibat pukulan air hujan yang mempunyai energi lebih besar dari pada
daya tahan tanah.
Sedimen merupakan hasil proses erosi yang tejadi akibat erosi permukaan, erosi
parit,atau erosi lainya. Hasil sediment tergantung pada besarnya erosi total di suatu
DAS atau Sub-DAS dan tergantung pula pada traspor partikel-partikel tanah yang
tererosi tersebut keluar dari daerah tangkapan air suatu DAS atau Sub-DAS. Hanya
sebagian saja dari sedimen yang akan sampai dan masuk ke dalam sungai dan terbawa
ke luar dari DAS. Nisbah jumlah sedimen yang betu-betul terbawa oleh sungai dari
suatu daerah terhadap jumlah tanah yang tererosi dari daerah tersebut, disebut Nisbah
Pelepasan Sedimen (NPS) atau disebut Sediment Delivery Ratio (SDR). Oleh sebab itu

18
kita perlu melihat beberapa persamaan SDR yang berbeda-beda sesuai dengan faktor
pendukungnya
Tabel 2.5 Contoh beberapa persamaan Sediment Delivery Ratio (SDR)
No
1

Pengarang
Maner (1958)

Daerah Studi
Kansas, USA

Rohl (1962)

Rohl
Brushy Creek, Texas.,
USA
Piegeon Roost Creek,
Miss., USA

William and
Berndt(1972)
Mutchler and
Bowie (1975)
10. Boyce (1975)

Williams (1977)

Texas, USA

Williams (1977)

Little Elm Creek, USA

10

Auerwald (1992)

Barvarian Watersheds

11

Suripin (2002)

Upper Solo

2
3
4

Persamaan
log SDR = 2962+0.869 Log Rb - 0,854 Log L
log SDR = 4.5 - 0.23 Log A - 0,0.510 colog
(Rb/L) - 2.786 Log B
SDR = 0.627 Slp^0.403
SDR = 0.488 - 0.006 A + 0.010 Qwa
SDR =0.41 a^-0.3
SDR = 1.366 x 10^(-11) x A^(-009981) x
(rb/L)^(0.3629) x (CN)^(5.444)
SDR = 4.4 x 10^(-12) x A^(-0.217) x
(rb/L)^(0.3940) x (CN)^(5.680)
SDR = -0.02 + 0.385 A ^ (-0.2)
Log SDR = 2,31 + 3,07 Log Rb + 0,41 Log S 1,26 Log (fl+Fw)

Sumber : Suripin, 2002:83

Besarnya SDR sangat bervariasi antara satu DAS dengan DAS lainnya dan
bervariasi dari tahun ke tahun. SDR tidak hanya dipengaruhi oleh faktor luas DAS
tetapi juga faktor-faktor lain, diantaranya geomorfologi, faktor lingkungan, lokasi
sumber sedimen, karakteristik relief dan kemiringan pola drainase dan kondisi saluran,
penutup lahan, tata guna lahan, dan tekstur tanah.
Begitu air hujan mengenai kulit bumi, maka secara langsung hal ini akan
menyebabkan hancurnya agregat tanah. Pada keadaan ini, penghancuran agregat tanah
dipercepat dengan adanya daya penghancuran dan daya urai dari air itu sendiri.
Hancuran dari agregat tanah ini akan menyumbat pori-pori tanah, sehingga kapasitas
infiltrasi akan berkurang. Sebagai akibat lebih lanjut, akan mengalir di permukaan
tanah, yang disebut sebagai limpasan permukaan tanah (run off). Air yang mengalir
pada permukaan kulit bumi ini mempunyai energi untuk mengikis dan mengangkut
partikel-partikel yang telah hancur, baik oleh air hujan maupun oleh adanya limpasan
permukaan itu sendiri. Mengingat bahwa harga nisbah pengangkutan sedimen
(Sediment Delivery Ratio = SDR) tidak menentu dan harganya bervariasi dari satu
tempat ke tempat lainnya (Suripin 2002:84). Maka pada studi ini besaran erosi dihitung
berdasarkan rumus Modifikasi USLE (AVSWAT Theoretical Documentation 2000, 2002:216)
:

sed

= 11.8 (Qsurf x q peak x a hru )0.56 K x C x P x LS x CFRG

dimana
sed

= sediment yied (ton)

19
Qsurf

= volume limpasan permukaan (mm/ha)

q. peak = debit puncak (m3/det)


a hru

= luas DAS (ha)

= erodibilitas tanah

= faktor tanaman

= faktor pengelolaan lahan

LS

= faktor lereng

CFRG

= faktor kekasaran material tanah

2.11.1 Faktor Erodibilitas Tanah


Beberapa tanah tererosi lebih mudah dari pada yang lain meskipun faktor-faktor
lainnya memiliki kesamaan. Perbedaan ini dinamakan sebagai Erodibilitas tanah dan
yang disebabkan oleh propertis tanah itu sendiri. Wischmeier dan Smith mendefinisikan
faktor erodibiltas tanah adalah besar kehilangan tanah per unit indeks erosi untuk tanah
yang telah terspesifikasi melalui pengukuran pada satuan unit plot. Satu unit plot adalah
sepanjang 22.1 m, dengan keseragaman kemiringan sebesar 9 %, tanah kosong tanpa
penutup, dengan diberikan perlakuan peninggian dan penurunan kemiringan. Perlakuan
pada tanah kosong ini adalah dimaksudkan sebagai lahan dalam kondisi yang telah
diolah dan terjaga dari vegetasi selama lebih dari 2 tahun. Satuan faktor erodibilitas
tanah USLE dalam MUSLE adalah ekuvalen secara numerik terhadap satuan Inggris
sebesar 0.01 (ton acre hr) atau (acre ft-inch).
Wischmeier dan Smith mencatat bahwa beberapa type tanah umumnya memiliki
erodibilitas yang kecil seiring dengan menurunnya kandungan silt, yang berhubungan
dengan peningkatan kandungan pasir dan lempung. Sehubungan dengan pengukuran
faktor erodibilitas tanah sangat membutuhkan waktu dan biaya yang tinggi, maka
Wischmeier dan Smith (1971) mengembangkan persamaan umum untuk menghitung
faktor erodibilitas sebagai berikut (AVSWAT Theoretical Documentation 2000, 2002:217):
K USLE

0.00021 M 1.14 12 OM 3.25 c soilstr 2 2.5 c perm 3


100

dimana :
KUSLE

= faktor erodibilitas tanah USLE

= persentase ukuran partikel (% debu + pasir sangat halus)

OM

= persen unsur organik

csoilstr

= kode klasifikasi strusktur tanah (granular, platy, massive, dll)

cperm = kelas permeabilitas tanah

(100 - % liat)

20
M m silt mvfs 100 mc

dimana :
msilt

= persentase debu (silt) (diameter partikel 0.002-0.05 mm)

mvfs

= persentase pasir sangat halus (very fine sand)


(diameter partikel 0.05-0.10 mm)

mc

= persentase liat (clay) (diameter partikel < 0.002 mm)

OM dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :


OM 1.72 orgC

dimana :
orgC = persentase karbon organik
Pembagian kelas tanah berdasarkan kriteria ukuran partikel tanahnya dapat berbedabeda sesuai dengan struktur tanahnya, ringkasannya dapat dilihat pada Tabel 2.6 Kode
yang dimaksud pada faktor csoilstr adalah sebagi berikut :

Tabel 2.6. Klasifikasi Struktur Tanah


Kelas
Keterangan
1
Granuler sangat halus (very fine granular)
2
Granuler halus (fine granular)
3
Granuler sedang-kasar (medium or coarse granular)
4
Massif kubus, lempeng (blocky, platy, prismlike or massive)
Sumber : Utomo, 1987: 74 (SWAT Theoretical Documentation 2000, 2002 : 218)

Tabel 2.7. Klasifikasi Ukuran Partikel Struktur Tanah


Klasifikasi
Ukuran

Platy

Very fine
Fine
Medium
Coarse
Very coarse

< 1 mm
1-2 mm
2-5 mm
5-10 mm
> 10 mm

Bentuk Struktur
Prismatic dan
Blocky
Columnar
< 10 mm
< 5 mm
10-20 mm
5-10 mm
20-50 mm
10-20 mm
50-100 mm
20-50 mm
> 100 mm
> 50 mm

Granular
< 1 mm
1-2 mm
2-5 mm
5-10 mm
> 10 mm

Sumber : (SWAT Theoretical Documentation 2000, 2002 : 218)

Kode yang dimaksud pada faktor cperm adalah sebagi berikut :


Tabel 2.8. Klasifikasi Permebilitas
Permeabilitas (cm/jam)
Kelas
Keterangan
(Utomo, 1987)
1
Cepat
12,5
2

Agak cepat

6,25 12,5

Permeabilitas (mm/jam)
(SWAT 2000, 2003)
> 150
50-150

21
3

Sedang

2,00 6,25

15-50

Agak lambat

0,50 2,00

5-15

Lambat

0,125 0,50

1-5

Sangat lambat

0,125

<1

Sumber : Utomo, 1987: 76 (SWAT Theoretical Documentation 2000, 2002 : 219)

Williams (1995) melakukan perubahan persamaan dalam melakukan perhitungan


erodibilitas tanah sebgai berikut :
KUSLE = fcsand

fcl-si

forgc

fhisand

dimana :
fcsand

= faktor untuk erodibilitas tanah yang tergantung pada besarnya kadar


coarse sand dan akan bernilai tinggi pada tanah yang sedikit berpasir

fcl-si

= faktor yang akan berpengaruh terhadap rendahnya nilai erodibilitas


tanah untuk tanah dengan perbandingan clay lebih tinggi dari silt.

forgc = faktor penurun erodibilitas tanah, untuk tanah dengan kdar karbon
organik tinggi
fhisand

= faktor penurunan erodibilitas tanah, untuk tanah dengan kadar pasir


( sand) yang sangat tinggi

Faktor-faktor tersebut dihitung dengan persamaan sebagi berikut :

m
0.2 0.3 * exp 0.256 * m s * 1 silt

100

fcsand

fcl-si

forgc =

0.25 * orgC

orgC exp 3.72 2.95 * orgC

fhisand

0.3

m silt

mc m silt

0.7 * 1 s
100

m
m

1 s exp 5.51 22.9 1 s


100
100

dimana :
ms

= prosentase pasir (sand) (diameter butiran 0.005 2.00 mm)

msilt

= prosentase debu (silt) (diameter butiran 0.002 0.05 mm)

mc

= prosentase liat (clay) (diameter butiran < 0.002 mm)

orgC

= prosentase karbon organik

22
Tabel 2.9. Perkiraan besarnya nilai K pada beberapa tanah di Jawa
Tanah
Regosol, Jatiluhur
Litosol, Jatiluhur
Latosol Merah, Jatiluhur
Latosol Merah Kuning
Latosol Coklat
Grumosol, Jatiluhur
Glay Humic, Jatiluhur
Aluvial Kelabu
Mediteran, Yogyakarta
Litosol, Yogyakarta

Nilai K
0.23 0.31
0.16 0.29
0.12
0.26 0.31
0.31
0.21
0.2
0.2
0.26
0.19

Grumosol, Yogyakarta
Mediteran, Caruban
Grumosol, Caruban
Andosol, Batu
Andosol, Pujon
Kambisol, Pujon
Mediteran, Ngantang
Litosol, Malang Selatan
Regosol, Malang Selatan
Kambisol, Malang Selatan
Mediteran, Dampit
Latosol, Malang Selatan

0.24 0.31
0.21 0.32
0.26
0.08 0.10
0.04 0.10
0.12 0.16
0.20 0.30
0.26 0.30
0.16 0.28
0.17 0.30
0.21 0.30
0.14 0.20

Sumber
Ambar
Dan Syarifudin, 1979

Kurnia dan Suwarjo


1977
Bols, 1979
PSLH Unibraw, 1984

Sumber : Utomo, 1994 : 54


2.11.2 Faktor Pengolahan Tanaman
Faktor C menunjukkan keseluruhan pengaruh dari vegetasi, seresah, kondisi
permukaan tanah, dan pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah yang hilang (erosi).
Oleh karenanya, besarnya angka C tidak selalu sama dalam kurun waktu satu tahun.
Meskipun kedudukan C dalam persamaan USLE ditentukan sebagai faktor independen,
nilai sebenarnya dari faktor C ini kemungkinan besar tergantung pada faktor-faktor lain
yang termasuk dalam persamaan USLE.
Faktor C yang merupakan salah satu parameter dalam rumus USLE saat ini telah
dimodifikasi untuk dapat dimanfaatkan untuk menentukan besarnya erosi di daerah
berhutan atau lahan dengan dominasi vegetasi berkayu. Sembilan parameter telah
ditentukan sebagai faktor yang berpengaruh dalam menentukan besarnya erosi di daerah
bervegetasi kayu tersebut. Kesembilan unsur tersebut adalah konsolidasi tanah, sisa-sisa
tanaman, tajuk vegetasi, sistem perakaran, efek sisa perakaran dari kegiatan pengelolaan
lahan, faktor kontur, kekasaran permukaan tanah, gulma dan rumput-rumputan.
Vegetasi yang tumbuh pada suatu lahan dapat bervariasi sesuai dengan pola tata
tanam dan masa pertumbuhan tanaman, sehingga SWAT
persamaan sebagai berikut :

merubah CUSLE dengan

23

CUSLE exp ln(0.8) ln CUSLE ,mn exp 0.00115 rsd surf lnCUSLE ,mn
dimana :
CUSLE , mn
rsd surf

= nilai minimum faktor pengelolaan tanaman


= jumlah residue (mulsa, sisa-sisa tanaman) di permukaan tanah (kg/ha)

Nilai minimum faktor pengelolaan tanaman dapat dihitung dari nilai rata-rata tahunan
faktor C dengan menggunakan persamaan (Arnold and Williams, 1995) :
CUSLE , mn 1.463 ln CUSLE , aa 0.1034

dimana :
CUSLE , aa

= nilai rata-rata tahunan faktor C

Pada Tabel 2.10 di bawah ini ditunjukkan beberapa angka C yang diperoleh dari
hasil penelitian Pusat Penelitian Tanah, Bogor di beberapa daerah di Jawa. Pada
penelitian tersebut, pengelolaan tanaman, pemilihan bibit, pengolahan tanah, waktu
tanam, dan pemeliharaan semuanya sesuai dengan anjuran Dinas Pertanian.
Tabel 2.10. Nilai C Untuk Berbagai Jenis Tanaman dan Pengolahan Tanaman
No.

Macam Penggunaan Lahan

Nilai Faktor C

Tanah terbuka, tanpa tanaman

2
3
4
5
6
7
8
9
10

Hutan atau semak belukar


Savanah dan prairie dalam kondisi baik
Savanah dan prairie yang rusak untuk gembalaan
Sawah
Tegalan tidak dispesifikasi
Ubi kayu
jagung
Kedelai
Kentang

11

Kacang tanah

12
13

Padi gogo
Tebu

0,561
0,2

14
15
16
17
18
19

Pisang
Akar wangi (sereh wangi)
Rumput bede (tahun pertama)
Rumput bede (tahun kedua)
Kopi dengan penutup tanah buruk
Talas
Kebun campuran
- Kerapatan tinggi
- Kerapatan sedang
- Kerapatan rendah
Perladangan

0,6
0,4
0,287
0,002
0,2
0,85

20

21

1
0,001
0,01
0,1
0,01
0,7
0,8
0,7
0,399
0,4
0,2

0,1
0,2
0,5
0,4

24

24
25
26
27
28

Hutan alam
-Seresah banyak
-Seresah sedikit
Hutan produksi
-Tebang habis
-Tebang pilih
Semak belukar, Padang rumput
Ubi kayu + Kedelai
Ubi Kayu + kacang tanah
Padi-Sorgum
Padi-Kedelai

29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41

Kacang tanah-Gude
Kacang tanah + kacang tunggak
Kacang tanah + mulsa jerami 4 t/ha
Padi + mulsa jerami 4 t/ha
Kacang tanah + mulsa jagung 4t/ha
Kacang tanah + mulsa clotalaria 3t/ha
Kacang tanah + mulsa kacang tunggak
kacang tanah + mulsa jerami 2t/ha
Padi + mulsa clotalaria 3t/ha
Pola tanaman tumpang gilir + mulsa jerami
Pola tanaman berurutan + mulsa sisa tanaman
Alang-alang murni subur
Padang rumput (stepa) dan savana

22

23

42 Rumpur Brachiaria
Sumber : Suripin, 2002 :79

0,001
0,005
0,5
0,2
0,3
0,181
0,195
0,345
0,417
0,495
0,571
0,049
0,096
0,128
0,136
0,256
0,377
0,387
0,079
0,357
0,001
0,001
0,002

2.11.3 Faktor Pengolahan Lahan


Pengaruh aktivitas pengelolaan dan konservasi tanah (P) terhadap besarnya erosi
dianggap berbeda dari pengaruh yang ditimbulkan oleh aktivitas pengelolaan tanaman
(C), oleh karenanya, dalam rumus USLE faktor P tersebut dipisahkan dari faktor C.
Tingkat erosi yang terjadi sebagai akibat pengaruh aktivitas pengelolaan dan konservasi
tanah (P) bervariasi, terutama tergantung pada kemiringan lereng.
Faktor P adalah nisbah antara tanah tererosi rata-rata dari lahan yang mendapat
perlakuan konservasi tertentu terhadap tanah tererosi rata-rata dari lahan yang diolah
tanpa tindakan konservasi, dengan catatan faktor-faktor penyebab erosi yang lain
diasumsikan tidak berubah. Praktek bercocok tanam yang kondusif terhadap penurunan
kecepatan limpasan permukaan dan yang memberikan kecenderungan bagi limpasan
permukaan untuk mengalir langsung ke tempat yang lebih rendah dapat memperkecil
nilai P. Di ladang pertanian, besarnya harga faktor P menunjukkan jenis aktivitas
pengolahan tanah (pencangkulan dan persiapan tanah lainnya). Dalam pemakaian di
bidang konstruksi, besarnya P menunjukkan kekasaran permukaan tanah sebagai akibat

25
cara kerja traktor dan mesin-mesin pertanian lainnya. Besarnya faktor P yang telah
berhasil ditentukan berdasarkan penelitian di Pulau Jawa adalah seperti tersebut pada
Tabel 2.11 dibawah ini :
Tabel 2.11. Nilai Faktor P Pada Berbagai Aktifitas Konservasi Tanah di Jawa
Teknik Konservasi Tanah
1. Teras bangku :
a. Konstruksi baik
b. Konstruksi sedang
c. Konstruksi kurang baik
d. Teras Tradisional
2. Strip tanaman rumput Bahia
3. Pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur :
a. kemiringan 0-8 %
b. kemiringan 9-20 %
c. kemiringan >20 %
4. Tanpa tindakan konservasi
Sumber : Arsyad, 2000 : 259

Nilai P
0,04
0,15
0,35
0,40
0,40
0,50
0,75
0,90
1,00

2.11.4 Faktor Topografi Panjang Lereng (L) Kemiringan Lahan (S)


Faktor indeks topografi L dan S, masing-masing mewakili pengaruh panjang dan
kemiringan lereng terhadap besarnya erosi. Panjang lereng mengacu pada aliran air
permukaan, yaitu lokasi berlangsungnya erosi dan kemungkinan terjadinya deposisi
sedimen. Pada umumnya, kemiringan lereng diperlakukan sebagai faktor yang seragam.
Besarnya nilai LS (faktor topografi) dihitung dengan menggunakan rumus : (AVSWAT
Theoretical Documentation 2000, 2002 : 222)
Lhill

22.1

LS USLE

65.41 sin 2 hill 4.56 sin hill 0.065

dimana :
Lhill

= panjang lereng (m)

= syarat eksponensial

hill

= sudut lereng

Syarat eksponensial m dihitung dengan :


m 0.6 1 exp 35.835 slp

dimana :
slp

= kemiringan lereng HRU (Hydrologic Response Unit)


= tan hill
Hasil sedimen tergantung pada besarnya erosi total di DAS/sub-DAS dan

tergantung pada transport partikel-partikel tanah yang tererosi tersebut keluar dari
daerah tangkapan air DAS/sub-DAS. Produksi sedimen umumnya mengacu kepada

26
besarnya laju sedimen yang mengalir melewati satu titik pengamatan tertentu dalam
suatu sistem DAS. Tidak semua tanah yang tererosi di permukaan daerah tersebut akan
terdeposisi di cekungan-cekungan permukaan tanah, di kaki-kaki lereng dan bentukbentuk penampungan sedimen lainnya. Oleh karenanya, besarnya hasil sedimen
biasanya bervariasi mengikuti karakteristik fisik DAS/sub DAS.
2.11.5 Faktor Pecahan Batuan Kasar (Croarse Fragment Factor)
Faktor pecahan batuan kasar ini dihitung dengan persamaan sebagi berikut (AVSWAT
Theoretical Documentation 2000, 2002:220) :

CFRG = exp (-0,053 . rock)


dimana:
rock = prosentase batuan pada lapisan tanah
2.12

Hasil Simulasi Program AVSWAT 2000


Terdapat 3 file utama untuk output running simulation AVSWAT yang masing-

masing mempunyai penjelasan yang berbeda-beda. File-filenya adalah:


1. Subbasin Output File(*.BSB)
File ini berisi tentang informasi yang ada pada masing-masing sub DAS atau
juga ringkasan pada HRU pada setiap sub DAS. Parameter-parameter penting
yang mengacu dengan studi ini adalah:
- SUR Q

= Limpasan permukaan sub DAS yang masuk ke badan


saluran.

- SYLD

= Sedimen yang tertranspor selama periode tertentu

2. Main Channel Output File(*.RCH)


File ini berisi ringkasan informasi muatan komponen-komponen DAS yang
masuk dan keluar saluran. Parameter-parameter penting yang mengacu dengan
studi ini adalah:
- FLOW_IN

= Rata-rata debit perhari yang masuk.

- FLOW_OUT

= Rata-rata debit perhari yang keluar.

- SED_IN

= Jumlah sediment yang tertransport masuk selama


periode waktu tertentu.

- SED_OUT

= Jumlah sediment yang tertransport keluar selama


periode waktu tertentu.

- SEDCONC

= Konsentrasi sediment selama periode waktu tertentu.

27

3. HRU Output File(*.SBS)


Parameter-parameter penting yang mengacu dengan studi ini adalah:
- SUR Q

= Limpasan permukaan sub DAS yang masuk ke badan


saluran.

- SYLD

=Sedimen yang tertranspor selama periode tertentu

- USLE

= Erosi yang dihitung dengan rumus USLE selama


periode tertentu

2.13.

Erosi yang diperbolehkan


Penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau

ditoleransikan, adalah perlu karena tidak mungkin menekan laju erosi menjadi nol dari
tanah-tanah yang diusahakan untuk pertanian terutama pada tanah-tanah yang berlereng
(Arsyad, 2000).
Laju erosi yang dinyatakan dalam mm/tahun atau ton/ha/thn yang terbesar yang
masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang
cukup bagi pertumbuhan tananaman yang memungkinkan tercapainya produktivitas
yang tinggi secara lestari disebut erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan
disebut nilai T.
Beberapa cara menetapkan nilai T dikemukaan,dan besarnya nilai T tanah pada
beberapa negara telah ditetapkan. Arsyad (1989) menyarankan sebagai pedoman
penetapan nilai T di indonesia,seperti yang tertera pada tabel 2.12 dibawah ini ;
Tabel 2.12 Pedoman Penetapan Nilai T berdasarkan Arsyad
No.
1
2
3
4
5
6
7
8

Sifat Tanah dan SubStratum


Tanah sangat dangkal di atas batuan
Tanah sangat dangkal di atas batuan telah melapuk (tidak terkonsolidasi)
Tanah dangkal di atas bahan telah melapuk
Tanah dengan kedalaman sedang di atas bahan telah melapuk
Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang
kedap air di atas substrata yang telah melapuk

Tanah yang dalam dengan lapisan bawah berpermeabilitas


lambat, di atas substrata yang telah melapuk

Tanah yang dalam dengan lapisan bawah berpermeabilitas


sedang, di atas substrata yang telah melapuk

Tanah yang dalam dengan lapisan bawah


yang permeabel, di atas substrata yang telah melapuk

Sumber : hardjowigeno, 202

Catatan :

Nilai T
(arsyad 1989)
(mm/th)
(ton/ha/thn)
0,0
0
0,4
4
0,8
8
1,2
12
1,4

14

1,6

16

2,0

20

2,5

25

28

ton / h / th
mm / th
berat volume soil x 10
Berat volume tanah berkisar antara 0,8 sampai 1,6 gr/cc akan tetapi pada umumnya tanah
tanah berkadar liat tinggi mempunyai berat volume antara 1,0 sampai 1,2 gr/cc

Hasil penelitian Hardjowigeno (1987) dapat ditetapkan besarnta T maksimum


untuk tanah-tanah di indonesia adalah 2,5 mm per tahun, yaitu untuk tanah dalam
dengan lapisan yang tidak terkonsolidasi. Tanah-tanah yang kedalaman kurang atau
sifat-sifat lapisan bawah yang lebih kedap air atau terletak diatas substratum yang
belum melapuk, nilai T harus lebih kecil dari 2,5 mm per tahun (Arsyad, 2000).
Sedangkan karateristik tanah dalam studi ini :

Aluvial Tanah ini merupakan tanah-tanah yang berkembang dari bahan alluvium
muda (recen), mempunyai susunan berlapis tidak teratur dengan kedalaman
(kecuali tertimbun oleh 50 cm atau lebih bahan baru) pada kedalaman antara 25
90cm dari permukaan tanah mineral (Pusat Penelitian Tanah, 1993).

Litosol : Tanah yang Tebalnya kurang dari 10 cm atau kurang di bawahnya


terdapat lapisan batuan yang padu. Hardjowigeno (1987)

Mediteran : Tanah dengan penimbunan liat dengan kejenuhan basa tinggi, daya
absorpsi sedang, permeabilitas sedang dan peka erosi, berasal dari batuan kapur
keras (limestone). Penyebaran di daerah beriklim sub humid, bulan kering nyata.
Curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun.

Rendzina : Tanah dengan warna gelap kandunga norganik lebih dari 1%,
kejenuhan basa lebih 50%, di bawahnya terdiri atas batun kapur.

2.14

Indeks Bahaya Erosi


Indeks bahaya erosi merupakan petunjuk besarnya bahaya erosi pada suatu

lahan, yang didefinisikan sebagai berikut ( Hammer 1981 dalam Arsyad, 2000) ;
Indeks Bahaya Erosi =

Erosi potensial (ton / ha / tahun)


T (ton / ha / tahun)

Dengan T adalah besarnya erosi yang masih dibiarkan. Indeks bahaya erosi dapat
ditentukan sebagaimana tertera pada tabel 2. 13
Tabel 2.13 Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi Menurut Hammer
Nilai Indeks Bahaya Erosi
<1,0
1,01 - 4,0
4,01 - 10,0
> 10,01

Harkat
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi

29
Sumber : Arsyad, 2000

2.15

Usaha Konservasi
Konservasi tanah adalah usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah

erosi,untuk ditingkatkan produktivitas tanah sehingga bisa digunakan sesuai dengan


kemampuanya.metode konservasi tanah di bagi dalam tiga golongan utama, yaitu
Metode Vegetatif, Metode Mekanik, Metode kimia.
2.15.1 Metode Vegetatif
Metode vegetatif adalah metode yang digunakan untuk mengurangi daya rusak
hujan yang jatuh sehingga menyebabkan aliran permukaan dan erosi dengan
memanfaatkan tanaman atau tumbuhan dan sisa-sisanya. Beberapa teknik dikenal
adalah :
a. Penanaman tumbuhan atau tanaman yang menutupi tanah
Dilakukan dengan menanam tanaman yang mempunyai sifat tumbuh rendah
dan melebar dengan naungan daun yang cukup luas, dengan maksud
membatasi evaporasi dan melindungi permukaan tanah dari terpaan air hujan.
b. Penanaman dalam strip (strip cropping), yaitu suatu sistem bercocok tanam
dimana beberapa jenis tanaman ditanam dalam strip-strip yang berselangseling pada sebidang tanah dan disusun memotong lereng atau menurut garis
kontur dengan maksud mengurangi laju aliran permukaan sehingga dapat
mencegah erosi.
c. Reboisasi dan Penghijauan
Penghutanan

kembali

tanah-tanah

gundul

di

daerah

hutan

dengan

menggunakan tanaman-tanaman keras (jati, mahoni, pinus), sedangkan untuk


penghijauan Penghutanan kembali didaerah tanah-tanah rakyat untuk
ditanamai dengan tanaman produksi (cengkeh, kayumanis, nangka, durian).
d. Pemanfaatan sisa-sisa tanaman atau tumbuhan (residue management)
Menutupi tanah dengan sisa-sisa tanaman atau tumbuhan dengan tujuan untuk
melindungi tanah dari air hujan.
e. Pergiliran tanaman (crop rotation)
Penanaman tanaman secara bergilir dengan maksud meningkatkan intensitas
penggunaan lahan.
2.15.2 Metode Mekanik

30
Metode mekanik adalah adalah metode yang digunakan untuk mengurangi daya
rusak hujan yang jatuh sehingga menyebabkan aliran permukaan dan erosi dengan
perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan.
Termasuk dalam metode ini adalah :
a. SPA (saluran pembuang air)
Saluran yang digunakan untuk menampung dan mengalirkan limpasan
permukaan, saluran ini dibangun searah lereng. agar saluran tidak terkikis oleh
air hujan maka dasar saluran dilengkapi dengan pasangan batu (utomo,
1989:89)
b. Terrasering
Terras berfungsi mengurangi panjang lereng serta menahan air sehingga
mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan, sehingga memungkinkan
penyerapan air oleh tanah
c.

Dam penghambat (check dam)


Dam penghambat adalah dam yang terbuat dari kayu, bata, batu atau gundukan
tanah pada alur atau parit sehingga kecepatan air terhambat dan tanah
terendapkan pada tempat tersebut.

d. Sumur resapan
Sumur yang terbuat dari beton, besi, tanah dibuat dengan kedalaman tertentu
sehingga dapat menyerap air limpasan permukaan ke dalam tanah.
e.

Waduk
Waduk adalah bangunan yang terbuat dari beton, besi atau gundukan tanah
pada suatu sungai untuk menyimpan air dan digunakan sesuai kebutuhan.

2.15.3 Metode Kimia


Yang dimaksud dengan metode kimia adalah pemanfaatan soil conditioner atau
bahan-bahan pemantap tanah, yang digunakan antara lain larutan PVA (Poly Vind
Alkohol), PAM (Polacrylamide) dalam hal untuk memperbaiki struktur tanah sehingga
tanah akan tetap resisten terhadap erosi. Beberapa cara penggunaan bahan pemantapan
tanah (soil conditioner) dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Pemakaian di permukaan tanah (surface application)
Larutan atau emulsi zat kimia pemantap tanah pada pengenceran yang
dikehendaki disemprotkan langsung ke permukaan tanah dengan alat sprayer.
b. Pemakaian secara dicampur (incorporation treatment)

31
Larutan atau emulsi zat kimia pemantap tanah pada pengenceran yang
dikehendaki disemprotkan ke dalam tanah, kemudian tanah tersebut dicampur
dengan bahan kimia tadi sampai merata, biasanya sampai kedalaman 0 25
cm.
c.

Pemakaian setempat/lubang (local/pit treatment)


Pemakaian bahan kimia disemprotkan secara setempat-setempat pada tanah
atau terbatas pada lubang-lubang tanaman saja.

Anda mungkin juga menyukai