Anda di halaman 1dari 72

PERINGATAN !!!

Bismillaahirrahmaanirraahiim

Assalamualaikum warahmatullaahi wabarakaatuh


1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan
referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila
Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan
pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan
karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!

Wassalamualaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

UPT PERPUSTAKAAN UNISBA

FORMULASI KRIM ANTIBAKTERI DENGAN KOMBINASI


EKSTRAK PROPOLIS LEBAH LOKAL (Trigona spp) DAN
JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia Swingle)

SKRIPSI

Oleh:

DICKY MUHAMAD ZAIN


NPM: 10060307019

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1433 H / 2012 M

FORMULASI KRIM ANTIBAKTERI DENGAN KOMBINASI


EKSTRAK PROPOLIS LEBAH (Trigona spp) DAN JERUK
NIPIS (Citrus aurantifolia Swingle)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk


menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar Sarjana Farmasi
pada Program Studi Farmasi FMIPA Unisba

Oleh:

DICKY MUHAMAD ZAIN


NPM: 10060307019

Februari 1433 H / 2012 M


BANDUNG

JUDUL : FORMULASI KRIM ANTIBAKTERI DENGAN KOMBINASI


ESTRAK PROPOLIS LEBAH LOKAL (Trigona spp) DAN
JERUK NIPIS (Cirtus aurantifolia Swingle)
NAMA : DICKY MUHAMAD ZAIN
NPM
: 10060307019

Setelah membaca Skripsi ini dengan seksama, menurut pertimbangan kami


telah memenuhi persyaratan ilmiah sebagai Skripsi

Menyetujui
Pembimbing Utama

Pembimbing Serta I

Dina Mulyanti, M.Si., Apt.


NIK. D. 08.0.477

G.C. Eka Darma, S.Farm., Apt.


NIK. D. 0.10.521

Pembimbing Serta II

Mahani, SP.,M.Si.
NIK. 197407162008121001

Mengetahui
Dekan FMIPA Unisba

M. Yusuf Fajar, Drs., M.Si.


NIP. 198008142005012005

Ketua Program Studi Farmasi

H. Embit Kartadarma, DR., M.App.Sc., Apt.


NIK. D. 06.0.437

RIWAYAT PENULIS

BIODATA
Nama

: DICKY MUHAMAD ZAIN

Tempat/Tgl. Lahir : BANDUNG, 25/02/1989


Jenis Kelamin

: LAKI-LAKI

Agama

: ISLAM

Pekerjaan

: WIRASWATA

Alamat

: JL.SMPN 1 CILEUNYI No.66

RT/RW

: 01/002

Desa/Kel.

: CIMEKAR

Kecamatan

: CILEUNYI

Telepon

: 022-7813785 (rumah) / 02292260614 (ponsel)

Nama Ibu Kandung : ADE TOHAROH


Nama Ayah Kandung : SURYAMAN
Alamat Orang Tua

: JL. SMPN 1 CILEUNYI No. 66

RT/RW

: 01/002

Desa/Kel.

: CIMEKAR

Kecamatan

: CILEUNYI

Telepon

: 022-7813785 (rumah)

PENDIDIKAN
1.

TK AS Syifa, Bandung

(1994-1995)

2.

SDN 02 Cigadog, Tasikmalaya

(1995-2001)

3.

SMPN 42, Bandung

( 2001-2004)

4.

SMUN 1 Cileunyi, Bandung

(2004-2007)

5.

Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan


Ilmu Pengetahuan Alam, Universtias Islam Bandung (2007-2012)

FORMULASI KRIM ANTIBAKTERI DENGAN KOMBINASI EKSTRAK


PROPOLIS LEBAH LOKAL (Trigona spp) DAN JERUK NIPIS
(Citrus aurantifolia Swingle)

Dicky Muhamad Zain


Email: dickymuhamadzain@yahoo.com
ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian terhadap efek antibakteri dari ekstrak propolis dan sari
jeruk nipis. Ekstrak propolis 0,1% dan sari jeruk nipis 20% diketahui memiliki
efek antibakteri dengan memberikan zona hambatan pada Staphylococcus aureus
sebesar 9,53 mm dan 0,52 mm, serta memiliki efek antibakteri pada
Propionibacterium acnes sebesar 5,53 mm dan 2,51 mm. Namun keduanya tidak
berefek pada Escherichia coli. Pada penelitian ini dibuat krim ekstrak propolis 1%
(F1) dan kombinasi ekstrak propolis 0,1% - sari jeruk nipis 20% (F2). Kedua krim
kemudian dievaluasi organoleptik, pH dan viskositasnya serta diuji hambatannya
terhadap P.acnes, S.aureus dan E.coli. Hasil penelitian menunjukan krim F1 dan
F2 kehilangan aktivitas antibakterinya terhadap P. acnes, namun tetap memiliki
diameter hambat sebesar 4,51 mm terhadap S. aureus.

Kata kunci : Ekstrak, propolis, jeruk nipis, krim, antibakteri, Staphylococcus


aureus, Propionibacterium acnes, Escherichia coli.

FORMULATION OF ANTIBACTERIAL CREAM BY A COMBINATION OF


LOCAL BEE (Trigona spp) PROPOLIS EXTRACT AND LIME
(Citrus aurantifolia Swingle)

Dicky Muhamad Zain


Email: dickymuhamadzain@yahoo.com

Has been conducted a research of antibacterial effects of propolis extract lime


juice. 0.1% propolis extract and 20% lime juice gives an effect antibacterial as on
Staphylococcus aureus by showed an inhibitory diameter of 9.53 mm and 0,52
mm, respectively, and on Propionibacterium acnes by 5.33 mm and 2.51 mm,
respectively. However, neither of them have showed an effect on Escherichia coli.
In this research, a cream of 1% propolis extract cream (F1) and a cream of
combination of 0.1% propolis extract 20% lime juice (F2) were produced. Bolt
of creams were evaluated for their organoleptics, pH, viscosities and their
inhibitions on P.acnes, S.aureus, and E.coli. Results showed that creams F1 and
F2 lost their antibacterial activities on P. acnes, but retained their inhibitory
diameter of 4.51 mm on S. aureus.

Keywords: Extract, propolis, lime juice, cream, antibacterial, Staphylococcus


aureus, Propionibacterium acnes, Escherichia coli.

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wataala yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
judul Formulasi Krim Antibakteri dengan Kombinasi Ekstrak Propolis
Lebah lokal (Trigona spp) Dan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle).
Di buatnya skripsi ini dengan tujuan untuk memenuhi salah satu syarat
untuk mendapatkan gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Islam Bandung.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak M. Yusuf Fajar, Drs., M.Si., selaku Dekan Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Bandung.
2. Bapak Embit Kartadarma, DR., M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program
Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Islam Bandung.
3. Ibu Dina Mulyanti, M.Si., Apt., selaku Pembimbing Utama yang telah
mengarahkan penulis dengan penuh kesadaran, memberikan banyak
bimbingan, motivasi dan bersedia meluangkan waktunya untuk membantu
penyusunan skripsi ini.
4. Bapak G.C Eka Darma, S.Farm., Apt., dan Bapak Mahani, SP.,Msi selaku
Pembimbing Serta yang telah memberikan bimbingan, pengarahan,
motivasi, bantuan dan masukan yang membangun untuk penyusunan
skripsi ini.
5. Seluruh Dosen dan Karyawan Program Studi Farmasi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Bandung,
yang telah memberikan bantuan dan ilmu yang berguna kepada penulis
selama masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi.
6. Bapak Dedi yang telah membantu dalam keperluan perkuliahan dan
pembuatan surat-surat.
7. Orangtua tercinta yang senantiasa mendoakan, dan memberikan dukungan
yang tiada henti, kasih sayang serta semangat kepada penulis selama masa
perkuliahan hingga penyusunan skripsi.
8. Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan perhatian, dukungan,
motivasi, doa dan kasih sayang, bantuan serta keberadaan kalian dalam

hidupku, juga teman-teman Farmasi 2007 dan 2008 atas kebersamaan


selama ini.
9. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah
membantu penulis dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan, dan budi baik yang telah
diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun sebagai proses penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan.
Wassalamualaikum Wr Wb.

Bandung, 18 Syaban 1432 H


20 Februari 2012 M

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
ABSTRACK
KATA PENGANTAR .................................. ..................................
DAFTAR ISI .......................................................... .........................
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................
DAFTAR TABEL .......... .................................................................
DAFTAR GAMBAR ....... ...............................................................
PENDAHULUAN .................................................................. ..........
BAB
I
TINJAUAN PUSTAKA ............................................. ..........
1.1.
Propolis ..............................................................
1.1.1. Pengertian propolis ................................................................
1.1.2. Klasifikasi lebah .....
1.1.3. Jenis-jenis lebah ..
1.1.4. Cara Pengumpulan Propolis.
1.1.5. Karakteristik Fisik Propolis......
1.1.6. Kandungan Propolis ...
1.2.
Jeruk Nipis ...........................................................................
1.2.1. Klasifikasi....
1.2.2. kandungan jeruk nipis ....
1.3.
Kulit ...
1.3.1. Anatomi fisiologi kulit
1.3.2. Absorsi perkutan .
1.4.
Antibakteri
1.5.
Bakteri yang digunakan ..
1.5.1. Staphylococcus aureus ...
1.5.2. Propionibacterium acnes ...
1.5.3. Escherichia coli ..
1.6.
Ekstraksi ....
1.6.1. Jenis-jenis ekstraksi ...
1.7.
Krim ..
1.7.1. Pengolongan krim ..
a. Berdasarkan tipe emulsi .
b. Berdasarkan bentuk
c. Berdadsarkan tipe fungsinya ..
1.7.2. Formula umum krim ..
1.7.3. Formula sediaan .
1.8.
Data Preformulasi
II
METODOLOGI PENELITIAN ........................................
III.
BAHAN, ALAT DAN HEWAN PERCOBAAAN .............
3.1. Bahan......................................................................................
3.2.
Alat ........................................................................................

i
iii
vi
vii
viii
1
4
4
4
4
4
6
8
8
9
10
10
11
11
13
14
16
16
17
18
19
20
21
21
21
21
22
23
24
25
28
29
29
29

IV
4.1.
4.2.
4.3.
4.4.
4.5.
4.5.1.
4.5.2.
4.5.3.
4.5.4.
4.6.

PROSEDUR KERJA ...................................................... ....


Pengupulan Bahan dan Determinasi ..................................
Persiapan Propolis dan Jeruk Nipis ..................................
Penapisan Fitokimia ............................................................
Ekstraksi Propolis ...............................................................
Karakteristik Mutu Ekstrak ...
Pemeriksaan mikroskopik ekstrak .........................................
Pentuaan kadar air ekstrak .....................................................
Penetapan kadar abu total ......................................................
Penentuan pH ekstrak ............................................................
Penyiapan Uji Konsentrasi Hambat
Minimum (KHM) .................................................................
4.6.1. Penyiapan biakan Propionibacterium acnes,
Staphylococcus aureus, Escherichia coli ...........................
4.6.2. Pembuatan media uji Nutrien Agar (NA) ...
4.6.3. Penentuan KHM bakteri
4.7.
Formulasi Krim
4.7.1. Pembuatan krim antibakteri ekstrak propolis
dan sari jeruk nipis
4.8.
Evaluasi Krim ...........
4.8.1. Evaluasi organoliptik ..
4.8.2. Evaluasi viskositas ..
4.8.3. Evaluasi homogenitas...
4.8.4. Pengukuran pH sediaan ...........................
4.9.
Uji Sediaan Mikrobiologi .
4.9.1. Uji KHM sediaan krim antibakteri...
V
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................
5.1.
Determinasi Bahan
5.2.
Penapisan Fitokimia ... ..
5.3.
Ekstraksi Propolis .
5.4.
Uji Parameter Ekstrak .
5.5.
Uji KHM Ekstrak Propolis dan Sari Jeruk Nipis ..............
5.6.
Formula Akhir Krim Antibakteri Ekstrak Propolis
dan Sari Jeruk Nipis ..............................................................
5.7.
Evaluasi Sediaan Krim Antibakteri ..
5.8.
Uji Mikrobiologi Sediaan .......................................................
VI KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................
6.1. Kesimpulan .............................................................................
6.2. Saran ........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................
LAMPIRAN .......................................................................................

30
30
30
30
33
33
33
33
34
35
35
36
36
36
37
38
39
39
39
39
40
40
40
41
41
41
41
43
43
45
47
49
50
50
50
51
54

LAMPIRAN

Lampiran
1 Surat determinasi jeruk nipis ..............................................
2 Surat keterangan bahan .......................................................
3 Tabel V.11 hasil uji viskositas (F1) ...................................
4 Tabel V.12 hasil uji viskositas (F2) ....
5 Gambar 4 hasil uji KHM ekstrak propolis ..
6 Gambar 5 hasil uji KHM sari jeruk nipis

Halaman
54
55
56
56
57
58

DAFTAR TABEL

Tabel
I.1
I.2
IV.3
V.4
V.5
V.6
V.7
V.8
V.9
V.10
L.5.11
L.5.12

Kandungan propolis ...


Formulasi sediaan krim antibakteri
Formulasi krim antibakteri ekstrak propolis dan jeruk
nipis
Hasil pengujian fitokimia ...
Hasil pengujian parameter ekstrak .
Hasil pengujian KHM ekstrak propolis ..
Hasil pengujian KHM sari jeruk nipis ...
Formula akhir krim antibakteri.......
Hasil pengukuran pH sediaan .
Hasil pengukuran mikrobiologi sediaan .
Hasil uji viskositas (F1) .
Hasil uji viskositas (F2) .

Halaman
9
24
39
42
44
45
45
47
49
50
56
56

DAFTAR GAMBAR

Gambar
I.1
I.2
I.3
L.4
L.5

Propolis Trigona ...................................................................


Jeruk nipis ..........................................................................
Anatomi kulit
Foto hasil Uji KHM sari jeruk nipis ....................................
Foto hasil uji KHM ekstrak propolis

Halaman
7
9
12
57
58

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1.

Propolis

1.1.1. Pengertian propolis


Propolis adalah suatu zat yang dihasilkan oleh lebah madu dari pucuk daun
yang muda, kemudian dicampur dengan air liurnya. Propolis berasal dari kata
Yunani, yaitu Pro artinya sebelum atau pertahanan dan Polis artinya kota atau
sarang lebah. Propolis dipakai sebagai perekat sarang lebah, dan melindungi larva
lebah dari serangan bakteri (Hasan, 2010:9).
1.1.2

Klasifikasi lebah
Kerajaan

: Animalia

Filum

: Arthropoda

Kelas

: Insecta

Ordo

: Hymenoptera

Famili

: Apidae

Bangsa

: Apini

Genus

: Trigona

Spesies

: Trigona spp (Indra,2009:1)

1.1.3. Jenis - jenis lebah


1) Lebah tanpa sengat (Trigona spp)
Lebah ini berasal dari genus Tirgona dan merupakan lebah asli Asia.
Karakteristik yang dimilikinya yaitu menghasilkan madu yang berasal

Aktivitas antibakteri propolis yang berasal dari daerah geografik berbeda dapat
berbeda pula. Penelitian yang dilakukan ilmuan terkenal dari Rusia, V.P.
Kivalkina dalam majalah Antibiotics, menjelaskan tentang pengujian khasiat
antibakteri dalam propolis. Penelitian dilakukan terhadap 28 jenis propolis yang
berasal dari Rusia, Bulgaria, dan Cekoslovakia. Kivalkina menyatakan
bagaimanapun cara propolis diambil, tetap memiliki khasiat tersendiri dan
memiliki khasiat antibakteri walaupun telah tersimpan lama. Salah satu jenis
lebah yang mampu menghasilkan propolis dalam jumlah banyak yaitu jenis
Trigona spp (Mahani dkk, 2011:37).
Selain propolis, jeruk nipis juga memiliki aktivitas antibakteri yang
mampu menghambat pertumbuhan bakteri atau bersifat bakteriostatik. Jeruk nipis
(Citrus aurantifolia Swingle) dikenal juga dengan nama latin Citrus limonellus
Mig. Kandungan jeruk nipis diantaranya limonen, karbohidrat, asam sitrat,
vitamin C, dan Vitamin A (Sethpakdee, 1992:126). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa jeruk nipis memiliki konsentrasi hambat minimum untuk menghambat
pertumbuhan bakteri Bacillus spp, Staphylococcus aureus, Eschericha coli dan
Salmonela spp

(Onyeagba dkk,2004:3:552). Namun, pada Propionibacterium

acne harus dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui konsentrasi hambat
minimum dari jeruk nipis pada bakteri. Selain antibakteri, jeruk nipis juga dapat
mengecilkan pori-pori dan menghaluskan kulit (Rukmana, 1996:18-21).
Propolis memiliki keunggulan apabila digunakan dalam sediaan kosmetik,
karena propolis juga diketahui juga berefek pada regenerasi jaringan serta
memiliki aktivitas antioksidan dan antifungi. Ekstrak propolis dapat dibuat dalam

berbagai bentuk sediaan seperti krim, gel, salep, sampo, dan pasta. Sediaan
kosmetika berbentuk krim memiliki beberapa keunggulan diantaranya adalah
mudah menyebar secara merata pada kulit, lebih nyaman untuk digunakan, dan
mudah dicuci. Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian terhadap aktivitas
antibakteri ekstrak propolis lebah lokal (Trigona spp) dan jeruk nipis (Citrus
aurantifolia Swingle), serta formulasinya ke dalam bentuk sediaan krim.
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
dan dapat digunakan untuk menunjang penelitian selanjutnya bagi perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tujuan utama pembuatan formulasi krim antibakteri ekstrak propolis dan
jeruk nipis adalah untuk membuat suatu bentuk sediaan baru dari produk propolis
dan jeruk nipis yang dalam pengunaannya dapat diaplikasikan dengan nyaman,
aman dan berkhasiat sebagai antijerawat.
Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian terhadap aktivitas antibakteri
ekstrak propolis lebah lokal (Trigona spp) dan jeruk nipis (Citrus aurantifolia
Swingle), serta formulasinya ke dalam bentuk sediaan krim dan akan dilihat
diameter hambatnya pada bakteri E. coli, S. aureus dan P. acnes. asam dan tahan
terhadap fermentasi. Lebah trigona sebelum nya tidak populer karena produksi
madunya sangat rendah. Namun, kini menjadi populer karena ternyata handal
dalam memproduksi propolis.
2) Lebah hutan ( Apis dorsata)
Apis dorsata dapat ditemukan hampir di seluruh kepulauan di Indonesia,
kecuali Maluku dan irian jaya. Dari subspecies A. Dorsata, dua di

antaranya terdapat di Indonesia, yaitu A. Dorsata dorsata dan A.d binhami.


Subspecies yang ketiga A.d breviligula terdapat di Filipina.
Jenis lebah ini belum dapat dibudayakan, umumnya hidup secara alami di
hutan Sumatra, Jawa, kalimantan, sulawesi, dan kepulauan Nusantara
Tenggara. Sampai saat ini, lebah hutan memberikan kontribusi sangat
besar bagi dunia perlebahan karena produksi madunya yang cukup tinggi.
Selain itu, kegiatan pemugutan madu lebah hutan merupakan salah satu
peluang kegiatan bagi masyarakat di sekitar hutan.
3) Lebah lokal (Apis cerena)
Apis cerena tersebar hampir di semua kepulauan di Indonesia, kecuali di
Maluku dan Irian jaya. Meskipun produktivitasnya tergolong rendah, lebah
ini cocok dikembangkan untuk peningkatan kesejahteraan dan gizi
masyarakat karena mudah diperoleh harganya relatif rendah.
4) Lebah kerdil (Apis florea)
Jenis lebah ini sampai sekarang masih diperbincangkan karena belum
diketahui secara pasti keberadaannya. Spesimen lebah ini dapat ditemukan
di museum.
5) Lebah kecil (Apis andreniformis)
Jenis lebah ini membuat sarang tunggal di semak-semak sehingga
membuatnya mirip dengan A. florea. Penyebaran lebah ini di Sumatera,
Jawa, kalimatan, dan Nusa tengara. Jika dilihat dari produktivitas yang
rendah dan kurang ekonomis.
6) Lebah merah (Apis koschevnikovi)

Jenis lebah ini biasa ditemukan di sekitar Muaro, Solok, Sumatra Barat,
dan sekitar Barabai Kalimantan Selatan. Lebah merah ini sedikit lebih
besar dari lebah lokal dan memiliki warna bulu kemerahan. Namun,
hingga kini belum diusahakan secara komersial.
7) Lebah gunung (Apis nuluensis)
Apis nuluensis baru ditemukan di Sabah Kalimantan, pada ketinggian di
atas 1,700 meter di atas permukaan laut (mdpl). Keberadaan lebah gunung
di tempat yang lain merupkan tantangan bagi para peneliti pelebahan di
Indonesia.
8) Lebah lokal Sulawesi (Apis nigrocincta)
Sampai saat ini A. Nigrocincta baru ditemukan di Sulawesi, Sangih. Jenis
lebah ini mirip dengan A. Cerena, hanya warna tubuhnya lebih kuning.
(Mahani dkk, 2011:2-4).
1.1.4. Cara pengumpulan propolis
Biasanya untuk pengupulan propolis Trigona spp dilakukan dengan
mengambil sarangnya. Karena lokasinya menyebar dan menyatu dengan sarang,
hati-hati ketika memotongynya. Setelah dipotong, cungkil mengunakan pisau.
Bagian yang diambil adalah bagian yang banyak mengandung propolis, sarang
pembungkus madu. Bagian yang tersisa tetap dibagian bendala agar mengandung
pakan lebah, seperti madu, royal jelly, dan polen. Bagian yang banyak
mengandung larva/tempayak, jangan diambil karena penting untuk menambah
populasi.

Sarang pembungkus madu yang kaya propolis, dipotong menjadi beberapa


bagian kecil. Selanjutnya, masing-masing potongan diperan perlahan agar
madunya

keluar.

Madunya

ditampung,

sementra

sarangnya

(propolis)

dikumpulkan (Mahani dkk, 2011:22-23).


Propolis yang diperoleh dengan cara ini memang tidak murni, masih
tercampur dengan bahan lain, seperti sarang lebah, madu, royal jelly, dan polen.
Pemurnian dengan cara dilarutkan dengan air panas dan disaring kain tidak
dianjurkan. Cara ini dapat merusak komponen aktif propolis karena propolis rusak
pada suhu 700C atau lebih. Bentuk lebah trigona dapat dilihat pada Gambar I.1.

Gambar I.1 Lebah lokal Trigona spp (Mahani dkk,2011:2).

1.1.5. Karakteristik fisik propolis


Propolis mempunyai warna yang berkisar dari kuning sampai coklat gelap,
tergantung dari sumber resinnya. Kebanyakan propolis segar memiliki kandungan
lilin dan kontaminasi yang terlihat secara visual serendah mungkin. Pada suhu
25-450C propolis sangat lengket, tetapi suhu kurang dari 150C dan khususnya

ketika dibekukan dan disimpan pada suhu mendekati titik beku, propolis akan
menjadi keras dan rapuh. Propolis biasanya berubah menjadi cair pada suhu 60700C, tetapi terdapat pula propolis yang memiliki titik leleh pada suhu 100 0C
(Krell, 1996). Propolis Trigona spp memiliki karakteristik fisik padatan yaitu
plastis, liat, dan lengket. Namun, jika disimpan dalam suhu rendah berubah sifat
plastis, liat, dan lengket masih agak sedikit bertahan (Mahani dkk, 2011: 21-22).
1.1.6. Kandungan propolis
Propolis memiliki komponen kimia yang kompleks. Berdasarkan
tumbuhan asal resin pembentukan serta pengetahuan tentang senyawa aktif
propolis, maka telah ditentukan komponen yang terkandung di dalam propolis
(misalnya propolis asal Rusia, Brasilia, dan Eropa). Umumnya propolis
mengandung resin (45-55%), lilin dan asam lemak (25-35%), minyak esensial
(10%), pollen (5%), dan komponen organik serta mineral (5%). Ada pun
komponen umum propolis yang berasal dari berbagai daerah tertera pada tabel
berikut (Hasan, 2010:10).

Tabel I.1 Kandungan propolis (Hasanl,2010:10).

Daerah asal
Eropa, Asia ,
Amerika Utara

Tumbuhan sumber
resin
Populus spp

Komponen utama
Pinoserebrin, pinobanksin,
pinobanksin3-O-acetate,
chrysin, galangin,
caffeates(benzly,
phenylethyl,prenyl)

Rusia utara

Betula
verrucosa(birch)

Brazil

Baccahris spp.
Araucaria spp.

Kepulauan Canary

1.2.

Acacetin, opigenin, ermanin,


rhamnocitrin, kaemferid, acetoxybetulenol.
Prenylated p-coumaric acids,
prenylated acetophenones,
diterpenic acids.
Furoruran lignans

Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)


Jeruk nipis dikenal dengan sebutan lime, jeruk pecel, limau nipis

(malaysia). Jeruk nipis memiliki habistus perdu, dengan tinggi sekitar 3,5 meter
dan memiliki daun yang manjemuk, elips atau bulat telur, pangkal daun membulat
dan berujung tumpul. Buah jeruk nipis buni, berdiameter 3,5 sampai 5 cm,
memiliki warna hijau ketika masih muda dan menjadi kuning setelah tua. Biji
berbentuk bulat telur, pipih, putih kehijauan (Syamsuhidayat dan Hutape, 1991:
144).

Gambar I.2 Jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) (Dalimartha, 2000:85).

1.2.1. Klasifikasi
Jeruk nipis termasuk divisi magnoliophyta, subdivisi Rosidae, kelas
magnoliopsida, bangsa sapindales, suku rutacea, marga citrus, jenis citrus
auratifolia dan berikut klasifikasi menurut (Cronquist, 1981: Xii-XVi).

Kingdom

: Plantae

Divisio

: Magnoliophyta

Subdivisio

: Rosidae

Kelas

: Magnoliopsida

Bangsa

: Sapindales

Famili

: Rutaceae

Genus

: Citrus

Species

: Citrus aurantiifolia (Cristm.) Swingle.

1.2.2. Kandungan Jeruk nipis


Jeruk

nipis

mengandung

saponin,

flavonoid

dan

minyak

atsiri

(Syamsuhidayat dan Hutape, 1991:144). Mengandung minyak atsiri dengan


komponen siral, limonen, feladren, glikosida hesperidin, rutin dan aurantiamartin.
Buah jeruk nipis juga mengandung vitamin C, B dan A. Buah jeruk juga
mengandung zat bioflovanoid, pektin, dan enzim, protein, lemak dan pigmen
(karoten dan klorofil). Sari buah jeruk nipis mengandung asam sitrat 7%. Dan
minyak atsiri limonen. Buah matang berumur lebih dari 3 bulan, terutama sari
buahnya mengadung 8% asam sitrat dari berat. Ekstrak air 41% dari berat buah,
vitamin C 4, 6%, air 91%, karbohidrat 5,9%, protein 0,5% dan lemak 2,4%
(Sethpakdee, 1992:126-128).
1.3.

Kulit
Kulit merupakan suatu organ besar yang berlapis-lapis, di mana pada kulit

orang dewasa beratnya kira-kira delapan pon, tidak termasuk lemak. Kulit
menutupi permukaan lebih dari 20.000 cm2 dan mempunyai bermacam-macam

fungsi dan kegunaan. Kulit berfungsi sebagai pembatas terhadap serangan fisika
dan kimia. Kulit berfungsi sebagai thermostat dalam mempertahankan suhu tubuh,
melindungi tubuh dari serangan mikroorganisame, sinar ultraviolet, dan berperan
pula dalam mengatur tekanan darah (Rina, 2011:8).
1.3.1. Anatomi fisiologi kulit
Kulit merupakan jaringan yang lentur dan elastis, menutupi seluruh
permukaan tubuh dan merupakan 5% berat tubuh. Kulit sangat berperan pada
pengaturan suhu tubuh dan mendeteksi adanya rangsangan dari luar serta untuk
mengeluarkan kotoran.
Kulit terbentuk dari tumpukan 3 (tiga) lapisan berbeda yang berurutan dari
luar kedalam yaitu lapisan epidermis, lapisan dermis yang tersusun atas pembuluh
darah dan pembuluh getah bening, ujung-ujung syaraf dan lapisan jaringan
dibawah kulit yang berlemak atau yang disebut hipodermis. Kulit mempunyai
aneksa, kelenjar keringat dan kelenjar sebum yang berasal dari lapisan hipodermis
atau dermis dan bermuara pada permukaan dan membentuk daerah yang tidak
berkesinambungan pada epidermis (Rina, 2011:8)

Gambar I.3 Anatomi Kulit (Rina, 2011:9).

1) Epidermis
Epidermis merupakan lapisan epitel, tebal rata-rata 200 m dengan sel
yang berdiferensiasi bertahap dari bagian yang lebih dalam menuju ke
permukaan dengan proses keratinisasi. Epidermis dibedakan atas 2 bagian
yaitu lapisan malfigi yang hidup, menempel pada dermis, dan lapisan
tanduk yang tersusun atas sekumpulan sel mati yang mengalami
keratinisasi.
2)

Dermis dan Hipodermis


Dermis merupakan jaringan penyangga berserat dengan ketebalan rata-rata
3-5 mm, peranan utamanya adalah sebagai pemberi nutrisi pada epidermis.
Berdasarkan tinjauan kualitatif dan susunan ruang serabut kolagen dan
elastin, dermis terdiri atas dua lapisan anatomi yaitu lapisan papiler
jaringan kendor yang terletak tepat dibawah epidermis, dan lapisan
retikuler pada bagian dalam yang merupakan jaringan penyangga yang
padat. Anyaman pembuluh darah dan pembuluh getah bening terletak pada
daerah papiler dengan kedalaman 100-200 m. Hipodermis dan jaringan
penyangga kendor, mengandung sejumlah kelenjar lemak dan juga
mengandung glomerulus kelenjar keringat.

3) Anestis Kulit
Anestis kulit terdiri atas sistem pilosebasea dan kelenjar sudoripori. Setiap
bulu membentuk saluran epidermis yang masuk kedalam dermis dan
selanjutnya membentuk selubung luar bulu tersebut. Bagian yang paling
dalam, tertanam oleh akar pada sebuah papilla dari jaringan penyangga
dermik yang mempunyai banyak pembuluh darah. Selubung epitel bagian
dalam mengelilingi rambut melalui dari akarnya sampai ditempat yang
berhubungan dengan kelenjar sebasea (Rina,2011:10).
1.3.2. Absorbsi perkutan
Kulit karena impermeabilitasnya dapat dilewati oleh sejumlah senyawa
kimia dalam jumlah sedikit. Bila suatu sistem obat digunakan secara topikal,
maka obat akan keluar dari pembawanya dan berdifusi ke permukaan jaringan
kulit. Obat dapat berdifusi ke jaringan kulit melalui daerah kantung rambut,
kelenjar keringat atau di antara kelenjar keringat dan kantung rambut. Ada 4 jenis
kulit wajah, yaitu:
1) Kulit kering
Pada jenis kulit kering, kelenjar sebasea dan keringat hanya dalam jumlah
sedikit. Jenis kulit kering mempunyai ciri-ciri penampakan kulit terlihat
kusam.
2) Kulit berminyak
Pada jenis kulit berminyak, kelenjar sebasea dan keringat terdapat dalam
jumlah banyak. Jenis kulit berminyak mempunyai ciri kulit wajah mudah
berjerawat.

3) Kulit normal
Pada jenis kulit normal, jumlah sebasea dan keringat tidak terlalu banyak
karena tersebar secara merata. Ciri jenis kulit normal: kulit tampak lembut,
cerah dan jarang mengalami masalah.
4) Kulit kombinasi
Pada jenis kulit kombinasi, penyebaran kelenjar sebasea dan keringat tidak
merata. Jenis kulit kombinasi mempunyai ciri kulit dahi, hidung dan dagu
tampak mengkilap, berjerawat, tetapi kulit dibagian pipi tampak lembut.
(Dwikarya, 2003:121-123).

1.4.

Antibakteri
Antibakteri adalah zat yang digunakan untuk membasmi bakteri

khususnya yang merugikan manusia. Obat yang digunakan untuk membasmi


bakteri penyebab infeksi pada manusia harus memiliki sifat toksisitas selektif.
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, zat antibakteri dapat dikelompokkan menjadi
2 macam, yaitu bakterisid dan bakteriostatik. Bakterisid bersifat membunuh
bakteri,

sedangkan

bakteriostatik

memiliki

kemampuan

menghambat

perkembangbiakan bakteri. Konsentrasi minimal yang diperlukan untuk


menghambat pertumbuhan bakteri atau membunuhnya dikenal sebagai konsentrasi
hambat minimum (KHM) dan konsentrasi bunuh minimum (KBM). Antibakteri
tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila
kadar antibakterinya ditingkatkan. Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibakteri
dibagi menjadi empat kelompok, yaitu:
1) Mencegah sintesis dinding sel

Mencegah sintesis dinding sel dan merusak dinding sel, menyebabkan


tekanan osmotik dalam sel lebih tinggi daripada lingkungan luar sel
sehingga sel akan mengalami lisis.
2) Mempengaruhi fungsi membran
Merusak atau memperlemah satu atau lebih dari fungsi membran.
Sehingga berbagai komponen penting dari dalam sel bakteri akan keluar
yaitu protein, asam nukleat dan nukleotida.
3) Mempengaruhi sintesis protein
Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan
tRNA. Ribosom pada bakteri terdiri atas dua subunit yang berdasarkan
konstanta sedimentasi, dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. Untuk
berfungsi pada sintesis protein kedua komponen ini akan bersatu pada
pangkal rantai mRNA yang menjadi ribosom 70S. Sintesis protein
merupakan hasil akhir dari dua proses utama yaitu transkripsi atau sintesis
asam ribonukleat yang DNA dependen dan translasi atau sintesis protein
yang RNA dependen. Apabila salah satu dari dua proses ini dihambat
maka tidak akan terjadi sintesis protein.

4) Menganggu metabolisme asam nukleat


DNA dan RNA memegang peranan penting di dalam proses kehidupan
normal sel. Hal ini berarti bahwa gangguan apapun yang terjadi pada

pembentukan atau pada fungsi zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan


total pada sel (Syahrurachman,1994 155-156).

1.5.

Bakteri yang digunakan

1.5.1. Staphylococcus aureus


S. aureus termasuk bakteri Gram positif, melalui sistem pewarnaan Gram
dapat mengikat pewarna utama (Kristal violet) dengan kuat sehingga tidak dapat
dilunturkan oleh pelarut (alkohol) dan tidak diwarnai lagi oleh pewarna lawan
(safranin), berikut ini klasifikasi dari Staphylococcus aureus:
Kingdom

: Monera

Divisio

: Firmicutes

Class

: Bacilli

Order

: Bacillales

Family

: Staphylococcaceae

Genus

: Staphylococcus

Species

: Staphylococcus aureus (Holt,1994:532).

Pengamatan secara mikroskopis, sel bakteri tampak berwarna biru ungu atau
violet, berbentuk bulat dengan diameter kira-kira 1 m, tidak bergerak aktif dan
tidak membentuk spora, pada biakan cair dapat terlihat berbentuk tunggal,
berpasangan, berempat atau membentuk rantai. Susunan bergerombol adalah
susunan yang paling khas. Koloni pada biakan padat berbentuk bulat, halus
menonjol dan berkilau, membentuk berbagai pigmen (Jawetz dkk., 2008:225).

1.5.2. Propionibacterium acnes


Genus Propionibacterium adalah anggota flora normal kulit dan selaput
lendir manusia dan berikut sistematika bakteri Propionibacterium acnes:
Kingdom

: Bacteria

Phylum

: Actinobacteria

Family

: Propionibacteriaceae

Genus

: Propionibacterium

Species

: Propionibacterium acnes (Holt,1994:596).

Pada pewarnaan Gram, kuman ini sangat pleomorfik, berbentuk panjang, dengan
ujung yang melengkung, berbentuk gada atau lancip, dengan pewarnaan yang
tidak rata dan bermanik-manik, dan kadang-kadang berbentuk kokoid atau bulat
(Rina,2011:16).
P. acnes ikut serta dalam patogenesis jerawat dengan menghasilkan lipase,
yang memecahkan asam lemak bebas dari lipid kulit. Asam lemak ini dapat
menimbulkan radang jaringan dan ikut menyebabkan jerawat. P. acnes kadangkadang menyebabkan infeksi katup jantung prostetik dan pintas cairan
serebrospinal (Bojar,2004:22)
P. acnes merupakan suatu bakteri gram positif, anaerob fakultatif, tumbuh
dipori yang kecil, dan kembangbiak relatif lambat (inkubasi 18-24 jam).
Pertumbuhan optimum terjadi pada suhu 30-37C. Koloni bakteri ini pada media
agar berwarna kuning muda sampai merah muda dan memiliki bentuk yang khas
(Rina,2011:16).
1.5.3. Escherichia coli

E. coli merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang lurus, berukuran


panjang 1-3 nm, dan lebar 0,4-0,7 nm, bergerak dengan flagel peritrik atau tidak
dapat bergerak, merupakan kuman perut pada bagian flora normal saluran usus
dan bersifat patogen opportunis (Bonang dan Koeswardono, 1982:17).
E. coli mempunyai sifat yang unik karena dapat menyebabkan infeksi
primer pada usus misalnya diare pada anak-anak dan travelers diarrhea, seperti
juga kemampuannya menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh lain diluar usus
(Karsinah dkk, 1994:154).
E. coli berbentuk batang gemuk berukuran 2,4 m x 0,4 m sampai 0,7
m, termasuk Gram negatif tidak bersimpai, bergerak aktif dan tidak berspora
Bersifat aerob atau fakultatif aerob dan tumbuh pada pembenihan biasa dan
berikut Klasifikasi dari Escherichia coli:
Divisi

: Protophyta

Kelas

: Schizomycetes

Bangsa

: Eubacteriales

Suku

: Enterobacteriaceae

Marga

: Escherichia

Jenis

: Escherichia coli (Holt,1994:175).

Suhu optimum pertumbuhannya yaitu 37 C. E. coli meragi laktosa, glukosa,


sukrosa, maltosa dan manitol dengan asam dan gas. Pada uji indol dan uji merah
metil menunjukkan hasil positif (+), sedangkan pada uji Proskauer dan uji sitrat
menunjukkan hasil negatif (-). E. coli tidak menghidrolisis urea dan tidak
membentuk H2S.

Dinding sel bakteri Gram negatif merupakan struktur yang berlapis-lapis


dan sangat kompleks. Komponen khusus dinding sel merupakan selaput ganda
fosfolipid ini diganti dengan molekul polisakarida. Bakteri E. coli pada umumnya
tidak menyebabkan penyakit bila masih berada dalam usus, tetapi dapat
menyebabkan penyakit pada saluran kencing, paru-paru, saluran empedu,
peritonium, dan saluran otak bila mencapai jaringan di luar saluran pencernaan,
pada keadaan yang kurang baik seperti prematur, usia tua, terserang penyakit lain,
setelah imunisasi, bakteri ini dapat mencapai saluran darah dan akan terjadi sepsis
(Jawetz ddk., 1986:234).

1.6.

Ekstraksi
Ekstraksi adala jenis pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu

padatan atau cairan. Proses ekstraksi bermula dari penggumpalan ekstrak dengan
pelarut kemudian terjadi kontak antara bahan dan pelarut sehingga pada bidang
datar antarmuka bahan ekstraksi dan pelarut terjadi pengendapan massa dengan
cara difusi. Bahan ekstraksi yang telah tercampur dengan pelarut yang telah
menembus kapiler-kapiler dalam suatu bahan padat dan melarutkan ekstrak
larutan dengan konsentrasi lebih tinggi di bagian dalam bahan ekstraksi dan
terjadi difusi yang memacu keseimbangan konsentrasi larutan dengan larutan di
luar bahan (Wientarsih, I dan Prasetyo B, 2006:9).

1.6.1. Jenis-jenis ekstraksi


a.

Cara Dingin

1) Maserasi, adalah ekstraksi menggunakan pelarut dengan beberapa kali


pengadukan pada suhu kamar. Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan
prinsip metoda pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi
kinetik berarti dilakukan pengadukan kontinyu. Remaserasi berarti
dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan ekstraksi
maserat pertama dan seterusnya.
2) Perkolasi, adalah ekstraksi pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang
umumnya pada suhu ruang. Prosesnya didahului dengan pengembangan
bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penampungan
ekstrak) secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak perkolat yang
jumlahnya 1-5 kali bahan.
b.

Cara Panas

1) Reflux, adalah ekstraksi pelarut pada temperature didihnya selama waktu


tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatife konstan dengan adanya
pendingin balik.
2) Soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan
jumlah pelarut relatife konstan dengan adanya pendingin balik.
(Wientarsih, I dan Prasetyo B, 2006:9).

1.7.

Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih

bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah krim
secera tradisional telah digunakan untuk sediaan padat yang mempunyai
konsistensi relatif cair, diformulasikan sebagai emulsi air dalam minyak atau
minyak dalam air (Depkes RI, 1995:6).
1.7.1. Penggolongan Krim
a.

Berdasarkan Tipe Emulsi


krim merupakan bentuk sediaan yang mempunyai konsistensi relatif cair
sehingga berdasarkan tipe emulsinya, krim dapat dibagi menjadi :

1) Krim minyak dalam air, lebih disukai karena mudah tercampur dalam air
sehiga mudah menyebar dengan rata pada permukaan kulit, mudah dicuci
dengan air, tidak mengganggu fungsi kulit, kontak dengan kulit baik dan
mempunyai penampilan yang menarik.
2) Krim air dalam minyak, mengandung sejumlah besar komponen lemak
sehingga sulit dicuci oleh air, terasa berlemak jika digunakan dan
terkadang setelah disimpan selama beberapa waktu menunjukan adanya
pemisahan fase minyak pada permukaannya (Agistri,2007:21).
b. Berdasarkan bentuk
Krim yang mengandung satu atau lebih bahan terlarut atau terdispersi
dalam bahan dasar yang sesuai, sehingga berdasarkan bentuknya, krim
dapat dibagi menjadi :

1) Krim cair, yaitu krim dengan konsentrasi encer, biasanya mengandung


banyak air.
2) Krim padat, yaitu krim dengan konsentrasi padat, biasanya mengandung
sedikit air dan banyak mengandung lemak.
c.

Berdasarkan tipe fungsinya


Dengan bentuk dan tipe emulsi yang berbeda, krim mempunyai beberapa
fungsi diantaranya Berdasarkan tipe fungsinya, krim dapat dibagi menjadi:

1) Krim pembersih (cleansing cream), digunakan untuk rias wajah, kotoran


dan minyak pada wajah dan leher.
2) Krim pendingin (cold cream), biasanya digunakan untuk melindungi kulit
dari kekeringan.
3) Krim pijat (massage cream), digunakan unutk melicinkan bagian tubuh
yang akan dipijat.
4) Krim dasar (foundation cream), digunakan pada wajah yang telah
dibersihkan sebagai alas bedak.
5) Krim tangan dan badan (hand and body cream), digunakan untuk menjaga
kulit dan badan.
6) Krim cukur (shaving cream), digunakan untuk mencegah luka serta iritasi
pada kulit yang mungkin ditimbulkan oleh alat pencukur.
7) Krim

perwarna

rambut

(hair

dye

cream),

dipergunakan

untuk

mengemblikan atau memperjelas warna rambut yang asli atau untuk


mewarnai rambut sesuai dengan keinginan.

8) Krim

serbaguna

melembabkan,

(all

purpose

melembutkan

cream),

dan

dapat

memberi

digunakan

nutrisi

pada

untuk
kulit

(Agistri, 2007:22).
1.7.2. Formula Umum Krim
Krim yang diformulasikan sebagai emulsi ari dalam minyak atau minyak
dalam air memiliki formula umum sebagai berikut:
1) Zat aktif
Zat aktif yang umum dalam sediaan krim adalah zat yang larut dalam air
atau larut dalam minyak dan zat tersebut memberikan efek lokal atau
sistemik pada kulit.
2) Bahan dasar
Karena krim merupakan suatu emulsi minyak dalam air atau air dalam
minyak, maka bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan krim adalah
campuran minyak atau lemak dalam air.
3) Bahan tambahan
Bahan tambahan biasanya digunakan untuk memberikan keadaan yang
lebih baik dari suatu krim, bahan tambahan yang digunakan adalah
pengawet, zat pengemulsi emulgator, antioksidan, peningkat penetrasi,
pendapar, humektan, dan peningkat viskositas (Agistri, 2007:23-24).

1.7.3

Formulasi Sediaan
Tabel I.2 formulasi sediaan
Konsentrasi dalam persen %
Bahan

F1
F1.1

F1.2

Propolis
(zat aktif)

F1.3

F2
F1.4

F1.5

1%

Jeruk nipis

F2.1

F2.2

F2.3

F2.4

F2.5

gliserin (basis)

10

10

10

10

10

10

10

10

10

10

Propilen glikol
(humektan )

10

10

10

10

10

10

10

10

10

10

Glyserin
monostearat
(emulgator )

Na laurly sulfat
(emulgator)

0,5

0,5

0,5

0,5

0,5

0,5

0,5

0,5

0,5

0,5

Metil paraben
(pengawet)

0,2

0,2

0,2

0,2

0,2

0,2

0,2

0,2

0,2

0,2

Propil paraben
(pengwet )

0,2

0,2

0,2

0,2

0,2

0,2

0,2

0,2

0,2

0,2

Setil alkohol
(pengental)

tokoferol
(antioksidan)

0,01

0,01

0,01

0,01

0,01

0,01

0,01

0,01

0,01

0,01

Aquadest ad

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

Keterangan :
X = Konsentrasi propolis yang diambil dari uji orientasi KHM yang terbaik.
Y = Konsentrasi sari jeruk nipis yang diambil dari uji orientasi KHM yang terbaik.

1.9.

Data Preformulasi

1) Gliserin
Gliserin (Gliserol), CH2OH.CHOH.CH2OH. Gliserin adalah cairan seperti
sirup jernih dengan rasa manis, dapat bercampur dengan air dan alkohol,
gliserin lebih kental dibandingkan alkohol. Gliserin bersifat sebagai
bahan pengawet dan sering digunakan sebagai stabilisator dan sebagai
suatu pelarut pembantu bersama-sama air atau alkohol. Banyak
digunakan untuk preparat obat dalam. Konsentrasi gliserin maksimal
yang diperbolehkan untuk sediaan tropical kurang dari 30% (Rowe &
Weller, 1994:257).
2) Tokoferol
Tokoferol berbentuk cairan berminyak yang bersifat transparan, kental,
sedikit berbau, dan mempunyai warna berkisar dari kuning muda sampai
coklat kemerahan. Tokoferol bersifat tidak larut dalam air tetapi larut
dalam

pelarut

organik

seperti

etanol,

kloroform,

dan

heksana

(Musalmah ddk., 2004:12).


-tokoferol mempunyai kecenderungan menjadi pro-oksidan pada dosis
tinggi dan menyebabkan tekanan oksidatif yang dapat memodulasi sinyal
transduksi, mengalihkan gen dan mempengaruhi respon sel seperti
perkembangbiakan, diferensiasi dan reproduksi. Untuk itu, -tokoferol
harus digunakan secara hati-hati (Gulcin, 2005:425).

3) Setil Alkohol
Pemerian berwarna putih, rasa lemah, memiliki bau khas, berbentuk granul
dan kubus. Kelarutan bahan ini larut dengan adanya peningkatan
temperatur, praktis tidak larut air, praktis tidak larut dalam etanol 95%.
Stabil dengan adanya asam, alkali, cahaya, dan air tidak dapat tengik.
Ketidakcampuran dengan bahan pengoksida yang kuat. Digunakan pada
sediaan

topikal

sebagai

pelunak

dengan

konsentrasi

2-5%

(Rowe & Weller, 1994:130).


4) Propilen glikol
Propilen glikol mengandung tidak kurang dari 99,5% C3H8O2. Pemerian
cairan kental, jernih, tidak berwarna rasa khas praktis tidak berbau,
menyerap air pada udara lembab. Kelarutan bercampur dengan air, dengan
aseton, dan dengan kloroform, larut dalam eter dan dalam beberapa
minyak esensial, tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak
(Depkes RI, 1995). Digunakan pada sedian topikal digunakan sebagai
humektan dengan konsentrasi 15% (Rowe & Weller, 1994:521).
5) Metil paraben (Nipagin)
Metil paraben adalah bahan yang mengandung tidak kurang dari 99,0%
dan tidak lebih dari 101,0% C8H8O3. Pemerian serbuk hablur halus, putih,
hampir tidak berbau, tidak mempunyai rasa, agak membakar diikuti rasa
tebal. Kelarutan sukar larut dalam air, dalam benzena dan dalam karbon
tetraklorida,

mudah

(Depkes RI, 1995:551).

larut

dalam

etanol

dan

dalam

eter

6) Propil paraben (Nipasol)


Propil paraben adalah bahan yang tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih
dari 105,0% C10H12O3. Pemerian bahan ini adalah serbuk hablur putih;
tidak berbau; tidak berasa. Kelarutan sangat sukar larut dalam air; larut
dalam etanol, dan dalam eter, sukar larut dalam air mendidih digunakan
pengawet

pada

topikal

dengan

konsentrasi

0,01-0,6

(Depkes RI, 1995:713).


7) Gliserin monostearat
Gliserin monostearat digunakan sebagai emulsi nonionik, pengental,
emolien dan dalam berbagai industri makanan, farmasi, dan diaplikasikan
dalam dunia kosmetik.

Gliserin monostearat

bersifat sebagai pelarut

untuk senyawa polar dan nonpolar yang dapat membentuk emulsi air
dalam dan minyak dalam air. Gliserin monostearat juga dapat digunakan
sebagai dispending agent untuk pigmen dalam minyak, atau sebagai
pelarut untuk fosfolipid seperti lesitin (Rowe & Weller, 1994:264)
8) Natrium lauril sulfat
Natrium lauril sulfat adalah campuran dari natrium alkil sulfat, sebagian
besar mengandung natrium lauril sulfat, CH3 (CH2)

10CH2

OSO3 Na.

kandungan campuran natrium klorida dan natrium sulfat tidak lebih dari
8,0 % Pemerian hablur, kecil, berwarna putih atau kuning muda agak
berbau khas. Kelarutan mudah larut dalam air, membentuk larutan
opalesen. Penggunaan Natrium sulfat pada sediaan topikal dengan
konsentrasi 0,5-2,5 (Depkes RI, 1979:713).

BAB II
METODOLOGI PENELITIAN

Pada penelitian ini digunakan buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia


Swingle) yang diperoleh dari industri JENIPER (jeruk nipis peras) yang didapat
dari kuningan dengan usia buah 3 bulan dan propolis mentah lebah lokal (Trigona
spp) yang diperoleh dari CV. Nutrima Bogor, dengan karakternya padatan, dan
berwarna coklat gelap.
Penelitian diawali dengan penapisan fitokimia pada propolis mentah dan
sari jeruk nipis, dilanjutkan dengan ekstraksi propolis Trigona spp. setelah didapat
ekstrak kental propolis maka pengujian dilanjutkan dengan menguji kadar air
ekstrak, kadar abu larut asam, kadar abu tidak larut asam, mengukur pH ekstrak
propolis dan pH sari jeruk nipis yang dilakukan di laboratorium kimia organik
Universitas Padjajaran Bandung.
Ekstrak propolis dan sari jeruk nipis kemudian diuji untuk menentukan
nilai KHM dari kedua tersebut terhadap P. acnes, E. coli dan S. aureus penentuan
KHM ini dilakukan dengan metode difusi agar. Formulasi krim dibuat dengan
menggunakan gliserin sebagai basis krim dengan konsentrasi 10% dan gliserin
monostearat sebagai emulgator dengan variasi konsentrasi. Setelah itu, dilakukan
evaluasi sediaan meliputi pemantauan organoleptis, homogenitas, pH sediaan dan
uji mikrobiologi dari sediaan.

BAB III
BAHAN DAN ALAT

3.1.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak propolis, sari
jeruk nipis, glisein, natrium lauril sulfat, metil pareben, propil paraben, setil
alkohol, propilenglikol, gliserin monostearat, tokoferol, alkohol, aquadest,
nutrient agar, Propionibacterium acnes, Escherichia coli, dan Staphylococcus
aureus dan nutrien Broth.

3.2.

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah mortar, stamper, corong, cawan
porselen, tabung reaksi, penangas air, gelas ukur, labu Erlenmeyer, pipet tetes,
kapas,

gelas pengaduk, kompor, penjepit kayu, rotary evaporator, cawan

penguap, cawan petri, tabung maserator, plat platina, pH meter Beckham, Rion
viskometer, inkubator Memmert.

BAB IV
PROSEDUR KERJA

4.1.

Pengumpulan Bahan dan Determinasi


Propolis Trigona spp diperoleh dari CV. Nutrima Bogor. Warna Propolis

yang digunakan berwarna coklat kehitam-hitaman pekat dan berbentuk padatan.


Jeruk nipis didapat dari Industri JENIPER (jeruk nipis peras) Kuningan Jawa
Barat. Jeruk tersebut berasal dari Indramayu, jeruk yang digunakan berwarna
hijau kekuning-kuningan dan berbenutuk bulat agak lojong. Determinasi jeruk
nipis dilakukan di Herbarium Bandungense SITH, ITB.

4.2.

Persiapan Propolis dan Jeruk nipis


Propolis yang masih dalam keadaan padatan dicuci dan dikeringkan

kemudian dipotong kecil-kecil, selanjutnya propolis tersebut dimasukan ke dalam


wadah. Jeruk nipis yang diperoleh disimpan di dalam lemari pendingin.

4.3. Penapisan Fitokimia


1) Alkaloid
Simplisia dibasakan dengan amonia 10% dan tambahkan kloroform gerus
kuat lalu lapisan kloroform di pipet setelah itu tambahkan ke dalamnya
HCl 2N. Kocok kuat hingga terbentuk 2 lapisan kemudian Lapisan dipipet
kemudian dibagi 3 bagian filtrat 1 ditambahkan pereaksi Mayer.

Terjadinya kekeruhan atau adanya endapan putih menunjukan adanya


alkaloid, filtrat 2 ditambahkan pereaksi Dragendorf, terjadinya endapan
jingga coklat menunjukan adanya alkaloid, filtrat 3 digunakan sebagai
blanko.
2) Tanin
Sejumlah kecil simplisia dalam tabung reaksi dipanaskan dalam penangas
air, kemudian disaring. Selanjutnya ke dalam filtrat ditambahkan larutan
gelatin 1%. Adanya endapan putih menunjukan adanya tannin.
3) Flavonoid
Sejumlah serbuk simplisia dalam tabung reaksi dicampur dengan serbuk
magnesium dan HCl 2N. Kemudian campuran dipanaskan di atas penangas
air selama 30 menit lalu disaring. Selanjutnya ke dalam filtrat ditambahkan
amil alkohol, lalu dikocok kuat. Indikasi terbentuknya warna kuning
hingga merah yang dapat ditarik dengan amil alkohol menunjukan adanya
flavonoid.
4) Monoterpen dan seskuiterpenoid
Simplisia digerus dengan eter, kemudian dipipet sambil disaring. Filtrat
ditempatkan dalam cawan penguap, kemudian dibiarkan menguap hingga
kering. Selanjutnya ke dalam residu diteteskan larutan vanillin 10% dalam
H2SO4 pekat melalui pinggir cawan.

Indikasi terjadinya warna

menunjukan adanya monoterpen dan seskuiterpenoid.

5) Steroid dan triterpenoid


Simplisia digerus dengan eter kemudian dipipet dan disaring. Filtrat
ditempatkan dalam cawan penguap, kemudian dibiarkan menguap hingga
kering. Selanjutnya dalam residu diteteskan pereaksi Liebermann
Burchard. Terjadinya warna ungu menunjukan golongan triterpenoid,
warna biru hijau menunjukan golongan steroid
6) Kuinon
Sejumlah kecil simplisia dalam tabung reaksi dipanaskan dalam penangas
air kemudian disaring. Kemudian ke dalam filtrat ditambahkan larutan
KOH 5%. Indikasi terbentuknya warna kuning hingga merah menunjukkan
adanya golongan kuinon.
7) Saponin
Sejumlah kecil simplisia dalam tabung reaksi dipanaskan dalam penangas
air kemudian disaring. Selanjutnya filtrat dikocok kuat secara vertikal.
Terbentuknya busa yang persisten pada penambahan asam atau pada
pendiaman selama lebih kurang 20 menit, menunjukan adanya golongan
saponin.
8) Senyawa polifenolat
Sejumlah kecil serbuk simplisia dalam tabung reaksi dipanaskan dengan
penangas air, selanjutnya di saring ke dalam filtrat ditambahkan larutan
pereaksi FeCl3. Warna biru hitam menunjukan senyawa polifenolat
(Harborne, 1987:234).

4.4.

Ekstraksi Propolis
Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi. Sejumlah 1 kg propolis di

ekstraksi menggunakan etanol 70% sebanyak 5 L. Rendam selama 7 hari setiap


hari kocok selama 30 menit. Ekstrak dipekatkan dengan menggunakan penguap
vakum berputar (rotary evaporator) hingga diperoleh ekstrak kental, selanjutnya
ekstrak yang didapat disalut dengan propilenglikol. Kemudian ektrak diuapkan
diatas penangas air dengan suhu 37C (Mahani dkk, 2011:27).

4.5.

Karakteristik Mutu Ekstrak


Karakteristik mutu ekstrak meliputi mikroskopis, penentuan kadar air,

penentuan kadar abu, dan penentuan pH.


4.5.1. Pemeriksaan mikroskopis ekstrak
Pemeriksaan mikroskopis ektrak dilakukan dengan mengamati warna, bau,
adanya lendir, pengotor, dan ukuran partikel.
4.5.2. Penentuan kadar air ekstrak
Tabung penerima dan kondensor dibersihkan dengan dibilas menggunakan
air dan dikeringkan. Sejumlah 200 ml toluena dan 2 ml air dimasukan ke dalam
labu destilasi. Labu dipanaskan hingga larutan mendidih selama 2 jam, kemudian
didinginkan selama 30 menit dan volume air dibaca pada skala dengan ketelitian
0,05 ml. Hasil yang di peroleh disebut volume destilasi pertama. Sejumlah zat uji
yang diperkirakan mengandung 2 sampai 3 ml air ditimbang seksama dan
dimasukkan ke dalam labu destilasi. Ke dalam labu dimasukkan juga beberapa
potongan batu didih. Lalu dipanaskan berlahan-lahan selama 15 menit. Saat
larutan mulai mendidih, penyulingan dimulai dengan kecepatan 2 tetes per detik

hingga sebagian besar air tersuling. Kemudian kecepatan dinaikan menjadi 4 tetes
per detik sehingga air tersuling seluruhnya. Bagian dalam kondensor dibilas
dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama kurang lebih 5 menit kemudian
pemanasan dihentikan dan tabung penerima didinginkan pada suhu kamar. Air
yang masuk menempel pada dinding tabung penerima dilepaskan dengan
mengetuk-ngetuk tabung. Lapisan air dan toluena dibiarkan memisah dan volume
terbaca disebut volume destilasi ke dua (Depkes RI, 2000:14).

4.5.3. Penetapan kadar abu ekstrak


Penetapan kadar abu pada ekstrak meliputi penetapan kadar abu total,
penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam, penetapan kadar abu yang larut
air.
1) Penetapan kadar abu total ekstrak
Sampel ekstrak yang telah digerus sebanyak 3 gram dan ditimbang
seksama, dimasukkan ke dalam krus platina atau krus silikat yang telah
dipijarkan, lalu diratakan. Sampel dipijarkan perlahan sampai arang habis,
dinginkan, kemudian ditimbang. Air panas dapat ditambahkan jika dengan
cara ini arang tidak dapat dihilangkan, kemudian disaring melalui kertas
saring bebas abu. Sisa abu dan kertas saring dipijarkan dalam krus yang
sama. Filtrat dimasukkan ke dalam krus, diuapkan, dipijarkan sampai
bobot tetap, kemudian ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap ekstrak.

2) Penetapan kadar abu yang tidak larut asam


Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, dididihkan dengan 25 mL
asam klorida encer (10%) selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam
asam dikumpulkan, disaring melalui krus kaca masir atau kertas saring
bebas abu, dicuci dengan air panas, dipijarkan hingga bobot tetap,
timbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap
ekstrak.
3) Penetapan kadar abu yang larut air
Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu, dididihkan dengan 25 mL
air selama 5 menit, dikumpulkan bagian yang tidak larut, disaring melalui
krus kaca masir atau kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas dan
dipijarkan selama 15 menit pada suhu tidak lebih dari 450oC, sampai bobot
tetap, ditimbang. Perbedaan bobot sesuai dengan jumlah abu yang larut
dalam air. Kadar abu yang larut dalam air dihitung terhadap ekstrak
(Dirjen POM RI, 1997:155).

4.5.5. Penentuan pH ekstrak


Pengukuran pH digunakan pH meter Beckman. Timbang seksama
sejumlah tertentu ekstrak dimasukkan dalam gelas beker ditambahkan 30ml
akuades sedikit demi sedikit, diaduk sampai larut, pH diukur dengan pH meter
yaitu dengan mencelupkan anoda dan katoda kedalam larutan tersebut kemudian
dilihat pada LCD display sampai tanda drift pada layar hilang dan dicatat
hasilnya (Depkes RI, 1995:1039).

4.6.

Penyiapan Uji Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)


Penyiapan uji kosentrasi hambat minimum ini meliputi penyiapan biakan

bakteri Propionibacterium acnes, Staphilococcus aureus dan Escherichia coli


pembuatan media uji nutrient agar, dan penentuan KHM bakteri.
4.6.1. Penyiapan biakan Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus
dan Escherichia coli
Tuangkan 1-2 ml Nutrien Borth (NB) yang sudah disterililasikan ke dalam
tabung reaksi yang telah di sterilkan, kemudian ambil bakteri yang akan
disuspensi sebanyak 1 ose dan celupkan kedalam NB tadi kemudian aduk,
inkubasikan selama 18-24 jam dalam suhu 37Co.
4.6.2. Pebuatan media uji Nutrient Agar (NA)
Adapun caranya adalah dengan melarutkan media Nutrient Agar (NA)
kedalam aquades dengan takaran 20 g per liter. Kemudian media ini disterilkan
dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.
4.6.3. Penentuan KHM bakteri
Ekstrak propolis dan sari jeruk nipis diuji aktivitas antibakterinya terhadap,
P. acne, S. aureus dan E. coli. Ekstrak propolis yang digunakan adalah 0,1%,
0,25%, 0,5%, dan 0,75%, sedangkan sari jeruk nipis yang digunakan adalah 7%,
10%, 15%, dan 20%.

Metode yang digunakan adalah metode difusi agar.

Sebanyak 20 ml media NA yang sudah steril diinokulasikan dengan 200 L


biakan bakteri uji lalu digoyang-goyangkan untuk memperoleh suspensi bakteri
yang homogen dalam nutrient agar, dan dibiarkan hingga memadat. Langkah
selanjutnya adalah melubangi media agar dengan alat cork borer. Kemudian ke

dalam lubang dimasukan ekstrak propolis atau sari jeruk nipis. Sampel ekstrak
propolis maupun jeruk nipis lalu dibiarkan meresap ke dalam lapisan agar dan
diberi kode sesuai dengan konsentrasi ekstrak propolis dan sari jeruk nipis
tersebut, kemudian diinkubasikan selama 18 - 24 jam pada suhu kamar. Dalam uji
ini hasil positif ditandai dengan terbentuknya daerah bening pada daerah lubang.
Besar kecilnya zona bening yang terbentuk menunjukkan adanya penghambatan
bakteri.

4.7.

Formulasi Krim
Secara umum formulasi krim dibagi menjadi dua kelompok, kelompok

pertama dibuat lima formula tanpa penambahan sari jeruk nipis dan penggunaan
ekstrak propolis 1% dengan konsentrasi basis yang bervariasi. Kelompok kedua
dibuat lima formula dengan ekstrak propolis serta sari jeruk nipis yang digunakan
berdasarkan penentuan KHM.
4.7.1

Pembuatan Krim Antibakteri Propolis dan Sari Jeruk nipis


Pengawet yang digunakan dalam formulasi krim antibakteri adalah

kombinasi metil paraben dan propil paraben. Fasa minyak yang digunakan adalah
gliserin ditambahkan antioksidan tokoferol, dan setil alkohol yang juga larut
dalam fasa minyak. Natrium lauril sulfat dan propilenglikol merupakan fase air
selanjutnya kedua fase tersebut dipanaskan hingga suhu 65C diatas penangas air.
selanjutnya kedua fasa tersebut kemudian dimasukkan dalam stirer, diaduk
hingga membentuk massa krim. Selanjutnya propil dan metil paraben
ditambahkan kedalam sediaan setelah terlebih dahulu dilarutkan dalam 1 ml air

hangat. Setelah basis dingin, kemudian zat aktif ekstrak propolis dan sari jeruk
nipis dimasukkan dalam stirer secara geometris dan diaduk hingga homogen dan
pengadukan dilanjutkan sampai 15 menit hingga krim benar-benar homogen.

4.8.

Evaluasi
Evaluasi krim meliputi organoleptis, viskositas, homogenitas dan pH

sediaan.
4.8.1. Evaluasi organoleptis
Pengamatan organoleptis yang dilakukan terhadap krim yang dibuat
mencakup perubahan bau, terjadinya pertumbuhan jamur dan terbentuknya lapisan
dipermukaan sediaan krim selama penyimpanan satu bulan.
4.8.2. Evaluasi viskositas
Krim yang telah dibuat dimasukkan didalam gelas piala 100 ml, diukur
viskositasnya dengan viskometer Rion. Viskositas krim diamati pada tiap minggu
selama satu bulan dan diamati kerusakan sediaan selama penyimpanan.
4.8.3. Evaluasi homogenitas
Sejumlah krim yang di buat dioleskan tipis pada kaca obyek kemudian
diamati homogenitas sediaan.
4.8.4. Pengukuran pH sediaan
Sediaan diukur pHnya menggunakan pH meter Beckman. Sebelum
digunakan pH meter dikalibari dengan larutan dapar dengan pH 4 dan pH 7
kemudian ditimbang seksama sejumlah tertentu krim dimasukkan dalam gelas
beker ditambahkan 30ml akuades sedikit demi sedikit, diaduk sampai larut, diukur

pH-nya dengan pH meter yaitu dengan mencelupkan anoda dan katoda kedalam
larutan tersebut kemudian dilihat pada LCD display sampai tanda drift pada
layar hilang dan dicatat hasilnya.

4.9.

Uji Sediaan Mikrobiologi

4.9.1. Uji KHM sediaan krim antibakteri


Pada pengujian sediaan Mikrobiologi prosedur kerjanya sama dengan uji
KHM pada umumnya hanya pada uji ini yang digunakan hanya sediaan krim,
dengan cara ditimbang krim sebanyak 1 g dan ditambahkan aquadest hingga 1 ml.
Lalu krim dimasukan ke dalam lubang biarkan meresap ke dalam lapisan agar
dan diberi kode sesuai dengan konsentrasi ekstrak propolis dan sari jeruk nipis,
kemudian diinkubasikan selama 18-24 jam pada suhu kamar.

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1.

Determinasi Bahan
Hasil determinasi Citrus aurantifolia Swingle fruktus menunjukan bahwa

buah tersebut merupakan jeruk nipis bangsa Rutales, suku Rutaceae, marga Citrus,
jenis Citrus aurantifolia Swingle. Hasil determinasi terdapat pada Lampiran 1,
serta surat keterangan barang yang menyatakan bahwa Propolis yang digunakan
adalah propolis mentah lebah Trigona spp yang berasal dari Sulawesi Selatan,
terdapat pada Lampiran 2.

5.2.

Penapisan Fitokimia
Penelitian ini diawali dengan skrining fitokimia Propolis dan Jeruk nipis.

Hasil penapisan fitokimia dapat dilihat dalam Table V.4.


Tabel V.4 Hasil pengujian fitokimia

Golongan senyawa
Propolis
Alkaloid
Senyawa pilipenolat
Flavonoid
+
Tanin
Monoterpenoid dan sesquiterpenoid
+
Streroid dan triterpenoid
Kuinon
+
Saponin
+

Jeruk nipis
+
+
-

Hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa propolis yang digunakan


mengandung

metabolit

sekunder

berupa

flavonoid,

monoterpen

dan

seskuiterpen,kuinon, serta saponin. Adanya saponin di dalam propolis dapat


berfungsi sebagai antibakteri karena saponin mempunyai struktur seperti sufaktan
yang mempunyai gugus polar dan non polar sehingga saponin mempunyai
kemampuan sebagai antibakteri dengan merusak sel membran bakteri. Oleh
karena itu, aktivitas antibakteri yang dihasilkan oleh propolis berasal dari
metabolit sekunder tersebut meskipun perlu isolasi lebih lanjut.

5.3.

Ekstraksi Propolis
Hasil dari ekstraksi propolis yang dilakukan dengan cara dingin

menggunakan teknik maserasi, berupa filtrat yang berwarna kuning transparan,


memiliki bau yang khas menyengat. Pada ekstraksi propolis ini setiap harinya
harus digoyang-goyangkan selama 30 menit dikarenakan propolis yang
dimasukan kedalam maserator berupa potongan-potongan kecil bukan dalam
bentuk serbuk. Tujuannya digoyang-goyang supaya pelarut diharapkan bisa
masuk pori-pori propolis.
Setelah dari maserator didapat filtrat propolis kemudian dipekatkan
dengan mengunakan rotary evaporator, sebelum dilakukan rotary labu ditimbang
terlebih dahulu, berat labu kosong yang didapat adalah 330 g penimbangan labu
ini untuk menentukan berat ekstrak propolis yang didapat. Proses filtrat propolis
sampai mendapatkan ekstrak yang diinginkan dibutuhkan waktu sekitar empat
jam. Setelah didapat ekstrak yang diinginkan maka pada labu harus cepat

ditibambang berat labu yang didapat adalah 360 g, jadi berat labu isi labu kosng
dan berat ekstrak tersebut adalah 30 g. Hasil dari ekstrak propolis yang sudah
dipekatkan berwarna coklat kehitaman berbau khas propolis. Ekstrak propolis
yang didapat harus disalut dengan propilenglikol (b/v) berarti 30g dalam 30 ml
propilenglikol

hal tersebut dikarenakan propolis mudah teroksidasi dengan

adanya cahaya.

5.4.

Uji Parameter Ekstrak


Uji parameter ekstrak yang meliputi uji kadar air, kadar abu, kada abu

larut air, kadar abu tidak larut asam. dilakukan di labolatorium kimia organik
Universitas Padjajaran Bandung. Hasil dari uji parameter ekstrak dapat dilihat
pada Tabel V.5.
Tabel V.5 Hasil pengujian parameter ekstrak
Ekstrak propolis
Kadar Air ekstrak

6,064 %

Kadar abu ekstrak

1,8959 %

Kadar abu larut air

98,4146%

Kadar abu tidak larut asam

1,5845 %

Pemeriksaan karakteristik ekstrak dilakukan penetapan kadar air, kadar


abu. Penetapan kadar air ekstrak dilakaukan untuk mengetahui kandungan air
yang berada dalam ekstrak dan kontaminasi didalam yang mungkin ada dalam
ekstrak karena kadar air terlalu tinggi dalam ekstrak dapat menyebabkan
terjadinya pertumbuhan mikroba. Tujuan pengujian pengujian ini untuk
menghambat pertumbuhan mikroba dalam ekstrak. Kadar abu total menunjukan

jumlah logam alkali dan logam tanah serta silikat yang terkandung pada ekstrak.
Pada uji kadar abu larut air sangat besar dikarenakan ekstrak propolis menjadi abu
sehingga kadar abu nya sangat tinggi.

5.5.

Uji KHM Propolis dan Sari Jeruk Nipis


Setelah mendapatkan ekstrak tahap selanjutnya adalah Uji KHM ekstrak

propolis dan sari jeruk nipis, hasil pengujian KHM dapat dilihat pada Tabel V.6
dan 7.

Tabel V.6 Hasil pengujian KHM ekstrak propolis


Diameter Hambat propolis

Konsentrasi
(%)

P. acnes (mm)

S. aureus (mm)

E. coli (mm)

0,1

5,58

9,53

0,25

4,56

0,5

0,75

1,1

1,25

1,5

1,75

Tabel V.7 Hasil pengujian KHM sari jeruk nipis


Konsentrasi
(%)
1
3
5
7
10
15
20

Diameter Hambat sari jeruk nipis


P. acnes (mm)
S. aureus (mm)
E. coli (mm)
0,52
0,52
1,54
1,93
5,54
2,51
7,25
-

Aktivitas antibakteri dari propolis diketahui dengan mengamati diameter


hambat yang terbentuk pada medium agar yang sudah mengandung bakteri uji
dengan mengukur. Daerah bening yang terbentuk pada medium yang
menggambarkan adanya aktivitas hambatan terhadap pertumbuhan bakteri. Tiga
jenis bakteri digunakan dalam pengujian konsentrasi hambat minimum adalah S.
aureus (bakteri Gram positif), P. acnes, dan E.coli (bakteri Gram negatif).
Bakteri-bakteri tersebut dipilih karena merupakan flora normal yang banyak
ditemukan dikulit terutama kulit wajah (S. aureus dan P. acnes). Propolis
menunjukkan aktivitas antibakterinya pada S. aureus (0,1% dan 0,25 %) dan P.
acnes (0,1%), sedangkan pada medium yang berisi E. coli tidak menunjukkan
adanya aktivitas, pada konsentrasi 1,1% sampai dengan 1,75% propolis tidak
menghambat. Oleh karena itu, dari uji KHM propolis dapat disimpulkan bahwa
konsentrasi 0,1% propolis menunjukkan konsentrasi optimum dalam menghambat
pertumbuhan bakteri, sedangkan pada E. coli sama sekali tidak menghambat.
Selain digunakan propolis, dalam penelitian ini juga digunakan jeruk nipis
yang diketahui mempunyai aktivitas antibakteri terutama pada bakteri di wajah
yang dapat menyebabkan jerawat. Dari hasil penapisan fitokimia, jeruk nipis
mengandung metabolit sekunder senyawa polifenolat serta monoterpenoid dan
seskuiterpenoid. Pada uji KHM, jeruk nipis menunjukkan adanya aktivitas
antibakteri pada S. aureus di semua konsentrasi dan P. acnes pada konsentrasi 10,
15, 20%, sedangkan pada medium yang berisi E.coli sama sekali tidak ada
aktivitas dari jeruk nipis disemua konsentrasi pada semua konsentrasi yang
digunakan dalam penentuan KHM. Adanya aktivitas antibakteri yang dihasilkan

oleh jeruk nipis dapat dikarenakan oleh pH yang sangat asam, yaitu 2,66 yang
diperoleh dari hasil penentuan pH dari jeruk nipis tersebut. pH yang sangat rendah
ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri bahkan menyebabkan bakteri tidak
dapat bertahan hidup di lingkungan pH yang sangat asam tersebut.

5.6.

Formula Akhir Krim Antibakteri Propolis dan Jeruk nipis


Pada orientasi formula sebelumnya sediaan krim yang dibuatkan hanya

menggunakan Na lauril sulfat namun zat aktif bersifat asam maka ditambahkan
gliserin monostearat guna menstabilkan formula sediaan. Formula krim akhir
terdapat pada tabel V. 8.

Bahan

Formula krim dalam Persen (%)

F1

F2

Propolis
1%
0,1
Jeruk nipis
20
gliserin
10
10
Propilen glikol
10
10
Gliserin monostearat
8
9
Natrium Lauril sulfat
0,5
0,5
Metil paraben
0,2
0,2
Propil paraben
0,2
0,2
Setil alkohol
3
3
tokoferol
0,01
0,01
Aquadest ad
100
100
Tabel V. 8 Formula akhir krim antibakteri

Emulgator yang digunakan dalam penelitian ini adalah natrium lauril sulfat yang
merupakan salah satu surfaktan anionik sehingga akan membentuk monolayer
pada permukaan air minyak. Selain itu digunakan juga gliserin monostearat
sebagai emulgator yang larut dalam fasa minyak. Pada formulasi krim juga perlu

adanya pengawet (kombinasi metil dan propil paraben) tujuan ditambahkan


pengawet dikarenakan sediaan dipakai berulang, dan sediaan krim mengandung
air yang rentan terhadap kontaminasi mikroba serta antioksidan ( tokoferol)
untuk mencegah oksidasi zat-zat yang mudah teroksidasi dalam sediaan. Pada
penelitian ini, krim yang dibuat ditujukan untuk diaplikasikan pada wajah
sehingga membutuhkan humektan (propilen glikol) untuk memudahkan
penggunaan dan memberikan efek lembut dan nyaman. Hasil krim yang terbentuk
F1 berwarna putih kecolatan, berbau khas dan F2 warna putih agak kehijauan dan
bau menyerupai jeruk nipis.

5.7.

Evaluasi Sediaan Krim Antibakteri


Evaluasi yang dilakukan terhadap sediaan krim yang sudah dibuat meliputi

uji organoleptik, viskositas, homogenitas, pH, dan KHM. Secara fisik, sediaan
krim memberikan penampilan yang baik dan mempunyai aroma jeruk nipis. Pada
uji organoleptis setelah empat minggu tidak terjadi pertumbuhan mikroba baik
pada F1 maupun F2.
Hasil pengukuran viskositas terhadap sediaan krim selama empat minggu
menunjukkan adanya perubahan viskositas, baik terhadap krim yang hanya
mengandung propolis maupun mengandung kombinasi propolis dan jeruk nipis.
Hasil dari pengukuran viskositas menunjukan bahwa dari formula F1 pada
konsentrasi gliserin monosetarat 8% menunjukan nilai viskositas yang lebih baik
dibandingkan formula yang lain. Pada formula F2 viskositas yang lebih baik
bandingkan formula yang lain adalah pada konsentrasi gliserin monostearat 9 %

dikarenakan pada konsentrasi tersebut viskositasnya mendekati stabil. Pengukuran


viskositas yang diamabil dari semua formula nilai viskositasnya turun naik hal
tersebut dikarenakan pada saat uji viskositas krim yang digunakan berulang
seharusnya diganti tiap minggunya. Lampiran 4.
Uji homogenitas yang telah dilakukan menghasilkan sediaan krim F1 dan
F2 yang homogen. Dikarenakan pada saat di oleskan pada kaca arloji krim
tersebar merata. Homogenitas ini akan berpengaruh terhadap kehomogenan dari
zat aktif saat produk diaplikasikan pada kulit yang akan berkaitan dengan aktifitas
dari zat aktif tersebut sebagai antibakteri.
Pada evaluasi pH terjadi perbedaan pH yang signifikan antara krim yang
hanya mengandung propolis dengan krim yang mengandung kombinasi propolis
dengan jeruk nipis. Hal tersebut dikarenakan jeruk nipis mempunyai pH yang
sangat rendah sehingga penambahan jeruk nipis pada sediaan krim menghasilkan
penurunan pH dari sediaan yang cukup besar. pH sediaan krim ini penting untuk
diperhatikan karena apabila sediaan mempunyai pH yang terlalu asam dapat
mengiritasi kulit (pH normal kulit 4,2 5,6) sehingga perlu dilakukan uji in vivo
untuk melihat pengaruh pH yang rendah terhadap iritasi kulit.
Tabel V.9 Hasil pengukuran pH sediaan krim antibakteri
Konsentrasi
%

Krim
Propolis

Krim
proplis
duplo

Krim
propolis+jeruk
nipis

Krim
propolis
+jeruk
nipis duplo

4,27

4,99

2,13

2,20

4,33

5,55

2,16

2,03

3,71

5,39

2,02

2,04

3,84

4,93

2,01

2,08

3,85

4,97

2,07

2,04

5.8.

Uji Mikrobiologi Sediaan


Pada uji sediaan mikrobiologi sediaan, dilakukan uji KHM dengan metode

difusi agar hasil yang didapat dari Uji KHM sediaan ada dalam Tabel V. 10.

Tabel V.10 Hasil pengujian mikrobiologi sediaan


Diameter Hambat
P. acnes (mm)

S. aureus (mm)

E. coli (mm)

Krim propolis + jeruk


nipis
Ekstrak propolis
0,1%
Jeruk nipis 20%

4,51

5,03

8,06

1,5

8,04

Krim propolis 1%

2,50

Ekstrak Propolis 1%

Dapat dilihat pada tabel V.10 hasil dari pengujian KHM sediaan, bahwa
krim F1 maupun F2 hanya menghambat S. aureus. Sementara ekstrak propolis
0,1% maupun jeruk nipis 20% dapat menghambat P. acnes. Setelah
diformulasikan dalam bentuk krim propolis dan jeruk nipis ternyata efek hilang,
hal tersebut kemungkinan dikarenakan konsistensi krim yang tinggi menyebabkan
yang ekstrak propolis dan jeruk nipis sulit berdifusi keluar dan memberikan efek.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.

Kesimpulan
Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak propolis dan sari jeruk nipis

menunjukan aktivitas antibakteri terhadap bakteri Stahpylococcus aureus dan


propionibacterium acne. Namun tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap
Escherichia coli, ekstrak propolis 0,1% dan sari jeruk nipis 20% diketahui
memiliki

efek

antibakteri

dengan

memberikan

zona

hambatan

pada

Staphylococcus aureus sebesar 9,53 mm dan 0,52 mm, serta memiliki efek
antibakteri pada Propionibacterium acnes sebesar 5,53 mm dan 2,51 mm. Hasil
dari pengujian aktivitas antibakteri dengan melihat KHM sediaan diketahui bahwa
krim F1 maupun F2 hanya menghambat pertumbuhan S. aureus.

6.2.

Saran
Perlunya dilakukan uji stabilitas krim dan uji iritasi secara in vivo, serta

perlu adanya pengembangan formulasi krim yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
A.E. Zainal Hasan. (2010). Sehat dan Cantik dengan Propolis. IPB Press : Bogor.
Agistri A. (2007). Formulasi krim Antioksidan dengan Ekstrak Propolis lebah
(Apis cerana Linn), skripsi, Universitas Padjajaran.
Agus Syahrurachman, dkk. (1994). Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi.
Revisi. Jakarta : Bina Rupa Aksara.
Aiache, J.M. and J. Devissaguet. (1993). Farmasetika2: Biofarmasi, terjemahan
Soeratri W., ed.ke-2, Airlangga University Press, Surabaya.
Anief. Moh.(1999). Ilmu Meracik Obat, Cetakan ke-7, Gajah Masha University
Press, Yogyakarta, 28.
Ardo Sabir.(2005). Aktifitas Antibakteri Flavonoid Propolis Trigona Spp terhadap
Bakteri Streptococcus mutans (in vitro). Majalah kedokteran Gigi (Dent.J.),
Vol. 38. No.3 Juli-September.
Aulia, I.A. (2008). Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanolik
Daun Arbenan (Duchesnea indica(Andr.) Focke) Terhadap Staphylococcus
aureus Dan Pseudomonas aeruginosa Multiresisten Antibiotik Beserta
Profil Kromatografi Lapis Tipisnya. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah, Surakarta.
Balsam, M.S., Sagarin, E. (1972). Cosmetic Science and Technology. Second
edition. New york. eCAM. 2005.
Bankova V. (2005). Chemical composition of European propolis: expected and
unexpected results Z Naturforsch.
Bonang, G. dan Koeswardono, E.S. (1981). Mikrobiologi Kedokteran untuk Lab
dan Klinik. Gramedia, Jakarta.
Jhon G. Holt, dkk.(1994). Bergeys Manual of Determinative Bacteriology. 9 th
edition.Williams & Wilkins Company.
Bojar, R.A and keith T. Holland. (2004). Acne and Propionibacterium acnes, clin,
Dermatol.
Capuccino, James G., Natalie Sherman. (2001). Microbiology : A Laboratory
Manual, Sixth Edition, Benjamin Cummings, San Fransisico.
Caroline.S. (2006). Formulasi Gel ekstrak The daun Hijau dan Penentuan
Aktivitas Antibakterinya Terhadap Propionibacteria acnes, Skripsi, Sekolah
Farmasi ITB.
Cronquist,A. 1981. An Integrated System of classification of Flowering Plants.
Columbia University press, New York.
Dalimartha, Setiawan. (2000). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2. Trubus
Agriwidya, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(1979). Farmakope Indonesia edisi
III, Departemen Kesehatan: Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia edisi
IV, Departemen Kesehatan: Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(2000).Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen Kesehatan: Jakarta.

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. (1997). Materia Medika jilid
II. Depkes RI. Jakarta.
Dwikarya, Maria. (2003). Cara Tuntas Membasmi Jerawat. Kawan Pustaka:
Jakarta.
Ganiswarna, S, G. (1995). Farmakologi dan Terapi, Edisi 4, Bagian
Farmakologi-Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta.
Giamalva, H. D., Church, D. F. and Pryor, W. A. (1985). A Comparison of
TheRates of Ozonation of Biological Antioxidant and Oleate and
LinoleateEster. Biochems.Biophys. Res. Commun.
Glucin, I, beydemir, S. dan Hisar, O. (2005). Effect of -tocopherol on
Antioksidant Enzymes Aktivities and Lipid Peroxidatioin in Rainbow Trout
(Oncorhynchus Mykiss). Acta Veterinaria Hungarica 53 (4).
Gordon, A. J. and Ford, R. A. (1972). The Chemists Companion. John Willey
&Sons, New YorkGulcin, I., Beydemir, S. dan Hisar, O. 2005.
Gupte S. 1990. Mikrobiologi Dasar. Binarupa Aksara. Jakarta.
Harry, R.G. (1975). Harrys Cosmetology. Volume 1. Sixth edition. London :
Chemical Publishing Company Inc.
Harborne, JB (1987). Metode Fitokimia. Penerbit ITB, Bandung.
Indra Saputra.(2009). Aktivitas Antibakteri Mikrokapsulasi Propolis Trigona spp.
Pandeglang setelah terpapar cairan Rumen Sapi. Skripsi, Institut Pertanian
Bogor. IPB.
Jawetz, E., J. L. Melnick, E. A. Adelberg, G. F. Books, J. S. Butel, L.N Ornston,
1996, Mikrobiologi kedokteran, Terjemahan E. Nugroho, dan R. F. Mau
lany, ed ke-20, EGC,: Jakarta.
Jawetz, E., J. L. Melnick, E. A. Adelberg, G. F. Books, J. S. Butel, L.N Ornston,
2008, Mikrobiologi kedokteran, Terjemahan E. Nugroho, dan R. F. Mau
lany, ed ke-23, EGC,: Jakarta.
Karsinah, L.,H.M. Suharto dan H.W.Mardiastuti. (1994). Buku Ajar
Mikrobiologi Kedokteran. Binarupa Aksara. Jakarta.
Krell R. (1996). and 2005. Value-added products form beekeeping. FAO services
Bulletin 124. Roma.
Lachman L. (1999). Teori Dan praktek Farmasi Industri, Terjemahan Siti
Suyatmi Edisi II. Universitas Indonesia:Jakarta.
Mahani, Rokim A. Karim & Nunung Nurjanah, 2011, Keajaiban Propolis
Trigona. Pustaka Bunda : Jakarta.
Michael J. Pelczar, Jr., dan E.C.S. chan. (1988). Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 2,
Universitas Indonesia : Jakarta.
Musalmah M, Then SM, Mat TG, Wan NWZ. (2006). Comparative effects of tocopherol and -tocotrienol against hydrogen peroxide induced apoptosis
on primary-cultured astrocytes. Journal Neurological Sciences.
Onyeagba R.A, Ugbogu O.C, Okeke C.U. and Irokasi.O. (2004). Studies on the
antimicrobial effects of garlic (Allium Sativum, Linn) ginger (Zingiber
officinale Roscoes) and lime(Citrus aurantifolia Linn). Afarican journal of
Biotechnology vol.3.

Rina S. (2011). Formulasi Krim ekstrak Daun papaya (Carica papaya Linn) dan
Madu sebagai Antijerawat (Antiacne) yang diuji pada Bakteri, Skripsi,
Universitas Islam Bandung.
Rowe, Sheskey and Weller. (1994). Handbooks of Pharmaceutical Exipients,
Pharmaceutical press : London.
Rukmana, R. (1996) Jeruk Nipis, Penerbit Kanisius Yogyakarta.
Sawaya, A.C.H.F., Souza, K.S., Marcucci, M.C., Cunha, I.B.S. &
Shimizu,M.T.(2004) Analysis of Composition of Brazilian Propolis Extracts
by Chromatography and Evaluation of Their In Vitro Activity Against Gram
positive bacteria. Brazilian Journal of Microbiology.
Sethpakdee, S. (1992). Citrus aurantifolia, in: Edible Fruit and Nut: Prosea Plant
Resources of South East Asia 2, Verheji. E.W.M and Conorel. R.E (Eds.),
126-128.
Shiombing. (1997). Ilmu Ternak Lebah Madu. Gadjah Mada University press.
Yogyakarta.
Syamsuhidayat, S., dan J.R. Hutape. (1991). Inventaris Tanaman Obat Indonesia,
Badan Penelitan dan Pengembangan Kesehatan, Depkes RI, Jakarta, 144.
Wibowo. S. Daniel. (2005). Anatomi Tubuh Manusia. PT. Gramedia : Jakarta, 29.
Winarno, F. G. (2002). Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Wientarsih, I dan Prasetyo B. 2006. Diktat Farmasi dan Ilmu Reseptier.
Bogor:PPDH FKH IPB.

LAMPIRAN

Lampiran 1
SURAT DETERMINASI

Lampiran 2
SURAT KETERANGAN BARANG

Lampiran 3
TABEL HASIL PENGUJIAN VISKOSITAS KRIM ANTIBAKTERI

Tabel V.11 Hasil pengujian viskositas krim propolis 1% (F1)

konsentrasi
5%
6%
7%
8%
9%

Minggu
1(cp)
2400
2800
3300
2300
3100

2(cp)
2400
2800
2900
2250
3050

3(cp)
2600
2950
2900
2300
2700

4(cp)
2300
2600
2500
2200
2900

Tabel V.12 Hasil pengujian viskositas Krim propolis + jeruk nipis (F2)
Konsentrasi
5%
6%
7%
8%
9%

Minggu
1(cp)
1400
1900
1500
1850
3000

2(cp)
1950
2250
1800
1900
2900

3(cp)
1300
1750
1800
1900
2950

4(cp)
1300
1800
1950
1850
2950

Lampiran 4
GAMBAR HASIL UJI KHM EKSTRAK PROPOLIS DAN SARI JERUK
NIPIS
Jeruk nipis

Gambar 4 hasil uji KHM sari jeruk nipis

Lampiran 5
GAMBAR HASIL UJI KHM EKSTRAK PROPOLIS
Propolis

Gambar 4 hasil uji KHM ekstrak propolis

Anda mungkin juga menyukai