Anda di halaman 1dari 5

Laporan Pendahuluan Konstipasi

Laporan Pendahuluan Konstipasi


Konsep Dasar
1. Definisi
Konstipasi merupakan defekasi tidak teratur yang abnormal dan juga pengerasan feses tak
normal yang membuat pasasenya sulit dan kadang menimbulkan nyeri.
Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar, biasanya kurang dari 3
kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras dan kadang-kadang disertai kesulitan
sampai rasa sakit saat buang air besar (NIDDK, 2000).
Konstipasi adalah suatu keluhan, bukan penyakit (Holson, 2002;Azer, 2001). Pada umumnya
konstipasi sulit didefinisikan secara tegas karena sebagai suatu keluhan terdapat variasi yang
berlainan antara individu (Azer,2001). Penggunaan istilah konstipasi secara keliru dan belum
adanya definisi yang universal menyebabkan lebih kaburnya hal ini (Hamdy, 1984). Sedangkan
batasan dari konstipasi klinik yang sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah feses pada
kolon, rektum atau keduanya yang tampak pada foto polos perut (Harari, 1999).
Para tenaga medis mendefinisikan konstipasi sebagai penurunan frekuensi buang air besar,
kesulitan dalam mengeluarkan feses, atau perasaan tidak tuntas ketika buang air besar. Studi
epidemiologik menunjukkan kenaikan pesat konstipasi berkaitan dengan usia terutama
berdasarkan keluhan penderita dan bukan karena konstipasi klinik. Banyak orang mengira dirinya
konstipasi bila tidak buang air besar setiap hari. Sering ada perbedaan pandangan antara dokter
dan penderita tentang arti konstipasi (cheskin dkk, 1990).

2. Etiologi
Obat-obatan tertentu (tranquilizer, antikolinergis, antihipersensitif, opioid, antasida dengan
aluminium)

Gangguan rektal/anal (hemoroid, fisura)

Obstruksi (kanker usus)

Kondisi metabolis, neurologis, dan neuromuskuler

Kondisi endokrin

Keracunan timah

Gangguan jaringan pembuluh


Faktor penyebab lainnya mencakup kelemahan, imobilitas, kecacatan, keletihan, dan
ketidakmampuan untuk meningkatkan tekanan intra-abdomen untuk mempermudah pasase
feses, seperti yang terjadi pada emfisema.

3. Manifestasi Klinis
Distensi abdomen

Borborigimus

Rasa nyeri dan tekanan

Penurunan nafsu makan

Sakit kepala

Kelelahan

Tidak dapat makan

Sensasi pengosongan tidak lengkap

Mengejan saat defekasi

Eliminasi volume feses sedikit, keras, dan kering


4. Patofisiologi
Patofisiologi konstipasi masih belum dipahami. Konstipasi diyakini, berhubungan dengan
pengaruh dari sepertiga fungsi utama kolon : (1) transpor mukosa, (2) aktifitas mioelektrik, atau
(3) proses defekasi. Dorongan untuk defekasi secara normal dirangsang oleh distensi rektal
melalui empat tahap kerja : rangsangan refleks penyekat rektoanal, relaksasi otot sfingter internal,
relaksasi otot sfingter external dan otot dalam region pelvik, dan peningkatan tekanan intraabdomen. Gangguan salah satu dari empat proses ini dapat menimbulkan konstipasi.
Apabila dorongan untuk defekasi diabaikan, membran mukosa rektal dan muskulatur menjadi
tidak peka terhadap adanya massa fekal, dan akibatnya rangsangan yang lebih kuat diperlukan
untuk menghasilkan dorongan peristaktik tertentu agar terjadi defekasi. Efek awal retensi fekal ini
adalah untuk menimbulkan kepekaan kolon, dimana pada tahap ini sering mengalami spasme,
khususnya setelah makan, sehingga menimbulkan nyeri kolik midabdominal atau abdomen
bawah. Setelah proses ini berlangsung sampai beberapa tahun, kolon kehilangan tonus dan
menjadi sangat tidak responsif terhadap rangsangan normal, akhirnya terjadi konstipasi. Atoni
usus juga terjadi pada proses penuaan, dan hal ini dapat diakibatkan oleh penggunaan laksatif
yang berlebihan.

5. Komplikasi
Hipertensi arterial

Imfaksi fekal

Hemoroid dan fisura anal

Megakolon
6. Penatalaksanaan
a. Pengobatan non-farmakologis
1. Latihan usus besar : melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku
yang disarankan pada penderita konstipasi yang tidak jelas penyebabnya.
Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara teratur setiap hari untuk
memanfaatkan gerakan usus besarnya. dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit
setelah makan, sehingga dapat memanfaatkan reflex gastro-kolon untuk BAB.
Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap
tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda
dorongan untuk BAB ini.
2. Diet : peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada golongan
usia lanjut. Data epidemiologis menunjukkan bahwa diet yang mengandung
banyak serat mengurangi angka kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit
gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel dan kanker kolorektal. Serat
meningkatkan massa dan berat feses serta mempersingkat waktu transit di usus.
untuk mendukung manfaa serat ini, diharpkan cukup asupan cairan sekitar 6-8
gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk asupan cairan.
3. Olahraga : cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi
konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur dan
kemampuan pasien, akan menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memeperkuat
otot-otot dinding perut, terutama pada penderita dengan atoni pada otot perut
b. Pengobatan farmakologis
Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi farmakologis, dan biasanya
dipakai obat-obatan golongan pencahar. Ada 4 tipe golongan obat pencahar :
1. Memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal, Methyl
selulose, Psilium.

2. Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan


tegangan permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air. Contohnya
: minyak kastor, golongan dochusate.
3. Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan,
misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain : sorbitol, laktulose, gliserin
4. Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar. Golongan
ini yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar golongan ini bisa
dipakai untuk jangka panjang, dapat merusak pleksusmesenterikus dan berakibat
dismotilitas kolon. Contohnya : Bisakodil, Fenolptalein.

Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Riwayat kesehatan dibuat untuk mendapatkan informasi tentang awitan dan durasi konstipasi,
pola emliminasi saat ini dan masa lalu, serta harapan pasien tentang elininasi defekasi. Informasi
gaya hidup harus dikaji, termasuk latihan dan tingkat aktifitas, pekerjaan, asupan nutrisi dan
cairan, serta stress. Riwayat medis dan bedah masa lalu, terapi obat-obatan saat ini, dan
penggunaan laksatif serta enema adalah penting. Pasien harus ditanya tentang adanya tekanan
rektal atau rasa penuh, nyeri abdomen, mengejan berlebihan saat defekasi, flatulens, atau diare
encer.
Pengkajian objektif mencakup inspeksi feses terhadap warna, bau, konsistensi, ukuran, bentuk,
dan komponen. Abdomen diauskultasi terhadap adanya bising usus dan karakternya. Distensi
abdomen diperhatikan. Area peritonial diinspeksi terhadap adanya hemoroid, fisura, dan iritasi
kulit.
2. Diagnosa Keperawatan
1.
Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
2.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan
3.
Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen
3. Intervensi Keperawatan
1. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
Tujuan : pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari)
Kriteria hasil :

Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari

Konsistensi feses lembut

Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan

Intervensi
Mandiri

Tentukan pola defekasi bagi klien dan latih klien untuk menjalankannya

Atur waktu yang tepat untuk defekasi klien seperti sesudah makan

Berikan cakupan nutrisi berserat sesuai dengan indikasi

Berikan cairan jika tidak kontraindikasi 2-3 liter per hari

Kolaborasi

Pemberian laksatif atau enema sesuai indikasi

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan
Tujuan : menunjukkan status gizi baik
Kriteria Hasil :

Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan

Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal

Nilai laboratorium dalam batas normal

Melaporkan keadekuatan tingkat energy

Intervensi
Mandiri

Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan.

Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah.

Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi

Pastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh sesuai indikasi.

Pastikan pola diet yang pasien yang disukai atau tidak disukai.

Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik.

Kaji turgor kulit pasien

Kolaborasi

Pantau nilai laboratorium, seperti Hb, albumin, dan kadar glukosa darah

Ajarkan metode untuk perencanaan makan

3. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen


Tujuan : menunjukkan nyeri telah berkurang
Kriteria Hasil :

Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan

Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kecil

Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi

Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri

tepat.

Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan non-analgesik secara

Intervensi
Mandiri

Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas dari nyeri dengan melakukan
penggalihan melalui televisi atau radio

Perhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitifitas terhadap efek analgesik


opiate

Perhatikan kemungkinan interaksi obat obat dan obat penyakit pada lansia

Penutup
1. Kesimpulan
Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar, biasanya kurang dari 3
kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras dan kadang-kadang disertai kesulitan
sampai rasa sakit saat buang air besar. Konstipasi merupakan masalah umum yang disebabkan

oleh penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot.
Manifestasi klinis yang sering muncul adalah distensi abdomen, borborigimus, Rasa nyeri dan
tekanan, penurunan nafsu makan, sakit kepala, kelelahan, tidak dapat makan, sensasi
pengosongan tidak lengkap, mengejan saat defekasi, eliminasi volume feses sedikit, keras, dan
kering. Komplikasi yang bisa terjadi jika konstipasi tidak diatasi adalah hipertensi arterial, imfaksi
fekal, hemoroid dan fisura anal, megakolon
Penatalaksanaan konstipasi pada lansia dengan tatalaksana non farmakologik : cairan, serat,
bowel training, latihan jasmani, evaluasi panggunaan obat. Tatalaksana farmakologik : pencahar
pembentuk tinja, pelembut tinja, pencahar stimulant, pencahar hiperosmolar dan enema.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Carpenito, Juall Lynda. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

http://erni-jasmita.blogspot.com/2012/04/askep-konstipasi.html

Anda mungkin juga menyukai