Skenario 2
Nyeri
Seorang laki laki berusia 53 tahun datang dengan keluhan nyeri perut hebat
disekitar pusar yang menjalar ke punggung sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan
dirasajan memperberat ketika setelah makan. Keluhan disertai demam, mual,
muntah, dan diare. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan di regio
umbilikalis. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan enzim
amilase dan lipase pada serum. Oleh dokter, pasien diberi obat pancrelipase.
STEP 1
1. Amilase adalah enzim yang berasal dari pancreas yang mengubah zat pati
menjadi oligosakarida dan disakarida maltosa.
2. Lipase adalah enzim yang berasal dari pancreas yang menghidrolisis
lemak netral menjadi asam lemak bebas.
STEP 2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
STEP 3
1.
2.
atau anatomi
Mengapa nyeri diperberat ketika setelah makan ?
Memberat saat makan karena defisiensi amylase memnyebabkan
intoleransi untuk makanan yang mengandung zat pati. Gangguan pada
ampulla vaterii.
3.
Mekanisme gejala penyerta demam mual muntah dan diare, adalah sebagai
berikut :
a)
Mual disebabkan oleh penurunan peristaltik yang membuat penurunan
kerja tonus yang menyebabkan pengosongan lambung menjadi
b)
c)
terlambat.
Diare disebabkan karena adanya malabsorbsi.
Demam diakibatkan pengeluaran mediator untuk inflamasi (pirogen)
d)
4.
5.
6.
7.
8.
peningkatan lipase.
Penegakan diagnosis pada kasus yakni :
a)
anamnesis: seven secrets
b)
Pemeriksaan fisik
c)
pemeriksaan penunjang
Patogenesis penyakit pada kasus ?
a.
Obstruksi duktus
b.
Cedera sel asinus
c.
Gangguan transport intrasel
Faktor iskemik eksosendokrin menyebabkan pengaktifan enzim intra
pankreas. Terdiri dar 3 fase pada patogenesi pnkreatitis :
a.
Pengaktifan enzim intrasel
b.
Pengaktifan neutrofil
c.
Enzim proteolitik merusak sel sel pankreas
Mengapa dokter memberikan pancrelipase ?
Karena mengandung enzim untuk memecah zat zat makanan yang
gagal dicerna akibat defisiensi enzim pancreas.
Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ?
a.
Farmakologi : enzim pankreas, analgetik
b.
Non farmakologi: cairan , diet makanan yang berpotensi terjadinya
nyeri seperti asam , lemak dan protein.
STEP 4
1.
Nyeri alih bekerja pada organ yang dipersarafi oleh nervus yang sama.
Nyeri akibat edema pankreas merangsang peregangaan peritoneum
menimbulkan nyeri.spasme spingter oddi. Nyeri visceral berasal dari
pembentukan saat embrional midgut dan forgut menyebabkan nyeri
2.
epigastrium.
Nyeri memberat setelah makan. Karena
lambung,
pengeluaran
HCL
merangsang
pankreas
untuk
c.
Mind Map !
STEP 5
1.
2.
Patofisiologi,
gejala
klinis
penegakan
diagnosis
sampai
dengan
STEP 6
(Belajar Mandiri)
STEP 7
1.
A.
Enzim
Mulut
Amilase/ptialin
Kelenjar ludah
Fungsi
Mencernakan
amilum
(polisakarida)
Membunuh kuman
Mencerna
HCl
Lambung
Pepsin
Renin
protein
menjadi
pepton
Mengubah kaseinogen menjadi
kasein
Mengubah lemak menjadi asam
lemak dan gliserol
Mengubah pepton menjadi asam
amino
Tripsin
Mengubah disakarida (maltosa,
Pankreas
Disakarase
Lipase
sukrosa,
laktosa)
monosakarida
menjadi
(glukosa,
fruktosa, galaktosa)
Mengubah lemak menjadi asam
lemak dan gliserol
Mengemulsi (melarutkan) lemak
Kandung
Empedu
Usus halus
Asam empedu
dalam air
Menetralkan HCl yang masuk
Enterokinase
Disakarase
Mengubah disakarida menjadi
Lipase
monosakarida
Mengemulsi lemak
B.
Gastritis
b)
c)
Tukak Gaster
d)
Tukak Duodenum
e)
Enteritis
f)
Pankreatitis
g)
h)
2.
Gastritis
Definisi
Secara sederhana gastritis berarti proses inflamasi pada mukosa
dan submukosa lambung. Gastritis merupakan gangguan kesehatan
yang sampai saat ini masih sering dijumpai. Gastritis adalah
peradangan pada mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik,
atau lokal (Price & Wilson, 2014).
akut biasanya
bersifat jinak.
bila
agen
penyebab
dihilangkan.
Penggunaan
hanya
relatif
sedikit.
Hilangnya
kelenjar
dapat
berlebihan,
makanan
diasap,
nitrit,
nitrosamin.
10
intestinal yang ditandai dengan adanya sel goblet dan sel paneth.
Pada stadium akhir, mukosa menjadi atrofi dan sel parietal
menghilang (gastritis kronis tipe A) (Price & Wilson, 2014).
Gastritis Kronis Tipe B
Gastritis kronis tipe B disebut juga sebagai gastritis antral
karena umumnya mengenai daerah antrum lambung dan lebih
sering terjadi dibandingkan dengan gastritis kronis tipe A.
Gastritis kronis tipe B lebih sering terjadi pada penderita yang
berusia tua. Bentuk gastritis ini memiliki sekresi asam yang
normal dan tidak berkaitan dengan anemia pernisiosa. Kadar
gastrin yang rendah sering terjadi. Penyebab utama gastritis
kronis tipe B adalah infeksi kronis oleh Helicobacter pylori.
Faktor etiologi gastritis kronis lainnya adalah asupan alkohol
yang berlebihan, merokok, dan refluks empedu kronis dengan
kofaktor Helicobacter pylori (Price & Wilson, 2014).
Gastritis kronis tipe B secara maksimal melibatkan bagian
antrum, yang merupakan tempat predileksi Helicobacter pylori.
Kasus-kasus dini memperlihatkan sebukan limfoplasmasitik
pada mukosa lambung superfisial. Infeksi aktif Helicobacter
pylori hampir selalu berhubungan dengan munculnya nertrofil,
baik pada lamina propria ataupun pada kelenjar mukus antrum.
Pada saat lesi berkembang, peradangan meluas yang meliputi
mukosa dalam dan korpus lambung. Keterlibatan mukosa bagian
dalam menyebabkan destruksi kelenjar mukus antrum dan
metaplasia intestinal (gastritis atrofik kronis tipe B) (Price &
Wilson, 2014).
Pada 60-70% pasien, didapatkan Helicobacter pylori pada
pemeriksaan histologis atau kultur biopsi. Pada banyak pasien
yang tidak didapati organisme ini, pemeriksaan serologisnya
memperlihatkan antibodi terhadap Helicobacter pylori, yang
11
12
peradangan
menyebar
yang
kemudian
13
secara
sempurna
dari
lambung
sehingga
menerus
atau
pemakaian
yang
berlebihan
dapat
d.
e.
14
f.
g.
h.
i.
15
empedu
akan
masuk
ke
dalam
lambung
dan
dua
faktor
yang
sangat
melindungi
integritas
16
17
Gastritis Akut
Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stres, zat
kimia
maupun
makanan
yang
merangsang
akan
karena
penurunan
sekresi
mukus
bervariasi
18
Gastritis Kronis
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme
inimenyerang
sel
permukaan
gaster,
memperberat
timbulnya
2.
3.
4.
Perut kembung
5.
6.
Sering bersendawa
7.
Anoreksia
19
8.
9.
10.
Gastritis akut
1)
Nyeri
epigastrium,
hal
ini
terjadi
karena
adanya
3)
Ditemukan
pula
perdarahan
saluran
cerna
berupa
hematesis dan malena, kemudian disusul dengan tandatanda anemia pasca perdarahan (Price & Wilson, 2014)
b.
Gastritis kronis
Pada pasien gastritis kronis umumnya tidak mempunyai
keluhan. Hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati,
anoreksia, nausea dan pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan
kelainan (Price & Wilson, 2014)
Pemeriksaan Penunjang
Bila seorang pasien didiagnosa terkena gastritis, biasanya
dilanjutkan dengan pemeriksaan tambahan untuk mengetahui secara
jelas penyebabnya. Pemeriksaan tersebut meliputi :
1)
Pemeriksaan darah.
Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibodi H. pylori
dalam darah. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa pasien
20
Pemeriksaan pernapasan.
Tes ini dapat menentukan apakah pasien terinfeksi oleh bakteri
H. pylori atau tidak.
3)
Pemeriksaan feces.
Tes ini memeriksa apakah terdapat H. pylori dalam feses atau
tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya
infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah
dalam feces. Hal ini menunjukkan adanya pendarahan pada
lambung (Price & Wilson, 2014)
4)
21
resiko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa
tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop (Price
& Wilson, 2014)
5)
Penatalaksanaan Gastritis
Maag bisa disembuhkan tetapi tidak bisa sembuh total, maag
adalah penyakit yang dapat kambuh apabila penderita tidak makan
teratur, terlalu banyak makan, atau sebab lain. Biasanya untuk
meredakan atau menyembuhkannya penderita harus mengkonsumsi
obat jika diperlukan. Tetapi maag dapat di cegah, yaitu dengan cara
makan teratur, makan secukupnya, cuci tangan sebelum makan dan
jangan jajan sembarangan (Price & Wilson, 2014)
Obat-obatan untuk sakit maag umumnya dimakan dua jam
sebelum makan dan dua jam sesudah makan. Adapun dengan tujuan
obat dikonsumsi dua jam sebelum makan yaitu untuk menetralisir
asam lambung, karena pada saat tersebut penumpukkan asam lambung
sudah sangat banyak dan didalam lambung penderita pasti telah terjadi
luka-luka kecil yang apabila terkena asam akan terasa perih.
Kemudian obat yang diminum dua jam sesudah makan bertujuan
untuk melindungi dinding lambung dari asam yang terus diproduksi.
Akhirnya dua jam setelah makan, asam yang di lambung akan terpakai
untuk mencerna makanan sehingga sudah ternetralisir dan tidak akan
melukai dinding lambung (Price & Wilson, 2014)
Obat-obatan yang biasanya digunakan :
22
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
2)
Makanan yang sangat asam atau pedas seperti cuka, cabai, dan
merica (makanan yang merangsang perut dan dapat merusak
dinding lambung).
3)
Makanan
yang
sulit
dicerna
dan
dapat
memperlambat
23
4)
5)
b.
c.
d.
secara
parenteral.
Bila
perdarahan
terjadi,
maka
24
25
yang
menyebabkan
terjadinya
refluks
termasuk
(seperti
berbagai
Penghambat
saluran
antihistamin
kalsium,
dan
beberapa
progesteron,
dan
relaksasi
transien
dan
tonus
Lower
Esophageal
26
2.
27
4.
refluks
gastroesofageal
bersifat
multifaktorial.
2.
Terjadi
penurunan
resistensi
jaringan
mukosa
esofagus,
28
balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus
LES tidak ada atau sangat rendah. (Setiati, 2014)
Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3
mekanisme :
a.
b.
c.
pada
saat
terjadinya
peningkatan
tekanan
29
beberapa
individu
diketahui
ada
hubungannya
dengan
pasien
GERD
yang
pada
pemeriksaan
30
Membran sel
b)
c)
d)
dan
Cl-
intraseluler
dengan
Na+
dan
bikarbonat
Derajat
kerusakan
mukosa
esophagus
makin
31
H.
pylori
dapat
menekan
munculnya
gejala
32
(stricture)
pada
kerongkongan
dari
reflux
33
sebuah
kondisi
yang
disebut
Barretts
34
35
Terdapat
beberapa
klasifikasi
kelainan
esofagitis
pada
diameter < 5 mm
Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter >
yang
konfluen
tetapi
tidak
36
menempatkan
mikroelektroda
pH
pada
bagian
distal
37
belum
ada
studi
yang
dapat
memperlihatkan
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Jika
memungkinkan
menurunkan
tonus
menghindari
LES
seperti
obat-obat
yang
antikolinergik,
dapat
teofilin,
38
Antasid.
Golongan
obat
ini
cukup
efektif
dan
aman
dalam
tekanan
sfingter
esophagus
bagian
bawah.
39
Kelemahan
obat
golongan
ini
adalah
rasanya
kurang
c.
Obat-obatan prokinetik.
Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD
karena
penyakit
ini
lebih
condong
kearah
gangguan
Metoklopramid.
Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine.
Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta tidak
berperan dalam penyembuhan lesi di esophagus kecuali dalam
kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau penghambat
pompa proton.Karena melalui sawar darah otak, maka dapat
timbul efek terhadap susunan saraf pusat berupa mengantuk,
pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia.
e.
Domperidon.
Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan
efek samping yang lebih jarang dibanding metoklopramid
karena tidak melalui sawar darah otak.Walaupun efektivitasnya
40
Cisapride.
Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat
mempercepat
pengosongan
lambung
serta
meningkatkan
dengan
cara
meningkatkan
pertahanan
mukosa
inisial)
yang
dapat
dilanjutkan
dengan
dosis
pemeliharaan
Tukak Peptik
Definisi
Ulkus Peptikum (UP) atau tukak peptik adalah putusnya
41
(NSAID),
stres,
kepekaan
atau
rentannya
mukosa
42
berbentuk
spiral
atau
batang
bengkok.
Bakteri
43
membran
mengalami
kerusakan
oleh
suatu
akan
arachidonat.
mengubah
Kemudian
fosfolipida
sebagiannya
menjadi
diubah
oleh
asam
enzim
diubah
oleh
enzim
lipooxigenase
menjadi
asam
menjadi leukotrien.
COX-2
bertanggung
jawab
bagi
sebagian
Fosfolipida
(Membran Sel)
Fosfolipase
Asam Arachidonat
Cyclooxygenase
Lipooxigenase
besar
44
NSAID
As. Hidroperoksida
As. Endoperoksida
COX-2
COX-1
Sekresi
mukosa dan
bicarbonat
Menghambat
sekresi asam
Leukotrien
Peradangan
Peradangan
45
Pemeriksaan Penunjang
Gold Standar adalah pemeriksaan endoskopi saluran cerna
bagian atas ( UGIE-Upper Gastrointestinal Endoscopy) dan biopsi
lambung (untuk deteksi kuman H.Pylori, massa tumor, kondisi
mukosa lambung) (Price 2012).
a)
Pemeriksaan Radiologi.
46
Barium
Meal
Kontras
Ganda
dapat
digunakan
untuk
Pemeriksaan Endoskopi .
Berupa luka terbuka dengan pinggiran teratur, mukosa licin dan
normal disertai lipatan yang teratur yang keluar dari pinggiran
tukak. Gambaran tukak akibat keganasan adalah :BoormanI/polipoid, B-II/ulcerative, B-III/infiltrative, B-IV/linitis plastika
(scirrhus). Dianjurkan untuk biopsi & endoskopi ulang 8-12
minggu
setelah
terapi
eradikasi.
Keunggulan
endoskopi
Invasive Test.
Rapid Urea Test adalah tes kemampuan H.pylori untuk
menghidrolisis urea. Enzim urea katalase menguraikan urea
menjadi amonia bikarbonat, membuat suasana menjadi basa,
yang diukur dengan indikator pH. Spesimen biopsi dari mukosa
lambung diletakkan pada tempat yang berisi cairan atau medium
padat yang mengandung urea dan pH indikator, jika terdapat
H.Pylori pada spesimen tersebut maka akan diubah menjadi
ammonia, terjadi perubahan pH dan perubahan warna(Price
2012). Untuk pemeriksaan histologi, biopsi diambil dari
pinggiran dan dasar tukak minimum 4 sampel untuk 2 kuadran,
bila ukuran tukak besar diambil sampel dari 3 kuadran dari
dasar, pinggir dan sekitar tukak, minimal 6 sampel. Pemeriksaan
kultur tidak biasa dilakukan pada pemeriksaan rutin (Price
47
2012).
d)
dan
mencegah
komplikasi.
Secara
garis
besar
48
a)
Istirahat.
Secara umum pasien tukak peptik dianjurkan pengobatan rawat
jalan, bila kurang berhasil atau ada komplikasi baru dianjurkan
rawat inap. Penyembuhan akan lebih cepat dengan rawat inap
walaupun
mekanismenya
belum
jelas,
kemungkinan
Diet.
Makanan
lunak
apalagi
bubur
saring,
makanan
yang
Pantang Merokok.
Merokok menghalangi penyembuhan tukak gaster kronik,
menghambat sekresi bikarbonat pankreas, menambah keasaman
bulbus duodenum, menambah refluk duogonegastrik akibat
relaksasi sfingter pilorus sekaligus meningkatkan kekambuhan
tukak (Tarigan, 2006). Alkohol belum terbukti mempunyai efek
yang merugikan. Air jeruk yang asam, cola cola, bir, kopi
tidak mempunyai pengaruh ulserogenik pada mukosa lambung
tetapi dapat menambah sekresi asam dan belum jelas dapat
menghalangi penyembuhan tukak dan sebaiknya diminum
jangan pada waktu perut sedang kosong (Tarigan, 2006).
Farmakologi
Beberapa obat yang termasuk anti tukak :
49
a)
Antagonis Reseptor H2
Mekanisme kerjanya memblokir histamin pada reseptor H2
sel
pariental
sehingga
sel
pariental
tidak
terangsang
Ranitidin
Famotidin
Nizatidin
Dosis
Per oral 300 mg atau
Frekuensi
4x sehari
400 mg
2x sehari
800mg
1x sehari
IV 300 mg
Per oral 150 mg atau
4x sehari
2x sehari
300 mg
1x sehari
IV 50 mg
Per oral 20 mg atau
3-4x sehari
2x sehari
40 mg
1x sehari
IV 20 mg
Per oral 150 mg atau
1x sehari
2x sehari
300 mg
1x sehari
(Bruton, 2008)
50
c)
Bismuth Subcitrate.
Mekanisme kerja melalui sitoprotektif membentuk lapisan
bersama protein pada dasar tukak dan melindunginya
terhadap
rangsangan
pepsin
dan
asam.
Obat
ini
serta
adanya
efek
bakterisidal
terhadap
51
Sukralfat.
Pada kondisi adanya kerusakan yang disebabkan oleh
asam, hidrolisis protein mukosa yang diperantarai oleh
pepsin turut berkontribusi terhadap terjadinya erosi dan
ulserasi mukosa. Protein ini dapat dihambat oleh
polisakarida bersulfat. Selain mengambat hidrolisis protein
mukosa oleh pepsin, sukralfat juga memiliki efek
sitoprotektif tambahan, yakni stimulasi produksi lokal
prostaglandin dan faktor pertumbuhan epidermal. Karena
diaktifasi oleh asam, maka disarankan agar sukralfat
digunakan pada kondisi lambung kosong, satu jam
sebelum makan, selain itu harus dihindari penggunaan
antasida dalam waktu 30 menit setelah pemberian
sukralfat (Tarigan, 2006). Dosis sukralfat 1g 4x sehari atau
2g 2x sehari. Efek samping yang sering di laporkan adalah
konstipasi, mual, perasaan tidak enak pada perut (Tarigan,
2006).
3)
sekresi
mukus,
sekresi
bikarbonat
dan
52
Antasida
Pada saat ini digunakan untuk menghilangkan keluhan
nyeri dan sebagai obat dispepsia. Mekanisme kerjanya
menetralkan asam lambung secara lokal. Preparat yang
mengandung
sedangkan
magnesium
aluminium
akan
menyebabkan
menyebabkan
diare
konstipasi.
Regimen Terapi
Terapi yang diinginkan menggunakan kombinasi antibiotik
dengan proton pump inhibitor (PPI) dan histamine-2
receptor antagonist (H2RA). Antibiotik berguna untuk
eradikasi Helicobacter pylori karena penyebab utama
tukak peptik adalah Helicobacter pylori. Penggunaan PPI
dan H2RA untuk mengurangi sekresi asam lambung yang
berlebihan pada tukak peptik (Tarigan, 2006).
Obat 2
Obat 3
Obat 4
20
mg Clarithromycin
2xsehari, atau
Lansoprasol
2xsehari atau
Pantoprazol
Metronidazol
500mg 2xsehari
40mg
2xsehari, atau
Esomeprasol
Amoxicillin 1g -
40mg
53
1xsehari, atau
Rabeprazol
20mg
2xsehari
Bismuth sebagai dasar terapi 4 obat (Terapi Quadruple)
Omeprazol
40mg
Tetracyclin
2xsehari, atau
Lansoprasol
500mg
30mg
2xsehari atau
Pantoprazol
40mg
2xsehari, atau
Esomeprasol
40mg
4xsehari, atau
Bismuth
Metronidazol
subsalisilat
250-500mg 4x 500mg
4xsehari, atau
Clarithromycin
1xsehari, atau
Rabeprazol
Amoxicillin
250-500mg
20mg
4xsehari
1xsehari
(Chisholm-Burns, 2008).
Tukak Perawatan
Tukak
atau
Duodenum
Tukak Duodenum
(mg/dosis)
(mg/dosis)
Omeprazol
20-40 sehari
20-40 sehari
Lanzoprazol
15-30 sehari
15-30 sehari
Rabeprazol
20 sehari
20 sehari
Pantoprazol
40 sehari
40 sehari
54
Esomeprasol
20-40 sehari
20-40 sehari
300 4xsehari
400-800 menjelang
400 2xsehari
tidur
H2-Receptor Antagonits
Simetidin
20 2xsehari
20-40
40 menjelang tidur
tidur
menjelang
150 2xsehari
Ranitidin
150-300 menjelang
150 2xsehari
tidur
150-300 menjelang
tidur
Penangkal
Mukosa
Kerusakan 1 (4xsehari)
Sukralfat 2 (2xsehari)
1-2 (2xsehari)
1 (4xsehari)
(g/dosis)
(Chisholm-Burns, 2008).
Berkurangnya nyeri epigastrik harus di monitor dengan
seksama. Umumnya nyeri tukak berkurang dalam beberapa hari ketika
NSAID tidak digunakan atau 7 hari dengan terapi anti tukak (Tarigan,
2006).
Penggunaan NSAID jangka panjang memiliki 2 4% atau
resiko berkembangnya ulser simtomatik, perdarahan gastrointestinal
bahkan perforasi. NSAID dihentikan sama sekali atau diganti dengan
inhibitor COX-2 selektif. Meskipun terus menggunakan NSAID,
penyembuhan dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obat
pensuspensi asam, biasanya dengan dosis yang lebih tinggi dan durasi
yang jauh lebih lama (8 minggu). PPI mempunyai efek yang lebih
baik daripada H2RA dan misoprostol dalam mendorong tukak aktif,
juga untuk mencegah kambuhnya tukak (Tarigan, 2006).
Tindakan Operasi
Tujuan utama dari terapi pembedahan pada tukak peptik adalah:
55
a)
b)
Gagal pengobatan.
b)
c)
b)
56
dapat mengalami
Dispepsia tanpa
gejala
Menggunakan
NSAID?
y
a
tida
k
Menghentikan
NSAID jika tidak
mengurangi dosis
atau mengubah
COX-2 inhibitor
Terapi unt HP
sebelumnya
Gejala
Berubah
tida
k
Gejala
Tetap
Menunjukan
ulcer
y
a
Tes HP
Negati
f
Positif
PPI
Gejala
Berubah
PPI
Negati
f
Positif
Gejala
Tetap
Melanjutkan H2RA /
Pertimbangan
etiologi lain untuk
gejala seperti
GERD, NUD
Melakukan tes
Serologi
Tidak ada
terapi
lanjutan
Dimulai H2RA /
Tidak menunjukan
ulcer
Menggunaka
n NSAID
Melanjutkan
NSAID
Tidak
menggunakan
NSAID
Tidak ada
terapi
lanjutan
tida
k
Tanda atau
gejala 1-2
minggu setelah
terapi
ya
Menghentika
n NSAID
Terapi dengan
H2RA / PPI
Terapi dengan
H2RA / PPI
Menggunaka
n NSAID
Melanjutkan
NSAID
57
Pendarahan
Pendarahan merukapan komplikasi yang paling sering
terjadi, sedikitnya ditemukan pada 15-25% kasus selama
perjalanan panyakit. Walaupun tukak peptik disetiap tempat
dapat mengalami pendarahan, namun tempat pendarahan yang
paling sering adalah dinding posterior bulbus duodenum dan
lambung karena ditempat ini dapat terjadi erosi arteri
pankreatikoduodenalis atau arteri gastroduodenalis (Tarigan,
2006).
Gejala yang berkaitan dengan pendarahan tukak peptik
bergantung pada kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah
yang ringan dan kronis dapat menyebabkan terjadinya anemia
dan defisiensi besi. Perdarahan dapat dilihat saat melena dan
hematemesis. (Tarigan, 2006).
b)
Perforasi
Sekitar 2-3% dari semua tukak peptik mengalami
perforasi, dan menyebabkan 65% kematian akibat tukak peptik.
Perforasi ulkus lambung atau ulkus duodenum adalah kondisi
medis serius yang memerlukan perhatian segera. Perforasi
digambarkan dalam tiga fase. Selama fase awal perforasi ulkus
terjadi 2 jam setelah onset, pasien mungkin mengalami gejala
nyeri epigastrium hebat dengan cepat menyebar ke seluruh
perut. Pasien sering tidak mau bergerak bahkan mengambil
napas karena sangat menyakitkan.
Gejala ini mengindikasikan adanya pelepasan cairan asam
ke dalam rongga peritoneum. Fase kedua terjadi 2-12 jam
setelah onset di mana rasa sakit sebagian dapat mereda. Fase
ketiga terjadi 12 jam setelah onset) ditandai dengan distensi
abdomen. Syok peritonitis dan sepsis mungkin terjadi jika ada
keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan medis (Tarigan,
58
2006).
c)
Obstruksi
Obstruksi bisa terjadi karena pembengkakan atau adanya
jaringan yang meradang disekitar ulkus atau jaringan parut
karena ulkus sebelumnya. Obstruksi lebih sering terjadi pada
penderita tukak doudenum tetapi kadang kadang terjadi bila
tukak terletak pada lambung dekat sfingter pilorus (Tarigan,
2006).
Gejala yang sering timbul adalah anoreksia, mual,
hematemesis
berulang
dan
berkurangnya
nafsu
makan.
Kanker Lambung
Helicobacter pylori di identifikasi sebagai karsinogen
kanker lambung. Berdasarkan estimasi International Agency on
Researce for Cancer (IARC), Helicobacter pylori bertanggung
jawab sebagai penyebab sekitar 36-47% dari semua kanker
lambung. Pencegahannya adalah dengan eradikasi Helicobacter
pylori (Tarigan, 2006).
D.
Tukak duodenum
Etiologi
Walaupun faktor penyebab yang penting adalah aktivitas
pencernaan peptik oleh getah lambung, namun terdapat bukti yang
menunjukkan bahwa banyak faktor yang berperan dalam patogenesis
ulkus peptikum. Misalnya, bakteri H.Pylori dijumpai pada sekitar 90%
penderita ulkus duodenum. Penyebab ulkus peptikum lainnya adalah
sekresi bikarbonat mukosa, ciri genetik, dan stress. Ulkus peptikum
dan duodenum dapat memiliki penyebab yang berbeda. Sejumlah
penyakit yang dihubungkan dengan meningkat resiko terjadi ulkus
59
melalui
penghambatan
siklo-oksigenase
sehingga
60
perlindungan
mukosa),
tetapi
pada
sisi
lain
Patofisiologis
Patogenesis terjadinya TP adalah ketidakseimbangan antara
faktor agresif yang dapat merusak mukosa dan faktor defensif yang
61
batang/spiral,
microaerofilik
berflagela
hidup
pada
62
63
64
berikut :
1)
Pemeriksaan laboratorium.
Pada pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik untuk
penyakit tukak gaster.
2)
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi dengan barium meal kontras ganda dapat
digunakan
dalam
menegakkan
diagnosis
tukak
peptik.
Endoskopi
Sebelum
dilakukan
pemeriksaan
endoskopi,
penderita
Biopsi
Pemeriksaan Histopatologi Biopsi diambil dari pinggiran dan
dasar tukak minimal 4 sampel untuk 2 kuadran, bila ukuran
tukak besar diambil sampel dari 3 kuadran dari dasar, pinggir
dan sekitar tukak (minimal 3x2 = 6 sampel). Dengan
ditemukannya kuman Helicobacter pylori sebagai etiologi tukak
peptik maka dianjurkan pemeriksaan tes CLO, serologi, dan
UBT dengan biopsi melalui endoskopi. (Hadi, Sujono, 1999)
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penyakit tukak duodenum yakni sebagai
brikut:
65
1)
Terapi konservatif
a)
Diet
Merupakan peranan yang terpenting. Pada garis
besarnya yang dipakai ialah cara pemberian diet lambung
dengan dasarnya makan sedikit berulang kali, makanan
yang banyak mengandung susu dalam porsi kecil. Jadi
makanan yang dimakan harus lembek dan mudah
dicernakan,
tidak
merangsang,
kemungkinan
dapat
kelainan
psikis,
emosional,
sebaiknya
perlu
(psikologis
klinik).
Untuk
sementara
dapat
66
emosi
penderita
dan
akan
membantu
Merokok
Sampai saat sekarang tidak ada bukti bahwa
merokok merupakan predisposisi untuk timbulnya tukak
peptik. Akan tetapi, merokok akan mengurangi nafsu
makan,
dan
dengan
menghentikan
merokok
akan
Alkohol
Air jeruk yang asam, coca cola, bir, kopi tidak
mempunyai pengaruh ulserogenik pada mukosa lambung
tetapi dapat menambah sekresi asam lambung dan belum
jelas
dapat
menghalangi
penyembuhan
tukak
dan
Terapi Medikamentosa
Obat-obat tukak peptik adalah obat-obat yang bertujuan
menghilangkan rasa nyeri / keluhan, menyembuhkan tukak,
67
Terapi Pembedahan
Tujuan utama dari terapi pembedahan pada tukak peptik,
ada dua pokok yang penting, yaitu :
a)
b)
68
1)
gastrectomy)
Gastroduodenostomi
ada
atau
dua
cara,
Billroth
yaitu
I
:
dan
Vagotomi.
Umumnya
vagotomi
bermanfaat
untuk
b)
c)
4)
b)
E.
Pankreatitis
69
Pankreatitis akut
Pankreatitis akut adalah suatu proses peradangan akut yang
mengenai pankreas dan ditandai oleh berbagai derajat edema,
perdarahan, dan nekrosis pada sel-sel asinus dan pembuluh
darah.mortalitas dan gejala klinis bervariasi sesuai derajat proses
patologi. Pada 80-90% penderita pankreatitis akut adalah 10%,
sedangkan pankreatitis nekrotik berat mempunyai angka mortalitas
sebesar 50%, perbedaan tampaknya dapat menurunkan angka
kematian. (Price, 2014)
a)
dan
autodigesti.
Yang
pertama,
enzim
yang
70
empedu
dan
duodenum
kedalam
duktus
refluks
duodenum.
Obstruksi
duktus
Gambaran klinis
Gejala pancreatitis yang paling menonjol adalah nyeri
perut hebat yang timbul mendadak dan terus menerus. Nyeri
71
Penegakan Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat menunjukkan berbagai
derajat syok, takikardia, leukositosis, dan demam. Ikterus ringan
dapat timbul bila terjadi obstruksi biliaris. Timbulnya nyeri
tekan dan defans muscular otot abdomen dengan ditensi,
rigiditas, dan bukti lain adanya peritonitis yang timbul bila
peradangan mengenai peritoneum. Bising usus dapat menurun
atau
tidak
ada.
Perdarahan
retroperitoneal
berat
dapat
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium biasanya ditemukan
peningkatan kadar amylase serum. Kadar amylase serum
meningkat selama 24 sampai 72 jam pertama dan
kadarnya sering mencapai lebih dua kali kadar normal.
Kadar amylase urin dapat tetap meningkat selama 2
minggu setelah pankreatitis akut. Kadar bilirubin serum
kadang sedikit meningkat. Perubahan biokimia lain adalah
peningkatan
kadar
lipase
serum,
hiperglikemia,
72
terjadi
dapat
cukup
berat
sehingga
dapat
Pemeriksaan pencitraan
Pada foto polos abdomen saat stadium awal
penyakit, dapat ditemukan distensi yeyenum karena
paralisis segmental, distensi duodenum seperti hurup C,
gambaran kolon trasversum yang gembung dan tiba-tiba
menyempit disuatu tempat karena spasme atau inflamasi,
dan udem setempat dinding kolon. Gambaran otot ilopsoas
dapat menghilang karena adanya cairan eksudat di
retroperitoneum. (Price, 2014)
Pemeriksaan ultrasonografi harus dilakukan sejak
awal keluhan semua kasus pankreatitis akut untuk menilai
apakah ada batu kandung empedu sebagai penyebabnya.
Sensitivitas ultrasonografi untuk mendeteksi batu empedu
adalah
93%
dan
spesifitasnya
87%.
Kemampuan
Penatalaksanaan
1)
Pengobatan
Pengobatan awal utama pankreatitis akut adalah
obat-obatan, sedangkan pembedahannya hanya dilakukan
bila terjadi obstruksi atau komplikasi khusus seperti
pseudokista
pancreas.
Sasaran
pengobatan
adalah
73
mengatasi
nyeri
diberikan
meperidin
74
pankreas
yang
tak
berpulih
dan
disertai
fibrosis.
Gambaran Klinis
Gejala pankreatitis kronis yang khas adalah nyeri hebat
terus menerus atau berkala. Nyeri dirasakan diperut bagian atas
dan pinggang. Umumnya penderita duduk membungkuk dengan
kedua lengan memeluk lutut. Kadang ada tanda ikterus,
obstruksi duodenum, kista semu, dan mungkin disertai
insufisiensi ekskresi endokrin maupun eksokrin dan hipertensi
portal. (Price, 2014)
b)
Penegakan Diagnosis
Pemeriksaan yang paling sensitive untuk mendeteksi
pankreatitis kronik adalah penentuan kadar bikarbonat dan
keluaran dalam duodenum setelah dirangsang dengan sekretin.
Tindakan diagnostik lain yang bermanfaat adalah tindakan untuk
menentukan lemak feses, kadar glukosa darah puasa untuk
menentukan kerusakan pulau Langerhans, dan pemeriksaan
arteriografi dan radiografi untuk mengetahui adanya fibrosis dan
kalsifikasi. (Price, 2014)
75
Pengobatan
Pankreatitis kronik ditangani secara konservatif, tidak
endoskopik, atau tindakan bedah. Terapi konservatif ditunjukkan
untuk mengatasi nyeri dan mengistirahatkan pankreas, dan
dilakukan pemberian analgesic, anjuran diet, serta pantang
alcohol mutlak. Jika dengan terapi konservatif nyeri tidak dapat
dihilangkan dan mengganggu aktivitas pasien, sedangkan
penyebab lain telah disingkirkan harus dilakukan pembedahan.
(Price, 2014)
Pengobatan pankreatitis kronik ditunjukan langsung pada
pemulihan dua masalah utama yaitu nyeri dan malabsorpsi.
Penyembuhan nyeri membutuhkan pengobatan meperidin
(Demerol) dalam dosis yang bersar dan sering. Reseksi local
kelenjar pankreas terkadang dapat menyembuhkan nyeri.
Enzim-enzim pankreas juga telah digunakan secara efektif pada
pasien-pasien tertentu untuk menurunkan nyeri abdomen pada
pankreatitis kronis. Steatorea dirawat dengan diet rendah lemak
dan pemberian vitamin-vitamin yang larut dalam lemak.
Diabetes
membutuhkan
pengendalian
dengan
obat
F.
Koledokolitiasis
76
Definisi
Koledokolitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu,
atau pada saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi
utamanya adalah kolesterol. (Smeltzer, 2002)
Etiologi Koledokolitiasis
Penyebab pasti dari Koledokolitiasis atau batu empedu belum
diketahui.
Satu
teori
menyatakan
bahwa
kolesterol
dapat
Batu Pigmen
Terbentuk bila pigmen yang tidak terkonjugasi dalam empedu
mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu.
Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada
pasien sirosis, hemolisis dan infeksi percabangan bilier. Batu ini
tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan
operasi. (Smeltzer, 2002)
2)
Batu Kolesterol
Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu
bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada
asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada
pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi
penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis
77
Rasa nyeri dan kolik bilier. Jika duktus sistikus tersumbat oleh
batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan
akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin
teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami
kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan
atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini
biasanya disertai mual dan muntah dan bertambah hebat dalam
makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien rasa
nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik
bilier semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang
tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya
78
Ikterus
Obstruksi
pengaliran
getah
empedu
ke
dalam
d)
e)
pada penderita
79
memekatkan
isinya,
berkontraksi
serta
4)
ERCP
(Endoscopic
Retrograde
Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan darah
Kenaikan fosfolipid
80
Penurunan urobilirubin
Penatalaksanaan Koledokolitiasis
a)
2)
3)
4)
5)
b)
81
perdarahan,
perforasi
dan
pankreatitis.
(Williams, 2003)
3)
82
maksud
Penatalaksanaan bedah
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu
empedu dilaksanakan untuk mengurangi gejala yang sudah
berlangsung lama, untuk menghilangkan penyebab kolik bilier
dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif
jika gejala yang dirasakan pasien sudah mereda atau bisa
dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi
psien mengharuskannya Tindakan operatif meliputi :
1)
Sfingerotomy endosokopik
2)
3)
4)
d)
2)
Foto thoraks
3)
Ektrokardiogram
4)
5)
6)
7)
83
G.
Kolangitis
Definisi
Kolangitis adalah suatu infeksi bakteri akut pada sistem saluran
empedu. Charcot ditahun1877 menjelaskan tentang keadaan klinis dari
kolangitis, sebagai trias, yaitu demam, ikterus dan nyeri abdomen
kuadran kanan atas, yang dikenal dengan Charcot triad. Charcot
mendalilkan
bahwaempedu
stagnankarena
obstruksi
saluran
bermigrasi
dari
kandung
empedu.
Sebagai
kontras,
84
manipulasi
T-tube;
kini
lebih
sering
mengikuti
85
endotoksin
sehingga
mencegah
penyerapannya.
86
abdomen
menunjukkan
pelebaran
saluran
87
dibandingkan
dengan
ultrasonografi
dan
dapat
juga
adanya
suatu
kolangitis
akut.
Dari
88
Pemeriksaan
laboratorium
menunjukkan
lekositosis,
batu
sfingterotomi
dengan
dilakukan
endoskopi
sesudah
dilakukan
langsung
sesudah
dilakukan
Pemilihan antibiotika
Mikroorganisme yang paling sering sebagai penyebab
adalah E. Coli dan Klebsiella, diikuti oleh Streptococcus
faecalis. Pseudomonas aeroginosa lebih jarang ditemukan
kecuali pada infeksi iatrogenik, walaupun demikian antibiotika
yang dipilih perlu yang dapat mencakup kuman ini. Walaupun
kuman anaerob lebih jarang, kemungkinan bahwa kuman ini
bertindak sinergis dengan kuman aerob menyebabkan bahwa
pada pasien yang sakitnya sangat berat, perlu diikutsertakan
antibiotika yang efektif terhadapnya. Tidak ada antibiotika
tunggal yang mampu mencakup semua mikroorganisme,
walaupun beberapa antibiotika yang baru seperti sefalosporin
dan kuinolon memiliki spektrum yang mengesankan.
Kombinasi aminoglikosida dan ampisilin pada waktu yang
lalu telah direkomendasikan karena dapat mencakup kuman
89
adalah
bahwa
aminoglikosida
bersifat
Kolelitiasis
Definisi
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan
di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada
kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol,
terbentuk di dalam kandung empedu. (Williams, 2003)
Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal
kanan, kolon, lambung, pankreas, dan usus serta tepat di bawah
diafragma. Hati dibagi menjadilobus kiri dan kanan, yang berawal di
sebelah anterior di daerah kandung empedu dan meluas ke belakang
vena kava.Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh hati serta
saluran empedu dan kandung empedu. Pembentukan dan ekskresi
empedu merupakan fungsi utama hati. (Williams, 2003)
90
empedu
sehingga
cairan
yang
berada
di
kantong
91
92
93
Komplikasi
a.
Kolesistisis.
Kolesistisis adalah Peradangan kandung empedu, saluran
kandung empedu tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan
infeksi dan peradangan kandung empedu.
b.
Kolangitis.
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi
karena infeksi yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus
kecil setelah saluran-saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu
empedu.
c.
Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan
hidrops kandung empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada
peradangan akut dan sindrom yang berkaitan dengannya.
Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus
sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu
yang normal. Kolesistektomi bersifat kuratif.
d.
Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini
dapat membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi
darurat segera (Williams, 2003)
kedua-duanya.Terbentuknya
batu
empedu
tidak
selalu
94
bahu.
Penderita
seringkali
merasakan
mual
dan
kolesterol
mengandung
paling
sedikit
70%
95
Batu Kolesterol
Terjadi kerena konsentrasi kolesterol di dalam cairan
empedu tinggi. Ini akibat dari kolesterol di dalam darah cukup
tinggi.
Jika
kolesterol
dalam
kantong
empedu
tinggi,
4)
96
Patogenesis
Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk
mengeluarkan kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol
bebas maupun sebagai garam empedu.Hati berperan sebagai
metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen kolesterol yang disintesis
dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang sebaliknya kemudian
disekresikan kembali ke dalam empedu; sisanya diangkut dalam
lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh.Kolesterol
bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi
garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam
empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi
empedu (supersaturasi),kolesterol tidak lagi mampu berada dalam
keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal
kolesterol monohidrat yang padat . Etiologi batu empedu masih belum
diketahui sempurna. Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa hati
penderita batu kolesterol mensekresi empedu yang sangat jenuh
dengan kolesterol.Batu empedu kolesterol dapat terjadi karena
tingginya kalori dan pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang
berlebihan akan menyebabkan penumpukan di dalam tubuh sehingga
sel-sel hati dipaksa bekerja keras untuk menghasilkan cairan
empedu.Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung
empedu dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya. (Williams,
2003)
Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin
tak terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan
pengendapan garam bilirubin kalsium.Bilirubin adalah suatu produk
penguraian sel darah merah. (Williams, 2003)
Diagnosis kolelitiasis
a.
Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah
asimtomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia
97
c.
CT Scanning.
Pemeriksaan dengan CT Scanning dilakukan bila batu berada di
dalam saluran empedu.
d.
pemeriksaan
ini
apabila
ada
Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimptomatik, umumnya tidak
menunjukkan kelainan laboratorik. Kenaikan ringan bilirubin
serum terjadi akibat penekanan duktus koledokus oleh batu, dan
penjalaran radang ke dinding yang tertekan tersebut. (Williams,
2003)
J.
98
pada
penyakit
Crohn
timbul
sebagai
lesi
99
dan
Listeria
mempunyai
keterlibatan
dalam
100
produksi interleukin 12 (IL-12), TNF, dan interferon gamma (IFNgamma). TNF telah ditunjukkan untuk memainkan peran penting
dalam peradangan pada penyakit ini. Peningkatan produksi TNF oleh
makrofag pada pasien dengan enteritis regional menyebabkan
peningkatan konsentrasi TNF pada tinja, darah, dan mukosa (corwin,
2009).
Manifestasi Klinis
Di antara anak-anak penderita penyakit Crohn, gejala permulaan
paling sering mengenai ileum dan kolon (yaitu ileokolitis), tetapi
dapat juga melibatkan usus halus saja pada 40% (50% anak menderita
ileitis terminal saja) atau kolon saja pada sekitar 10% (kolitis
granulomatosa). Penyakit Crohn jarang dijumpai pada umur 1 tahun
pertama. Seperti pada kolitis ulserativa, penyakit Crohn cenderung
mempunyai distribusi umur bimodal dengan puncak pertama mulai
pada akhir umur belasan (Arif Muttaqin, 2011).
Penyakit Crohn dapat muncul dalam beberapa bentuk;
manifestasinya cenderung ditentukan oleh daerah usus yang terlibat,
derajat radangnya, dan adanya komplikasi seperti striktura atau fistula.
Anak dengan ileokolitis khas menderita nyeri abdomen dengan kram
dan diare, kadang-kadang dengan darah. Ileitis dapat muncul dengan
nyeri abdomen kuadran kanan bawah saja. Kolitis Crohn dapat disertai
dengan diare bercampur darah, tenesmus, dan mendadak ingin buang
kotoran. Gejala dan tanda-tanda sistemik cenderung lebih sering
terjadi pada penyakit Crohn daripada pada kolitis ulserativa. Demam,
malaise, dan mudah lelah sering terjadi. Kegagalan pertumbuhan
dengan
keterlambatan
pematangan
tulang
dan
keterlambatan
101
2)
3)
4)
inflamasi
dapat
mengalami
perforasi
6)
dan
102
Patofisiologi
Secara mikroskopis, lesi awal dimulai sebagai fokus peradangan
diikuti dengan ulserasi mukosa yang dangkal. Kemudian, menyerang
sel-sel inflamasi dalam lapisan mukosa dan dalam proses mulai
membentuk granuloma. Granuloma menyelimuti semua lapisan
dinding usus dan masuk ke dalam mesenterium dan kelenjar getah
bening regional. Infiltrasi neutrofil ke dalam bentuk abses yang dalam,
menyebabkan kerusakan pada lapisan dalam dan atrofi dari usus besar.
Kerusakan kronis dapat dilihat dalam bentuk penumpukan vili di usus
kecil. Terbentuknya ulkus menjadi kondisi umum dan sering terlihat
(david, 2007).
Secara makrokospis kelainan awal adalah hiperemia dan edema
dari mukosa yang terlibat. Kemudian, diskrit terbentuk ulkus limfoid
dangkal dan dipandang sebagai bintik-bintik merah atau depresi
mukosa. Keadaan ini dapat menjadi mendalam, borok serpiginous
terletak melintang dan longitudinal di atas mukosa yang meradang.
Lesi sering segmental dan dipisahkan oleh daerah sehat (David, 2007).
Hasil peradangan transmural (meliputi mukosa dan seluruh
dinding) membentuk penebalan dinding usus dan penyempitan lumen.
Obstruksi pada awalnya disebabkan oleh edema dari mukosa dan
spasme usus terkait. Obstruksi biasanya bersifat intermiten dan sering
reversibel setelah mendapat agen antiinflamasi. Pada proses lanjut,
halangan menjadi kronis akibat jaringan parut, penyempitan lumen,
dan pembentukan striktur. Lanjutan dari enteritis regional berkembang
komplikasi oleh suatu obstruksi atau ulkus yang menyebabkan
terbentuknya fistula dengan jalan terbentuknya sinus yang menembus
serosa, mikroperforasi, pembentukan abses, adhesi, dan malabsorbsi.
Fistula dapat bersifat enteroenteral, enterovesikal, enterovaginal, atau
enterokutaneous. Proses inflamasi melalui dinding usus mungkin juga
melibatkan mesenterium dan kelenjar getah bening sekitarnya
(corwin, 2009).
103
Pemeriksaan laboratorium
a.
b.
Hipoalbuminemia,
hipokolesterolemia,
hipokalsemia,
104
mencerminkan malabsorpsi.
c.
d.
2)
Pemeriksaan radiografik
a.
b.
c.
105
Pemeriksaan Ultrasonography
Ultrasonography
(USG)
dapat
membantu
dalam
Pemeriksaan Kolonoskopi
Kolonoskopi (Colonoscopy) dapat membantu ketika
barium
enema
satu
kontras
belum
informatif
dalam
kanker.
Kolonoskopi
juga
memungkinkan
retrograde
cholangiopancreatography
Pemberian antidiare
106
b.
c.
d.
2)
Antiinflamasi
Terapi medikamentosa
Terapi steroid diindikasikan pada pasien dengan gejala
sistemik yang parah (misalnya: demam, mual, penurunan berat
badan) dan dalam kondisi mereka yang tidak merespons agen
anti-inflamasi. Prednison (40-60 mg/hari) umumnya membantu
dalam peradangan akut. Setelah resmi tercapai, agen perlahanlahan diturunkan (5-10 mg satu-dua minggu). Berikan juga
Kortikosteroid, Salazopirin, Azatioprin, Metronidazol, serta Fe,
asam folat, dan vitamin B12. Pada pasien yang kambuh setelah
pemberian steroid, pilihan perawatan lain diperlukan. Steroid
tidak diindikasikan untuk terapi perawatan karena komplikasi
serius, seperti nekrosis aseptik panggul, osteoporosis, katarak,
diabetes, dan hipertensi.
3)
Terapi imunosupresi
Pertimbangkan
imunosupresi
jika
steroid
tidak
Terapi bedah.
Bedah memainkan peran integral dalam pengobatan enteritis
regional untuk mengontrol dan mengobati gejala komplikasi.
Jika terapi medis gagal, bedah reseksi dari usus yang meradang
dengan pemulihan secara berlanjut. Pembedahan dengan segera
mungkin diperlukan dalam kasus diare yang berkelanjutan atau
berulang kondisi pendarahan atau kondisi fistula enterovesicular,
107
Diet
Diet harus seimbang pada pasien dengan enteritis regional.
Suplemen serat dikatakan bermanfaat bagi pasien dengan
penyakit kolon karena fakta menyatakan bahwa serat makanan
dapat diubah menjadi rantai pendek asam lemak, yang
menyediakan bahan bakar untuk penyembuhan mukosa kolon,
sedangkan diet rendah serat biasanya diindikasikan untuk pasien
dengan gejala obstruksi.
Pasien dengan enteritis regional usus kecil sering memiliki
intoleransi laktosa sehingga perlu menghindari produk susu.
Namun, suplemen kalsium mungkin diperlukan.
Enteral terapi dengan diet elemental telah disarankan
untuk merangsang remisi pada enteritis regional akut, konsumsi
minimal 1.200 kkal/hari dikaitkan dengan tingkat lebih rendah
penyakit kambuh, tetapi pasien kondisi sering kambuh setelah
memulai diet normal. (Williams, 2003)
Indikasi untuk Total Parenteral Therapy (TPN) adalah sebagai
berikut :
a.
b.
Penggunaan
jangka
panjang
pasien
yang
telah
108
b.
c.
Kanker usus (lima kali lipat dari kontrol yang sama usianya)
d.
e.
Hemoragi
f.
K.
Diverkulitis
Patofisiologi
Radang dapat terjadi di dalam atau di sekitar kantung
divertikuler. Penyebab diverkulitis mungkin mekanis, berhubungan
dengan retensi sisa makanan yang tidak tercerna dan bakteri di dalam
divertikula yang dapat membentuk suatu massa keras yang disebut
fekalith. Fekalith mengganggu suplai darah ke kantung yang
berdinding tipis (terbuat hanya dari mukosa dan serosa) dan
menyebabkannya rentan terhadap invasi bakteri kolon. Proses radang
dapat bervariasi dari abses intramural kecil atau perikolon sampai
peritonitis umum. Beberapa serangan disertai dengan gejala minimal
dan tampaknya sembuh spontan. Penelitian spesimen yang direseksi
menunjukkan bahwa kebanyakan perforasi dari kantung divertikuler
adalah kecil dan menyebabkan radang dari kantung itu sendiri dan
permukaan serosa yang berdekatan. Divertikulitis terjadi lebih sering
pada laki-laki daripada perempuan dan tiga kali lebih sering di kolon
kiri daripada kanan. Hal ini menunjukkan bahwa divertikulitis dapat
berhubungan dengan tekanan intralumen yang lebih tinggi dan bahan
fekal yang lebih padat pada kolon sigmoid dan desendens.
109
(Isselbacher, 2014)
Penegakkan diagnosis
Gambaran klinis
Diverkulitis kolon akut merupakan penyakit yang beratnya
bervariasi dan ditandai dengan demam, nyeri abdomen kuadran kiri
bawah, dan iritasi peritoneum-spasme usus, defans muskuler, nyeri
lepas. Pemeriksaan rektal dapat menunjukkan massa yang nyeri jika
daerah radang berdekatan dengan rektum. Meskipin konstipasi bisa
tidak terjadi sebelum awitan penyakit, radang di sekitar kolon
seringkali menyebabkan berbagai derajat konstipasi atau obstipasi
akut. Perdarahan rektal, biasanya mikroskopik, terjadi pada 25 persen
kasus; perdarahan jarang masif. Leukositosis polimorfunuklear umum
terjadi. Komplikasi meliputi perforasi bebas, yang menyebabkan
peritonitis akut, sepsis dan syok, terutama pada orang tua. Perforasi
bisa tertutup oleh omentum yang melekat atau struktur yang
berdekatan seperti kandung kemih atau usus halus. Pembentukan
abses atau fistula kemudian terjadi pada saat massa radang menembus
ke dalam organ lain. Perikolitis berat bisa menyebabkan striktura
fibrosis di sekitar usus yang dapat berhubungan dengan obstruksi
kolon dan dapat mirip dengan neoplasma (Isselbacher, 2014)
Pemeriksaan penunjang
Selama fase akut diverkulitis, enema barium dan sigmoidoskopi
dapat berbahaya karena bahan kontras atau udara di bawah tekanan
dapat menyebabkan ruptur divertikulum yang terinsflamasi dan
mengubah lesi radang yang sudah tertutup menjadi perforasi bebas.
Pemeriksaan ini biasanya aman setelah pengobatan adekuat dan
penyembuhan di diverkulitis. Penemuan radiologik pada enema
barium yang mengarah kepada diverkulitis adalah kebocoran barium
dari suatu kantung di vertikular, pembentukan striktura dan adanya
massa radang perikolon. Pada banyak pasien, distorsi yang disebabkan
oleh radang mencegah perbedaan yang jelas antara kanker dan
110
(Isselbacher,
2014)
Penatalaksanaan
Kebanyakan pasien dengan divertikulitis akut sebaiknya dirawat
di rumah sakit untuk mengistirahatkan usus, diberi cairan intravena,
dan antibiotik spektrum luas. Serangan divertikulitis berulang pada
daerah yang sama umumnya memerlukan reseksi bedah. Serangan
berat dengan tanda peritoneal akut, kecurigaan abses, atau perforasi
memerlukan antibiotik intravena terhadap bakteri anaerobikgramnegatif, diikuti dengan drainase atau reseksi bedah. Prosedur umum
adalah kolostomi pengalihan dengan reseksi kolon yang terkena
reanastomosis kemudian dilakukan pada operasi kedua.(Isselbacher,
2014)
L.
111
encer (diare); rasa ingin buang air besar; perasaan bahwa evakuasi
belum semuanya; perasaan bahwa perutnya kembung; dan flatus yang
berlebihan. (Isselbacher, 2014)
Patofisiologi
Dua kelainan patofisiologik terlihat mendasari gejala ini:
motilitas usus berubah dan persepsi viseral meningkat. Pada pasien
diare, terjadi percepatan transit bahan feses saat melalui kolon
asendens dan transversum, sedangkan pasien konstipasi mengalami
kelambatan transit di seluruh kolon. Pola motilitas usus halus juga
tidak normal pada oasien IBS yang sadar, tetapi bukan di saat tidur,
hal ini menyatakan bahwa motilitas usus yang berubah dapat
diakibatkan (sebagian) dari asupan sistem saraf pusat. Meningkatnya
persepsi viseal pada pasien IBS telah diperlihatkan melalui sensitivitas
yang berlebihan terhadap distensi balon di dalam ileum, kolon, dan
rektum. Peningkatan sensitivitas terhadap distensi ini disertai dengan
perkembangan refleks aktivitas motorik usus yang meningkat. Diduga
bawa temuan ini dapat menjelaskan seringnya keluhan distensi gas
pada pasien IBS, meskipun volume gas usus pada pasien ini tidak
berbeda dari volume pada individu yang normal. (Isselbacher, 2014)
Bukti adanya gangguan psikologik yang signifikan dapat dilihat
pada beberapa pasien IBS. Sifat defresi, histeris, dan obsesifkompulsif lazim ditemukan, dan stres psikologik yang signifikan
seringkali memicu eksaserbasi gejala. Beberapa pasien perempuan
memiliki riwayat penganiayaan seksual di masa kanak-kanak mereka.
Walau demikian harus diperhatikan bahwa peningkatan tekanan
intrakolon telah dijumpai juga pada relawan normal selama stres akut.
Keadaan ini menyatakan bahwa stres psikologik kemungkinan
merupakan pemicu non spesifik terhadap gejala pada IBS, demikian
juga kasus pada berbagai penyakit lainnya dengan etilogi yang
berbeda. (Isselbacher, 2014)
Penegakkan diagnosis
112
Gambaran klinis
IBS merupakan penyakit kaum remaja atau orang dewasa dalam
usia-tengah; rasio perempuan dibanding laki-laki adalah 4:1.
Gambaran yang predomina ialah riwayat konstipasi kronik, diare,
atau keduanya yang timbul secara intermiten selama berbulan-bulan
atau bertahun-tahun. Diare biasanya jelek pada pagi hari setelah
bangun tdiur atau setelah makan pagi. Setelah mengeluarkan tiga atau
empat feses dengan mukus yang berlebihan, pasien dapat merasa lebih
baik di sepanjang hari tersebut. Diare sepanjang hari atau khususnya
diare nokturnal adalah hal yang paling tidak lazim. Diare dapat
berlangsung selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan dan
kemudian menghilang secara sopntan selama beberapa periode waktu.
Beberapa pasien menyatakan bahwa tinjanya lebih bersifat pasta,
mirip-pensil dibanding diare (Isselbacher, 2014)
Gambaran khas lainnya adalah bahwa nyeri abdomen kronik
dengan kosntipasi atau dengan konstipasi dan diare yang saling
berganti. Pasien ini menunjukkan nyeri abdomen bawah intermiten
yang bersifat kram, seringkali di atas kolon sigmoid, yang biasanya
mereda bila flatus atau feses keluar. Pasien dapat mengeluhkan rasa
kembung berlebih yang tidak dapat diketahui oleh dokter. Berbagai
keluhan lainnya, seperti dada serasa terbakar, kembung yang
berlebihan, nyeri punggung, kelemahan, pusing, dan palpitasi sering
didapati pada pasien IBS. Rasa nyeri tersebut kadang bisa berada di
kuadran kanan atas, atau nyeri tengah-epigastrium dapat menyebabkan
keracunan diagnostik dengan penyakit biliaris atau ulkus peptikum
(Isselbacher, 2014)
Pemeriksaan fisis mengungkapkan bahwa pasien penyakit ini
terlihat cemas, tetapi nyeri atau distensi abdomen yang signifikan
tidak lazim dijumpai. Sigmoid lunak yang penuh feses dapat dipalpasi
pada kuadran kiri bawah. Sigmoidoskopi dapat mengungkapkan
adanya pola vaskuler yang mencolok, spasme otot, atau mukus yang
berlebihan, tetapi mukosanya sendiri normal (Isselbacher, 2014)
113
Pemeriksaan penunjang
Evaluasi harus meliputi anamnesi yang seksama, pemeriksaan
fiisis menyeluruh, dan pemeriksaan feses untuk darah samar, parasit,
dan bakteri patogenik. Pada beberapa pasien akan diperlukan
kolonoskopi untuk menyingkirkan peradangan atau neoplasia. Barium
edema dapat mengungkapkan adanya spastisitas oada kolon sigmoid,
penonjolan haustra, dan penampilan tubulus sampai ke kolon
desendens. Defisiensi laktase dapat tersamar sebagai IBS dan harus
disingkirkan dengan percobaab pembatasan susu, tes toleransi laktosa,
atau tes hidrogen napas laktosa. Tirotoksikosis sangat mudah terancu
dengan IBS dan harus disingkirkan dengan penelitian laboratorium
yang tepat. Endometriosis juga dapat menyebabkan perubahan buang
air besar dan nyeri panggul. (Isselbacher, 2014)
Penatalaksanaan
Terapi IBS memerlukan keterampilan serta kesabaran. Adalah
penting meyakinkan pasien kembali bahwa kondisi ini normalnya
tidak berkembang mengarah ke penyakit radang usus kronik (yaitu,
kolitis ulserativa) atau keganasan kolon. Hal yang juga perlu disadari
oleh pasien dan dokter bahwa kondisi penyakit ini kronik, dan
walaupun dapat dilenyapkan, penyakit ini tidak dapat disembuhkan.
Pasien harus didorong beradaptasi dengan gejala penyakit untuk
meminimalkan pengaruh penyakit pada gaya
hidup mereka.
(Isselbacher, 2014)
Pemberian obat ditujukan untuk mengubah motilitas kolon yang
abnormal pada penyakit ini. Pasien dengan konstipasi dapat
merespons kenaikan bulk makanan dalam bentuk kulit padi yang
belum diproses atau laksans bulk psilium. Sedasi ringan dengan obat
penenang dapat diindikasikan, dan obat antikoligenik misalnya
disiklomin berguna pada beberapa pasien. Diare yang menyukarkan
dapat merespons difenoksilat atau loperamid. Tidak ada obat atau
regimen diet spesifik yang dapat meredakan gejala dengan baik pada
114
semua pasien dan oleh karena itu perlu dicoba sejumlah manuver
terapeutik.(Isselbacher, 2014)
M.
Kolitis iskemik
Iskemia kolon paling sering mengenai populasi usia lanjut
karena frekuensi oenyakit vaskuler lebih besar pada kelompom itu.
Kolitis iskemik hampir selalu merupakan penyakit nonoklusif, yaitu
obstruksi arteri utama tidak terlihat. Pemintasan darah menjauhi
mukosa dapat mendukung kondisi ini, namun mekanisme iskemia
tidak diketahui. (Isselbacher, 2014)
Gambaran klinis
Tergantung
pada
derajat
iskemia
dan
kecepatan
115
Kanker anus
Kanker anus meliputi 1 sampai 2 persen tumor ganas usus besar.
Mayoritas lesi seperti itu berasal dari kanalis anal yang didefinisikan
sebagai daerah anatomik yang meluas dari cincin anaroktal ke zona
setengah jalan antara pektineta (atau dentata) dan pinggir anal.
(Isselbacher, 2014)
Patofisiologi
Karsinoma berasal dari proksimal linea pektinata (yaitu daerah
transisional antara mukosa glandular rektum dan epitel skuamosa anus
distal) dikenal sebagai tumor basaloid, kuboidal, atau kloakogenik;
kurang lebih sepertiga kanker anus mempunyai pola histologik
ini.keganasan yang timbul dari distal linea pektinata mempunyai
histologi sel skuamosa, beruserasi lebih sering, dan mewakili kurang
lebih dari 55 persen dari kanker anus.prognosis untuk pasien dengan
kanker basaloid dan sel skuamosa adalah identik jika dinilai dari
ukuran tumor dan ada atau tidak adanya penyebaran kelenjar getah
bening regional. (Isselbacher, 2014)
Penegakkan diagnosis
Gambaran klinis
116
117
Antasida
Antasida murni atau berkombinasi dengan simetikon dapat
digunakan dalam masalah-masalah lambung dan oedem usus halus.
Jika antasida dikonsumsi dalam jumlah besar akan menyebabkan efek
laksatif. Beberapa antasida, seperti aluminium karbonat dan
aluminium hidroksida, dapat diresepkan dengan diet rendah fosfat
untuk mengobati sakit hiperfosfatemia (terlalu banyak fosfat dalam
darah). Aluminium karbonat dan aluminium hidroksida dapat
digunakan untuk mencegah pembentukan beberapa batu ginjal. Kerja
antasida adalah berbasis netralisasi. Sebagai contoh, ketika asam
bereaksi dengan ion hidroksida, garam dan air terbentuk melalui
persamaan berikut :
118
magnesium
hidroksida
(Mg(OH)2)
(MgCO3-Mg(OH)2-3H2O).
Mereka
dan
magnesium
bersenyawa
karbonat
dengan
asam
magnesium
karbonat.
Namun
magnesium
klorida
b.
Kardiovaskuler
hipotensi.
metabolisme:hipermagnesemia.
Endokrin
Gastrointestinal:diare,
dan
kram
penggunaan
jangka
panjang
dapat
menyebabkan
119
2.
120
Antagonis reseptor h2
Terapi menggunakan antagonis reseptor histamin H2 merupakan
terapi yang digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung
berlebih. Mekanisme aksi obat golongan antagonis reseptor histamin
H2 yaitu dengan cara mem-blok kerja dari histamin atau berkompetisi
dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor H2 pada sel parietal
sehingga mengurangi sekresi asam lambung. (Katzung, B.G, 2014)
Ada 4 antagonis reseptor histamin H2 yang sering digunakan
dalam pengobatan peptic ulcer disease yaitu cimetidine, ranitidine,
famotidine, dan nizatidine. Keempat obat tersebut dapat secara cepat
di absorbsi di usus halus. Cimetidine, ranitidine dan famotidine akan
mengalami first-pass hepatic metabolism yang akan mengakibatkan
121
mengalami
first-pass
hepatic
metabolism
sehingga
Cimetidine
Indikasi
Terapi jangka pendek untuk ulkus duodenum aktif, terapi
pemeliharaan ulkus duodenum sesudah penyembuhan dari ulkus
aktif, terapi jangka pendek ulkus gaster aktif yang jinak, terapi
refluks gastroesofagus erosif, pencegahan pendarahan saluran
cerna bagian atas.
Kontra indikasi
Hipersensitif dengan cimetidine
Bentuk sediaan, dosis, dan aturan pakai
Tablet 200 mg dan tablet 400 mg. Ulkus duodenum aktif
800 mg 1x sehari pada malam hari atau 300 mg 4x sehari pada
waktu makan atau sebelum tidur atau 400 mg 2x sehari pada
pagi hari dan sebelum tidur. Lama terapi 4-6 minggu. Terapi
pemeliharaan ulkus duodenum 400 mg 1x sehari pada malam
hari sebelum tidur. Ulkus gaster aktif jinak 800 mg 1x sehari
pada malam hari sebelum tidur atau 300 mg 4x sehari pada saat
makan dan sebelum tidur selama 6-8 minggu. Refluks
gastroesofagus erosif 800 mg 2x sehari atau 400 mg 4x sehari
dalam dosis terbagi selama 12 minggu Hipersekresi patologis
300 mg 4x sehari pada saat makan dan sebelum tidur. Dosis
122
Ranitidine
Indikasi
Ulkus duodenum, ulkus gaster non maligna, kondisi
hipersekresi patologi. (Katzung, B.G, 2014)
Kontra indikasi
Hipersensitif dengan ranitidine (Katzung, B.G, 2014)
Bentuk sediaan, dosis, dan aturan pakai
Tablet 150 mg, ampul 25 mg, ampul 50 mg. Ulkus
duodenum 150 mg 2x sehari atau 300 mg 1x sehari pada malam
hari. Pencegahan kekambuhan ulkus 150 mg sebelum tidur
Sindrom Zollinger Ellison 150 mg 3x sehari. (Katzung, B.G,
2014)
Efek samping
Efek antagonis reseptor H2 yang paling menonjol adalah
sekresi asam basal; selain itu adalah supresi produksi asam yang
distimulasi (oleh makanan, gastrin, hipoglikemia, atau stimulasi
vagus), yang walau efeknya tidak begitu besar tetapi signifikan.
Oleh karena itu, obat-obat ini terutama efektif dalam menekan
sekresi asam di malam hari (nokturnal), yang menggambarkan
aktivitas utama sel parietal basal. (Katzung, B.G, 2014)
123
metabolisme
dimetabolisme
maupun
di
hati.
Baik
produk
yang
tidak
dimetabolisme
akan
yang
pada
reseptor
androgen
dan
penghambatan
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : buku saku. Jakarta: EGC
Diabetes Mellitus: The New England Journal of Medicine, Vol.342, No. 13
Graber, Mark A. 2006. Buku saku dokter keluarga. Jakarta: EGC
Hadi, Sujono. 1999. Gastroenteronologi. Bandung: Penerbit P.T. Alumni.
Katzung, B.G., 2014. FARMAKOLOGI DASAR & KLINIK. EDISI 12. VOL
2.
JAKARTA : EGC
Muttaqin, Arif & Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Patel, Pradip R. 2007. Lecture Notes: Radiologi. Jakarta: Penerbit Erlangga
124
K.,
dan
Salinas
R.C.,
2007,
Peptic
Ulcer
Diseases,