Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ilmu Basic Medical Science
Programme 5
Dosen Pembina
Fajar Fatriadi, drg, M.Kes
Disusun Oleh
Tutor 6
Tutor 6 DSP 6 :
1. M. Arfianto Nur
2. Dhani Aristyawan
3. Putri Bella Kharisma
4. Yuriesty Azalia
5. Aulia Bayu Fitri
6. Muthia Belladina Silmi
7. Vania Izmi Setiabudi
8. Mashita Dyah Chaerani
9. Fitria Rahmah
10. Beby Putri
11. Ririn Fitri Pebriani
12. Eggie Rizky Gunawan
13. Putri Ratnasari
160110130069
160110130070
160110130071
160110130072
160110130073
160110130074
160110130075
160110130076
160110130077
160110130078
160110130079
160110130080
160110130081
Editor :
1. Vania Izmi Setiabudi
2. Bebby Putri
3. Putri Ratnasari
160110130075
160110130078
160110130081
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Blok BMSP 5 (Basic
Medical Science Programme ) pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Padjajaran.
Dalam proses penyusunan makalah ini, tentu tak lepas dari bantuan dalam
bentuk saran, pengarahan maupun dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu penyusunan
makalah ini, khususnya kepada dosen pembimbing mata kuliah Blok BMSP 5.
Apabila terdapat kesalahan penyusunan maupun isi dari makalah ini, penulis
mengucapkan mohon maaf. Kritik dan saran yang bersifat membangun dari para
pembaca akan sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat dan menambah pengetahuan
penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Penulis
,
Jatinangor, 7 November 2015
DAFTAR ISI
2.3. Eugenol...........................................................................................................53
2.3.1. Definisi ................................................................................................ 53
2.3.2. Farmakologi dan Mekanisme Kerja .................................................... 54
2.3.3. Indikasi ................................................................................................ 54
2.3.4. Kontraindikasi ..................................................................................... 55
2.3.5. Penggunaan di Kedokteran Gigi ......................................................... 55
2.3.6. Keuntungan ......................................................................................... 55
2.3.7. Efek Samping ...................................................................................... 56
2.4.Cresophene .....................................................................................................56
2.4.1. Definisi ................................................................................................ 56
2.4.2. Efektivitas ........................................................................................... 56
2.4.3. Deskripsi ............................................................................................. 57
2.4.4. Sifat .....................................................................................................57
2.4.5. Formula ............................................................................................... 57
2.4.6. Indikasi ................................................................................................ 58
2.4.7. Penggunaan ......................................................................................... 58
2.4.8. Pencegahan .......................................................................................... 58
2.4.9. Sediaan ................................................................................................ 58
2.5. Sodium Hypochlorite ..................................................................................... 58
2.5.1. Komponen-Komponen Sodium hypochlorite ......................................59
2.5.2. Sifat Sodium hypochlorite ...................................................................59
2.5.3. Mekanisme kerja sodium hypochlorite ...............................................61
2.5.4. Efek Samping Sodium hypochlorite .................................................... 63
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat merupakan komponen yang penting kehidupan sehari-hari maupun dalam
pelayanan kesehatan masyarakat, karena diperlukan dalam sebagian besar upaya
kesehatan baik untuk menghilangkan gejala/symptom dari suatu penyakit, obat juga
dapat mencegah penyakit bahkan obat juga dapat menyembuhkan penyakit.
Tetapi di lain pihak obat dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan
apabila penggunaannya tidak tepat. Pengetahuan dan penggunaan mengenai obat
secara tepat perlu diketahui agar penggunaan obat dapat menghasilkan efek yang
diinginkan dan untuk mencegah efek samping maupun komplikasi dari penggunaan
obat.
1.2 Rumusan Masalah
farmakokinetik
dan
farmakodinamik
dari
eugenol,
1.3.Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi, etiologi, gejala klinis dan perawatan pulpitis
irreversible
2. Untuk mengetahui penggolongan obat antiseptik dan disinfektan
3. Untuk mengetahui definisi dari eugenol, cresophene, dan NaOCl
4. Untuk mengetahui farmakokinetik dan farmakodinamik dari eugenol,
cresophene, dan NaOCl
5. Untuk mengetahui mekanisme kerja dari eugenol, cresophene, dan
NaOCl
6. Untuk mengetahui indikasi dan kontraindikasi dari eugenol, cresophene,
dan NaOCl
7. Untuk mengetahui sediaan dan dosis dari eugenol, cresophene, dan
NaOCl
8. Untuk mengetahui efek samping dari eugenol, cresophene, dan NaOC
9. Untuk mengetahui interaksi obat dari eugenol, cresophene, dan NaOCl
10. Untuk mengetahui penggunaan eugenol, cresophene, dan NaOCl di
kedokteran gigi
11. Untuk mengetahui jenis-jenis pengisi saluran akar
mengetahui
farmakokinetik
dan
farmakodinamik
dari
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pulpitis Ireversibel
Aulia Bayu Fitri - 160110130073
2.1.1. Definisi
Pulpitis ireversibel adalah suatu keadaan klinis yang berhubungan dengan
temuan subjektif dan objektif yang mengindikasikan adanya inflamasi pada
jaringan pulpa. Pulpitis ireversibel biasanya merupakan lanjutan dan progresi dari
pulpitis reversibel. (Torabinejad, 2009)
2.1.2. Etiologi
Kerusakan pulpa yang berat dari pengeluaran dentin yang ekstensif saat
prosedur operatif atau gangguan aliran darah pulpa karena trauma atau pergerakan
gigi saat perawatan ortodonti juga dapat mengakibatkan pulpitis ireversibel.
Pulpitis ireversibel merupakan inflamasi berat yang tidak akan sembuh walaupun
penyebabnya dihilangkan. Pulpa tidak dapat sembuh dan secara perlahan-lahan atau
cepat menjadi nekrotik. Pulpitis ireversibel dapat bersifat simptomatis dengan nyeri
spontan dan menetap atau dapat asimptomatis tanpa tanda dan gejala klinis.
2.1.3. Gejala Klinis
Pulp Capping
Istilah ini digunakan untuk menunjukan penempatan bahan adhesif di atas sisa
dentin karies. Tekniknya meliputi pembuangan semua jaringan karies dari tepi
kavitas dengan bor bundar kecepatan rendah. Lalu lakukan ekskavasi sampai dasar
pulpa, hilangkan dentin lunak sebanyak mungkin tanpa membuka kamar pulpa.
Basis pelindung pulpa yang biasa dipakai yaitu zinc okside eugenol atau dapat juga
dipakai kalsium hidroksida yang diletakan di dasar kavitas. Apabila pulpa tidak lagi
mendapat iritasi dari lesi karies diharapkan jaringan pulpa akan bereaksi secara
fisiologis terhadap lapisan pelindung dengan membentuk dentin sekunder. Agar
perawatan ini berhasil jaringan pulpa harus vital dan bebas dari inflamasi. Biasanya
atap kamar pulpa akan terbuka saat dilakukan ekskavasi. Apabila hal ini terjadi
maka tindakan selanjutnya adalah dilakukan direct pulp capping atau tindakan yang
lebih radikal lagi yaitu amputasi pulpa (pulpotomi). (Ingle, 2008)
Indikasi direct pulp capping apabila pulpa belum terinfeksi contohnya dalam
kesalah pengeboran. Direct pulp capping juga baik dilakukan pada anak-anak
(decidui) dan dewasa muda (permanen).
Kontra indikasi direct pulp capping apabila terjadi perforasi besar. Pada anak
muda potensi daya tahannya masih besar dan ruang pulpa masih lebar. Pulp capping
untuk merangsang pembentukan dentin sekunder.
2.
Pulpotomi
Bebby Putri - 160110130078
Pulpotomi adalah pengambilan jaringan pulpa koronal yang telah mengalami
infeksi di dalam kamar pulpa dan meninggalkan jaringan pulpa dibagian radikular.
Dahulu, pulpotomi dianggap sebagai pembuangan jaringan pulpa sampai dibawah
garis servikal. Hal ini menyebabkan terhalangnya pembentukan dentin yang
menyebabkan gigi menjadi lemah dan mudah fraktur. (Ingle, 2008)
Keuntungan dari perawatan pulpotomi adalah sebagai berikut:
1) Dapat diselesaikan dalam waktu singkat satu atau dua kali kunjungan.
2) Pengambilan
pulpa
hanya
di
bagian
korona
hal
ini
10
1.
Indikasi
1) Gigi tetap muda dengan akar yang belum terbentuk sempurna
2) Gigi sulung dengan karies yang mengekspos pulpa yang menunjukkan
perluasan peradangan jaringan pulpa koronal
3) Jaringan pulpa radicular vital
4) Tidak adanya tanda-tanda perubahan patologis
11
5) Dapat direstorasi
6) Minimal akar tertinggal dua per tiga panjangnya
2.
Kontraindikasi
1) Gigi tidak dapat direstorasi
2) Adanya gejala patologis
3) Pulpa sudah nekrosis
4) Resorpsi akar lebih dari sepertiga panjang akar gigi
3.
12
(6) Perdarahan sesudah amputasi segera dikontrol dengan kapas kecil yang
dibasahi larutan yang tidak mengiritasi misalnya larutan salin atau
aquadest, letakkan kapas tadi di atas pulp stump selama 3-5 menit.
(7) Sesudah itu, kapas diambil dengan hati-hati. Hindari pekerjaan kasar
karena pulp stump sangat peka dan dapat menyebabkan perdarahan
kembali.
(8) Dengan kapas steril yang sudah dibasahi formokresol, kemudian orifis
saluran akar ditutup selama 5 menit. Harus diingat bahwa kapas kecil
yang dibasahi dengan formokresol jangan terlalu basah, dengan
meletakkan kapas tersebut pada kasa steril agar formokresol yang
berlebihan tadi dapat diserap.
(9) Setelah 5 menit, kapas tadi diangkat, pada kamar pulpa akan terlihat
warna coklat tua atau kehitam-hitaman akibat proses fiksasi oleh
formokresol.
(10) Kemudian di atas pulp stump diletakkan campuran berupa pasta dari
ZnO, eugenol dan formokresol dengan perbandingan 1:1, di atasnya
tempatkan tambalan tetap.
Apabila perdarahan tidak dapat dihentikan sesudah amputasi pulpa berarti
peradangan sudah berlanjut ke pulpa bagian radikular. Oleh karena itu diperlukan
2 kali kunjungan.
13
14
3.
Devitalisasi
Devitalisasi merupakan pengembalian jaringan pulpa yang terdapat dalam pulp
chamber dengan menyisakan jaringan pulpa di saluran akar dalam keadaan steril
dan nonvital dengan obat-obatan mumifikasi. (Ingle, 2008)
15
1) Indikasi:
(1) Pulp capping gagal dilakukan.
(2) Pulpa vital, sakit meradang tetapi belum abses
(3) Sakit berdenyut saat minum dingin atau makan manis
2) Kontraindikasi:
(1) Gigi dengan abses atau gigi non vital.
(2) Pada gigi sulung yang meradang dimana resorpsi akar hampir selesai.
3) Prosedur perawatan:
(1) Kunjungan I:
1. Isolasi gigi.
2. Preparasi kavitas.
3. Ekskavasi karies yang dalam.
4. Aplikasikan obat devitali.sasi seperti arsen atau euparal pada daerah yang
dalam
5. Tambalan sementara.
(2) Kunjungan II:
1. Tambalan sementara dibuang, kemudian lakukan tes vitalitas.
2. Buka kavum, kemudian bersihkan dan keringkan (ekstirpasi dan irigasi).
3. Aplikasi obat antiseptic (okspara liquid).
4. Tambalan sementara.
16
4. Restorasi
1) Direct restoration
Adalah tambalan yang secara langsung dikerjakan oleh dokter gigi pada gigi
pasien di dental unit, tanpa membutuhkan proses pengerjaan di laboratorium.
Pilihan bahan restorasi antara lain amalgam, resin komposit, dan glass ionomer
cement (GIC). (Roberson, 2006)
2) Indirect restoration
Adalah tambalan yang dibuat di laboratorium, di mana sebelumnya gigi dan
rahang pasien sudah dicetak oleh dokter gigi kemudian hasil cetakan tersebut
dikirim ke laboratorium. Umumnya indirect restorations berupa logam tuang yang
akan disemenkan pada gigi yang telah dipreparasi, dan pengerjaannya
membutuhkan lebih dari satu kali kunjungan. Material yang lazim digunakan
adalah porcelain, logam paduan emas, atau logam paduan dasar. Indirect
restoration umumnya diindikasikan pada gigi belakang (premolar maupun molar).
Macam dari indirect restorations diantaranya adalah inlay dan onlay. (Roberson,
2006)
17
2.2.
setiap pasien harus dianggap berpotensi menular dan standard precautions harus
diterapkan bagi semua pasien. Secara keseluruhan tujuan dari program
pengendalian infeksi adalah untuk mengurangi jumlah mikroorganisme patogen ke
tingkat di mana mekanisme pertahanan normal pasien dapat mencegah infeksi,
untuk memutus siklus infeksi dan menghilangkan kontaminasi silang, untuk
menangani setiap pasien dan instrumen yang mampu menularkan penyakit menular,
dan untuk melindungi pasien dan petugas kesehatan dari infeksi dan
konsekuensinya. Penggunaan yang tepat dari barrier techniques (sarung tangan,
masker, gaun, pelindung mata, karet dam), sterilisasi, desinfeksi, dan antisepsis
yang tepat dapat menyelesaikan tujuan ini. (Yagiela, 2011)
Sterilisasi adalah tujuan akhir dari setiap protokol kontrol infeksi karena
sterilisasi merupakan pembunuhan segala bentuk mikroorganisme. Untuk
membasmi virus yang resistan dan bakteri endospora secara efektif membutuhkan
aplikasi panas tinggi atau bahan kimia atau keduanya dalam waktu yang cukup.
Alat yang paling banyak digunakan untuk mencapai tujuan ini di tempat praktek
dokter gigi adalah unit sterilisasi panas kering, uap, dan uap kimia. Dalam dunia
kedokteran dan industri, sterilisasi termasuk etilen oksida dan formaldehid gas,
radiasi ultraviolet dan gamma, dan filtrasi. (Yagiela, 2011)
18
19
untuk disterilisasi dan harus dibersihkan dan didesinfeksi atau ditutupi dengan
disposable barrier. (Yagiela, 2011)
Sebelum memilih disinfektan permukaan lingkungan, produk harus
dibandingkan dengan kriteria untuk disinfektan yang ideal. Kriteria ini adalah
sebagai berikut:
1.
2.
agen kimia harus dapat tetap aktif dalam bahan organik (yaitu, darah, air
liur, dahak),
3.
produk harus murah, tidak berbau, efektif pada suhu kamar, tidak korosif,
tidak berwarna, tidak beracun untuk manusia, dan memerlukan waktu
paparan yang singkat.
20
sebagai obat kumur karena epitel keratin pada kulit memberikan tingkat
perlindungan dari antiseptik yang lebih besar daripada epitel oral. (Yagiela, 2011)
Berbagai antiseptik dan desinfektan dapat diklasifikasikan menurut
mekanisme aksi dari agen yang mendenaturasi protein, agen yang menyebabkan
gangguan osmotik sel, dan agen yang mengganggu proses metabolisme tertentu.
Agen yang menyebabkan denaturasi protein atau gangguan osmotik cenderung
untuk membunuh organisme dan digambarkan sebagai bakterisida, virucidal, atau
fungisida di alam. Gangguan proses metabolik tertentu biasanya mempengaruhi
pertumbuhan dan reproduksi sel tanpa membunuh sel, menyebabkan efek
bakteriostatik, virustatik, atau fungistatik. (Yagiela, 2011)
21
22
23
resisten terhadap bahan ini. Povidon iodine memiliki toksisitas rendah pada
jaringan, tetapi detergen dalam larutan pembersihnya dapat meningkatkan
toksisitasnya. Povidon iodine 10% mengandung 1% iodium yang mampu
membunuh bakteri dalam 1 menit dan membunuh spora dalam waktu 15
menit (Rahardjo, 2008).
Mekanisme kerja povidon iodine dimulai setelah kontak langsung
dengan jaringan maka elemen iodine akan dilepaskan secara perlahan-lahan
dengan aktifitas menghambat metabolisme enzim bakteri sehingga
mengganggu multiplikasi bakteri yang mengakibatkan bakteri menjadi
lemah. Iodine dalam jumlah kecil diserap masuk ke dalam aliran darah,
sehingga menyebabkan efek sistemik dengan akibat shock dan anoksia
jaringan. Penggunaan iodine harus dengan diencerkan terlebih dahulu, hal
ini karena iodine dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan iritasi kulit.
Penggunaan iodine yang berlebihan dapat menghambat proses granulasi
luka. Povidon iodine yang biasanya digunakan dalam perawatan luka hanya
10%. Hasil suatu penelitian menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi
iodine yang digunakan semakin mempercepat fase penyembuhan luka.
3) Indikasi
Povidone iodine merupakan agen antimikroba yang efektif dalam
desinfeksi dan pembersihan kulit baik pra- maupun pascaoperasi, dalam
penatalaksanaan luka traumatik yang kotor pada pasien rawat jalan dan
untuk mengurangi sepsis luka pada luka bakar (Morison, 2003).
24
Menurut Dr. Henny Lukmanto (1986) zat aktif povidon iodine mempunyai
indikasi sebagai berikut:
1. Mensuci hamakan kulit, selaput lendir (termasuk vagina) pada operasi dan
suntik.
2.
3.
iodine
10%
untuk
mengobati
bermacam-macam
luka.
Povidon iodine 7,5% sebagai sabun cair antiseptik untuk mandi, gatal-gatal
di kulit,
25
4) Efek Samping
Povidon Iodine harus hati-hati bila digunakan pada permukaan kulit
rusak yang luas (misalnya luka bakar), karena iodium dapat diresorpsi dan
meningkatkan kadarnya dalam serum sehingga dapat menimbulkan
asidosis, neutropenia dan hipotirosis (Tjay dan Raharjadja, 2007).
Toksisitas dari povidon iodine dapat terjadi apabila zat ini masuk ke traktus
gastro intestinal yang menyebabkan korosif.
26
2. Klorin dioksida
Klorin dioksida adalah disinfektan yang mempunyai kecepatan dan
efektifitas yang lebih baik jika dibandingkan dengan klorin dalam
menginaktifkan bakteri. Klorin dioksida tidak mengakibatkan pembentukan
THM dan tidak bereaksi dengan amonia untuk membentuk kloramin.
Kelemahan penggunaan klorin dioksida sebagai disinfektan adalah sebagai
berikut :
a. fungsi tiroid
b. pembentukan klorit dan klorat di dalam air dikhawatirkan dapat
mengakibat-kan methemoglobin
Klorin dioksida memiliki banyak aplikasi. Hal ini digunakan dalam
industri elektronik untuk membersihkan papan sirkuit, dalam industri
minyak untuk mengobati sulfida dan tekstil pemutih dan lilin. Pada Perang
Dunia II, klorin menjadi langka dan klorin dioksida digunakan sebagai
pemutih.
Dioksida saat klorin yang paling sering digunakan untuk kertas
pemutih. Ini menghasilkan serat yang lebih jelas dan lebih kuat daripada
klorin tidak. Klorin dioksida memiliki keuntungan yang menghasilkan
produk sampingan yang kurang berbahaya daripada klorin. Gas klorin
dioksida digunakan untuk mensterilkan peralatan medis dan laboratorium,
permukaan, kamar dan peralatan.
27
28
29
Proses reaksi klorin dioksida dengan bakteri dan zat-zat lainnya terjadi
dalam dua langkah. Selama proses ini sampingan disinfeksi terbentuk yang
tetap di dalam air. Pada tahap pertama molekul klorin dioksida menerima
elektron dan klorit terbentuk (ClO3). Pada klorin dioksida tahap kedua
menerima 4 elektron dan klorida bentuk (Cl-). Di dalam air beberapa klorat
(ClO3), yang dibentuk oleh produksi klorin dioksida, juga dapat ditemukan.
Kedua klorat dan klorit yang Oksidator. Klor dioksida, klorat dan klorit
terdisosiasi menjadi natrium klorida (NaCl).
Pada tahun 1950-an kemampuan biosidal klor dioksida, terutama pada
nilai pH tinggi, dikenal. Untuk pengolahan air minum itu utama yang
digunakan untuk menghapus komponen anorganik, misalnya untuk mangan
dan besi, untuk menghilangkan rasa dan bau dan mengurangi produk
samping klorin desinfeksi terkait.
Untuk dioksida pengolahan air minum klorin dapat digunakan baik
sebagai disinfektan dan sebagai agen pengoksidasi. Hal ini dapat digunakan
untuk
kedua
oksidasi
pra-dan
pasca-langkah
oksidasi.
Dengan
30
dioksida air klor aktif sebagai biosida untuk setidaknya 48 jam, kegiatannya
probaly outranges bahwa klorin.
Klorin dioksida mencegah pertumbuhan bakteri dalam jaringan
distribusi air minum. Hal ini juga aktif terhadap pembentukan film bio di
jaringan distribusi. Film bio biasanya sulit untuk mengalahkan. Ini
membentuk lapisan pelindung di atas mikroorganisme patogen. Disinfektan
paling tidak dapat menjangkau patogen dilindungi. Namun, klorin dioksida
menghilangkan film bio dan membunuh mikroorganisme patogen. Klor
dioksida juga mencegah pembentukan film bio, karena tetap aktif dalam
sistem untuk waktu yang lama.
Untuk antara pra-oksidasi dan pengurangan zat organik 0,5 dan 2 mg
/ L klorin dioksida diperlukan pada waktu kontak antara 15 dan 30 menit.
Kualitas air menentukan waktu kontak yang diperlukan. Untuk pascadesinfeksi, konsentrasi antara 0,2 dan 0,4 mg / L diterapkan. Konsentrasi
produk sampingan sisa klorit sangat rendah dan tidak ada risiko bagi
kesehatan manusia.
2) Keuntungan
Kepentingan dalam penggunaan klorin dioksida sebagai alternatif atau
tambahan klorin untuk disinfeksi air telah meningkat dalam beberapa tahun
terakhir. Klorin dioksida adalah disinfektan bakteri sangat efektif dan
bahkan lebih efektif daripada klorin untuk disinfeksi air yang mengandung
virus. Klorin dioksida telah kembali perhatian karena secara efektif
31
sampingan
disinfeksi
berbahaya
terhalogenasi,
untuk
32
33
dengan bahan organik dalam air. Sebelum air diklorinasi, klorin dioksida
ditambahkan. Jumlah amonium dalam air menurun. Klorin yang
ditambahkan sesudahnya, mengoksidasi klorit ke klorine dioksida atau
klorat. Ozon juga dapat digunakan untuk mengoksidasi ion klorit menjadi
ion klorat. Dengan menggunakan chloramines, nitrifikasi dapat terjadi di
jaringan distribusi. Untuk mengatur hal ini, klorin dioksida ditambahkan.
Produk sampingan kontrol dengan klorin dioksida dapat terjadi dalam
kombinasi dengan desinfeksi yang memadai, terutama pengurangan
trihalomethanes mengandung brom dan terhalogenasi asam asam yang
berasal dari reaksi air yang mengandung bromin dengan bahan organik
alami. Klorin dioksida sendiri dikombinasikan dengan bromin tidak
membentuk asam hypobromous atau bromat, sedangkan klorin dan ozon
lakukan. Klorin dioksida telah sangat baik anti-mikrobiologis kualitas tanpa
oksidasi non-spesifik ozon.
3) Kerugian
Ketika memproduksi klorin dioksida dengan klorit natrium dan gas
klor, langkah-langkah keselamatan harus diambil berkaitan dengan
transportasi dan penggunaan gas klor. Ventilasi yang cukup merupakan
masker gas yang diperlukan. Gas klorin dioksida mudah meledak. Klorin
dioksida adalah zat yang sangat tidak stabil, ketika terjadi kontak dengan
sinar matahari, hal itu terurai.
34
35
Akut dari kulit klorin yang berasal dari dekomposisi klorin dioksida,
menyebabkan iritasi dan luka bakar. Mata paparan mata untuk klorin
dioksida menyebabkan iritasi, mata berair, dan pemandangan kabur. Gas
klorin dioksida dapat diserap oleh kulit, di mana ia merusak sel-sel jaringan
dan darah. Menghirup gas klorin dioksida menyebabkan batuk, sakit
tenggorokan, sakit kepala parah, paru-paru edema dan bronchio spasma.
Gejala-gejala dapat mulai menunjukkan lama setelah paparan telah terjadi
dan dapat tetap untuk waktu yang lama. Paparan menahun untuk klorin
dioksida menyebabkan bronchitis. Standar kesehatan untuk klorin dioksida
adalah 0,1 ppm.
(2) Pengembangan dan reproduksi
Klorin dioksida diperkirakan memiliki efek pada reproduksi dan
perkembangan. Namun, ada bukti terlalu sedikit untuk tanah tesis ini.
Penelitian lebih lanjut diperlukan.
(3) Mutagenity
Uji Ames digunakan untuk menentukan mutagenity suatu zat. Uji
Ames menggunakan bakteri Salmonella yang secara genetik dimodifikasi.
Tidak ada koloni bakteri yang terbentuk, kecuali mereka datang dalam
kontak dengan zat mutagenik yang mengubah materi genetik. Pengujian
menunjukkan bahwa kehadiran 5-15 mg / L ClO2 meningkatkan mutagenity
air. Sulit untuk membuktikan mutagenity klorin dioksida dan produk
sampingan klorin dioksida, karena zat ini biocides. Biocides biasanya
36
2.2.2. Aldehid
1. Sifat Biologi dan Reaktifitas
Aldehid merupakan komponen organik yang mengandung rangkaian ikatan
karbon. Kelompok fungsional ini memiliki struktur komponen R-CHO,
mengandung pusat karbonil (ikatan ganda karbon yang terikat dengan oksigen)
berikatan dengan hydrogen dan juga dengangrup R, yang merupakan rantai alkil
lainnya seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.
dan
4)
dikarbonil,
seperti
glyoxal
dan
37
pada saat proses pembakaran dan banyak terdapat di dalam asap kabut serta asap
rokok. (Rickert et al., 1980; Destaillats et al., 2002).
Asap kendaraan bermotor merupakan sumber utama dari aldehid, baik berupa
emisi langsung aldehid, maupun emisi tidak langsung aldehid, berupa emisi
hidrokarbon. Aldehid juga banyak digunakan sebagai bahan industri, seperti pada
produksi resin, polyurethane, dan plastik polyester, dan juga digunakan sebagai
bahan fumigan serta pengawet dari makanan binatang. Aldehid juga berperan
sebagai prekursor untuk produksi obat dan agen lingkungan. (OBrien et al., 2005)
Banyak obat, seperti obat antikanker, cyclophosphamide dan ifosfamide, juga
dimetabolis oleh aldehid. (Maki and Sladek, 1993).
Golongan aldehid alifatik dan aromatik yang berhubungan dengan makanan,
seperti citral, benzaldehid, acetaldehid, dan formaldehid, dapat ditemukan di
beberapa macam buah-buahan dan sayur-sayuran (Lindahl, 1992). Terdapat
beberapa jenis tanaman yang memproduksi aldehid, seperti hexanal, yang menjadi
bagian dari pestisida alami, yang dapat melawan beberapa jenis hewan dan
serangga (Williams et al.,2001).
Aldehid juga dihasilkan sebagai derivat fisiologis selama proses
biotransformasi beberapa komponen endogen, seperti lemak, asam amino,
neurotransmitter, dan karbohidrat (Esterbauer, 1993).
penting dalam proses fisiologis normal dan therapeutik. Sebagai contoh, aldehid
retinal yang berperan penting dalam proses penglihatan, merupakan produk dari
ALDH-dependent oxidation, asam retinoid,
38
1) Glutaraldehid
Glutaraldehid pertama kali diperkenalkan sebagai bahan antimikrobial pada
awal tahun 1960. Sejak saat itu, glutaraldehid sering digunakan di bidang
kedokteran dan kedokteran gigi sebagai bahan disinfektan. Aksi antimikrobial ini
ditemukan pada ikatan silang protein, baik pada dinding sel organisme, maupun
interselular. Glutaraldehid umumnya tidak terpengaruh oleh bahan oragnik lainnya,
39
dan non-iritasi, non-alergenik, dan non-korosif ketika digunakan dengan cara yang
benar (Torabinejad, Walton. 1998)
(1) Mekanisme Kerja
Glutaraldehid efektif melawan beberapa bakteri Gram-positif dan Gramnegatif. Glutaraldehid juga memiliki aktivitas yang efektif untuk melawan
Mycobacterium tuberculosis, beberapa spora, jamur, dan virus, termasuk virus
Hepatitis B dan HIV jika digunakan 30 hari setelah aktivasi. Aktivasi dimulai
melalui proses alkalisasi oleh larutan gluataraldehid. Alkalisasi juga dapat
mengurangi stabilitas larutan.
(2) Penggunaan di Kedokteran Gigi
Glutaraldehid di kedokteran gigi digunakan sebagai cold sterilant, paling
baik digunakan secara terbatas untuk sterilisasi beberapa instrumen dan alat-alat
yang kecil, yang tidak dapat disterilkan dengan alat-alat bersuhu tinggi.
Penggunaan yang dianjurkan sekurang-kurangnya 10 jam setelah pembersihan awal
untuk dapat menghilangkan debris padat.
(3) Sediaan
Glutaraldehid dipasarakan sebagai larutan aqueous asam atau basa 2%
sampai 3.2%.
(4) Indikasi dan Dosis
Selain digunakan sebagai bahan sterilisasi instrument di kedokteran gigi,
glutarldehid juga diindikasikan untuk menghilangkan kutil (wart), dosis yang
40
digunakan untuk dewasa adalah sebanyak 10% larutan yang langsung diaplikasikan
di daerah yang terkena. Sebagai alternatif, 5% larutan atau 10% gel juga dapat
digunakan.
(5) Efek Samping
Penggunaan glutaraldehid juga harus tetap hati-hati oleh karena kulit dan
membran mukosa yang terekspos berulang-ulang, dapat menyebabkan terjadinya
sensitifitas, iritasi, dan kerusakan. Asma juga sering dilaporkan terjadi oleh karena
penggunaan glutaraldehid yang salah. Selain dapat mengiritasi kulit, penggunaan
glutaraldehid yang salah juga dapat mengiritasi mata dan sistem pernapasan.
Kontak dengan kulit juga dapat menyebabkan terjadinya allergic contact
dermatitis.
2) Formaldehid
Formaldehid (methanal, CH2O) merupakan golongan monoaldehid yang
ditemukan sebagai gas bebas larut dalam air. Formaldehid dulu banyak digunakan,
namun sekarang sudah sangat jarang digunakan oleh karena toksisitas dan
kemampuan menyebabkan sensitisitasnya yang tinggi.
(1) Mekanisme Kerja
Formaldehid bersifat bakterisidal, sporisidal, dan virusidal, namun kerjanya
tetap lebih lambat dibandingkan glutarldehid. Formaldehid merupakan bahan kimia
yang sangat reaktif, yang dapat berinteraksi dengan protein, DNA, dan RNA secara
in vitro. Dikatakan bersifat sporisidal karena ia memiliki kemampuan untuk
41
42
43
44
antiseptic
pencuci
tangan.
Yang
termasuk
bisphenol
yaitu
45
antimicrobial yang lebih besar daripada sabun biasa (contohnya anionic detergen).
Kebanyakan fasilitas professional kesehatan menggunakan produk yang
mengandung 2-4% CHG untuk penggunaan yang lebih efektif. ( Yagiela,2011)
Spectrum antimicrobial dari CHG maksimal melawan bakteri gram positif,
dengan aktifitas yang kurang untuk melawan bakteri gram negatif dan fungi, juga
aktifitas yang minimal menawan M. tuberculosis. Efektifitas antivirus CHG in vitro
sangat lebih baik dalam melawan virus yang ber-envelope, seperti HSV, HIV, dan
influenza, dibandingkan dengan virus tanpa envelope (rotavirus, adenovirus,
enterovirus). Chlorhexidine juga merupakan agen virusidal yang efektid, dengan
aktifitas in vitro melawan HSV, CMV, influenza cirus, parainfluenza virus, dan
HBV dalam paparan selama 30 detik. Walaupun CHG antiseptic untuk tangan
melakukan efek antimicrobial lebih lambat dibandingkan formulasi berbasis
alcohol, namun CHG memiliki fungsi utama yang berguna karena tetap efektif
dengan adanya darah. ( Yagiela,2011)
CHG dan alcohol antiseptic juga termasuk sediaan kebersihan tangan yang
sama dan efektif, dalam 0.5-1% CHG yang ditambahkan pada sanitasi alcohol dapat
meningkatkan aktifitas residual dari produk yang hanya mengandung alcohol. CHG
antiseptic untuk tangan menghasilkan persistensi denngan akumulasi pada jaringan
epitel selama pencucian tangan sepanjang hari. Sifat ini disebut substantivitas dan
merupakan hasil dari bentuk akumulasi kimia aktif pada epitel, yang meninggalkan
efek antimicrobial setelah pencucian. ( Yagiela,2011)
46
membunuh
spesies
Pseudomonas.
Karena
kemampuannya
untuk
47
Carbolic acid
merupakan
antimicrobial pertama yang digunakan secara luas di rumah sakit sebagai antiseptic
dan desinfektan. Penggunaan yang meluas dari desinfektan permukaan phenolis
yang merupakan campuran sintesis dari dua atau tiga komponen phenol menuju
48
kepada kemampuan komersialnya dari banyak produk yang mirip. Phenol dipilih
untuk bertindak secara sinergis, menghasilkan produk desinfektan yang lebih
efektif dari komponen lain dengan konsentrasi yang sama. Banyak campuran
sintetis diencerkan dengan air sebelum digunakan, sehingga meninggikan
efektifitas
pembersihnya
dibanding
produk
berbasis
alcohol-phenol.
Yagiela,2011)
Salah satu contoh umumnya yaitu kombinasi dari o-phenylphenol dan obenzyl-p-chlorophenol. Antimicrobial ini berberan sebagai racun sitoplasmik
dengan penetrasi dan mengganggu dinding sel, dengan trigger denaturasi protein
intraselular sel microbial. Phenol ini dapat berpenetrasi ke sel microbial target lebih
sering darimada antimicrobial lainnya, yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan lokal jika berakumulasi pada kulit yang terkena. Karena potensi toksisitas
ini, banyak derivat phenol lebih digunakan sebagai desinfektan, kecuali bisphenol.
( Yagiela,2011)
2.2.4. Alkohol
Mashita Dyah Chaerani - 160110130076
Alkohol, khususnya ethanol dan isopropanol, sudah digunakan bertahuntahun sebagai antimikroba dan carrier untuk antimikroba water-insoluble seperti
iodine dan fenol. Harga yang murah, vaporasi cepat, dan kurangnya residu
membuat alcohol sangat berguna untuk disinfeksi. Kemamupau alkohol untuk
mengendapkan protein mengurangi efektivitas antimikroba pada darah dan saliva.
49
50
1.
2)
Sebagai
disinfektan
digunakan
untuk
disinfeksi
air
dan
2)
3)
4)
5)
51
6)
3.
2)
3)
4)
52
Logam Berat
Logam berat, terutama senyawa merkuri dan perak, memiliki sejarah
53
efektif dan kurang toksik dalam kedokteran gigi dan obat-obatan. Silver nitrat
umumnya digunakan dalam kedokteran gigi untuk mengobati ulcer oral, tetapi tidak
lagi digunakan karena menunda penyembuhan dan mengubah morfologi sel. Dalam
pengobatan, obat tetes mata silver nitrat tetap berguna dalam profilaksis infeksi
gonokokal pada bayi baru lahir. (Yagiella, 2011)
Tin (timbal), ion stannous, merupakan antimikroba yang efektif. Sebagai
disinfektan, tin kompleks dengan anion organik, membentuk triorganotin. Aplikasi
utama dari senyawa ini yaitu dalam industri dan pertanian. Dalam kedokteran gigi,
fluoride stannous (SnF) telah menjadi populer lagi sebagai sumber fluoride dalam
pasta gigi, terutama di pasta gigi yang dipasarkan untuk efeknya pada kesehatan
gingiva. Kemampuan timah untuk menghambat pembentukan pertumbuhan dan
plak bakteri didukung penggunaan awal dalam pasta gigi dan sebagai garam fluor
topikal. Selanjutnya, bermasalah dengan stabilitas, rasa, dan pewarnaan
menyebabkan
suatu
waktu
digantikan
dengan
sodium
fluoride
dan
2.2.8.
memainkan peran penting dalam mencapai tujuan pengendalian infeksi. Tim dental
dapat berbuat banyak untuk mengurangi keberadaan organisme patogen dan sangat
54
Eugenol
Fitria Rahmah - 160110130077
2.3.1. Definisi
Menurut Mosbys Dental Dictionary, eugenol adalah senyawa allyl guaiacol
yang berasal dari minyak cengkeh. Digunakan bersama dengan zinc oxide dalam
bentuk pasta untuk tambalan sementara, basis restorasi, dan bahan cetak. Eugenol
juga digunakan sebagai antiseptik, terutama dalam terapi pengeboran dan
penambalan gigi, dan sebagai anodin (penghilang rasa nyeri). Dipercaya
55
mempunyai efek paliatif terhadap pulpa dan memiliki efek baktrerisidal yang
terbatas. (Mosby, 2008)
Dalam kedokteran gigi, eugenol ditemukan dalam pasta zinc oxide-eugenol
(ZOE). ZOE merupakan salah satu bahan pengisi saluran akar yang digunakan
dalam perawatan saluran akar. (Jha, 2011)
2.3.3. Indikasi
Indikasi penggunaan eugenol ini adalah untuk pengobatan sementara untuk
meredakan sakit ringan pada gigi (medikamen perawatan saluran akar pulpa vital)
dan dikombinasikan dengan zinc oxide akan membentuk dressing sedatif atau
lining. (Cobra Dental)
Eugenol dalam Zinc oxide-eugenol digunakan dalam perawatan saluran
akar, pulpotomi dan pulpektomi. (Mungara, 2010)
56
2.3.4. Kontraindikasi
Penggunaan Zinc oxide-eugenol tidak boleh berkontak langsung dengan
pulpa atau digunakan pada lapisan dentin yang sangat tipis karena bisa mengiritasi
pulpa. (Mungara, 2010)
2.3.6. Keuntungan
Keuntungan dari bahan pengisi saluran akar bentuk pasta adalah mudah
didapatkan, biaya relatif murah, mempunyai efek antimikroba yang baik, tidak
sitotoksik untuk sel-sel yang berkontak langsung ataupun tidak langsung,
plastisitasnya baik, tidak toksisitas, merupakan materi radiopak, memiliki anti
inflamasi dan analgesik yang sangat berguna setelah prosedur pulpektomi. Selain
itu, ZOE juga tidak menyebabkan diskolorisasi pada gigi. (Jha, 2011)
57
2.4
Cresophene
Dhani Aristyawan - 160110130070
2.4.1. Definisi
Cresophene merupakan agen antimicrobial yang digunakan unutk
perawatan saluran akar yang terinfeksi. Cresophene merupakan agen antimikroba
golongan phenol compound, karena mengandung kandungan fenol di dalamnya,
cresophene memiliki aktivitas antibakteri terutama pada golongan bakteri gram
positif. (Kalchinov, 2009)
2.4.2. Efektivitas
Dalam penelitian efek bakterisid dari agen antimicrobial yang digunakan di
modern endodontic secara in vitro. Dianara kelima agen antimikroba (I2/KI,
Rockel, Cupral, Kalsium Hidroksida, Cresophene) Cresophene memiliki efek
58
antibakteri paling kuat melawan bakteri Prevotela spp, Enterococcus faecalis, dan
Streptococcus aureus. Enterococcus faecalis merupakan bakteri yang paling
resisten dalam penelitian ini, cresophene dapat membuat pertumbuhan E.faecalis
tiga kali lebih lemah. (Kalchinov, 2009)
2.4.3. Deskripsi
Cairan antiseptik untuk penggunaan RCT (Root Canal Therapy).
(Kalchinov, 2009)
2.4.4. Sifat
Cresophen merupakan penggabungan dari tiga agen antiseptik yaitu
bakterisid yang kuat, parachlorophenol dengan kortikosteroid. Cresophen memiliki
sifat iritasi yang lemah dan penelitian membuktikan bahwa insidensi adanya reaksi
apical juga rendah. Cresophen mengandung Dexamethasone. (Kalchinov, 2009)
2.4.5. Formula
Dexamethasone base 0,10 %
Thymol 5,00%
Paraclorophenol 30,00%
Camphor 64,90%
Tabel 2.4. Formula Cresophene
59
2.4.6. Indikasi
Disinfeksi saluran akar sebelum obturasi, dressing saluran akar yang
terinfeksi. (Kalchinov, 2009)
2.4.7. Penggunaan
Cresophen diaplikasikan sekali, paling banyak dua kali, untuk setiap saluran
dosis berkisar 50mg untuk 7 menit sebelum obturasi. (Kalchinov, 2009)
2.4.8. Pencegahan
Isi digunakan selama satu tahu setelah dibuka, botol ditaruh di tempat yang
sejuk dan kering. (Kalchinov, 2009)
2.4.9. Sediaan
Liquid pada botol kecil 13ml. (Kalchinov, 2009)
2.5
Sodium hypochlorite
Muhammad Arfianto Nur - 160110130069
Sodium hypochlorite biasanya diproduksi dengan mendidihkan gas khlor
dengan larutan sodium hydroxide (NaOH). Reaksi ini akan menghasilkan sodium
hypochlorite ( NaOCl), garam (NaCl) dan air ( H2O). Reaksi adalah seperti berikut.
(Estrela, 2000 ; Clarkson, 1998)
Cl2+2NaOH
60
61
2) Sifat Kemis
Kemasan larutan sodium hypochlorite adalah alkali kuat, hipertonik, dan biasanya
mempunyai konsentrasi 10% - 14% klorin yang tersedia. Larutan ini dipengaruhi
waktu, suhu, kontak terhadap cahaya, serta kontaminasi dengan ion metal. Klorin
yang berlebihan dalam sodium hypochlorite dapat menyebabkan larutan asam yang
tidak stabil. Semakin tinggi konsentrasi klorin, sodium hypochlorite semakin tidak
stabil. (Clarkson, 1998)
Gambar 2.4. Hasil desinfeksi saluran akar yang diukur pada awal kunjungan kedua.
I. Diirigasi dengan sodium hypochlorite 0,5 %
II. Perawatan yang sama dengan I namun menggunakan Sodium
hypochlorite 5%.
62
NaOCl + H2O
+
+
NaOH + HOCl + Na + OH + H +OCl
63
64
65
2) Perawatan
Untuk perawatan efek samping toksisitas sodium hypochlorite adalah : (Mehdipour,
2007 ; Brown 2002)
1. Pasien ditenangkan dan diberitahu mengenai penyebab serta akibat dari
komplikasi tersebut.
2. Segera irigasi pasien dengan normal saline untuk mengurangi iritasi jaringan
lunak.
4. Biarkan perdarahan tetap ada karena akan membantu mengeluarkan iritasi dari
jaringan.
7. Untuk mengontrol sakit, dapat dilakukan dengan anestesia untuk memblok saraf.
Dapat juga dengan pemberian acetaminophen.
66
3) Pencegahan
Langkah-langkah dibawah ini dapat membantu operator mencegah terjadinya
komplikasi akibat dari bahan irigasi sodium hypochlorite. (Mehidpour 2007)
1. Preparasi saluran akar yang adekuat.
3. Jarum untuk mengirigasi ditempatkan kurang 1mm 3mm dari panjang kerja.
4. Jarum diletakkan secara pasif dan tidak tertekan di dalam saluran akar.
5. Pergerakan jarum irigasi dapat keluar dan masuk dengan mudah ke dalam saluran
akar.
67
3. Menyimpan larutan di dalam botol kaca buram atau wadah yang dilapisi
polyethylene yang tertutup rapat.
2.5.6. Keuntungan
1. Hasil reaksi pengoksidaan sodium hypochlorite dapat melarutkan jaringan pulpa
dan predentin. (Mehdipour, 2007)
2.5.7. Kerugian
1. Dapat menyebabkan inflammasi akut yang diikuti dengan nekrosis jaringan
apabila sodium hypochlorite berkontak dengan jaringan lunak yang vital kecuali
68
69
2.6
2.6.1
Bahan Padat
1.
Gutta-Percha
2.
Amalgam
Keuntungannya yaitu merupakan bahan yang plastis, mempunyai adaptasi yang
70
2.6.2
1.
(plastik). Konsistensi cair seperti dempul. Cara memasukkan dalam saluran akar
dengan metode penyuntikkan, jarum lentulo. Keuntungannya yaitu teknik cepat dan
relatif mudah, hanya menggunakan satu bahan, alat sederhana (jarum lentulo dan
bur khusus). Kekurangannya yaitu kurangnya kontrol kepadatan dan panjang
pengisian serta kerapatan apikal akibat udara yang terjebak, penyusutan bahan dan
kelarutan pasta oleh cairan jaringan/ cairan mulut. (Schmalz, 2003).
2.6.3. Semen Saluran Akar
Menurut Schmalz (2003), semen saluran akar menyempurnakan kebutuhan
akan penutupan yang rapat. Semen saluran akar harus digunakan dengan bahan
pengisi, apapun teknik dan bahan yang digunakan. Semen saluran akar berperan
dalam meningkatkan hasil pengisian yang baik dan dapat untuk mengisi
ketidakteraturan saluran akar.
Dibagi 5 kelompok:
1. Berbahan dasar seng oksida egenol
Contoh : Procosol, Tubli-Seal, Kerr, Roth.
2. Berbahan dasar resin
Contoh : AH 26, Diaket, Hydron.
3. Berbahan dasar gutta-percha
Contoh : Chloropercha, Euca Percha.
71
2.7
Endomethason
Putri Ratnasari 160110130081
2.7.1. Definisi
Endomethasone merupakan salah satu bahan pengisi saluran akar sebagai
sealer, dari jenis zinc oxide dengan paraformaldehyde dan kortikosteroid.
Endomethasone merupakan salah satu bahan pengisi pada perawatan saluran akar
(endodontik). Endomethasone merupakan salah satu nama produk dari bahan
pengisi saluran akar yang berbahan ZnOE, Paraformaldehyde, corticosteroid dan
iodine. (rstavik, 2005)
72
2. Farmakodinamik
Endomethasone akan terabsorbsi oleh jaringan. (Sargenti)
2.7.3. Indikasi
Mengisi saluran akar gigi permanen dan sealing dalam perawatan
endodontics. (Septodont, 2011)
2.7.4. Komposisi
1. Hydrocortisone Acetate 1g
2. Polyoxymethylene 2.2 g
3. Exipients : thymol iodide , E110 , Barium Sulphate , Zinc Oxide ,
Magnesium Stearate q.sad 100 g (Septodont, 2011)
2.7.5. Ciri-ciri dan Keuntungan
1. Bahan yang sudah megeras, tidak dapat terebsorbsi dan terretraksi
sehingga dalam pemakaian bertahun-tahun tidak akan pecah dan
bergerak
2. Antiseptik dan antiinflamasi bekerja selama beberapa jam saja setelah
ditempatkan pada saluran akar
3. Radiopak dan mudah untuk memasukan pada saluran akar
4. Endomethasone memiliki berbagai kualitas, tergantung exipients dan
zat aktif antiseptik polyoxymethaylene dan timol iodida (Septodont,
2011)
73
74
2. Dosis
Dosis Endomethasone menggunakan sendok takar yang telah disediakan dari
produsen. Endomethasone dimanupulasi dengan cara pencampuran bubuk ke
cairannya dengan rasio 2 sendok takar endomethasone dan 3-6 tetes cairan eugenol
atau cairan endomethasone.
2.8
2.8.1
Definisi
Gutta-percha adalah bahan yang paling umum digunakan untuk pengisian
saluran akar. Silver dulunya digunakan, tetapi telah dilarang karena kualitas sealing
yang kurang baik, bahkan ketika digunakan bersamaan dengan sealer, dan karena
tingginya tingkat korosi yang dapat menyebabkan diskolorasi gigi dan kerusakan
pada jaringan lokal. Titanium juga dapat digunakan dan biokompatibilitasnya baik,
tetapi radiopasitasnya rendah dan kurang beradaptasi dengan dinding kanal akar
pada kasus dengan bentuk kanal akar yang tidak sirkular. Ini membutuhkan sealer
dalam jumlah banyak dan merusak seal dari pengisian. Pada kanal yang sempit dan
berlekuk, dimana gutta-percha points sulit digunakan, titanium dapat dipilih
sebagai bahan pengisi saluran akar (Schmalz, 2003).
Gutta-percha adalah bahan utama pengisi saluran akar. Dokter gigi harus
berhati-hati dalam memilih bahan dengan dimensi yang tepat dan komposisi yang
75
Komposisi
Gutta-percha adalah produk alami yang mengandung eksudat koagulasi
murni dari pohon kayu mazer (Isonandra percha) dari Malay atau dari Amerika
Selatan. Dua bentuk gutta-percha yang relevan dengan produk dental adalah form
dan form. form digunakan pada gutta-percha secara umum, sedangkan form
digunakan untuk produk yang diinjeksi karena memiliki sifat flow yang lebih baik
(Schmalz, 2003).
Komposisi gutta-percha bervariasi tergantung pabrik yang memproduksi.
Sifat yang berbeda ditemukan di merk yang berbeda pula karena gutta-percha
adalah produk alami dengan berat molekul yang berbeda. Awalnya, cadmium (Cd)
digunakan untuk memberi warna kuning yang berfungsi saat proses removal.
Sediaan gutta-percha modern menggunakan pewarna lain dan tidak mengandung
Cd. Beberapa sediaan gutta-percha mengandung kalsium hidroksida atau
chlorhexidine, dengan tujuan meningkatkan aktivitas antibakteri dan menstimulasi
apical healing (Schmalz, 2003).
76
Sifat Fisik
Gutta-percha bersifat fleksibel (elastis) pada suhu ruangan, menjadi plastis
pada suhu 600C dan volumenya tetap pada suhu mulut. Pemanasan bertujuan untuk
ekspansi dan akan menurunkan kualitas sealing dari penggunaan gutta-percha.
Gutta-percha mudah larut pada pelarut alami (Schmalz, 2003).
Gutta-percha tidak melekat pada dinding kanal, terlepas dari teknik obturasi
yang dilakukan, mengakibatkan terjadinya leakage. Oleh karena itu, gutta-percha
umumnya direkomendasikan untuk digunakan bersama dengan sealer. Untuk seal
yang optimal, lapisan sealer umumnya harus setipis mungkin (Schmalz, 2003).
2.8.4
Sifat Biologis
Tidak ada reaksi toksik sistemik yang pernah dilaporkan pada literatur.
injectable
liquefied
gutta-percha
atau
heat-mediated
77
Golongan Antibiotik
Dhani Aristyawan - 160110130070
2.9.1. Betalaktam
Antibiotik -laktam adalah agen antimikroba yang berguna dan sering
diresepkan yang berbagi struktur umum dan mekanisme kerja: menghambat sintesis
78
Penisilin
Penisilin adalah istilah umum untuk sekelompok antibiotik yang
membagikan cincin inti -laktam, reaksi obat serupa yang merugikan, dan
mekanisme aksi yang sama, tetapi berbeda dalam spektrum antibakteri,
farmakokinetik, dan ketahanan terhadap enzim beta-laktamase. (Yagiella, 2011)
Penisilin terdiri dari penisilin G dan V, yang sangat aktif melawan bakteri
cocci gram positif; penisilin penisilinase-resistant seperti nafsilin, yang aktif
terhadap penisilinase-memproduksi Staphylococcus aureus; ampisilin dan agen
lainnya dengan spektrum gram negatif yang ditingkatkan, terutama bila
dikombinasikan dengan inhibitor -laktamase; dan extended-spectrum penisilins
dengan aktivitas terhadap Pseudomonas aeruginosa, seperti piperasilin. (Goodman
& Gilman, 2011)
1)
79
2)
Farmakodinamik
Dinding sel kuman terdiri dari suatu jaringan peptidoglikan, yaitu polimer
dari senyawa amino dan gula, yang saling terikat satu dengan yang lain
(crosslinked) dan dengan demikian memberikan kekuatan mekanis pada dinding.
Penisilin dan sefalosporin menghindarkan sintesa lengkap dari polimer ini yang
spesifik bagi kuman dan disebut murein. Bila sel tumbuh dan plasmanya bertambah
atau menyerap air dengan jalan osmosis, maka dinding sel yang tak sempurna itu
akan pecah dan bakteri musnah. (Yagiella, 2011)
Penisilin bersifat bakterisid dan bekerja dengan cara menghambat sintesis
dinding sel. Obat ini berdifusi dengan baik di jaringan dan cairan tubuh, tapi
penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami
infeksi. Obat ini diekskresi ke urin dalam kadar terapeutik. Probenesid
menghambat ekskresi penisilin oleh tubulus ginjal sehingga kadar dalam darah
lebih tinggi dan masa kerjanya lebih panjang. (Yagiella, 2011)
Penisilin berpengaruh terhadap sel yang sedang tumbuh dan hanya
berpengaruh kurang berarti terhadap kuman yang sedang tidak aktif tumbuh
80
3) Farmakokinetik
1.
Absorbsi
1) Peroral
Penicilin-G dan garam-garamnya di dalam lambung mamalia berlambung
tunggal mengalami inaktifasi oleh asam lambung sampai 70%. Pada individu tua
yang produksi asam lambung sangat menurun atau bahkan achlorhidri, pemberian
penisilin dapat memberikan hasil yang lebih baik dalam proses absorbsinya di
duodenum. Pemberian phenoxy-methil dan phenoxy aethyl penisilin (penisilin V)
absorbsinya juga baik, karena tidak dirusak oleh asam lambung hewan kesayangan,
kadar penisilin dalam plasma meningkat dengan cepat. (Yagiella, 2011)
2) Intramusculer
Garam-garam Na dan K-penisilin diserap cukup cepat, dengan puncak kadar
penisilin di dalam plasma segera dicapai, begitu pula ekskresinya lewat ginjal.
Dengan dosis baku efek baktersidal berlangsung selama 4 jam. Kadar minimal di
dalam plasma adalah 2,5 ppm dan untuk mencapainya dosis penisilin-G diberikan
antara 10.000-40.000 IU/kg (kuda). Untuk memperlambat absorsi nya dapat
dilakukan dengan jalan antara lain:
(1) Penisilin dijadikan garam dengan procain hingga terjadi garam procainpenisilin yang berupa suspensi dalam air. Partikel yang tidak larut akan
memperlambat penyerapan sampai 18-24 jam setelah disuntikan.
81
82
dan tergantung pada vehikelnya, penisilindapat efektif dalam beberapa jam sampai
hari atau minggu (penisilin intramamer retard)
2.
Ekskresi
Penisilin diekskresikan mlalui ginjal,kelenjar susu, hati dan usus. Melalui
ginjal penisilin diekskresikan dengan cepat, serta mencapai 60-80% dari obat yang
dimasukkan.Ekskresi renal tersebut terdiri dari ekskresi glomerular (20%) dan
ekskresi tubuler (80%). Eksresi lewat kelenjar susu,dalam keadaan seimbang, atau
Equilibrium state, jumlah yang diekskresikan mencapai 16% dari yang ada di dalam
plasma, waktu bebas obat, atau withfrawal time, penisilin dari air susu adalah 96
jam. (Yagiella, 2011)
Ekskresi penisilin lewat keringat, empedu, tinja dll cairan tubuh jumlahnya
tidak berarti.
4) Efek Samping
Dapat menimbulkan ultikaria, dan kadang-kadang anifilaksis dapat menjadi
fatal.Pasien yang alergi terhadap penisilin biasanya alergi terhadap semua turunan
penisilin
karena
hipersensitifitas
ditentukan
oleh
struktur
dasar
penisilin.Ensefalopati akibat iritasi serebral, hal ini dapat terjadi pada pemberian
83
dosis yang brlebihan atau dosis normal pada pasien gagal ginjal. Penicilin tidak
boleh diberikan secara intratekal karena cara ni dapat menimbulkan ensefalopati
yang mungkin fatal. Pada pasien gagal ginjal pemberian penisilin scara injeksi
dapat menyebabkan akumulasi elektrolit. Diare sering terjadi pada pemberian
peroral, kadang-kadang juga dapat menyebabkan kolitis.
5)
Interaksi Obat
Penisilin oral (penisilin G, penisilin V, amoksisilin) dapat dilawan dengan
Indikasi
84
(5) Untuk pengobatan lumpy jaw (aktinomikosis oleh Actinomyces bovis) pada
sapi.
(6) Untuk pengobatan wooden tongue (actinobacillus lignieresi) pada sapi
(7) Infeksi leptospira, penisilin dikombinasikan dengan striptomisin
7) Kontraindikasi
(1) Alergi penisilin
(2) Gangguan perdarahan
(3) CHF atau Hipertensi,
(4) Cystic Fibrosis
(5) Gangguan fungsi Ggnjal.
85
0.5-1 MU IM
0.6-2.4 MU IM
Amoxycillin (NOVAMOX)
0.25-1 g/day
-Lactamase Inhibitors
Clavulanic acid
Sulbactam
V. Antipseudomonal penisilins
Carbenicillin (BIOPENCE)
Piperacillin (PIPRACIL)
Ticarcillin
Benzyl Penisilin
Benzyl Penisilin merupakan antibiotic -laktam yang paling poten dan
86
Penisilin efektif terhadap bakteri coccus gram negative dan gram positif dan
beberapa bakteri bacill gram positif.Diantara bakteri coccus, paling sensitive
terhadap Streptococcus.Gonococci, pneumococci, dan meningococci sensitive
terhadap penisilin.
Bakteri bacill gram negative, fungi, protozoa, ricketsia, chlamidiae, virus dan
mycobacterium tuberculosis tidak sensitive terhadap penisilin.
1) Farmakokinetik
Benzyl penisilin akan dihancurkan oleh asam lambung setelah administrasi
oral. Diabsorbsi di duodenum.Obat ini diserap dengan cepat melalui administrasi
intramuscular atau subkutan.Sekitar 60% plasma penisilin terikat dengan albumin.
Obat ini diekskresikan oleh ginjal terutama oleh tubular dan dalam jumah kecil
terdapat dalam susu, air liur, dan empedu.
2) Penggunaan teurapetik
Penisilin G (Benzilpenisilin) adalah obat pilihan untuk kategori infeksi berikut
:
(1).
Infeksi gigi
Penisilin G efektif untuk mengobati bakteri aerob dan anaerob dalam kedokteran
gigi.Digunakan dalam pulpitis supuratif akut, perikoronitis, cellulitis oral,
necrotizing ulcerative gingivitis.Tetapi karena resistensi penisilin, penggunaan
penisilin dibatasi dalam kedokteran gigi.
(2).
87
(3).
Infeksi stafilokokus
(4).
meningokokus.
(5).
(6).
Infeksi gonokokus
(7).
Penyakit
menular
seksual:Penisilin
merupakan
obat
pilihan
dalampengobatan sifilis.
3.
Cloxacillin
Cloxacillin adalah antibiotik dalam kelompok obat yang disebut penisilin.Obat
ini melawan bakteri dalam tubuh, dan digunakan untuk mengobati berbagai macam
jenis infeksi yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus.Obat ini memiliki
aktifitas antibacterial lebih lemah daripada benzyl penisilin.Obat ini diabsorbsi
setelah administrasi oral secara sebagian.Obat ini dieliminasi terutama oleh ginjal
dan sebagian oleh hati.Obat ini tidak memilki efek samping yang serius tetapi dapat
menyebabkan reaksi hipersensitifitas pada beberapa pasien.
88
4.
Ampisilin
Ampisilin adalah penisline spectrum luas yang tidak hancur oleh asam
lambung, tetapi rentan terhadap penisilinase.Obat ini lebih efektif melawan bakteri
gram negative daripada benzyl penisilin.Mudah diserap melalui pemberian oral
tetapi penyerapannya terganggu ole makanan. Puncak tingkat plasma dicapai dalam
dua jam setelah administrasi oral dan satu jam setelah administrasi intramuscular.
Obat ini diekskresikan dalam urin dalam bentuk yang tidak berubah dan dalam
jumlah tinggi juga terdapat dalam empedu.
Efek samping dari pemakaian obat ini adalah ruam di kulit, mual, tekanan
epigastrium.Diare, demam, urtikaria, dll.Obat ini digunakan untuk bakteri gram
positif, dan gram negative (saluran pernafasan, jaringan lunak, gonokokal, GIT, dan
infeksi genitourinary), septicemia, meningitis, bronchitis kronis, otitis media,
sinusitis, salmonellosis dan kolesistitis.
5.
Amoksisilin
Bebby Putri - 160110130078
Amoksisilin merupakan antibiotik derivat penisilin spektrum yang diperluas
89
Farmakokinetik
Amoksisilin diabsorbsi sebesar 75-90 % per oral. Absorbsi amoksisilin
Farmakodinamik
Mekanisme kerja amoksisilin terhadap mikroorganisme dengan cara obat
Indikasi
Amoksisilin diindikasikan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh
90
yang disebabkan oleh bakteri pada pasien yang berisiko tinggi saat perawatan gigi.
(Yagiela, 2011)
(4)
Kontraindikasi
Amoksisilin harus dihindari pada pasien yang hipersensitif terhadap
Efek Samping
Efek samping amoksisilin yang muncul adalah mual , muntah , ruam , dan
edema. kadang-kadang diare juga dapat terjadi. Perawatan medis harus segera
diberikan jika tanda-tanda pertama dari efek samping muncul karena jika seseorang
mengalami reaksi hipersensitivitas terhadap amoksisilin, dapat mengalami shock
anafilaktik yang bisa berakibat fatal. ( Yagiela, 2004)
(6)
125 mg / 5 ml, 250 mg / 5 ml, dan serbuk untuk injeksi 1 gram. Amoksisilin
diberikan dengan dosis per oral untuk dewasa dewasa 250 500 mg setiap 8 jam,
dan anak dengan berat badan kurang dari 20 kg diberikan dosis 20 40 mg / kg
dalam 8 jam dosis dibagi-bagi atau 6,7 13,3 mg / kg setiap 8 jam. Pada penderita
infeksi saluran kemih dosis yang digunakan sebesar 500 mg setiap 8 jam. Untuk
pengobatan gonorrhea pada orang dewasa, diberikan Amoksisilin sebanyak 3 g
sekali minum. (Yagiela, 2011)
(7)
Interaksi Obat
91
yang tidak alergi terhadap antibiotik golongan penisilin untuk mengobati infeksi
periodontal, osteomyelitis, Peradangan jaringan lunak pada gigi (abses, selulitis
fasial, pascabedah, perikoronitis), dan mencegah endokarditis yang disebabkan
oleh bakteri pada pasien yang berisiko tinggi saat perawatan gigi. Pada kasus abses
periapikal akut dapat diberikan amoksisilin 625 mg 3 kali sehari selama 5 - 10
hari. (Yagiela, 2011)
6. Cephalosporin
Generasi Pertama
92
2.
Generasi Kedua
Diperkenalkan pada tahun 1970. Dibandingkan dengan generasi pertama,
generasi kedua ini memiliki efektifitas yang lebih baik terhadap gram negatif.
Antibiotik yang termasuk dalam generasi kedua ini adalah sefotetan, sefoksitin dan
sefmetazol. Generasi kedua ini secara umum dapat digunakan di kedokteran gigi
karena memiliki aktivitas yang baik dalam melawan bakteri anaerob dalam rongga
mulut. (Yagiela,2011)
3.
Generasi Ketiga
Diperkenalkan pada tahun 1980. Memiliki efek yang kurang baik terhadap
bakteri gram positif kokus dan lebih memiliki aktivitas yang baik terhadap bakteri
gram negatif basil.
4.
Generasi Keempat
Diperkenalkan pada tahun 1997. Sefalosporin generasi ke empat memiliki
spectrum yang lebih luas lagi dengan akifitas terhadap bakteri gram positif. Mereka
juga memiliki ketahanan yang lebih besar untuk beta-laktamase dari sefalosporin
generasi ketiga. Sefalosporin generasi keempat adalah Cefepime.
1)
Farmakokinetik
93
Farmakodinamik
Sefalosporin bersifat bakterisid, dengan mekanisme kerja menghambat sintesis
Indikasi
Generasi pertama digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh
94
diberikan dengan aminoglikosida untuk infeksi gram negatif basil. Ada perbedaan
yang signifikan antara anggota obat generasi ketiga, dan tidak semua indikasi
berlaku untuk setiap anggota. Generasi keempat tahan terhadap banyak -laktamase
dan efektif dalam mengobati beberapa basil gram negatif yang menghasilkan laktamase. (Yagiela, 2011)
4)
Kontra Indikasi
Sefalosporin disarankan tidak diberikan pada pasien yang memiliki riwayat
95
7)
tetapi memiliki aktivitas yang terbatas terhadap bakteri anaerob rongga mulut.
(Yagiela,2011)
Sefalosporin digunakan hanya sebagai alternative terapi penisilin atau
amoksisilin karena pasien alergi terhadap penisilin atau amoksisilin. Sefalosporin
yang banyak digunakan do kedokteran gigi adalah sefalosporin generasi kedua
karena efektif terhadap bakteri mulut anaerob.( Singh, 2007)
8) Dosis
Cephalexin
96
97
Clavulanate
-laktamase inhibitor clavulanate pertama kali ditemukan dalam kultur
Farmakologi
Clavulanate diabsorbsi cukup dari saluran pencernaan. Kadar puncak dalam
serum 4 ug/ml dalam anak dan dewasa tercapai dalam waktu 40-120 menit setelah
pemberian sebanyak 125 mg. Kombinasi clavulanate dengan amoxicillin tidak
mengubah secara signifikan parameter farmakologi kedua obat tersebut. Absorpsi
clavulanate tidak dipengaruhi pemberian makanan, susu ataupun antasida
alumunium hydroxide. (Guilfoile, 2007)
Melalui pemberian secara intra vena, clavulanate yang dikombinasi dengan
amoxicillin ataupun ticarcillin, clavulanate terdistribusi secara cepat dan
menghasilkan kadar puncak 8ug/ml. Sesudah pemberian secara intravena. Waktu
paruh di dalam serum adalah sekitar 1 jam. Tidak terjadi akumulasi clavulanate
kecuali jika creatinine clerance 10 ml/min. Penyesuaian dosis tergantung pada
dosis amoxicillin atau ticarcillin. (Guilfoile, 2007)
98
Efek samping
Tidak ada efek samping yang bermakna dalam penggunaan clavulanate
Penggunaan klinis
Amoxicillin-clavulanate terbukti berguna untuk terapi otitis media pada
99
anaerob. Terbukti sangat efektif pula untuk mengatasi berbagai macam infeksi,
termasuk pula community acquired pneumonia, hospital acquired dan ventilator
associated pneumonia. Infeksi ginekologi, infeksi intraabdominal, infeksi kulit dan
jaringannya serta osteomyelitis. (Guilfoile, 2007)
2.
Sulbactam
Sulbactam adalah 6-desaminopenicillin sulfone. Sulbactan merupakan -
Farmakologi
Dalam tubuh manusia, sulbactam memiliki farmakokinetik yang serupa
dengan ampicillin. Kadar puncak rata-rata setelah pemberian secara i.v 1 gram
adalah sebesar 68 ug/ml. Waktu paruh dalam plasma 1 jam. Sulbactam
diekskresikan melalui ginjal dengan urinary recovery rate sebesar 70-80%.
Ekskresi bilier minimal. Waktu paruh tak banyak berubah kecuali jika creatinine
clearance berkurang hingga menjadi 30 ml/min. Waktu paruh menjadi 9,2 jam pada
creatinine clearance 5-15 ml/min. Penetrasi melalui meningen yang mengalami
inflamasi adalah rendah. (Guilfoile, 2007)
100
2)
Efek samping
Hasil uji klinis menunjukkan bahwa kombinasi sulbactam dengan
ampicillin memiliki efek terhadap sistem hematologi, ginjal, hati ataupun sistem
saraf pusat. Diare bukanlah suatu persoalan setelah pemberian secara intra vena.
Terkadang terjadi peningkatan nilai transaminase.
3)
Penggunaan klinis
3.
Tazobactam
Tazobactam merupakan penicillanic acid sulfone -laktamase inhibitor
Farmakologi
Nilai rerata kadar puncak dalam serum dalam 30 menit setelah pemberian
101
Efek samping
Data yang dimiliki masih sangat terbatas. (Guilfoile, 2007)
3)
Penggunaan klinik
102
Eritromisin
Eritromisin merupakan antibiotik makrolitik pertama yang diisolasi dari
Streptomyces arythreus. Eritromisin digunakan sebagai antibiotik, baik mata anakanak maupun pada orang dewasa. Eritromisin beraksi melalui ikatan dengan
subunit 50S ribosom dari bakteri dan menghambat sintesis protein. (Singh, 2007)
Eritromisin merupakan antibiotik berspektrum sempit, konsentrasi rendah
menunjukkan
bakteriostatik,
sedangkan
konsentrasi
tinggi
menunjukkan
bakteriosid. Aktivitas spektrum juga bergantung pada konsentrasi obat pata tempat
yang diinginkan dan sensitivitas dari target mikroorganisme. Eritromisin lebih
efektif dalam medium alkaline. (Singh, 2007)
Eritromisin efektif melawan bakteri gram positif dan beberapa bakteri gram
negatif termasuk pneumococci, streptococci, staphylococci, Neisseria dan beberapa
strain C. diphtheriae, H. influenzae, Rickettsiae, dan Treponema. Eritromisin juga
efektif melawan staphylococcus yang resisten terhadap penicillin, Mycoplasma,
Campylobacter, Legionella, dan Gardnerella vaginalis. (Singh, 2007)
1)
Farmakodinamik
103
Farmakokinetik
Eritromisin yang tersedia ada dalam bentuk oral dan intravena.
104
makrolid, dengan waktu paruh eritromisin meningkat dari 1,6 jam menjadi 5-6 jam
di pasien anurik. Eritromisin terutama dieliminasi dalam urin. (Yagiela, 2011)
3)
pasien dengan alergi -laktam. Aktivitas spektrumnya adalah bagus hingga hebat
melawan bakteri gram positif aerob atau fakultatif cocci (streptococci, beberapa
staphylococci). Spektrumnya umumnya tidak cocok untuk bakteri gram negatif
anaerob yang berhubungan dengan infeksi orofacial termasuk prevotella,
porphyromonas, fusobacterium, dan veilonella. (Yagiela, 2011)
4)
Adverse Effect
Adverse effects eritromisin termasuk efek samping gastrointestinal seperti
mual dan nyeri epigastrik. Diare kadang-kadang dapt terjadi. Kemerahan pada kulit,
reaksi hipersensitif, hepatotoksik, kandidiasis oral, tromboplebitis, dan demam.
(Singh, 2007)
5)
Interaksi Obat
105
6)
Kontraindikasi
Erythromycin dikontraindikasikan untuk pasien dengan alergi obat-obatan
dan alergic cholestitic hepatitic dan dalam kombinasi dengan obat lain yang dapat
menyebabkan torsade de pointers. (Yagiela, 2011)
2.
Azitromisin
Eggie Rizky Gunawan - 160110130080
Azitromisin adalah antibiotik azalid yang merupakan sub klas dari
makrolid. Azitromisin memiliki aktivitas yang baik terhadap bakteri anaerob gram
negative, dan memiliki efektivitas yang lebih baik terhadap streptokokus dan
stafilokokus dibandingkan dengan eritromisin dan claritromisin (Yagiela, 2011)
1)
Farmakokinetik
Penggunaan azitromisin per oral dapat diabsorbsi dengan cepat di dalam
usus halus dan secara luas didistribusikan ke seluruh tubuh. Konsentrasi azitromisin
di dalam jaringan lebih besar dibandingkan di dalam plasma atau serum. Absorbs
azitromisin tidak dipengaruhi oleh adanya makanan. Azitromisin dalam mencapai
106
konsentrasi maksimum dalam darah dicapai dengan waktu 2,2 jam. Obat ini
dieksresikan melalui empedu. (Yagiela, 2011)
2)
Farmakodinamik
Golongan makrolid secara langsung berikatan dengan subunit 50S
yang sama dengan penggunaan amoksisilin yang ditambah asam klavulanat (625mg
diberikan 3 kali sehari untuk 5-10 hari) dan diindikasikan untuk periapikal abses
akut. Azitromisin juga dapat digunakan utnuk profilaksis endokarditis. (Yagiela,
2011)
4)
Efek samping
Efek samping yang sering terjadi adalah muntah, dyspepsia, flatulensi,
jaundice, palpitasi, sakit dada. Reaksi alergi juga umum terjadi dengan adanya
kemerahan pada kulit, fotosensitif dan angioedema. Efek terhadap susunan saraf
pusat juga dapat terjadi berupa sakit kepala, lelah, letih, dan pusing. (Yagiela, 2011)
3.
Klaritromisin
Muhammad Arfianto Nur - 160110130069
Klaritromisin adalah antibiotik makrolid semisintesis dari eritromisin,
menghambat sintesis protein bakteri dengan berikatan pada subunit ribosom 50S.
107
Farmakodinamik
Klaritromisin adalah antibiotik makrolid yang memiliki spektrum gram
positif (staphlococcus dkk) dan bakteri gram negatif aerob (haemoPhilus dkk),
bakteri anaerob, mikobakteria, dan berbagai organisme termasuk mycoplasma,
ureaplasma, chlamydia, toxoplasma, dan borrelia. Klaritromisin memiliki aktivitas
yang sama atau lebih baik dari eritromisin. Klaritromisin biasanya memiliki sifat
bakteriostatik, tapi dapat juga bakterisid tergantung organisme dan konsentrasi
Obat. (Drugbank.ca, 2015)
2)
Farmakokinetik
Absorbsi : dari traktus gastrointestinal. Makanan dapat memperlambat
108
3)
Indikasi
Merupakan medikasi alternatif untuk otitis media akut yang disebabkan
Kontraindikasi
Dosis standar : 250 mg dua kali sehari (pagi dan sore hari)
109
(2)
1)
Interaksi Obat
Klaritramisin aman diguanakan bersama obat seperti loratadin, amoxicilin,
2)
Efek Samping
Diare, mual, pengecapan abnormal, dispepsia, dan ketidaknyamanan
110
defek
kardiovaskular,
celah
langit-langit
dan
lambatnya
pertumbuhan
(drugbank.ca, 2015)
3)
4.
5.
Klindamisin
Putri Ratnasari - 160110130081
1)
Definisi
Klindamisin dan linkomisin adalah obat antibiotik golongan linkosamid.
Farmakodinamik
Reseptor lincosamides identik dengan macrolides, chloramphenicol dan
111
mikroorganisme,
termasuk
bacteroides,
prevotella,
Farmakokinetik
Clindamycin diserap dengan sangat baik melalui oral dengan 90%
112
Indikasi
Clindamycin adalah pilihan pertama untuk obat pencegah endocarditis
untuk
orang
yang
alergi
penisilin.
Kadang-kadang
digunakan
untuk
penatalaksanaan infeksi gigi yang telah melibatkan tulang pada pasien alergi
penisilin. (Meechan, 2011)
Clindamisin digunakan untuk beberapa perawatan infeksi oleh streptococci,
staphylococci, pneumococci, atau bakteri anaerob seperti Bacteroides. Penggunaan
clindamisin diindikasi dengan perawatan infeksi tulang refraktori. Clindamycin
juga berguna dalam perawatan konsisi tertentu yang melibatkan bakteri anaerob,
seperti infeksi genital tract wanita, dan luka tembak yang mengenai abdominal.
Clindamycin juga dapat dikombinasikan dengan pneumocystis carinii dan
toxoplasmosis. (Yagiela, 2011)
5)
Kontra indikasi
Kontraindiksi clindamycin adalah pasien alergi dengan obat ini dan
113
6)
Efek samping
Efek samping minor yang terkait dengan klindamisin adalah mual dan
muntah, sakit perut, esophangitis, glossitis, stomatitis, alergi, metallic taste, ruam
makulopapular, dan diare. Sedangkan untuk efek samping mayor dapat terjadi
facial oedema, gastrointestinal effects termasuk produksi pseudomembranous
colitis, hypersensitivitas syndrome, mengubah fungsi hati termasuk jaundice,
neuromuscular blockade, haematological efek mengurangi sel darah putih dan
platelet, thrombophebitis setelah pemberian intravena. (Yagiella, 2011)
7)
Sediaan
1.
2.
3.
2002)
8)
Dosis
1.
6mg/kg 4 kali sehari). Pemberian intravena atau injeksi intramuscular yang dalam
0,6-2,7 kg setiap hari 2-4 dosis (satu dosis lebih 600 mg dengan pemberian hanya
intravena) (anak 15-40 mg/kg daily over 3-4 dosis).
2.
114
diminum 6 jam kemudian. Anak dibawah 5 tahun : 25% dosis dewasa, anak 5-10
tahun : 50% dosis dewasa (Meechan, 2002)
9)
Interaksi
Gagal ginjal dapat disebabkan jika penggunaan obat ini dikombinasikan
2.9.4 Metronidazole
Yuriesty Azalia - 160110130072
Metronidazole adalah nitroimidazole sintetis bermotif setelah zat antiparasit
alami yang diisolasi dari spesies Streptomyces pada tahun 1955. Obat ini
diperkenalkan ke kedokteran pada tahun 1959 dan dengan cepat ditemukan
115
Farmakodinamik
Aktivitas antimikroba dari metronidazole membutuhkan masuk ke dalam
sel dan pengurangan kelompok nitro untuk menghasilkan metabolit yang merusak
DNA, akhirnya menginduksi kematian sel. Metronidazole hanya aktif terhadap
bakteri anaerob obligat. Metronidazole bergantung pada konsentrasi, bukan
antibiotic yang bergantung pada waktu. Karena metabolit metronidazole
mengganggu sintesis asam nukleat, kekhawatiran telah dikemukakan mengenai
potensinya untuk mutagenisitas, karsinogenisitas, dan teratogenik. (Yagiela, 2011)
Metronidazole menembus semua sel bakteri sama baiknya. Dalam anaerob yang
sensitif, bagian nitro obat tersebut berkurang secara enzimatik, namun, metabolit
116
ini adalah bentuk aktif dari obat. Metronidazole hampir selalu bakterisida. Obat
bereaksi dengan DNA bakteri, menyebabkan penghambatan replikasi DNA,
fragmentasi DNA yang ada, dan, dalam dosis rendah, mutasi genom bakteri.
(Yagiela, 2011)
2.
Farmakokinetik
Metronidazole dapat diabsorbsi dengan baik dari trakstus gastrointestinal
metabolik,
yang
semuanya
memiliki
aktivitas
antianaerobik.
3.
bertanggung jawab untuk infeksi orofasial akut dan periodontitis kronis. Kombinasi
metronidazole dengan antibiotik -laktam untuk infeksi oral dapat diindikasikan
untuk infeksi orofasial akut serius dan dalam pengelolaan periodontitis agresif.
Metronidazole bergantung pada konsentrasi, tidak bergantung pada waktu,
117
antibiotik, sebuah fakta yang tidak tercermin dalam saat memasukkan paket dosis
rejimen untuk obat. Penggunaan metronidazole untuk periodontitis kronis klasik
adalah penyalahgunaan obat dan dapat berkontribusi pada meningkatnya resistensi
metronidazole terlihat dengan parasit, H. pylori, dan mikroorganisme lainnya.
(Yagiela, 2011)
4.
Indikasi
Metronidazole diindikasikan untuk infeksi bakteri anaerob seperti dental
Kontraindikasi
Diskrasia darah; penyakit organik aktif dari SSP. Tidak dianjurkan untuk
Presentasi
Metronidazole tersedia dalam bentuk 200 mg dan 400 mg tablet, suspensi
oral (200 mg / 5 ml), infus intravena (5 mg / mL), topikal untuk aplikasi di sulkus
gingiva, dan 500 mg supositoria. (Meechan, J.G. dan R. A. Seymour. 2002)
7.
Dosis
Dosis metronidazole yaitu 400 mg per oral tiga kali sehari selama 7 hari,
atau 500 mg dua kali sehari secara intravena. (Meechan, J.G. dan R. A. Seymour.
2002)
118
Dosis tipikal metronidazole yaitu 500 mg tiga kali sehari per oral atau secara
intravena (30 mg/kg/d). (Katzung, 2012)
8.
Efek Samping
Efek samping minor terkait dengan metronidazole termasuk neutropenia
reversibel, rasa logam, urin gelap atau merah-coklat, ruam kulit, sensasi terbakar
pada uretra atau vagina, ginekomastia, dan mual serta muntah. Efek samping utama
yang jarang meliputi pankreatitis; kolitis pseudomembran; neuropati perifer; reaksi
disulfiram bila dikombinasikan dengan etanol; dan toksisitas SSP yang terdiri dari
kejang, ensefalopati, disfungsi cerebellar, parestesia, kebingungan mental, dan
depresi. Reaksi neurologis ini umumnya terjadi hanya dengan dosis kumulatif
berkepanjangan tinggi. (Yagiela, 2011)
Karena metronidazole mempengaruhi sintesis DNA, banyak penelitian telah
membahas potensi untuk menyebabkan cacat lahir. Penggunaannya dalam
kehamilan tampaknya tidak berhubungan dengan kelainan bawaan, kelahiran
prematur, atau berat badan lahir rendah pada bayi baru lahir, dan obat memiliki
FDA kehamilan kategori klasifikasi B. Ada juga ada peningkatan kanker pada
wanita yang mengambil metronidazole selama kehamilan, membuat sangat tidak
mungkin bahwa obat ini karsinogenik. (Yagiela, 2011)
9.
Interaksi Obat
Barbiturat dapat mengurangi efikasi metronidazole, dan cimetidine dapat
119
2.9.5. Tetrasiklin
Mashita Dyah Chaerani - 160110130076
Tetrasiklin adalah kelompok obat dengan struktur kimia yang umum dan
aktivitas farmakologi. Tetrasiklin yang pertama adalah chlortetracycline yang
diisolasi dari Streptomyces aureofaciens, oxytetracycline yang berasal dari
streptomyces rimosus kemudian tetrasiklin diperoleh dengan catalytic dehalogenasi
dari chlortetracycline. (Singh. 2007 )
120
1.
Mekanisme Kerja
Tetrasiklin terutama sebagai bakteriostatik memiliki efek antimikroba dengan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tetrasiklin
Dosis penggunaan
Tetrasikli
Oksitetrasiklin
Klortetrasiklin
Demeklosiklin
Doksisiklin
Minosiklin
2.
luas. Mikroba yang termasuk sensitif terhadap tetrasiklin adalah Staph. aureus,
Staph. epidermidis, Strep. Pyogenes, Strep. Viridans, Strep. Pneumoniae, Strep.
121
Faecalis,
Listeria
monocytogenes,
Bacillus
anthracis,
Clostridium
sp.,
3.
Farmakokinetik
Tetrasiklin diabsorbsi di gastrointestinal dengan bioavaibility yang berbeda
122
4.
Farmakodinamik
Golongan tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya.
Paling sedikit terjadi dua proses dalam masuknya anti biotik ke dalam ribosom
bakteri gram negative, pertama secara difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua
melalui sistem transport aktif. Setelah masuk anti biotik berikatan secara revarsible
dengan ribosom 30S dan mencegah ikatan tRNA amino asil pada kompleks
mRNA ribosom. Hal tersebut mencegah perpanjangan rantai peptida yang sedang
tumbuh dan berakibat terhentinya sintesis protein. (Setiabudy. 2007)
5.
Efek Samping
Efek samping yang mungkin timbul akibat pemberian golongan tetrasiklin
dapat dibedakan dalam 3 kelompok yaitu reaksi kepekaan, reaksi toksik dan iritatif
serta reaksi yang timbul akibat perubahan biologik. (Setiabudy. 2007)
1)
Reaksi Kepekaan
Reaksi kulit yang mungkin timbul akibat pemberian golongan
123
Reaksi yang lebih hebat ialah edema angioneurotik dan reaksi anafilaksis.
Demam dan eosinofilia dapat pula terjadi pada waktu terapi berlangsung.
Sensitisasi silang antara berbagai derivat tetrasiklin sering terjadi.
(Setiabudy. 2007)
2)
124
onikolisis, yaitu lepasnya kuku dari dasarnya, juga dapat terjadi. (Setiabudy.
2007)
3)
bakteri aerob dan anaerob seperti infeksi Vincent yang disebabkan oleh
Fusobakterium. Tetrasiklin juga efektif dalam pengolahan lokal periodontitis
agresif yang disebabkan oleh A. Actinomycetemcomitans. Tetrasiklin lokal dapat
digunakan untuk terapi subgingiva. (Singh. 2007, Yagiela. 2011)
7.
Kontra Indikasi
Tetrasiklin kontraindikasi pada anak anak dibawah 8 tahun, dalam kasus-
kasus alergi, selama kehamlian, selama menyusui, individu dengan penyakit ginjal,
sistemik lupus eritematous dan pada individu yang sensitif terhadap sulfit.
(Meechan. 2001, Yagiela.2011)
125
8.
Interaksi Obat
Tetrasiklin dengan sejumlah obat ( dan bahan makanan seperti produk susu)
2.10
Anti Histamin 1
Fitria Rahmah - 160110130077
1.
Definisi
Antihistamin 1 (AH 1) adalah jenis anthistamin dengan kemampuan untuk
126
KELAS
DOSIS DEWASA
DURASI AKSI
BEBERAPA PERSENYAWAAN
DALAM KELAS YANG SAMA
Acrivastine: 8 mg, 6-8 jsm
Brompheniramine maleate: 4 mg, 4-6
jam
Alkylamine
4 mg
4-6 jam
Ethanolamine
25-50 mg
6-8 jam
Ethylenediamines
25-50 mg
4-6 jam
Piperazine
25-50 mg
24 jam
Phenothiazine
12,5-25 mg
4-12 jam
Piperidine
10 mg
24 jam
Fexofenadine hydrochloride: 60 mg, 12
jam
Levocabastine hydrochloride: topikal
127
274 mikrogram
8-12 jam
2.
tersebut yaitu :
128
parenteral. Onset kerja bervariasi mulai dari 15 sampai 60 menit setelah pemberian
dosis oral. Efek biasanya maksimal dalam 1 sampai 2 jam dengan durasi 4 sampai
6 jam, meskipun durasi lebih lama pada beberapa agen. Pada kenyataannya,
generasi kedua memiliki durasi yang lebih panjang namun tidak memiliki efek
sedasi. Loratadine diubah menjadi bentuk metabolit aktif dengan eliminasi waktu
paruh lebih dari 24 jam, sehingga dapat diberikan 1 kali dosis per hari. (Yagiela,
2011)
Setelah absorpsi, generasi pertama antihistamin 1 secara luas didistribusi
dalam cairan tubuh. Levocabastine adalah generasi kedua antihistamin 1 hanya
diadministrasi secara topikal. (Yagiela, 2011)
129
130
Indikasi
Antihistamin 1 secara umum dapat digunakan untuk terapi nasal alergi,
dimana kondisi ini dapat menimbulkan terjadinya rinorhea, bersin, lakrimasi, gatal
pada mukosa hidung dan mata. Azelastin efektif sampai 12 jam setelah dioleskan
pada mukosa hidung secara topikal, pemberian topikal ini dapat mengurangi efek
sistemik yang tidak diinginkan. Pada terapi ini, AH 1 biasanya dikombinasikan
dengan dekongesten seperti pseudoefedrin untuk menghilangkan gejala alergi pada
saluran pernafasan atas. (Yagiela, 2011)
Antihistamin dapat digunakan untuk menurunkan batuk preasmatik pada
anak-anak, walaupun keamanannya masih diragukan. Penggunaan AH 1 dalam hal
131
Kontraindikasi
Antihistamin generasi pertama:
132
7.
Efek Samping
Efek samping penggunaan antihistamin 1 termasuk kehilangan rasa, nausea,
muntah, epigastric distress, diare. Efek samping akibat aksi antimuskarinik dari
H1-antagonist termasuk mulut yang kering dan gangguan pada kandung kemih.
(Singh, 2007)
8.
133
2.
3.
4.
5.
9.
Interaksi Obat
Antihistamin jika dikombinasikan dengan alkohol, depresan SSP dapat
menambah efek depresan SSP dan efek lebih kecil pada antihistamin generasi
kedua dan ketiga. (Fraser, 1997)
134
2.11.
Loratadin
Putri Bella Kharisma - 160110130071
Merupakan antihistamin berfungsi melapisi atau memblok reseptor
BAB III
STUDI KASUS
3.1 Tutorial 1
Seorang perempuan bernama Nn. Aby berusia 25 tahun datang ke RSGM
dengan keluhan gigi depan kanan atas patah karena terjatuh sejak 2 hari yang lalu.
Gigi terasa sakit berdenyut terus menerus hingga mengganggu aktivitasnya.
Pemeriksaan Intra Oral gigi 11 fraktur mahkota hingga pulpa tereksponasi.
Perkusi dan palpasi (+). Dokter gigi mendiagnosa pulpitis irreversible gigi 11 dan
melakukan perawatan saluran akar 1 x kunjungan dengan medikamen eugenol,
cresophene dan irigasi NaOCL 0.5 % kemudian saluran akar diisi dengan
menggunakan endomethason dan gutapercha point. Pasien dianjurkan dating
kembali 1 minggu kemudian untuk control .
3.1.1
Identitas Pasien
Nama
: Nn. Aby
Umur
: 25 tahun
Terminologi
1.
NaOCl
2.
Medikamen Eugenol
3.
Cresophene
135
136
3.1.3
4.
Endometasone
5.
Identifikasi Masalah
1. Gigi depan kanan atas patah
2. Gigi terasa sakit berdenyut terus menerus hingga mengganggu
aktivitas
3.1.4
Hipotesis
Pulpitis Irreversible gigi 11
3.1.5
Mekanisme
Gigi depan kanan atas patah
Pulpitis irreversible
137
Pengisian SA dengan
guttaperca + endomethasone
Vania Izmi - 160110130075
3.2.
Tutorial 2
Pasien datang kembali ke dokter gigi setelah 2 bulan karena kesibukannya.
Saat ini pasien mengeluhkan gusi pada bagian gigi yang mengalami fraktur tersebut
menjadi bengkak. Pasien meminum amoxicillin sejak 1 hari yang lalu bengkak
tidak hilang tetapi muncul kemerahan dan gatal-gatal pada kulitnya. Pemeriksaan
intra oral gusi regio 11 dan 21 berwarna kemerahan dan terdapat pembengkakan.
Perkusi dan palpasi (+). Hasil pemeriksaan radiografis menunjukan gambaran
radiolusen difus di periapikal gigi 11. Dokter gigi merawat ulang gigi tersebut
menggunakan CaOH dan memberikan resep klindamisin 300 mg diminum 2x
sehari selama 5 hari diminum sampai habis dan loratadin 5 mg diminum sehari 1x
sampai keluhan hilang. Pasien diminta untuk kontrol kembali 1 minggu kemudian.
3.2.1. Terminologi
1. Amoxicillin
2. Klindamisin
3. Loratadin
3.2.2. Identifikasi Masalah
1. Pasien datang kembali ke dokter gigi setelah 2 bulan.
2. Pasien mengeluhkan gusi pada bagian gigi yang mengalami fraktur menjadi
bengkak.
3. Pasien meminum amoxicillin sejak 1 hari yang lalu bengkak tidak hilang
tetapi muncul kemerahan dan gatal-gatal pada kulitnya.
3.2.3. Hipotesis
138
1. Abses periapikal
2. Alergi Amoxicillin
3.2.4. Mekanisme
Pasien tidak kontrol
Abses periapikal
Alergi Amoxicillin
Diberi klindamisin 300mg
Loratadin
BAB IV
PEMBAHASAN
139
140
plastis sehingga gutta percha dapat beradaptasi dengan baik dengan dinding saluran
akar yang telah dipreparasi. Sedangkan Endomethasone adalah sealer yang
mengandung desinfektan berbahan dasar eugenol dan memiliki kandungan
paraformaldehida dan kortikosteroid. Indikasi penggunaanya adalah untuk sealer
dan bahan pengisi permanen saluran akar. Endomethasone mengandung eugenol,
sehingga dapat memiliki efek antiinflamasi dan dapat menghilangkan rasa sakit
begitu juga dengan kortikosteroid. Endomethasone bersifat bakterisid dan
baketeriostatik yang memberikan keuntungan mencegah adanya infeksi setelah
dilakukan perawatan endodontik. Endomethasone merupakan endodontik sealer
yang efektif digunakan pada bakteri Gram-positif. Aktivitas anti-inflamasi dan
antiseptic dari endomethasone dapat bertahan hingga beberapa jam setelah
diaplikasikan. Setelah prosedur pengisian saluran akar selesai, pasien dianjurkan
datang kembali 1 minggu kemudian untuk kontrol .
Pasien yang diminta datang kontrol 1 minggu kemudian baru datang setelah 2 bulan dalam
keadaan gusi pada bagian gigi yang fraktur menjadi bengkak. Hal ini disebabkan karena
dokter tidak dapat memantau keadaan gigi pasien pasca perawatan saluran akar. Oleh
karena itu terjadi abses periapikal yang menyebabkan pembengkakan pada gusi tersebut.
Pasien mengonsumsi amoxicillin untuh mengobati pembengkakan tersebut. Namun
amoxicillin tidak dapat mengurangi bengkak yang ada tetapi malah menimbulkan
kemerahan dan gatal-gatal pada kulit.
Amoksisilin merupakan antibiotik derivat penisilin spektrum yang diperluas
(Extended-Spectrum Penicillin) golongan -laktam yang bekerja dengan cara menghambat
sintesis dinding bakteri. amoksisilin efektif terhadap sebagian bakteri gram-positif dan
141
beberapa gram-negatif yang pathogen. Bakteri patogen yang sensitif terhadap amoksisilin
adalah Staphylococci, Streptococci, Enterococci, S. pneumoniae, N. gonorrhoeae, H.
influenzae, E. coli dan P. mirabilis. Amoksisilin kurang efektif terhadap spesias Shigella
dan bakteri penghasil beta-laktamase. (Yagiela, 2011)
Amoksisilin juga digunakan untuk mengobati infeksi periodontal, osteomyelitis,
peradangan jaringan lunak pada gigi (abses, selulitis fasial, pascabedah, perikoronitis)
mencegah endokarditis yang disebabkan oleh bakteri pada pasien yang berisiko tinggi saat
perawatan gigi. Amoksisilin harus dihindari pada pasien yang hipersensitif terhadap
antibiotik golongan penisilin. (Yagiela, 2011)
Efek samping amoksisilin yang muncul adalah mual , muntah , ruam , dan edema.
kadang-kadang diare juga dapat terjadi. Perawatan medis harus segera diberikan jika tandatanda pertama dari efek samping muncul karena jika seseorang mengalami reaksi
hipersensitivitas terhadap amoksisilin, dapat mengalami shock anafilaktik yang bisa
berakibat fatal. ( Yagiela, 2004)
Kemerahan dan gatal-gatal pada kulit yang dialami pasien merupakan tanda dan
gejala dari reaksi hipersensitivitas terhadap amoxicillin yang termasuk dalam antibiotik
golongan penisilin. Oleh karena itu, dokter memberikan obat antibiotik lainnya yaitu
Clindamycin.
Clindamycin adalah obat antibiotik golongan linkosamid. Clindamycin memiliki
aktifitas yang signifikan melawan bakteri gram positive dan gram negatif anaerobic dan
fakultatif/aerobic mikroorganisme, termasuk bacteroides, prevotella, poryphyromonas,
veillonella, peptostreptococcus, microaerophilic streptococci, actinomyces, eubacterium,
clastridium, dan propionibacterium. (Yagiela, 2011)
142
Meskipun amoxicillin dan penicilin V adalah obat pilihan utama untuk infeksi akut
orofacial, kebangkitan Clindamycin tepat sebagai oral microbial resistance terhadap lactams yang terus meningkat. Hal ini diantisipasi dengan oral micobial resistance terhadap
clindamycin akan dapat meningkat dengan proporsional berbarengan dengan MLS resisten
di bagi dengan macrolides dan streptogrammins. (Yagiela, 2011)
Clindamycin diharapkan dapat menyembuhkan pembengkakan gusi akibat abses
periapikal pada pasien. Sedangkan untuk mengatasi kemerahan dan gatal-gatal pada kulit,
dokter gigi memberikan obat loratadin yang termasuk obat golongan antihistamin 1.
Antihistamin 1 (AH 1) adalah jenis anthistamin dengan kemampuan untuk memblokir
reseptor H1 mengandung rantai samping yang menyerupai kelompok ethylamino di
histamin.
Alergi pada kulit dapat diterapi dengan menggunakan obat ini, baik akut maupun
kronis urtikaria. AH 1 efektif untuk mengkontrol gatal yang berhubungan dengan
eczematous pruritus, aktopik atau kontak dermatitis, dan akibat gigitan serangga, tetapi ada
beberapa kondisi seperti aktopik dermatitis akan lebih efektif bila menggunakan
kortikosteroid. (Yagiela, 2011)
DAFTAR PUSTAKA
th
Dental
Indonesia
in
http://shop.cobradental.co.id/do/product/DE113/Eugenol2835 [Diakses 8
November 2015 13:30].
Chen Chung Wen, Kao Chia Tze, Tsui Hsien Huang. 2005. Comparison of
The Biocompatibility Between 2 Endodontic Filling Material for Primary
Teeth. Chin Dent J.
Cohen S, Hargreaves KM. 2006. Pathways of the Pulp, 9th ed. Mosby Elsevier, St.
Louis.
Estrela C, Estrela CRA, Barbin EL, Spano JCE, Marchesan MA, Pecora JD.
Mechanism of action of sodium hypochlorite. Braz Dent J 2002;13(2) : 113-
143
144
7.
Farren ST, Sadoff Rs, Penna KJ. Sodium hypochlorite chemical burn. New York
State Dent J 2008; 74(1): 61-2.
Ganiswan,
Sulistia.
1995.
Farmakologi
dan
Terapi.
Jakarta:
Fakultas
Grossman LI, Oliet S, Del Rio CE. Ilmu Endodontik dalam Praktek. 11
th
ed. Alih
144
145
145
146
2011.
www.septodont.co.uk/products/endomethasone-
th
Torabinejad M, Walton RE. 4th ed Endodontics, 2009. Principles and Practice, 4th
ed. Saanders Elsevier, St. Louis.
Yagiela, John A dkk. 2003. Pharmacology and Therapeutics for Dentistry 5th
Edition. Elsevier Mosby.
Yagiela, Dowd, Neidle. 2004. Pharmacology and Therapeutic for Dentistry Fifth
Edition. Missousi: Mosby.
146
147
Yagiela JA, Dowd FJ, Neidle EA, eds. 2011. Pharmacology and Therapeutics for
Dentistry. 6 th ed.
147