Preskas Ablasio Retina
Preskas Ablasio Retina
ABLASIO RETINA
Disusun oleh:
Anggi Puspita Nalia Pohan
Riska Wahyuningtyas
Pembimbing:
dr. Helario, Sp.M
Retina pada mata seperti lapisan film pada kamera tempat obyek yang dilihat
oleh mata, merupakan struktur yang sangat terorganisasi, dengan kemampuan untuk
memulai
pengolahan
informasi
penglihatan
sebelum
informasi
tersebut
Pada ablasio retina ini bila tidak segera dilakukan tindakan akan mengakibatkan
cacat penglihatan atau kebutaan. Oleh karena itu, makalah ini membahas lebih lanjut
mengenai ablasio retina sehingga kelainan mata ini dapat dideteksi secara dini dan
kecacatan maupun kebutaan akibat penyakit ini dapat dihindarkan.
BAB II
ILUSTRASI KASUS
2
Identitas
Nama pasien
Jenis kelamin
Usia
Pekerjaan
: Tn. A
: Laki-laki
: 37 tahun
: Administrator toko furnitur
Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 21 Januari 2012 di
Poliklinik Mata RS Persahabatan
Keluhan utama:
Pasien datang dengan keluhan mata kiri buram sejak 1 minggu SMRS
Riwayat penyakit sekarang:
Sejak 1 minggu SMRS pasien mengeluhkan mata kiri buram seperti
berkabut/berasap yang muncul tiba-tiba dan terus-menerus. Mata kiri juga dirasakan
seperti menebal dan tampak seperti melihat gambaran pelangi. Nyeri pada mata, luas
lapang pandang yang menyempit, pandangan silau, mual, muntah, dan sakit kepala
disangkal. Sejak 16 tahun lalu pasien mengaku memiliki gangguan tajam penglihatan
sehingga harus dikoreksi dengan kacamata spheris minus 13. Hingga saat ini
kacamata pasien tidak pernah dikoreksi kembali. Sejak 15 tahun lalu pasien mengaku
sering melihat cacing-cacing hitam berterbangan di depan kedua mata serta kilat
petir di kedua mata yang intensitasnya semakin sering belakang ini. Riwayat trauma
disangkal, riwayat pengobatan maupun operasi mata sebelumnya disangkal.
Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat DM, hipertensi, penyakit jantung-paru disangkal.
Riwayat penyakit keluarga:
Riwayat DM, hipertensi, penyakit jantung-paru disangkal.
Riwayat Sosial
Pasien bekerja sebagai administrator sebuah toko furnitur dan setiap harinya bekerja
di depan komputer dalam 2 bulan terakhir.
Pemeriksaan fisik
Kesadaran dan keadaan umum : Kompos mentis, tampak sakit ringan
Tanda vital:
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
3
Frekuensi nadi
Frekuensi napas
cukup
Suhu
: afebris
Pemeriksaan oftalmologis
OD
6/20 F cc dengan pinhole
tidak membaik
Orthophoria, gerakan baik
ke segala arah
Visus
OS
6/15 cc dengan pinhole tidak
Pergerakan
membaik, cylinder 50
Orthophoria, gerakan baik ke
dan
segala arah
kedudukan
Edema (-), spasme (-) ,
bola mata
Palpebra
(-),
Konjungtiva
(-),
Kornea
BMD
Iris
sinekia (-)
Bulat, sentral, 3 mm, RCL
Pupil
sinekia (-)
Bulat, sentral, 3 mm, RCL +,
Lensa
Badan kaca
Funduskopi
RCTL +
Jernih, shadow test (-)
Agak keruh
Refleks Fundus (+), Papil
+, RCTL +
Jernih, shadow test (-)
Agak keruh
Refleks Fundus (+), Papil
bulat, batas tegas, CDR
perdarahan
(-).
Terlihat
Tonometri
Lapang pandang
Schiotz
Konftontasi
pasien
Diagnosis
1. Retinel tear suspek ablasio retina
2. Miopia OD OS
3. Astigmatisme regular OS
Perencanaan :
1
Prognosis
OD
Quo Ad Vitam
: bonam
Quo Ad Functionam : dubia ad malam
Quo Ad Sanactionam : dubia ad malam
OS
Quo Ad Vitam
: bonam
Quo Ad Functionam : malam
Quo Ad Sanactionam : dubia ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Histologi
2.1.1 Retina
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang
menerima rangsang cahaya. Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang
semitransparan, dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior
dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan
korpus siliare, dan akhirnya di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada
5
sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada system temporal dan 5,7 mm di
belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan
membran Bruch, khoroid, dan sclera. Retina menpunyai tebal 0,1 mm pada ora
serrata dan 0.23 mm pada kutub posterior. Ditengah-tengah retina posterior terdapat
makula. Di tengah makula terdapat fovea yang secara klinis merupakan cekungan
yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop.1,4
Retina berbatas dengan koroid dengan sel epitel pigmen retina dan terdiri atas
lapisan1,4 :
1. Lapisan epitel pigmen
2. Lapisan fotoreseptor merupakan lesi terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membrane ilusi.
4. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan
batang.
5. Lapisan pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel
Muller.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat
sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua,
9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah saraf
optic.
10. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan
badan kecil.
Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapiler yang berada tepat di luar
membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan
pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina,
serta cabang-cabang dari arteri retina sentralis yang memperdarahi dua per tiga
sebelah dalam.1,4
Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor
kompleks, dan sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di
lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls
saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan
akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman
penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya
adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara
fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini
menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor
dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih
kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan
untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fototopik) sedangkan bagian retina
lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama
untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).1,4
2. Oral bay
Merupakan ujung bergigi dari epitel pars plana diantara prosesus dentata
3. Lipatan meridional
Merupakan lipatan radial kecil dari penebalan jaringan retina yang segaris
dengan prosesus dentate, terutama terletak pada kuadran superonasal. Lipatan
tersebut dapat memperlihatkan lubang retina yang kecil pada apeksnya.
Kompleks meridional merupakan konfigurasi dimana prosesus dentate
terutama dengan lipatan meridional yang berbaris dengan prosesus siliaris.
4. Oral bays yang tertutup
Merupakan pulau kecil pada pars plana yang dikelilingi oleh retina sebagai
pertemuan dua prosesus dentate.
5. Jaringan granular
Dikarakterisasi oleh kekeruhan putih multiple di dalam basis vitreus. Jaringan
vitreus dapat disalahkirakan pada opercula perifer kecil. Pada ora, fusi retina
sensoris dengan RPE dan koroid membatasi perluasan dari cairan subretinal.
tetap melekat pada batas posterior dari basis vitreous. Apabila sudah teradapat
lubang retina (robekan) dalam basis vitreous maka hal tersebut tidak mengarah pada
RD. Trauma tumpul berat dapat menyebabkan avulsi dari basis vitreous dengan
robeknya non-pigmented epithelium dari anterior pada bagian pars plana dan bagian
posterior di retina.
Setiap kekeruhan disepanjang jaras optik pusat akan menghalangi seluruh atau
sebagian refleks merah ini dan tampak sebagai bintik atau bayangan gelap. Jika
terlihat kekruhan fokal, minta pasien melihat ke tempat lain sejenak dan
kemudian kembali melihat cahaya. Jika kekeruhan ini tetep bergerak atau
melayang, letaknya di dalam vitreus (misalnya perdarahan kecil), namun jika
menetap, agaknya terletak pada lensa (misalnya katarak) atau pada kornea
(misalnya parut).
Pemeriksaan Fundus
Pemeriksaan fundus lebih optimal dilakukan pada ruangan yang gelap karena
menyebabkn dilatasi pupil alami untuk mengevaluasi fundus sentral, diskus,
makula, dan struktur pembuluh darah retina.
Tahap pemeriksaan fundus :
a. Meminta pasien menatap objek yang jauh
b. Pemeriksa mula-mula membawa detil retina ke dalam fokus
c. Mencari diskus dengan mengikuti salah satu cabang utama pembuluh
ke tempat berbagai cabang tersebut berasal.
d. Berkas sinar oftalmoskopi diarahkan sedikit ke nasal dari garis
pandang pasien.
e. Cermati bentuk, ukuran, warna diskus, ketajaman tepinya, dan ukuran
bagian sentralnya yang lebih pucat (cup). Hitung cup-disc ratio.
f. Daerah makula terletak kira-kira dua kali diameter diskus optikus di
sebelah temporal tepi diskus.
g. Sebuah refleksi putih kecil atau refleksmenjadi petanda fovea
sentralis. Daerah fovea ini dikelilingi oleh daerah berpigmen yang
lebih gelap dan berbatas kurang tegas, disebut makula.
h. Ikuti pembuluh darah retina sesuai masing-masing kuadran (superior,
inferior, temporal, nasal).
i. Vena lebih gelap dan besar dibandingkan arteri. Perhatikan warna,
kelokan, kaliber pembuluh darah, aneurisma, perdarahan atau
eksudat.
Adalah kelainan mata dimana lapisan sensori retina terlepas dari lapisan epitel
pigmen retina. Antara kedua lapisan tersebut tidak terdapat taut yang erat, sehingga
terjadi akumulasi cairan subretinal di antara kedua lapisan tersebut.1-3
2.3.2 Klasifikasi
Terdapat empat klasifikasi pada ablasio retina, antara lain yaitu:
(1) Rhegmatogenous
Etiologi
Faktor risiko lebih tinggi didapatkan pada kelompok orang-orang dengan miopia
berat, afakia, usia lanjut, dan trauma. Khususnya yang disebabkan oleh trauma sering
terjadi pada individu berusia 25-45 tahun. Miopia tinggi (>5-6 dioptri) berhubungan
dengan 67 % kasus ablasio retina dan cenderung terjadi lebih muda dari pasien non
miopia. 15 % kemungkinan akan berkembang pula pada mata yang lainnya. Risiko
sekitar 25-30 % pada pasien yang telah menjalani operasi katarak pada kedua
mata.3,5,6
Klasifikasi
Ablasio retina regmatogenosa dapat diklasifikasikan berdasarkan patogenesis,
morfologi dan lokasi.
Berdasarkan patogenesisnya, dibagi menjadi; (1) Tears, disebabkan oleh traksi
vitreoretina dinamik dan memiliki predileksi di superior dan lebih sering di temporal
daripada nasal.(2) Holes, disebabkan oleh atrofi kronik dari lapisan sensori retina,
dengan predileksi di daerah temporal dan lebih sering di superior daripada inferior,
dan lebih berbahaya dari tears.
Berdasarkan morfologi, dibagi menjadi; (1) U-tearsm, terdapat flap yang menempel
pada retina di bagian dasarnya, (2) incomplete U-tears, dapat berbentuk L atau J, (3)
operculated tears, seluruh flap robek dari retina, (4) dialyses: robekan
sirkumferensial sepanjang ora serata, (5) giant tears.
10
11
Penyebab utama dari ablasio retina tipe traksi yaitu retinopati diabetes proliferative,
retinopathy of prematurity, proliferative sickle cell retinopathy.
Patogenesis
Terjadi pembentukan yang dapat berisi fibroblas, sel glia, atau sel epitel
pigmen retina. Awalnya terjadi penarikan retina sensorik menjauhi lapisan epitel di
sepanjang daerah vascular yang kemudian dapat menyebar ke bagian retina
midperifer dan makula. Pada ablasio tipe ini permukaan retina akan lebih konkaf dan
sifatnya lebih terlokalisasi tidak mencapai ke ora serata. 1
Pada mata diabetes terjadi perlekatan yang kuat antara vitreus ke area
proliferasi fibrovaskular
12
Tipe campuran ini merupakan hasil traksi retina yang kemudian menyebabkan
robekan. Traksi fokal pada daerah proliferasi jaringan ikat atau fibrovaskular dapat
mengakibatkan robekan retina dan menyebabkan kombinasi ablatio retinae
regmatogenosa-traksional
(4) Ablasio retina eksudatif
Etiologi
Etiologi dari ablasio eksudatif yaitu dapat terjadi secara spontan, dengan trauma,
uveitis, tumor, skleritis, DM, koroiditis, idiopatik, CVD, Vogt-Koyanagi-Harada
syndrome, kongenital, ARMD, sifilis, reumatoid artritis, atau kelainan vaskular.3,6,7
ditandai dengan adalanya akumulasi cairan pada ruang subretina dimana tidak terjadi
robekan retina dan traksi. Asal cairan ini dari pembuluh darah retina, atau koroid,
atau keduanya. Hal ini dapat terjadi pada penyakit vaskular, radang, atau neoplasma
pada retina, epitel berpigmen, dan koroid dimana cairan bocor keluar pembuluh
darah dan terakumulasi di bawah retina. Selama epitel berpigmen mampu memompa
cairan yang bocor ini ke sirkulasi koroid, tidak ada akumulasi dalam ruang subretina
dan tidak akan terjadi ablasio retina. Akan teteapi, jika proses berlanjut dan aktivitas
pompa epitel berpigmen normal terganggu, atau jika aktivitas epitel berpigmen
berkurang karena hilangnya epitel berpigmen atau penurunan suplai metabolik
(seperti iskemia), kemudian cairan mulai berakumulasi dan terjadi ablasio retina.
Tipe ablasio retina ini dapat juga disebabkan oleh akumulasi darah pada ruang
subretina (ablasio retina hemoragika. Penyakit radang dapat menyebabkan ablasio
retina serosa termasuk skleritis posterior, oftalmia simatetik, penyakit Harada, pars
planitis, penyakit pembuluh darah vaskular. Penyakit vaskular adalah hipertensi
maligna, toksemia gravidarum, oklusi vena retina, penyakit Coat, penyakit
angiomatosa retina, dan pembentukan neovaskularisasi koroid. 3
Patogenesis
Terjadi akibat akumulasi cairan subretinal dengan tanpa danya robekan retina
ataupun traks pada retina. Pada penyakit vaskular, radang, atau neoplasma retina,
epitel pigmen, dan koroid, maka dapat terjadi kebocoran pembuluh darah sehingga
berkumpul di bawah retina. Hal ini terjadi terutama bila pompa epitel terganggu
akibat berbagai hal.
13
14
serosa dapat dilakukan laser fotokoagulasi argon. Pada infeksi diberikan antibiotik.8
Kelainan vaskular dapat diterapi dengan laser, krioterapi, aviterktomi.
Komplikasi
Dapat terjadi glaukoma neovaskular dengan ptisis bulbi.7
2.3.3 Diagnosis banding Ablasio Retina
a. Retinoskisis degeneratif
Dengan gejala klinis yaitu fotopsia dan floater tidak ada, defek lapang pandang
jarang terjadi,
15
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien pria berusia 37 tahun datang dengan
keluhan utama penglihatan mata kiri yang tiba-tiba buram satu
minggu sebelum masuk rumah sakit. Dari keluhan utama pasien
dapat dikategorikan bahwa keluhan mata pasien ini termasuk
dalam kategori keluhan mata tenang visus turun mendadak. Dari
keluhan ini dapat dipikirkan beberapa diagnosis banding yaitu:
kekeruhan media refraksi, hifema, perdarahan vitreus, ablasio
retina, oklusio pembuluh darah retina sentralis, oklusi arteri retina
sentralis, oklusi cabang retina sentralis, oklusi vena retina sentralis,
dan gangguan saraf optik.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftamologis, tidak
ada
riwayat
trauma
dan
kondisi
lain
yang
menyebabkan
kronis)
sehingga
diagnosis
banding
hyfema
dapat
di
antara
epitel
dan
lapisan
retina,
sehingga
prosedur scleral buckling. Pada pasien ini tatalaksana yang dberikan dapat berupa
fotokoagulasi leser dikarenakan hanya terdapat retina break.
Prognosis ad vitam pada kasus ini bonam karena tidak
mengancam nyawa. Prognosis ad functionam adalah dubia ad
malam
karena
dapat
menyebabkan
kebutaan.
Prognosis
ad
BAB V
KESIMPULAN
Pasien laki-laki berusia 37 tahun datang dengan keluhan pandangan buram tiba-tiba
pada mata kiri sejak 1 minggu SMRS. Ditemukan gejala floater, fotopsia, mata
seperti menebal, dan pasien melihat gambaran halo. Pada pemeriksaan funduskopi
ditemukan adanya robekan retina pada OS arah jam 5-7, badan kaca terlihat keruh.
Pasien ini memiliki faktor risiko miopia berat sejak 15 tahun lalu. Diagnosis pada
pasien adalah retina tear suspek ablasio retina dengan miopia OD OS serta
astigmatisme OS. Direncanakan tindakan laser dan bedah lainnya seperti pneumatic
retinopexy dan intraocular silicone oil tamponade.
18
Daftar Pustaka
1. Hardy RA,. Retina dan Tumor Intraokuler. In : Vaughan D.G, Asbury T.,
Riordan E.P, editor. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta : Widya Medika.
2000.p. 38-43, 185-99.
2. Kanski JJ, Bowling B, editors. Clinical Ophthalmology: a systemic
approach. 7th ed. Elsevier, 2011
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2004. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
4. Sidarta I,. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata Edisi
kedua. Jakarta: BP-FKUI. 2002. p.10-5.
5. Larkin GL. Retinal Detachment. [series online] 2006 April 11 [cited on 2013
January
15].
Available
from
URL:
http://www.emedicine.com/emerg/topic504.htm.
6. Gariano RF, Kim CH. Evaluation and Management of Suspected Retinal
Detachment. American Academy of Family Physicians. [series online] 2004
19
April 1 [cited on 2013 January 15]; vol. 69, no. 7. Available from URL:
http://www.aafp.org/afp/20040401/1691.html.
7. Wu L. Retinal Detachment Exudative. [series online] 2010 Agustus 2 [cited
on
2013
January
15].
Available
from
URL:
http://www.emedicine.com/oph/topic407.htm.
20