Refeerat Radiologis Trauma Kepala
Refeerat Radiologis Trauma Kepala
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
PADA TRAUMA KEPALA
Dosen Pembimbing :
Disusun oleh :
BAB I
PENDAHULUAN
dari 4 jam. Penegakan diagnosa trauma kepala diperoleh dengan pemeriksaan klinis awal yang
diteliti dan tentu ditunjang oleh diagnosa imajing.
BAB II
TRAUMA KEPALA
sehingga
menyebabkan
dapat
terjadinya
perdarahan epidural.
Gambar 2. Vaskularisasi
pada Tulang Tengkorak
II.1.3 Meningia
Gambar 3. Potongan
Melintang Tulang Tengkorak
dan Meningens
Meningia merupakan selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang.
Fungsi meningia yaitu melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan
cairan sekresi (cairan serebrospinal), dan memperkecil benturan atau getaran. Meningiaterdiri
atas 3 lapisan, yaitu :
5
II.1.4 Otak
Otak merupakan suatu organ tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat dari
semua organ tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak (kranium)
yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Otak terdiri dari otak besar (cerebrum), otak kecil
(cerebellum), dan batang otak (Trunkus serebri). Besar otak orang dewasa kira-kira 1300 gram,
7/8 bagian berat terdiri dari otak besar.
menyampaikan rangsangan dari bagian lain. Fungsi otak kecil adalah untuk mengatur
keseimbangan tubuh serta mengkoordinasikan kerja otot ketika bergerak.
c.
Cairan serebrospinal adalah hasil sekresi plexus khoroid. Cairan ini bersifat alkali, bening
mirip plasma dengan tekanannya 60-140 mmH2O. Sirkulasi cairan serebrospinal yaitu cairan ini
disalurkan oleh plexus khoroid ke dalam ventrikel-ventrikel yang ada di dalam otak. Cairan itu
masuk ke dalam kanalis sentralis sumsum tulang belakang dan juga ke dalam ruang subaraknoid
melalui celah-celah yang terdapat pada ventrikel keempat. Setelah itu cairan ini dapat melintasi
ruangan di atas seluruh permukaan otak dan sumsum tulang belakang hingga akhirnya kembali
ke sirkulasi vena melalui granulasi araknoid pada sinus sagitalis superior. Oleh karena susunan
ini maka bagian saraf otak dan sumsum tulang belakang yang sangat halus terletak diantara dua
lapisan cairan. Dengan adanya kedua bantalan air ini maka sistem persarafan terlindungi
dengan baik. Cairan serebrospinal ini berfungsi sebagai buffer, melindungi otak dan sumsum
tulang belakang dan menghantarkan makanan ke jaringan sistem persarafan pusat.
II.1.6 Tekanan Intra Kranial (TIK)
Berbagai proses patologis yang mengenai otak dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
intrakranial yang selanjutnya akan mengganggu perfusi otak dan akan memacu terjadinya
iskemia. Tekanan intrakranial normal pada saat istirahat adalah 10 mmHg. Tekanan intrakranial
yang lebih dari 20 mmHg khususnya bila berkepanjangan dan sulit diturunkan akan
menyebabkan hasil yang buruk kepada penderita
Doktrin Monro-Kellie
Doktrin Monro-Kellie adalah suatu konsep sederhana namun penting sekali dapat
menerangkan pengertian dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa volume total
intrakranial harus selalu konstan, karena rongga kranium pada dasarnya merupakan rongga yang
tidak mungkin membesar. Oleh karena itu segera setelah cedera kepala, suatu massa perdarahan
dapat membesar sementara tekanan intrakranial masih tetap normal. Namun bila batas
penggeseran cairan serebrospinal dan darah intravaskuler terlampaui maka tekanan intrakranial
akan mendadak meningkat dengan cepat.
Doktrin Monro-Kellie(kompensasi intrakranial terhadap massa yang berkembang):
Votak + VCSS + Vdarah + Vmassa = Konstan
Dalam Doktrin Monro-Kellie, dijelaskan bahwa volume isi intrakranial akan selalu
konstan. Bila terdapat penambahan massa seperti adanya hematoma akan menyebabkan
tergesernya CSS dan darah vena keluar dari ruang intrakranial dengan volume yang sama, TIK
akan tetap normal. Namun bila mekanisme kompensasi ini terlampaui maka kenaikan jumlah
massa yang sedikit saja akan menyebabkan kenaikan TIK yang tajam.
Kurva Volume-Tekanan
sejumlah massa baru intrakranial, seperti perdarahan subdural atau epidural sampai pada titik
tertentu. Bila volume masa perdarahan ini telah mencapai 100-150 ml, akan terjadi peningkatan
tekanan intrakranial yang sangat cepat dan akan menyebabkan penghentian aliran otak.
II.2
Trauma Kepala
II.2.1 Definisi
Trauma kepala atau trauma kepala adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa
struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional
jaringan otak. Menurut Brain Injury Association of America, trauma kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh
serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang
mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
II.2.2 Patofisiologi
Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar dan dalam rongga kepala. Lesi jaringan
luar terjadi pada kulit kepala dan lesi bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah
tengkorak maupun otak itu sendiri. Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada tiga jenis
keadaan yaitu, kepala diam dibentur benda yang bergerak, kepala yang bergerak membentur
benda yang diam, dan kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain
dibentur oleh benda yang bergerak.
Dalam mekanisme trauma kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan coup. Contre
coup dan coup pada trauma kepala dapat terjadi kapan saja pada orang orang yang mengalami
percepatan pergerakan kepala. Trauma kepala pada coup disebabkan hantaman otak bagian
10
dalam pada sisi yang terkena sedangkan contre coup pada sisi yang berlawanan dengan daerah
benturan.
Berdasarkan patofisiologinya trauma kepala dibagi menjadi trauma kepala primer dan
trauma kepala sekunder. Trauma kepala primer merupakan cedera yang terjadi saat atau
bersamaan dengan kejadian cedera, dan ini merupakan suatu fenomena mekanik. Cedera ini
umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa dilakukan kecuali membuat
fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sakit dapat menjalani proses penyembuhan yang optimal
Trauma kepala sekunder merupakan proses lanjutan dari trauma kepala primer dan lebih
merupakan fenomena metabolik. Pada penderita trauma kepala berat, pencegahan trauma kepala
sekunder dapat mempengaruhi tingkat kesembuhan penderita. Penyebab trauma kepala sekunder
antara lain penyebab sistemik (hipotensi, hipoksemia, hipo atau hiperkapnea, hipertermia, dan
hiponatremia) dan penyebab intrakranial (tekanan intrakranial meningkat, hematoma, edema,
pergeseran otak (brain shift), vasospasme, kejang, dan infeksi.
II.2.3 Tingkat Keparahan Trauma kepala dengan Skala Koma Glasgow (SKG)
Skala koma Glasgow adalah nilai (skor) yang diberikan pada pasien trauma kepala,
gangguan kesadaran dinilai secara kuantitatif pada setiap tingkat kesadaran. Bagian-bagian yang
dinilai adalah:
1. Proses membuka mata (Eye Opening)
2. Reaksi gerak motorik ekstrimitas (Best Motor Response)
3. Reaksi bicara (Best Verbal Response)
Pemeriksaan tingkat keparahan trauma kepala disimpulkan dalam suatu tabel Skala Koma
Glasgow (SKG).
Tabel 1. Skala Koma Glasgow
Eye Opening(E)
Mata terbuka dengan spontan
11
Menghindari nyeri
Fleksi (dekortikasi)
Ekstensi (decerebrasi)
3.
Perdarahan epidural adalah perdarahan antara tulang kranial dan duramater, yang
biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea media. Kelainan ini pada fase awal tidak
menunjukkan gejala atau tanda. Baru setetelah hematoma bertambah besar akan terlihat tanda
pendesakan dan peningkatan tekanan intrakranial. Penderita akan mengalami mual dan muntah
diikuti dengan penurunan kesadaran. Gejala perdarahan epidural yang klasik atau temporal
berupa kesadaran yang semakin menurun (biasanya somnolen), disertai oleh anisokoria pada
mata ke sisi dan mungkin terjadi hemiparese kontralateral.
II.2.5.3 Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terletak diantara duramater dan arakhnoid.
Perdarahan subdural merupakan perdarahan intrakranial yang paling sering terjadi. Karakteristik
perdarahan subdural biasanya dibagi berdasarkan ukuran, lokasi dan lama kejadian.
a.
pasien dalam keadaan koma. Gejala klinis perdarahan subdural akut dapat berupa
pusing, mual, bingung, penurunan kesadaran, sulit berbicara, henti napas dan hilangnya
kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah.
b.
50 persen dari pasien yang menderita perdarahan subdural kronis tidak memiliki riwayat
trauma kepala, biasanya trauma kepala yang terjadi adalah trauma kepala ringan. Gejala
klinis dari perdarahan ini dapat berupa penurunan kesadaran, pusing, kesulitan berjalan
atau keseimbangan, disfungsi kognitif atau hilang ingatan, perubahan kepribadian,
defisit motorik, kejang, dan inkontinensia.
II.2.5.4 Perdarahan Subarachnoid
14
aneurism). Gejala klinisnya biasanya tampak sepuluh hingga dua puluh hari setelah terjadinya
ruptur. Gejala yang paling sering berupa sakit kepala, nyeri daerah orbital, diplopia, gangguan
penglihatan, gangguan sensorik dan motorik, kejang, ptosis, disfasia.
II.2.5.5 Perdarahan Intraventrikular
Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan darah pada ventrikel otak.
Perdarahan intraventrikular selalu timbul apabila terjadi perdarahan intraserebral.
II.2.5.6 Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral merupakan penumpukan darah pada jaringan otak yang semakin
lama semakin banyak dan menimbulkan tekanan pada jaringan otak sekitar. Hal ini
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan konfusi dan letargi.
Gejala klinis biasanya timbul dengan cepat bergantung pada lokasi perdarahan. Gejala yang
paling sering adalah sakit kepala, nausea, muntah, letargi atau konfusi, kelemahan mendadak
atau kebas pada wajah, tangan atau kaki yang biasanya pada satu sisi, hilangnya kesadaran,
hilang penglihatan sementara, dan kejang.
15
BAB III
INTERPRETASI RADIOLOGIS PADA TRAUMA KEPALA
kepala berat atau progresif, kejang pasca-trauma, muntah terus menerus, multipel trauma, cedera
wajah yang serius, tanda-tanda dari fraktur tengkorak basilar (hemotympanum, raccoon eyes,
rinorrea atau otorrea), dugaan kekerasan pada anak, gangguan perdarahan, atau usia lebih muda
dari 2 tahun.
Pasien berisiko tinggi adalah mereka dengan salah satu kondisi berikut: temuan
neurologis fokal, pasien dengan derajat kesadaran berdasarkan GCS dengan skor 8 atau kurang,
dipastikannya terdapat penetrasi tengkorak, gangguan metabolik, keadaan postictal, atau
penurunan atau depresi tingkat kesadaran (tidak berhubungan dengan narkoba, alkohol , atau
obat-obatan depresan pada system saraf pusat lainnya). Jika terdapat cedera sedang atau berat
dan pasien dengan kondisi neurologis yang tidak stabil, CT scan harus dilakukan untuk
menyingkirkan adanya hematoma. Jika pasien dengan kondisi neurologis yang stabil, MR scan
lebih digunakan untuk mencari cedera dengan penekanan parenkim. Dalam cedera kepala ringan
(tanpa kehilangan kesadaran atau defisit neurologis), pasien dapat hanya diobservasi. Jika sakit
kepala terus-menerus terjadi setelah trauma, CT scan harus dilakukan.
Pemeriksaan foto polos kepala untuk melihat pergeseran (displacement) fraktur tulang
tengkorak, tetapi tidak dapat menentukan ada tidaknya perdarahan intrakranial. Fraktur pada
tengkorak dapat berupa fraktur impresi (depressed fracture), fraktur linear, dan fraktur diastasis
(traumatic suture separation). Fraktur impresi biasanya disertai kerusakan jaringan otak dan
pada foto terlihat sebagai garis atau dua garis sejajar dengan densitas tinggi pada tulang
tengkorak (Gambar 9.a). Fraktur linear harus dibedakan dari gambaran pembuluh darah normal
atau dengan garis sutura interna, yang tidak bergerigi seperti sutura eksterna. Garis sutura interna
bersifat superimposisi pada sutura yang bergerigi, sedangkan fraktur akan menyimpang dari itu
di beberapa titik. Selain itu, pada foto polos kepala, fraktur ini terlihat sebagai garis radiolusen,
paling sering di daerah parietal (Gambar 9.a). Garis fraktur biasanya lebih radiolusen daripada
pembuluh darah dan arahnya tidak teratur. Fraktur diastasis lebih sering pada anak-anak dan
terkihat sebagai pelebaran sutura (Gambar 9.a).
dan
18
Dengan CT scanisi kepala secara anatomis akan tampak dengan jelas. Pada trauma
kepala, fraktur, perdarahan dan edema akan tampak dengan jelas baik bentuk maupun ukurannya.
Indikasi pemeriksaan CT scanpada kasus trauma kepala adalah seperti berikut:
1. Bila secara klinis didapatkan klasifikasi trauma kepala sedang dan berat.
2. Trauma kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak.
3. Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii.
4. Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan kesadaran.
5. Sakit kepala yang hebat.
6. Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi jaringan
otak.
7. Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebral.
Melalui pemeriksaan ini dapat dilihat seluruh struktur anatomis kepala, dan merupakan
alat yang paling baik untuk mengetahui, menentukan lokasi dan ukuran dari perdarahan
intrakranial.
III.3.2 Interpretasi Gambaran CT Scan pada Trauma Kepala
III.3.2.1 Fraktur Tulang Kepala
Fraktur pada dasar tengkorak seringkali sukar dilihat. Fraktur dasar tengkorak (basis
kranii) biasanya memerlukan pemeriksaan CT Scan dengan teknik Jendela Tulang (bone
window) untuk mengidentifikasi garis frakturnya. Fraktur dasar tengkorak yang melintang
kanalis karotikus dapat mencederai arteri karotis (diseksi, pseuoaneurisma ataupun trombosis)
perlu dipertimbangkan untuk dilakukan pemeriksaan angiography cerebral.
pada
CT Scan Kepala
19
Pada Gambar 10, memperlihatkan gambaran fraktur tulang temporal petrous kiri, yang
melibatkan telinga tengah (panah kecil). Dapat dilihat juga adanya gambaran sedikit udara pada
fossa posterior dari tulang tengkorak (panah terbuka).
III.3.2.2 Perdarahan Epidural
Hematoma epidural didefinisikan sebagai perdarahan ke dalam ruang antara duramater,
yang tidak dapat dipisahkan dari periosteumtengkorak dan tulang yang berdekatan
Hematoma epidural biasanya dapat dibedakan dari hematoma subdural dengan bentuk
bikonveks dibandingkan dengan crescent-shape dari hematoma subdural. Selain itu, tidak seperti
hematoma subdural, hematoma epidural biasanya tidak melewati sutura. Hematoma epidural
sangat sulit dibedakan dengan hematoma subdural jika ukurannya kecil. Dengan bentuk
bikonveks yang khas,elips, gambaran CT scan padahematoma epidural tergantung pada sumber
perdarahan, waktu berlalu sejak cedera, dan tingkat keparahan perdarahan. Karena dibutuhkan
diagnosis yang akurat dan perawatan yang cepat, diperlukan pemeriksaan CT scan dengan cepat
dan intervensi bedah saraf
Pada Gambar 11, pasien mengalami kecelakaan kendaraan bermotor, terlihat peningkatan
kepadatan (hiperdens) di daerah lenticular pada CT Scan aksial non kontras di wilayah parietalis
kanan. Ini biasanya terjadi akibat pecahnya arteri meningeal media. Sedikit perdarahan juga
terlihat di lobus frontal kiri (perdarahan intraserebral).
20
21
Gambar
Perdarahan
15.
Gambaran
Subarakhnoid
Ketika CT scan dilakukan beberapa hari atau minggu setelah perdarahan awal, temuan
akan tampak lebih halus. Gambaran putih darah dan bekuan cenderung menurun, dan tampak
sebagai abu-abu. Sebagai tambahan dalam mendeteksi SAH, CT scan berguna untuk melokalisir
sumber perdarahan.
III.3.2.5 Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral biasanya disebabkan oleh trauma terhadap pembuluh darah,
timbul hematoma intraparenkim dalam waktu -6 jam setelah terjadinya trauma. Hematoma ini
bisa timbul pada area kontralateral trauma. Pada CT scan sesudah beberapa jam akan tampak
daerah hematoma (hiperdens), dengan tepi yang tidak rata.
22
23
BAB IV
KESIMPULAN
Trauma kepala adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga
dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak.
Berdasarkan Skala Koma Glasgow, trauma kepala dibagi atas trauma kepala ringan (SKG 1415), sedang (SKG 9-13) dan berat (SKG 3-8). Trauma kepala dapat menimbulkan perdarahan
intrakranial berupa fraktur yulang kepala, perdarahan epidural, perdarahan subdural, perdarahan
subarakhnoid, perdarahan intraventrikular, dan perdarahan intraserebral. Pemeriksaan foto polos
kepala digunakan untuk melihat pergeseran (displacement) fraktur tulang tengkorak, tetapi tidak
dapat menentukan ada tidaknya perdarahan intrakranial.
Pemeriksaan tomografi komputer(CT Scan) kepala sangat berguna pada trauma kepala
karena isi kepala secara anatomis akan tampak dengan jelas. Pada trauma kepala, fraktur,
perdarahan dan edema akan tampak dengan jelas baik bentuk maupun ukurannya.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. American College of Surgeons. Advance Trauma Life Support For Doctor. 7th ed. 2004.
USA: First Impression.
2. Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I. Radiologi Diagnostik. Edisi 7. 2001. Balai Penerbit
FKUI
3. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke -6. 2006.Jakarta: EGC.
4.
5. Mansjoer A., Suprohaita, Wardhani WI., SetiowulanW. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
Ketiga. 2000. Jakarta: Media Aesculapius.
6. Malueka R. G. Radiologi Diagnostik.Edisi 2. 2007. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press
Yogyakarta
25