Anda di halaman 1dari 16

The Elements of Journalism

Dalam buku The Elements of Journalism, karya Bill Kovach dan


Rosentiel, akan dibahas mengenai apa yang seharusnya diketahui wartawan dan
yang diharapkan publik, kesemuanya itu telah dirangkum dalam sembilan
elemen yang akan kami ulas kembali dalam tulisan ini. Berikut ini adalah
Sembilan elemen jurnalisme menurut Bill Kovach dan Tom Rosentiel:
1. Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran
Keinginan agar informasi merupakan kebenaran adalah elementer.
Kebenaran menciptakan rasa aman yang tumbuh dari kesadaran seseorang, dan
kebenaran inilah yang jadi intisari sebuah berita. Namun, kebenaran tampaknya
terlalu sulit untuk dikejar.
Pada awalnya, yang bisa terdistorsi dalam pemberitaan hanyalah akurasi.
Pada 1947, Hutchins Comission menyebut berita-berita surat kabar tentang
orang-orang minoritas yang justru menguatkan stereotipe yang keliru, karena
media gagal untuk menampilkan konteks atau menegaskan identitas ras atau
etnisitas tanpa alasan yang tepat. Sekadar akurasi juga bukanlah yang dicari
orang.
Meski begitu, bukan berarti akurasi tidak penting. Justru sebaliknya,
akurasi adalah fondasi bagi bangunan di atasnya : konteks, interpretasi, debat,
dan semua komunikasi publik. Seorang reporter mungkin tak bisa bergerak
melampaui akurasi pada tingkat permukaan dalam berita hari pertama. Namun
cerita pertama berkembang menjadi cerita kedua, dan berita kedua berkembang
menjadi berita ketiga, begitu seterusnya.
Salah satu contoh kasusnya yakni kasus Abner Louima, imigran Haiti
yang ditangkap karena mengacau di luar sebuah klab malam di Brooklyn pada
1997. Cerita ini pertama kali terlihat sebagai berita polisi singkat. Namun tiga hari
kemudian, penulis kolom Daily News di New York Mike McAlary menjumpai
Louima di rumah sakit dan mewawancarainya. Louima membeberkan bahwa
polisi dengan brutal menyodominya dengan pegangan torak pompa toilet. Hari
itu, polisi mencopot dua polisi yang terlibat dalam penangkapan. Dua hari
kemudian, dalam wawancara kedua, Louima tanpa bukti yang kuat menyebut
apa yang dikatakan polisi yang menangkapnya, Ini adalah masa Guliani
(merujuk pada Walikota Rudolph Guliani, seorang Amerika keturunan Itali). Ini
bukan masa Dinkins (merujuk pada mantan Walikota David Dinkins, seorang

Amerika keturunan Afrika). Lebih banyak lagi petugas yang dicopot dari tugas,
dan segera setelah itu warga menggelar protes di Brooklyn. Setahun kemudian,
Louima menarik kembali pernyataan masa Guliani yang dilontarkannya tanpa
bukti, sekalipun ia tak menarik kata-katanya tentang perlakuan brutal yang
menimpanya. Beberapa bulan kemudian, City Journal milik Manhattan Institute
menerbitkan sebuah artikel yang menunjukkan bahwa terlepas dari insiden
kebrutalan polisi yang banyak mendapat sorotan tersebut, Departemen Polisi
New York relatif memiliki catatan yang baik dalam persoalan ini.
Kebenaran di sini terlihat melalui proses yang berjalan. Namun sejauh ini,
wartawan saat ini masin tetap percaya pentingnya menyampaikan kebenaran.
Dalam survei terhadap wartawan tentang pendapat mereka soal nila-nilai dasar
jurnalisme, delapan dari 10 wartawan yang bekerja di media nasional, dan lebih
dari 7 dari 10 yang bekerja di media lokal di Amerika Serikat, mengatakan
mereka merasakan sebenar-benarnya memang ada laporan yang benar dan
akurat tentang sebuah peristiwa.
2.

Loyalitas pertama jurnalisme kepada warga


Komitmen kepada warga lebih besar ketimbang egoisme profesional.

Kesetiaan kepada warga ini adalah makna dari yang kita sebut independensi
jurnalistik. Pemikiran bahwa wartawan melayani warga pada urutan teratas
masih dipercayai oleh banyak wartawan. Dalam survei tentang nilai-nilai
jurnalisme pada 1999, yang dilakukan oleh Pew Research Center for the People
and the Press dan Committee of Concerned Journalists, lebih dari 80 persen
responden

menempatkan

kewajiban

pertama

adalah

kepada

pembaca/pendengar/pemirsa sebagai prinsip inti jurnalisme.


Pemahaman ini mulai muncul pada penghujung abad ke-19 sebagai
reaksi terhadap para pemilik suratkabar yang mengganti independensi editorial
dengan ideologi politik. Deklarasi paling terkenal tentang independensi intelektual
dan keuangan ini muncul pada 1896 saat seorang penerbit muda dari Tennessee
bernama Adolph Ochs membeli harian New York Times. Di hari pertamanya, di
bawah kepala berita yang berjudul Pengumuman Bisnis, Ochs menulis kalimat
yang kelak menjadi peninggalannya yang dikenang banyak orang. Ia menulis
bahwa ia berkehendak sungguh-sungguh memberikan berita yang tak berpihak,
tanpa ketakutan atau miring sebelah, tanpa memandang partai, sekte, atau

kepentingan lain yang terlibat.Ketika New York Times menjadi koran paling
berpengaruh di New York dan kemudian di dunia, yang lain mengikuti model
Ochs. Untuk menghubungkan kembali orang-orang dengan berita, dan
meneruskan berita pada dunia yang lebih luas, jurnalisme harus mengukuhkan
kembali kesetiannya kepada warga.

3.

Intisari jurnalisme adalah disiplin verifikasi


Disiplin verifikasi adalah ihwal yang memisahkan jurnalisme dari hiburan,

propaganda, fiksi, atau seni. Hiburan berfokus pada hal-hal yang paling
menggembirakan hati. Propaganda menyeleksi fakta atau mengarang fakta demi
kepentingan yang lain persuasi dan manipulasi. Fiksi mengarang skenario
untuk sampai pada kesan yang lebih personal dari apa yang disebut kebenaran.
Hanya jurnalisme yang sejak awal berfokus untuk menceritakan apa yang terjadi
setepat-tepatnya.
Di masa siklus berita 24 jam, wartawan sekarang menghabiskan waktu
lebih

banyak

mencari

sesuatu

untuk

menambahi

berita

yang

tengah

berlangsung, biasanya interpretasi, dan bukannya mencoba secara independen


mendapati dan memverifikasi fakta baru.
Kasus kandidat presiden Al Gore adalah sebuah contoh bagaimana
teknologi bisa melemahkan proses verifikasi. Saat Gore berkampanye dalam
pemilihan umum 2000, pernyataan yang diduga dilontarkannya, yaitu Gore yang
mendapati adanya tempat pembuangan limbah beracun Love Canal di wilayah
utara negara bagian New York. Masalahnya, Gore tak pernah membuat
pernyataan itu. Ia hanya mengatakan kepada serombongan siswa sekolah
menengah New Hampshire bahwa ia pertama kali belajar tentang bahaya limbah
beracun ketika sekelompok pendukungnya memberi tahu tentang sebuah kota
yang terpolusi di Tennessee bernama Toone, dan Gore ingin menggelar dengar
pendapat tentang masalah itu.Saya mencari ke seluruh negeri tempat yang
sama seperti itu,katanya kepada para siswa. Saya lalu menemukan tempat
kecil di wilayah utara negara bagian New York bernama Love Canal. Saya lalu
mengadakan dengar pendapat tentang masalah ini, dan Toone, Tennessee
yang tidak kalian ketahui. Padahal ini awal dari semuanya.
Meskipun begitu, hari berikutya,Washington Post salah mengutp Gore
sepenuhnya dengan menyebutkan,Saya yang memulai semuanya. Dalam
sebuah rilis pers, Partai Republik mengubah kutipan itu menjadi,Sayalah yang

memulai semuanya. New York Times mencetak salah kutip yang sama seperti
Post.

Tak

seorangpun

yang

memperhatikan

bahwa

Associated

Press

memberitakan kutipan yang benar. Persoalan ini belum selesai sampai siswa
sekolah menengah itu sendiri mengajukan keluhan.
Seperangkat konsep inti yang membentuk landasan disiplin verifikasi di
antaranya :
1. Jangan pernah menambahi sesuatu yang tidak ada.
2. Jangan pernah menipu audiens.
3. Berlakulah setransparan mungkin tentang metode dan motivasi Anda.
4. Andalkan reportase Anda sendiri.
5. Bersikaplah rendah hati.
Adapun teknik verifikasi, yakni :
Penyuntingan yang skeptis
Pendekatan ini melibatkan proses menimbang dan memutuskan sebuah
cerita.
Daftar pemeriksaan akurasi
Saat mereka bergerak memeriksa tulisan, redaktur harus menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut :
1. Apakah alinea pertama sudah cukup didukung oleh alinea-alinea
sesudahnya?
2. Adakah seseorang

telah

memeriksa

ulang,

menelepon,

atau

menghubungi semua sumber , alamat rumah atau kantor, alamat situs


web yang tercantum dalam tulisan? Bagaimana dengan nama dan gelar?
3. Apakah materi latar belakang diperlukan untuk memahami tulisan
selengkapnya?
4. Apakah semua pihak yang terlibat dalam tulisan sudah diidentifikasi dan
apakah wakil-wakil dari berbagai pihak tersebut sudah dihubungi dan
diberi kesempatan bicara?
5. Apakah tulisan memihak atau membuat penghakiman yang tak kentara?
6. Apakah ada sesuatu yang kurang?
7. Apakah semua kutipan akurat dan sandangannya jelas, dan apakah
kutipan-kutipan itu menangkap apa yang sesungguhnya dimaksudkan
orang tersebut?
Jangan berasumsi
Jangan mengandalkan ucapan pejabat atau laporan berita. Mendekatlah
sebisa mungkin kepada sumber utama. Bertindaklah sistematis. Carilah bukti
yang menguatkan.
Pensil warna Tom French

French punya tes untuk memverifikasi setiap fakta yang ada dalam
tulisannya. Sebelum ia menyerahkan karyanya, ia mengambil salinan
tercetak dan meneliti tulisan itu baris demi baris dengan pensil warna,
menorehkan tanda centang pada tiap fakta dan pernyataan di dalam tulisan
untuk mengatakan pada dirinya sendiri bahwa ia harus memeriksa ulang
untuk memastikan kebenarannya.
Sumber anonim
Dalam tahun-tahun terakhir saat ketergantungan pada sumber anonim kian
bertambah. Joe Lelyveld, mensyaratkan reporter dan redaktur di Times
untuk bertanya pada diri mereka sendiri dua hal sebelum menggunakan
sumber anonim :
1. Seberapa banyak pengetahuan langsung yang dimiliki sumber anonim
terhadap suatu kejadian?
2. Apa motif, jika ada, yang mungkin dipunyai sumber untuk menyesatkan
kita, berpura-pura baik, atau menyembunyikan fakta penting, yang
mungkin mengubah kesan kita terhadap informasi tersebut?

Akar-akar kebenaran. Pada akhirnya setiap orang dalam proses


jurnalistik punya peranan dalam perjalanan menuju kebenaran. Penerbit dan
pemilik harus bersedia secara konsisten mengumandangkan karya jurnalisme
yang dilakukan demi kepentingan publik tanpa ketakutan atau keberpihakan.
Redaktur harus bertindak sebagai pelindung terhadap turunnya nilai-nilai
kebebasan berpendapat. Reporter harus tabah dalam pengejaran mereka, dan
berdisiplin dalam upaya mengatasi perspektif mereka sendiri.
Wartawan harus berpegang teguh pada kebenaran sebagai prinsip
pertama dan harus setia kepada warga di atas semuanya sehingga mereka
bebas untuk mencarinya. Dan dalam rangka menyertakan warga di dalam
pencarian tersebut, wartawan harus menerapkan metode verifikasi yang
transparan dan sistematis.
4. Wartawan Harus Tetap Independen dari Pihak yang Mereka Liput
Independen ialah suatu keadaan atau posisi seseorang yang tidak terkait
dengan pihak atau organisasi tertentu. Sebagai seorang wartawan, elemen
keempat ini sangat diperlukan. Wartawan tidak diperbolehkan untuk memihak
hanya pada satu pihak atau organisasi tertentu. Banyak sekali terjadi kasus di

lapangan, wartawan disuap oleh beberapa pihak agar wartawan memihak


kepada pihak tersebut. Namun, hal ini sangat haram dilakukan oleh seorang
wartawan.

Karena

hakikatnya

seorang

wartawan

harus

mementingkan

kepentingan publik diatas kepentingan individu. Maka dari itu, wartawan haruslah
memihak kepada publik. Wartawan haruslah menyajikan berita secara objektif.
Seorang wartawan harus bisa menggali suatu berita dari narasumber yang pro
dan kontra secara seimbang.
Wartawan saat ini cenderung bergerak dari yang khusus ke umum.
Maksudnya, seringkali wartawan menemukan fakta dan dari fakta tersebut
ditariklah suatu kesimpulan. Mereka menomorsatukan opini yang beredar.
Sedangkan fakta, jika ada, kebetulan saja sifatnya. Sehingga, seringkali
masyarakat dibingungkan dengan berita yang beredar.
Seorang wartawan bukanlah seorang yang memakai kartu pers.Tetapi,
wartawan sejati ialah seseorang yang melakukan kegiatan jurnalisme. Kegiatan
yang melaporkan suatu kasus secara faktual dan tidak menyampaikan sebuah
desas-desus.
Contoh riil yang terdapat di Indonesia terjadi pada dua perusahaan
televisi swasta yang dimiliki oleh pejabat- pejabat tinggi negara. Kedua televisi
swasta ini sama-sama menyajikan konten yang berbau pemberitaan. TV One
yang dimiliki oleh Aburizal Bakrie dan Metro Tv yang dimiliki oleh Surya Paloh tak
pernah mengabarkan berita negatif tentang kedua pejabat tersebut. Ketika Ketika
kota Sidoarjo dibanjiri lumpur lapindo, pihak jurnalis TV One tidak meliputnya
sebagai Lumpur Lapindo, tetapi menjadi Lumpur Sidoarjo. Karena Lumpur
Lapindo adalah perusahaan yang dikelola oleh Aburizal Bakrie. Begitupun
dengan Surya Paloh tidak akan beredar berita miring tentangnya di Metro Tv.
Kasus tersebut membuktikan bahwa wartawan di Indonesia belum memiliki sikap
independen terhadap pihak yang mereka liput.
Loyalitas wartawan kepada masyarakat tak boleh terbagi. Maka,
wartawan tak boleh melihat narasumbernya dari ikatan darah, ras, etnis,
agama,pendidikan, status sosial, maupun gender. Sekali lagi, wartawan ialah
independen. Pada akhirnya, komitmen abadi pada prinsip kesetiaan pada
masyarakatlah yang membedakan wartawan dari partisan. Jurnalisme bukanlah

tentang percaya kepada orang atau sekelompok orang. Tetapi, jurnalisme adalah
sebuah profesi yang berdasarkan reportase, proses belajar, pemahaman, dan
pendidikan. Menciptakan halangan bagi proses penemuan berita pada akhirnya,
adalah tindakan tidak loyal terhadap publik.

5.Wartawan Harus Bertindak Sebagai Pemantau Independen terhadap


Kekuasaan
Seorang wartawan haruslah bertindak sebagai pemantau jalannya roda
pemerintahan, serta menyelidiki kasus kasus yang terjadi dalam pemegang
kekuasaan di negeri ini. Kekuasaan bukan hanya pemerintah, melainkan
perusahaan besar, pejabat tinggi negara, serta lembaga yang berada di tengah
tengah masyarakat. Tak lain tak bukan, tujuan seorang wartawan memantau
kekuasaan adalah untuk menjadikan manajemen dan pelaksanaan kekuasaan
yang transparan.
Karena maraknya kasus dari para pemegang kekuasaan yang tak
terungkap, serta tidak adanya transparasi dari pihak interen pemegang
kekuasaan, maka dibuatlah suatu sistem investigasi bagi para wartawan. Pada
tahun 1644, sebuah penerbitan yang bernama The Spie
Menjanjikan pembacanya mengungkap kecurangan yang terjadi di dalam
politik kerajaan. Maka dari itu, kami akan menyamar ungkap The Spie. Teknik
penyamaran ini dikenal dengan istilah reportase investigasif. Teknik ini terbukti
untuk menjadikan pemerintahan lebih transparan. Saat ini terdapat tiga bentuk
reportase investigatif, yaitu :
1. Reportase Investigatif Orisinal
Reportase ini melibatkan reporteer sendiri yang membuka dan
mendokumentasikan kegiatan yang sebelumnya belum diketahui
publik. Reportase jenis ini sering berujung pada investigasi publik
tentang subjek atau aktivitas yang dipaparkan. Pers mendesak
lembaga publik atas nama publik. Taktik yang dipakai serupa dengan
kerja polisi, seperti halnya reportase lapangan , pencarian catatan
publik, pemakaian informan, dan bahkan dalam situasi khusus
penyamaran atau npemantauan secara sembunyi-sembunyi.
2. Reportase Investigasif Interpretatif
Reportase Investigatif yang sering melibatkan kegigihan yang sama
dengan reportase orisinal tapi dengan interpretasi di mana temuanny
amembawa audiens ke jenjang pemahaman lain. Reportase ini

berkembang sebagai hasil pemikiran cermat, analisis, sekaligus


pengejaran fakta-fakta secara intens untuk membawa informasi utuh
dalam sebuah konteks baru yang lengkap. Reportase yang meyajikan
pehamaman publik yang mendalam. Masalah yang diungkap
biasanya lebih kompleks dibanding pembeberan seperti reportase
investigatif orisinal. Reportase ini menyingkap cara pandang baru
sekaligus informasi baru tentang srbuah masalah.
3. Reportase Mengenai Investigatif
Reportasi mengenai investigatif
merupakan

reportase

yang

berkembang dari penemuan atau bocoran informasi dari sebuah


investigasi resmi yang sudah dijalankan atau sedang disiapkan pihak
lain, biasanya agen pemerintah. Penyelidik pemerintah secara aktif
bekerja sama dengan reporter dalam kasus ini dengan berbagai
alasan,

yaitu

untukmempengaruhi

persetujuan

anggaran,untuk

mempengaruhi calon saksi, atau untuk membentuk opini publik.


Maka, peran jurnalisme sebagai pemantau kekuasaan akan lebih terasa
jika para wartawan melakukan reportase yang mendalam seperti tiga point
diatas. Sehingga, terbentuklah suatu kekuasaan yang bersih, dan memihak
kepada publik.
Sayangnya, prinsip ini sering disalahpahami oleh beberapa wartawan.
Mereka tidak memberitakan peristiwa untuk pelayanan publik, melainkan hanya
untuk menyajikan sensasi. Kini, bukan fakta lagi yang dikejar melainkan rating.
Fakta hanya kebetulan saja, sensasi nomor satu. Bahkan, tak jarang pejabatpejabat tinggi yang terkena kasus memberikan iming-iming kepada wartawan.
Bukan hanya uang, tapi uang pulsa, hingga tiket jalan-jalan ke luar negeri pun
dapat diperoleh wartawan jika ia mau memihak kepada pejabat atau oknum
terkait tersebut. Maka, rusaklah elemen ke-5 ini, begitupun elemen ke-4 yaitu,
wartawan harus memiliki sikap independensi terhadap sumber berita.
Maka dari itu, peran jurnalisme menghadapi lebih banyak tantangan .
Kini, sudah seharusnya bukan hanya pemerintahan yang harus diawasi. Namun,
dunia nirlaba,dunia usaha, dan debat publik yang diciptakan oleh teknologi baru
juga menjadi santapan wajib para wartawan.

6. Jurnalisme Harus Menyediakan Forum Publik untuk Kritik Maupun


Dukungan Warga
Sebagai seorang jurnalis loyalitas pertama tentunya masyarakat. Maka
dari itu sudah selayaknya sebagai penyedia berita memberikan saluran untuk
berinteraksi

kepada

warga

masyarakat.

Semakin

berkembangnya

ilmu

pengetahuan dan teknologi, semakin berkembang pula media yang dpapat


diajdikan sarana komunikasi antara masyarakat dan pihak wartawan. Baik itu
media cetak maupun elektronik. Dalam media cetak, masyarakat dapat
berkomentar dan memberikan kritik serta dukungan melalui kolom opini di surat
kabar atau mengirimkan surat. Sementara dari media elektronik, masyarakat
dapat berhubungan dengan mengirim SMS, kontak telepon,e-mail,dan melalui
media sosial.
Saat ini, media sosial dan televisi lebih diminati masyarakat untuk
dijadikan sebagai forum publik. Di media sosial masyarakat dapat berkomentar
dengan leluasa tanpa mengeluarkan

biaya yang banyak. Cukup mentik dan

comment. Televisi pun tidak mau kalah menampilkan forum publik. Stasiun
televisi menayangkan program khusus untuk berbincang atau mengajukan
argumen bagi permasalahan publik.
Sebut saja, acara lawyers club yang tayang di salah satu stasiun tv
swasta. Tayangan ini mendatangkan pengacara dari berbagai pelosok untuk
mendiskusikan suatu masalah bukannya mencari jalan keluar malah beradu
argumen. Deborah Tannen yang merupakan seorang penulis menyatakan
fenomen aini sebagai Budaya Argumen. Maksudnya, tayangan ini hanya
berfungsi sebagai pembangkit hawa nafsu bagi perusahaan terkait dalam
perjalanan mereka untuk mendapatkan audiens,ratting, dan keuntungan.
Namun, budaya argumen murni bukan keinginan masyarakat. Mereka
hanya sebagai korban. Budaya ini muncul karena berbicara itu murah. Biaya
untuk memproduksi acara bincang-bincang hanya secuil bila dibandingkan
membangun infrastruktur reportase dan pengiriman berita. Berita-berita yang
dibahas pun cenderung berfokus pada rentang sempit berita yang laris. Arena di
Internet dan televisi secara stabil mengandalkan cereta simple yang tahan lama
dan banyak sensasi. Sehingga, masyarakat bisa dengan mudah tertarik dan

berkomentar. Sebagai hasilnya, baik itu media televisi dan sosial sudah
menjadikan keinginan untuk berkomentar sebagai sebuah kebutuhan.
Akibat

adanya

budaya

argumen

ini,

tingkat

reportase

menyusut,berkurangnya nilai kepakaran, beredarnya berita yang hanya sekadar


laris, sensasi yang berlebihan, dan debat publik yang menjadi adu teriak.
Maka dari itu, sebagai seorang wartawan wajib menghadirkan bukan saja
pengetahuan dan kemampuan untuk memahami sesuatu yang dibutuhkan
masyarakat, melainkan juga menghadirkan forum sebagai ikatan dalam
pembangunan masyarakat yang lebih baik lagi. Teknologi yang berkembang
seperti internet, media sosial tidak dapat dipungkiri lagi. Namun, yang
seharusnya diperbaiki adalah sisi dari konten berita yang disajikan. Jika hanya
sekadar mencari sensasi, tetap saja percuma. Masyarakat akan semakin tak
terdididk. Mereka pun akan terjebak dalam budaya argumen yang hanya
menyajikan debat adu teriak antarindividu. Maka, forum jurnalistik haruslah taat
pada semua prinsip jurnalistik lain serta menyajikan berita yang sesuai fakta,
menarik ,dan relevan.
7. Menarik dan Relevan.
Elemen ke-7 dari Jurnalisme akan menjelaskan bagaimana wartawan
bisa secara lebih efektif mendekati mereka. Elemen/prinsip tersebut yakni
elemen yang mengamanatkan agar wartawan harus membuat hal yang penting
menjadi menarik dan relevan. Karena jurnalisme juga dapat diartikan seperti
mendongeng dengan sebuah tujuan. Dan tujuannnya adalah menyediakan
informasi untuk orang lain dalam memahami dunia, namun yang menjadi
tantangan adalah selain informasinya dibutuhkan, informasi tersebut juga haris
dibuat relevan atau dalam kata lain adalah bermakna serta enak disimak.
Seorang wartawan perlu menghadirkan sebuah berita yang sedemikian
rupa agar membuat audiens tertarik dalam menyimaknya. Namun, kesan
menarik tersebut sering terhambat karena ketergesaan, ketidakpedulian,
kemalasan, formula, bias, tak paham budaya. Untuk menghadirkan berita yang
menarik, terkadang seorang wartawan terjebak pada jurnalisme infotaiment.
Jurnalisme infotaiment menjadi sebuah problem karena hanya menyuapi orang-

orang dengan masalah sepele dan hiburan, menghancurkan otoritas organisasi


berita untuk menyampaikan berita yang serius, dan yang terakhir adalah akan
membentuk audiens yang dangkal.
Untuk membuat sebuah berita menjadi menarik dan relevan, wartawan
perlu melakukan beberapa pendekatan inovatif, diantaranya:
-

Definisi Baru dari 5W=1H,


Elemen dasar berita tersebut dapat diubah, dari akan membentuk
sebuah berita yang dapat menjadi cerita. Dengan menjadikan siapa
menjadi karakter, apa menjadi plot, dimana menjadi adegan,
mengapa menjadi motivasi atau sebab, dan bagaimana menjadi

sebuah narasi.
Bereksperimen dengan Teknik Penceritaan Baru,
Misalnya dengan mengubah sajian berita yang biasa menjadi berita

yang utama.
Gelas Jam,
Dengan memberikan inovasi dengan menyajikan berita deiselingi oleh

sebuah narasi.
Membentuk T/J (Q/A)
Menyajikan berita berupa tanya jawab terkadang diperlukan guna

membingkai materi seputar masalah yang ingin ditanyakan audiens.


Berita sebagai Pengalaman,
Membuat berita dari pengalaman menjadi sesuatu yang menarik
karena selain mendapat sebuah cerita, audiens juga bisa menangkap

sikap dan pikiran nara sumber.


Sok Pintar,
Dalam menyampaikan sebuah berita, kita wajib memberitahu,

bukannya menguliahi ataupun menggurui.


Gambaran Pikiran,
Wartawan wajib membantu orang membangun gambaran dibenaknya,

bukannya langsung menggambarkannya.


Penyingkapan dalam Berita,
Dalam menyajikan sebuah bertita, kita dapat menghubungkannya

pada tema yang lebih mendalam.


Karakter dan Detail dalam Berita,
Karakter dan Detail dapat disajikan dalam sebuah berita agar audiens

dapat melihat berita tersebut menjadi lebih nyata.


Menemukan Metafor atau Struktur Tersembunyi dalam Setiap Berita,
Memperlakukan setiap kisah menjadi sesuatui yang unik dan menolak

formula adalah kuncinya.


Narasi dalam Melayani Kebenaran

Yang terakhir yaitu memagari narasi tersebut dengan prinsip akurasi


dan kejujuran. Karena, hal yang harus paling diingat mengenai berita
yang relevan adalah berita yang mempunyai nilai kebenaran.
8. Jadikan Beita Komprehensif dan Proporsional.
Elemen yang ke-8 mengatur tentang berita seperti apa yang perlu diliput.
Elemen teresebut menjelaskan bahwa wartawan harus menjaga berita dalam
proporsi dan menjadikannya komprehensif. Proporsi dalam konteks ini dapat
diartikan seimbang, dan komprehensif dapat diartikan lengkap atau menyeluruh.
Seorang yang wartawan yang menulis beritanya dengan berita-berita yang lucu
dan menarik saja, tidak ada bedanya dengan seorang yang wartawan yang
menulis beritanya dengan hal-hal serius saja. Karena di satu sisi, fenomena
pertama tak menunjukan hal yang berarti untuk audiens, dan fenomena kedua
krang manusiawi untuk audiens, artinya sama-sama tak seimbang.
Dan berdasarkan buku The elements of Journalism menurut Bill Kovach
dan Tom Rosenthiel, berikut adalah penjelasan yang telah diringkas mengenai
cara memenuhi elemen ke 8.
-

Pendapat Keliru Tentang Domografik Sasaran


Poin tersebut menjelaskan bahwa berita-berita yang dibuat oleh
wartawan seharusnya bukan ditujukan untuk sebagaian kalangan
terteentu saja. Karena, wartawan bertugas untuk menjangkau semua
komunitas tanpa ragu. Jika wartawan mengabaikan komunitas yang
utuh, maka hal tersebut akan menciptakan problem bagi komunitas
tersebut. Salah satu problemnya adalah menjadikan audiensnya

miskin informasi karena begitu banyak yang ditinggalkan.


Keterbatasan Metafor
Jurnalisme bukanlah sesuatu yang ilmiah, sehingga proporsi dan
komprehensivitas dalam berita adalah bersifat subjektif. Artinya,
memang dalam memandang sebuah berita, seorang wartawan
dengan seorang warga akan memiliki padangan yang berbeda
mengenai proporsi dan komprehensivitas berita tersebut. Namun,
mereka akan tahu ketika sebuah berita mulai dilebih-lebihkan, walau

mereka tidak sepakat tentang kapan itu mulai terjadi.


Tekanan untuk melebih-lebihkan

Di masa ini, memang banyak tekanan untuk wartawan melebihlebihkan sebuah berita dan membuat sensasi. Padahal, ketika
memberitakan berbagai sensasi, audiens yang tertarik hanyalah
audiens yang bersifat jangka pendek. Berbeda halnya jika wartaman
memberitakan berbagai berita berkualitas yang tak mnegejar sensasi
semata, karena audiens yang mereka miliki kelak adalah audiens
-

yang berifat jangka panjang.


Pemasaran Versus Pemasaran
Untuk menolak sensasi dan menjaga proporsi, wartawan tidak harus
mengabaikan realitas pasar. Karena jawabannnya adalah dengan
memahami selera, kebutuhan, dan tren yang berganti dari suatu
komunitas. Dan wartawan dapat melakukan hal tersebut dengan cara
melakukan riset pasar. Riset pasar dalam konteks ini adalah riset
pasar yang membantu wartawan dalam melakukan penilaian, bukan
yang menggantikan penilaian wartawan. Artinya, pertanyaan seputar
riset seharusnya bukanlah pertanyaan yang langsung menanyakan
seperti

apa

kesukaan

audiens,

melainkan

pertanyaan

yang

membahas gaya hidup mereka.


Dalam melakukan riset, terdapat dua buah pendekatan yang dapat
dilakukan, yang pertama adalah dengan melakukan wawancara
mendalam dan kemudian menggelar survey yang lebih besar untuk
mengidentifikasi kebutuhan mereka, dan yang kedua adalah dengan
mempelajari bagaimana sejumlah orang menjalani hidup mereka.
Dengan riset tersebut, wartawan dapat mendapat pemahaman untuk
mengaplikasikan penilaian profesionalnya sendiri.
9. Wartawan Punya Tanggung Jawab pada Nurani.
Elemen yang terakhir adalah elemen yang mengikat semuanya menjadi
satu. Hal iniberkaitan dengan yang terjadi di redaksi berita itu sendiri. Ini adalah
elemen yang paling sulit, namun elemen inilah yang dapat menyatakan
semuanya. Wartawan adalah yang bekerja dari mulai senagai redaksi sampai
dewan direksi. Semuanya harus mempunyai etika dan tanggung jawab personal.
Termasuk tanggung jawab untuk menyuarakan nurani mereka. Terkadang, demi
menyuarakan nuraninya, wartawan harus rela untuk menukarnya dengan
pekerjaannnya sendiroi. Dalam prinsip nurani, mengalir nilai-nilai lain seperti aku

akurasi, komitmen kepada warga, dan keberagaman intelektualitas yang


dibutuhkan untuk meliput.
-

Dalam Budaya Kejujuran.


Bagi seorang wartawan, mengikuti nurani harus menjadi prioritas
utama jika dibandingkan dengan kepervayaan dan keyakinan apapun
yang mereka bawa ke dalam pekerjaannya. Dalam membuat berita,
wartawan perlu melakukan kolaborasi, kolaborasi disini adalah
dengan memeriksakan hasil pekerjaannya dengan rekannya. Karena
jurnalisme adalah medium dialog antar warga, dan tepat jika dialog

tersebut dimulai dari ruang redaksi.


Keberagaman Intelektual adalah Tujuan Sesungguhnya.
Keberagaman dalam konteks ini bukanlah hanya

sebuah

keberagaman etnik, ras, dan gender di dalam ruang redaksi. Namun,


keberagaman dalam konteks ini adalah tentang keberagaman cara
pandang dan pemikiran di dalam ruang redaksi tersebut. Faktor
tersebut memang sulit untuk dimasukkan ke dalam berita, karena
cenderung telah tercipta budaya redaksi yang berpikir seperti sang
-

atasan.
Tekanan terhadap Nurani Individu.
Biasanya para redaktur cenderung membuat wartawan mengikuti
gambaran yang diberikannya. Hal tersebut membuat wartawan sulit
menyuarakan nuraninya. Dan salah satu sifat manusia yang menyukai
hal yang normal-normal saja juga membuat wartawan statis pada
rutinitasnya, dan menciptakan system kerja di ruang redaksi menjadi

homogeny semata.
Membangun Redaksi Tempat Nurani dan Keberagaman Bisa
Berkembang.
Sikap dan suasana santai antara pemilik, redaktur, dan manajer

dibutuhkan dalam redaksi.


Peran Warga masyarakat
Wartawan harus mengundang masuk audieuns mereka ke dalam
proses produksi berita mereka. Orang-orang di dalam audiens harus
diberi kesempatan untuk menilai prinsip yang di pakai wartawan
dalam menjalankan pekerjaannnya.

Dalam Elemen Jurnalisme, Hak-hak dasar masyarakat merupakan tanggung


jawab wartawan. Berikut ini ialah pernyataan hak-hak dasar masyarakat:
Mengenai Kejujuran

Sebuah berita harus membuat jelas sumber informasi dan dasar


pengetahuan mereka. Relevansi berita harus dinyatakan dengan
jelas. Pernyataan penting tak terjawab harus diberitahukan. Berita
tidak boleh hanya menghibur, namun juga harus menantang dan
membuat masyarakat berpikir.
Mengenai Kesetiaan pada Warga.
Berita harus menjawab kebutuhan warga, dan bukan hanya
menjawab para pemain politik atau ekonomi.
Mengenai Independensi.
Wartawan harus memenuhi harapan masyarakat bahwa mereka
harus melayani kepentingan debat masyarakat dan bukannya
kepentingan sempit sebuah faksi atau hasil yang sudah ditentukan
terlebih dahulu.
Mengenai Pemantauan Kekuasaan.
Warga atau masyarakat punya hak untuk mengaharapkan adanya
pemantauan terhadap pusat kekuasaan yang paling penting dan
paling sulit, seperti kepada pemerintah, lembaga, ataupun yang
mempunyai daya bujuk besar lain yang setara atau bahkan melebihi
pemerintah.
Forum Publik.
Warga berharap penyedia berita menyediakan tempat bagi mereka
untuk menciptakan saluran yang memungkinkan mereka saling
berinteraksi dengan penyedia berita.
Mengenai Proporsionalitas dan Daya Tarik.
Warga mengharapkan wartawan menyajikan berita yang menarik
perhatian dan menyajikan tren dalam proporsi yang sesuai sehingga
tidak menimbulkan kesan sesnsasi dan komersil semata.
Elemen Verifikasi dan Nurani telah terwakili oleh elemen yang
berada di antara elemen lainnya.
Elemen Jurnalisme yang telah Bill Kovach dan Tom Rosenthiel paparkan dalam
bukunya ini adalah pegangan bagi para wartawan untuk menulis tulisan mereka,
pelindung terhadap kekuatan yang mengancam jurnalisme, dan sekaligus
senjata untuk melawan pelemahan masyarakat demokratis.

DAFTAR PUSTAKA

Kovach, Bill & Rosenstiel, Tom. 2001. Sembilan Elemen Jurnalisme. Terjemahan
oleh Yusi. A.Pareanom. 2003. Jakarta: Pantau.

Anda mungkin juga menyukai