Anda di halaman 1dari 30

FUNGSI JURNALISTIK

Makalah

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Dasar-Dasar Jurnalistik

Dosen pengampu: Nanang Qosim, M. Pd

Disusun oleh:

A. Jamaluddin Wahab Rozyda (1708056077)


Arbi’a Waladia Agustina (1708056078)
Umi Mahmudah (1708056079)
Dian Ivana Dewi (1708056080)
Linta Ainil Ulya (1708056081)

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada pertemuan kemarin, kita telah belajar tentang pengertian jurnalism,
pers dan jurnalistik, sejarah jurnalistik, jenis-jenis karya jurnalistik, dan kondisi
jurnalistik di Indonesia. Untuk itu, kita semua tahu bahwa disini pembahasan
tentang jurnalistik sangat panjang sekali. Mulai dari jurnalistik adalah seni
keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun dan menyajikan
berita yang terjadi secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati
nurani khalayaknya, sehingga terjadi perubahan sikap, sifat, pendapat dan perilaku
khalayak sesuai dengan kehendak para jurnalisnya. Ketika kita sudah tahu makna
dari jurnalistik itu apa, seharusnya kita juga tahu fungsi dari jurnalistik itu apa
bagi masyarakat. Karena sejatinya jurnalistik itu sangat berpengaruh bagi
kehidupan masyarakat.
Selanjutnya, ketika kita ingin berjurnalistik yang baik, kita juga harus
mempelajari ataupun mengetahui bagaimana cara berbahasa jurnalistik yang baik
dan benar. Karena dengan mempelajari Bahasa jurnalistik kita akan tahu
bagaimana menggunakan Bahasa yang harus diterapkan dalam dunia jurnalistik.
Jadi menjadi jurnalis itu bukan soal menyusun kalimat yang indah, tetapi juga
harus memakai Bahasa yang sesuai dengan kaidah dan prinsip dunia jurnalistik.
Di era modern sekarang, media massa sudah tidak asing lagi bagi
khalayak umum. Banyak orang di luar sana yang merasa ingin tahu tentang apa
yang terjadi di dunia luar. Dan untuk mengetahui kabar ataupun informasi
mengenai suatu peristiwa kita membutuhkan yang namanya media massa. Media
massa sangat berperan dalam perkembangan atau bahkan perubahan pola tingkah
laku masyarakat, oleh karena itu kedudukan dari media massa bagi masyarakat
sangat penting.
Untuk mencapai suatu karya yang nantinya akan dimuat oleh media
massa, kita juga membutuhkan orang yang ikut berkecimpung dalam
mengumpulkan, mengolah dan menginformasikan suatu peristiwa ataupun suatu
kabar. Jadi disini kita akan mengenal orang yang sering disebut sebagai wartawan,
yang kita tahu wartawan hanyalah seseorang yang mencari informasi dengan cara
bertanya ataupun menyelidiki langsung di lapangan.
Indonesia adalah negara hukum. Yang mana di dalamnya masyarakat
harus mematuhi hukum yang berlaku yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
Dalam dunia jurnalistik pun ada peraturan perundang-undangan yang harus
dipatuhi dan ditaati oleh seorang jurnalis ataupun sejajarnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja fungsi jurnalistik?
2. Bagaimana Bahasa jurnalistik?
3. Bagaimana peran media massa?
4. Apa itu profesi wartawan?
5. Apa saja peraturan perundang-undangan tentang jurnalistik?
C. Tujuan
1. Mengetahui berbagai fungsi jurnalistik bagi masyarakat.
2. Mengetahui pengertian, ciri, prinsip, sifat, dan kesalahan dalam penggunaan
Bahasa jurnalistik.
3. Mengetahui pengertian, karakteristik, jenis, dan peran media massa.
4. Mengetahui pengertian, fungsi dan peran, persyaratan, penyelahgunaan profesi
dan kasus wartawan di Indonesia.
5. Mengetahui perundang-undangan tentang jurnalistik.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Fungsi Jurnalistik Bagi Kehidupan Masyarakat


Fungsi Jurnalistik Bagi Masyarakat (Effendi: 2013) antara lain:
1. Pemberi Informasi
Dalam pelaksanaanya, jurnalistik dalam masyarakat sering dikenal sebagi
pers. Yang kesehariannya memberikan informasi kepada publik lewat berbagai
media, khususnya media online. Pemberian informasi tersebut dilakukan dengan
cara pemberitaan, penyiaran, ataupun lewat dimuatnya artikel-artikel berupa
feature, reportase dan lainnya. Tidak hanya sebagai pemberi informasi saja,
terkadang pers atau jurnalistik bisa sebagai interpretatif dari peristiwa-peristiwa
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari (Suhandang: 2016).
2. Pemberi Hiburan
Di tengah ketegangan atau kejenuhan aktivitas sehari-hari, jurnalistik tak
ketinggalan memberikan hiburan kepada masyarkat. Hiburan yang diberikan
bermacam-macam. Seperti adanya karya-karya fiksi berupa cerpen, puisi, cerita
panjang, cerita bergambar, anekdot maupun karikatur. Selain hiburan di atas,
lewat media televisi pers juga memberikan tontonan berupa talk show,
pertandingan olah raga, dan lainnya.
3. Pendidik Masyarakat
Pers juga bisa sebagai pendidik masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat,
pers tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, untuk mewujudkan cita-cita Bangsa
Indonesia pers juga melakukan pemberitaan atau penyiaran yang bisa
mencerdaskan seluruh Bangsa Indonesia. Sajian pers tersebut bisa didapatkan
lewat artikel, talk show, cerita-cerita dan karya-karya jurnalistik lainnya.
4. Pemberi Kontrol
Pers sebagai pemberi kontrol lewat media massa, media online ataupun
penyiaran dilakukan agar dalam kehidupan bermasyarakat tidak terjadi
penyimpangan-penyimpangan sosial. Sehingga masyarakat dalam kesehariannya
bisa berjalan sesuai kebijakan pemerintah atau lembaga-lembaga tertentu.
Sebaliknya juga bisa sebagai alat untuk mengontrol kebijakan pemerintah dan
lembaga pelayan dalam pemerintah.
Selain fungsi-fungsi di atas, dalam Sidang Umum PBB yang dihadiri 42 negara
anggotanya juga menetapkan 8 pokok kehadiran pers di tengah-tengah masyarakat
(Rochady: 1970), sebagai berikut:

1. Pers dibangun sebagai pembimmbing ke arah pengembangan serta pemberian


batasan-batasan rasa kebanggaan bagi seluruh penduduk negara yang
bersangkutan.
2. Pers sebagai alat pemerintah.
3. Pers dengan tajuk rencana atau induk karangannya memberikan bimbingan
sebagai pendidik masyarakat dengan bahasa yang mudah dimegerti,
memberikan gambaran yang jelas dan tegas tentang segala persoalan yang
berlangsung di dalam negara dan pemerintahan, baik yang menyanngkut soal-
soal nasional maupun internasional.
4. Pera memberikan penjelasan berupa kepuasan terhadap persoalan kesulitan
kehidupan dewasa ini, terutama kedhidupan bermasyarakat, bernegara, dan
berpemerintahan, dengan mengemukakan hak-hak serta tanggung jawab
mereka atas kelangsungan kehidupan bangsa.
5. Pers (harus) membantu dalam pembinaan pengertian untuk meneggakkan
hukum dan ketertiban.
6. Pers (harus) bisa berusaha menciptakan pengertian kesatuan seluruh rakyat
yang terpecah-pecah.
7. Pers (harus) digunakan sebagai pembina suasana saling pengertian, saling
menghormati, dan saling memercayai di antara sesama rakyat, mengurngi
ketegangan-ketegangan dan kerusuhan-kerusuhan, mengurang perasaan yang
peka dan berprasangka serta saling mencurigai di antara sesama penduduk.
8. Pers (harus) bertindak sebagai mata-mata serta pengkritik pemerintah dan
siapa saja yang menjadi pelayan rakyat dalam pemerintahan, mengadakan,
pengawasan serta cermat agar segala usaha yang dilakukan bagi kepentingan
rakyat dilaksanakan dengan amat baik dan sempurna.

B. Bahasa Jurnalistik
1. Pengertian Bahasa Jurnalistik
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahasa jurnalistik atau biasa
disebut dengan bahasa pers adalah ragam bahasa yang digunakan oleh wartawan
yang memiliki sifat khas, yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, dan
menarik. Bahasa jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa sebagai tampak
dalam harian-harian surat kabar dan majalah. Dengan fungsi yang demikian itu
bahasa jurnalistik harus jelas dan mudah dibaca dengan tingkat ukuran inteletual
minimal. Bahasa jurnalistik merupakan salah satu ragam bahasa kreatif bahasa
Indonesia, di samping terdapat juga ragam bahasa akademik (ilmiah, ragam
bahasa usaha (bisnis), ragam bahasa filosofik, dan ragam bahasa literer. Dengan
demikian bahasa jurnalistik memiliki kaidah-kaidah tersendiri yang
membedakannya dengan ragam bahasa yang lain. Bahasa jurnalistik sangat
dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh wartawan. Bahasa
jurnalistik juga sangat dipengaruhi oleh kebiasaan berbahasa yang dianut oleh
suatu institusi media.
2. Ciri-Ciri Bahasa Jurnalistik
Dari segi persyaratan, setidaknya ada dua ciri utama dari bahasa jurnalistik,
yaitu komunikatif dan spesifik. Komunikatif, artinya ciri khas dari bahasa
Indonesia jurnalistik adalah tidak berbelit, tidak berbunga-bunga, harus terus
langsung pada pokok permasalahannya (straight to the point). Spesifik, artinya
bahasa jurnalistik dengan kalimat-kalimat yang singkat-singkat atau pendek-
pendek. Bentuk-bentuk kebahasaan yang sederhana, mudah diketahui oleh orang
kebanyakan, dan mudah dimengerti oleh orang awam, harus senantiasa
ditunjukkan di dalam bahasa jurnalistik.
3. Prinsip-Prinsip Bahasa Jurnalistik
Ernst Hemingway dalam buku Rosihan Anwar dengan judul Bahasa
Jurnalistik Indonesia dan Komposisi menyebutkan tujuh prinsip atau semacam
anjuran menggunakan bahasa dalam jurnalistik, yaitu sebagai berikut.
a.Gunakan kalimat pendek. Satu kalimat satu pokok pikiran, satu alinea
satu pokok masalah.
b. Gunakan bahasa biasa dan mudah dipahami. Artinya jangan terlalu
banyak menggunakan kata dan istilah asing dan terlalu teknis, sebaiknya
gunakan bahasa yang popular.
c.Gunakan bahasa sederhana dan jernih penyuaraannya. Artinya tidak
bertele-tele, hindari kata-kata sifat, tiap kalimat merupakan kalimat lengkap
yang memiliki subjek, objek, dan prediket.
d. Gunakan bahasa tanpa kalimat majemuk. Hal ini dikarenakan kalimat
majemuk itu bertele-tele, rumit, dan tidak jernih.
e.Gunakan kalimat aktif, sejauh mungkin hindari kalimat pasif.
f. Gunakan bahasa padat dan kuat.
g. Gunakan bahasa positif bukan negatif.
Hemingway berprinsip bahwa singkat itu lebih padat dan kuat, less is more.
Dalam bahasa Inggris dikenal anekdot “more to say nothing”, yang berarti
banyak itu tidak berkata apa-apa alias kosong. Dari prinsip inilah dikenal istilah
ekonomi kata (word economy).
4. Sifat-Sifat Bahasa Jurnalistik
Menurut Jusuf Sjarif Badudu, bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu
singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, lancar, dan jelas. Sifat-sifat itu harus
dimiliki oleh bahasa jurnalistik, mengingat surat kabar dibaca oleh semua lapisan
masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Beberapa ciri yang harus
dimiliki bahasa jurnalistik di antaranya:
a. Singkat, artinya bahasa jurnalistik harus menghindari penjelasan yang
panjang dan bertele-tele.
b. Padat, artinya bahasa jurnalistik yang singkat itu sudah mampu
menyampaikan informasi yang lengkap. Semua yang diperlukan pembaca
sudah tertampung di dalamnya. Menerapkan prinsip 5W+1H, membuang
katakata mubazir dan menerapkan ekonomi kata.
c. Sederhana, artinya bahasa pers sedapat-dapatnya memilih kalimat tunggal
dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan kompleks.
Kalimat yang efektif, praktis, sederhana pemakaian kalimatnya, tidak
berlebihan pengungkapannya (bombastis).
d. Lugas, artinya bahasa jurnalistik mampu menyampaikan pengertian atau
makna informsi secara langsung dengan menghindari bahasa yang
berbunga-bunga .
e. Menarik, artinya dengan menggunakan pilihan kata yang masih hidup,
tumbuh, dan berkembang. Menghindari kata-kata yang sudah mati.
f. Jelas, artinya informasi yang disampaikan jurnalis dengan mudah dapat
dipahami oleh khalayak umum (pembaca). Struktur kalimatnya tidak
menimbulkan penyimpangan/pengertian makna yang berbeda, menghindari
ungkapan bersayap atau bermakna ganda (ambigu). Oleh karena itu,
seyogyanya bahasa jurnalistik menggunakan kata-kata yang bermakna
denotatif.
5. Kesalahan dalam Penggunaan Bahasa Jurnalistik
Bahasa jurnalistik menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional. Komitmen bahasa jurnalistik untuk menghindari kesalahan berbahasa
harus menjadi prioritas karena bahasa merupakan kekuatan utama dari jurnalistik.
Tanpa meninggalkan substansi pemberitaan, bahasa jurnalistik tetap harus
mengacu pada kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Menurut Stanley,
pendiri Analisis Jurnalis Independen (AJI), terdapat beberapa kesalahan bahasa
jurnalistik dalam pemberitaan, antara lain:
a. Kesalahan Morfologis
Kesalahan ini sering dijumpai pada judul berita surat kabar yang
memakai kalimat aktif, yaitu pemakaian kata kerja tidak baku dengan
penghilangan afiks. Afiks pada kata kerja yang berupa prefik atau awalan
dihilangkan. Kita sering menemukan judul berita misalnya, Polisi Tembak
Mati Lima Perampok Nasabah Bank. Israil Tembak Pesawat Matamata.
Amerika Bom Lagi Kota Bagdad.
b. Kesalahan Sintaksis
Kesalahan berupa pemakaian tata bahasa atau struktur kalimat yang
kurang benar sehingga sering mengacaukan pengertian. Hal ini disebabkan
logika yang kurang bagus. Kasus serupa sering dijumpai baik di koran lokal
maupun koran nasional. Contoh: Kerajinan Kasongan Banyak Diekspor
Hasilnya Ke Amerika Serikat. Seharusnya Judul tersebut diubah Hasil
Kerajinan Desa Kasongan Banyak Diekspor Ke Amerika.
c. Kesalahan Kosakata
Kesalahan ini sering dilakukan dengan alasan kesopanan (eufemisme)
atau meminimalisir dampak buruk pemberitaan. Contoh: Penculikan
Mahasiswa Oleh Oknum Kopasus itu Merupakan Pil Pahit bagi ABRI.
Seharusnya kata pil Pahit diganti kejahatan. Dalam konfliks Dayak-
Madura, jelas bahwa pelakunya adalah Dayak dan Madura, tetapi wartawan
tidak menunjuk kedua etnis ecara eksplisit. Bahkan di era rezim Soeharto
banyak sekali kosakata yang diekspose merupakan kosakata yang menekan
seperti GPK, suibversif, aktor intelektual, esktrim kiri, ekstrim kanan,
golongan frustasi, golongan anti pembangunan, dan lain-lain. Bahkan di
era kebebasan pers seperti sekarang ini, kecenderungan pemakaian kosakata
yang bias makna bahkan semakin banyak
d. Kesalahan Ejaan
Kesalahan ini hampir setiap kali dijumpai dalam surat kabar.
Kesalahan ejaan juga terjadi dalam penulisan kata, seperti: Jumat ditulis
Jum’at, khawatir ditulis hawatir, jadwal ditulis jadual, sinkron ditulis
singkron, antarkota ditulis antar kota, ekstrakurikuler ditulis ekstra
kurikuler, dan lain-lain.
e. Kesalahan Pemenggalan
Kesalahan ini terjadi dalam pemenggalan kata atau kalimat yang
berganti garis pada setiap kolom sehingga terkesan asal penggal saja.
Kesalahan ini disebabkan pemenggalan bahasa Indonesia masih
menggunakan program komputer berbahasa Inggris. Hal ini sudah bisa
diantisipasi dengan program pemenggalan bahasa Indonesia.
Untuk menghindari kesalahan seperti di atas, maka gunakan bahasa
jurnalistik yang baik dan benar, baik dalam penulisan paragraf ataupun judul,
dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Penggunaan kata ganti.
b. Penggunaan gagasan antara induk kalimat dan anak kalimat.
c. Penggunaan kalimat yang panjang, dapat membuat arti kalimat menjadi
rancu.
d. Penggunaan kata subyek, predikat, obyek, dan keterangan menjadi sebuah
kalimat pendek sehingga lebih praktis dan tidak membuat kalimat menjadi
berbunga-bunga.

C. Peran Media Massa


1. Pengertian Media Massa
Media massa sangat berperan dalam perkembangan atau bahkan perubahan
pola tingkah laku dari suatu masyarakat. Media adalah bentuk jamak dari medium
yang berarti tengah atau perantara. Massa berasal dari bahasa Inggris yaitu mass
yang berarti kelompok atau kumpulan. Dengan demikian, pengertian media massa
adalah perantara atau alat-alat yang digunakan oleh massa dalam hubungannya
satu sama lain. Menurut Cangara, media adalah alat atau sarana yang digunakan
untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khlayak, sedangkan media
massa sendiri merupakan alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari
sumber kepada khalayak dengan menggunakan alat-alat komunikasi seperti surat
kabar, film, radio dan televisi.
Menurut Leksikon Komunikasi, media massa merupakan sarana untuk
menyampaikan pesan yang berhubungan langsung dengan masyarakat luas,
misalnya radio, televisi dan surat kabar. Media massa merupakan salah satu sarana
untuk pengembangan kebudayaan, bukan hanya budaya dalam pengertian seni dan
simbol tetapi juga dalam pengembangan tata cara, mode, gaya hidup dan norma-
norma.
Dari uraian di atas, media massa adalah sarana komunikasi yang digunakan
untuk menyampaikan pesan, gagasan, atau informasi kepada orang banyak
(publik).
2. Karakteristik Media Massa
Sebuah media akan dikatakan sebagai media mass ajika memiliki karakteristik
tertentu. Berikut yang merupakan karakteristik dari media massa adalah:
a.Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak
orang yang meliputi pengumpulan, pengelolaan hingga penyajian informasi.
b. Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang
memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dan penerima. Kalaupun
terjadi umpan balik atau reaksi, biasanya memerlukan waktu dan tertunda.
c.Meluas dan serempak, artinya bergerak secara luas dan simultan, dimana
informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang dalam waktu yang
sama.
d. Memakai peralatan teknis atau mekanis, artinya alat itu seperti radio,
televisi, surat kabar, atau sejenisnya.
e.Bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapapun dan
dimanapun tanpa mengenal batas usia, jenis kelamin, suku, ras dan agama.
3. Jenis-Jenis Media Massa
Dalam dunia jurnalistik, media massa dikategorikan ke dalam tiga jenis
sebagai berikut:
a. Media cetak, yang terdiri atas surat kabar harian, surat kabar mingguan,
tabloid, majalah, bulletin/jurnal, dan sebagainya.
b. Media elektronik, yang terdiri atas radio dan televisi.
c. Media online, yaitu media internet seperti website, blog, dan lain
sebagainya.
4. Peran Media Massa
Menurut McQuail terdapat 6 perspektif dalam melihat peran media massa
dalam kehidupan sosial terutama dalam masyarakat modern, antara lain:
a. Melihat media massa sebagai window on event and experience. Media
dipandang sebagai jendela yang memungkinkan orang banyak (publik)
melihat apa yang sedang terjadi di luar sana, atau media merupakan sarana
informasi untuk mengetahui berbagai peristiwa.
b. Media dianggap sebagai a mirror of event in socity and the world,
implying a faithful reflection. Jadi media sering dianggap sebagai cermin
berbagai peristiwa yang ada di dalam masyarakat dan dunia, yang
merefleksikan apa adanya, karenanya para pengelola media sering merasa
tidak bersalah jika media penuh dengan kekerasan, konflik, pornografi dan
berbagai keburukan lain.
c. Memandang media massa sebagai filter, atau gatekeeper yang menyeleksi
berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak. Media senantiasa memilih
issue, informasi atau bentuk konten yang lain berdasar standar para
pengelolanya. Disini public “dipilihkan” oleh media tentang apa-apa yang
layak diketahui dan mendapat perhatian.
d. Media massa sering kali dipandang sebagai guide, yaitu penunjuk jalan
atau interpreter, yang menerjemahkan dan menunjukkan arah atas
berbagai ketidakpastian, atau alternatif yang beragam.
e. Melihat media massa sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai
informasi dan ide-ide kepada orang banyak (publik), sehingga
memungkinkan terjadinya tanggapan dan umpan balik.
f. Media massa sebagai interlocutor, yaitu tidak hanya sekedar menjadi
tempat berlalu lalangnya informasi, tetapi juga partner komunikasi yang
memungkinkan terjadinya komunikasi interaktif.

D. Mengenal Profesi Wartawa


1. Pengertian Wartawan
Wartawan atau jurnalis adalah seseorang yang melakukan kegiatan jurnalisme,
yaitu orang yang membuat laporan sebagai profesi untuk disebarluaskan atau
dipublikasi dalam media massa.
a. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), wartawan adalah orang yang
pekerjaannya mencari dan menyusun berita untuk dimuat di surat kabar,
majalah, radio, dan televisi. Sekarang, mestinya definisi ini ditambah dengan
memasukkan media internet/online.
b. Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, wartawan adalah orang
yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalisme (Pasal 1 ayat 4).
c. Menurut Christianto Wibisono dalam buku Pengetahuan Dasar Jurnalistik,
wartawan adalah abdi, hamba, dan pesuruh yang sukarela dari masyarakatnya.
Wartawan adalah pembawa berita, penyuluh, pemberi penerangan, pengajak
berpikir, dan pembawa cita-cita. Ia berkecimpung dalam segala segi hidup
masyarakat yang berbeda-beda Di atas segalanya, wartawan harus pemberani,
jujur, dan memiliki kesetiaan pada darmanya itu.
2. Fungsi dan Peran Wartawan
Peran dan fungsi wartawan, sebagaimana fungsi pers, adalah memperjuangkan
kepentingan rakyat dan melaksanakan kontrol sosial yang konstruktif. Tokoh pers,
Rosihan, menulis, “Apabila dapat diterima asumsi bahwa wartawan itu adalah the
watchdog of public interest, artinya pihak yang menjaga kepentingan umum
sesungguhnya melakukan public service journalism, menjalankan pekerjaan
kewartawanan yang melayani kepentingan masyarakat, dan memberikan jasa-
jasanya kepada umum. Yang paling lazim dan disukai oleh wartawan adalah
bertindak sebagai pengawas terhadap proses-proses pemerintahan. Akan tetapi, di
samping itu, dewasa ini public service journalism bergerak ke jurusan daerah-
daerah baru, seperti perjuangan untuk menegakkan hak-hak sipil, peperangan
melawan kemiskinan, perjuangan melawan kejahatan, dan sebagainya (Mariani et
al, 2006: 1.12-1.13).”
Sebutan yang membanggakan lagi, wartawan adalah pilar utama kemerdekaan
pers. Karena itu, dalam menjalankan tugas profesinya, wartawan mutlak mendapat
perlindungan hukum dari negara, masyarakat, dan perusahaan pers. Perlindungan
hukum jelas diberikan untuk wartawan yang menaati kode etik jurnalisme dalam
melaksanakan tugas jurnalismenya, yakni memenuhi hak masyarakat memperoleh
informasi.
Tugas jurnalisme meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi melalui media massa. Dalam tugasnya,
wartawan dilindungi dari tindak kekerasan, penyitaan, atau perampasan alat kerja,
apalagi dihambat atau diintimidasi oleh pihak mana pun. Ketika meliput wilayah
konflik, wartawan wajib dilengkapi surat penugasan, peralatan kesehatan yang
memenuhi syarat, asuransi, pengetahuan, dan keterampilan dari perusahaan pers
terkait kepentingan penugasan. Wartawan mesti menggunakan identitas sebagai
wartawan hingga berada pada pihak yang netral.
Begitu pun dengan kesaksian perkara yang menyangkut karya jurnalisme,
wartawan dapat menggunakan hak tolak (hak ingkar) untuk melindungi sumber
informasi. Siapa pun tidak dibenarkan memaksa wartawan untuk menyebutkan
sumber informasinya karena dia dilindungi kode etik dan undang-undang. Begitu
juga dengan manajemen perusahaan pers dilarang memaksa wartawan untuk
membuat berita yang melanggar kode etik jurnalistik atau hukum yang berlaku.
Meskipun harus dicatat, hal-hal terkait perlindungan wartawan ini belum
sepenuhnya dijalankan.
3. Penyalahgunaan Profesi Wartawan
Profesi wartawan merupakan pekerjaan yang membutuhkan pemikiran,
perenungan, dan kemampuan analisis untuk menginterpretasikan sebuah peristiwa
yang terjadi di masyarakat. Perangkat itu harus bekerja saat wartawan menuliskan
beritanya agar tidak terjadi salah tafsir ataupun salah pemberitaan. Wartawan
adalah penyambung atau jembatan antara peristiwa dan khalayak atau audience.
Sekarang, sudah menjadi rahasia umum bahwa profesi wartawan sedikit
tercoreng oleh oknum yang mengaku wartawan, tetapi tidak pernah terlibat di
salah satu media massa. Sebutan mereka macam-macam: wartawan abal-abal,
wartawan bodrek, wartawan tanpa surat kabar (WTS), wartawan gadungan, atau
wartawan amplop. Mereka sama sekali tidak bekerja, terlibat, atau menjadi bagian
dari struktur redaksional sebuah media massa. Dengan hanya berbekal selembar
kartu pers/press card/press ID, mereka berkeliaran dari satu kantor ke kantor lain
untuk mencari korban. Tujuan mereka satu, memeras.
4. Persyaratan Wartawan
Wartawan adalah suatu profesi yang penuh tanggung jawab dan risiko.
Pekerjaan ini menuntut idealisme dan ketangguhan. Wartawan harus siap mental
dan fisik.
Fungsi dan tanggung jawab seorang wartawan tidak enteng. Karena itu, syarat-
syarat menjadi wartawan tidak ringan. Tidak semua orang bisa melaksanakannya
dan tidak semua orang bisa menjadi wartawan. Lalu, apa saja syarat yang harus
dipenuhi oleh seseorang untuk menjadi wartawan yang baik? Menurut Peter
Game, wartawan Australia, syarat yang diperlukan:
a. kecerdasan,
b. kewaspadaan,
c. rasa ingin tahu yang besar,
d. perhatian yang besar terhadap masyarakat, terhadap apa yang mereka lakukan,
dan apa yang dilakukan orang terhadap mereka,
e. akal yang panjang (tidak mudah putus asa),
f. kepekaan terhadap ketidakadilan,
g. memiliki keberanian untuk berbeda pendapat dengan pihak yang berkuasa.
Mengenai persyaratan untuk menjadi wartawan yang baik ini, Rosihan Anwar
mengemukakan penggunaan bahasa sebagai syarat pertama. Tentu saja yang
dimaksud adalah penguasaan bahasa Indonesia, lebih baik lagi penguasaan bahasa
Inggris dan bahasa asing lainnya. Syarat lainnya adalah berpegang pada norma-
norma etika dan kesusilaan. Selanjutnya, Rosihan mengatakan, “Seorang reporter
mesti bertingkah laku sebagai seorang gentleman, berusaha bersikap jujur, terus
terang, selalu menghormati dan melindungi sejauh mungkin sumber-sumber
beritanya, serta bersikap begitu rupa hingga surat kabar tempat dia bekerja beroleh
kepercayaan dan respek sungguh-sungguh dari khalayak ramai.
Sepuluh kemampuan wartawan profesional terdiri atas:
a. Writing Competencies,
Writing competencies adalah kapasitas untuk melaporkan secara
akurat, jelas, kredibel, dan dapat diandalkan. Itu adalah kemampuan menulis
yang mudah dipahami pembaca. Laporan berita bagi surat kabar online
memiliki pembaca yang bersifat internasional. Maka itu, kemampuan di sini
terkait juga dengan penguasaan dalam memakai tata bahasa, kata-kata, dan
tanda-tanda baca serta pemahaman terhadap kosakata (vocabulary) paragraf-
paragraf, lead, kelengkapan data-data sumber berita, dan sebagainya.
b. Oral Performance Competencies,
Oral performance competencies adalah kemampuan menyampaikan
pengertian, respons yang baik, percaya diri, dan bertanggung jawab.
Kemampuan wawancara memerlukan berbagai teknik dan metode tertentu,
misalnya ketika mewancarai anak-anak, kelompok etnik, korban kekerasan,
dan sebagainya. Selain itu, wartawan perlu mempunyai kemampuan
mengenali nuansa dari wacana publik.
c. Research an Investigative Competencies,
Research and investigative competencies adalah kemampuan
menyiapkan berbagai bahan, pengembangan, akurasi, akurasi kisah, atau
mengidentifikasi topik-topik potensial melalui sumber kepustakaan, referensi
virtual online, dan catatan-catatan publik.
d. Broad-Based Knowledge Competencies,
Broad-based knowledge competencies adalah kemampuan memiliki
pengetahuan dasar, seperti ekonomi, statistik, matematika, sejarah, sains,
perawatan kesehatan, dan struktur pemerintahan. Dunia kewartawanan
mensyaratkan proses belajar seumur hidup dan keluasan lintas disiplin.
e. Web-Based Competencies,
Web-based competencies adalah kemampuan menguasai internet, e-
mail, mailing list, newsgoup, dan pemberitaan dalam format on the web.
Khususnya, pemberitaan yang bersifat breaking news and information yang
memiliki nilai autentik, akurasi, dan reliabilitas informasi on the web.
f. Audiovisual Competencies,
Audiovisual competencies adalah kemampuan menggunakan peralatan,
seperti kamera 35 mm, kamera video, men-scan foto dalam komputer, serta
audio tape recorder.
g. Skill-Based Computer Application Competencies,
Skill-based computer application competencies adalah kemampuan
mengaplikasikan komputer dalam kegiatan melaporkan pemberitaan, seperti
word processing, pengembangan database (terutama bagi investigative
reports), dan aplikasi multimedia, termasuk pagemaker, quark xpress,
printshop, dan sebagainya bagi kerja kewartawanannya.
h. Ethic Competencies,
Ethic competencies adalah kemampuan memahami tanggung jawab
profesi, seperti kode etik, pertimbangan nilai-nilai etika, pelanggaran, dan
plagiarisme.
i. Legal Competencies,
Legal competencies adalah kemampuan memahami ihwal undang-
undang kebebasan berpendapat, seperti yang tercantum dalam the Freedom of
International Act (FOIA), the First Amendment, hak cipta, dan sebagainya,
serta kaitannya dengan tugas-tugas profesi kewartawanan dan dampaknya
terhadap masyarakat.
j. Career Competencies
Career competencies adalah kemampuan memahami dunia karier
profesional dalam jurnalisme. Kemampuan bekerja dalam manajemen pers
dan bersikap positif dalam kerja peliputan, termasuk aspek-aspek dari
komponen manajerial pasar, analisis kelayakan, memproduksi dan mengedit
berita, serta keterlibatan dalam berbagai asosiasi dan jaringan profesional dari
dunia jurnalisme.
5. Kasus Wartawan Indonesia
a. Herliyanto
Herliyanto, seorang wartawan lepas Tabloid Delta Pos Sidoarjo
ditemukan tewas pada 29 April 2006 di hutan jati Desa Taroka, Probolinggo,
Jawa Timur. Harian Kompas edisi 10 Mei 2013 mengabarkan, polisi
memastikan kematian pekerja lepas untuk Radar Surabaya ini terkait
pemberitaan kasus korupsi anggaran pembangunan oleh mantan Kepala Desa
Tulupari. Tiga orang berhasil ditangkap. Namun, Pengadilan Negeri Sidoarjo
membebaskan ketiganya karena dua pelaku dianggap tak cukup bukti dan satu
tersangka dianggap gila.
b. Ardiansyah Matra'is Wibisono
Ardiansyah adalah seorang jurnalis Tabloid Jubi dan Merauke TV. Ia
ditemukan tewas pada 29 Juli 2010 di Gudang Arang, Sungai Maro, Merauke,
Papua dalam kondisi penuh luka. Pemberitaan Harian Kompas menyebutkan,
Polres Merauke meyakini wartawan ini tewas tenggelam. Polisi juga tidak
melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait kasus pembunuhan ini.
c. Naimullah
Naimullah bekerja sebagai wartawan Sinar Pagi di Kalimantan Barat.
Ia tewas pada 25 Juli 1997.  Dikabarkan bahwa siang sebelum ditemukan
tewas, korban memberi tahu keluarga akan bertemu dengan seseorang namun
tidak menyebut keterangan lebih lanjut.
d. Alfrets Mirulewan
Alfrets ditemukan tewas 18 Agustus 2010 di Pelabuhan Pulau Kisar,
Maluku Tenggara Barat. Pemred Tabloid Pelangi ini melakukan investigasi
kelangkaan bahan bakar minyak di Kisar bersama Leksi Kikilay. Dikabarkan,
ada dugaan keterlibatan aparat di dalamnya. Polisi menyatakan Alfrets tewas
dibunuh, namun semua tersangka mencabut BAP (Berita Acara Pemeriksaan).
e. Agus Mulyawan
Agus Mulyawan merupakan seorang pembantu koresponden dan fixer
di Indonesia untuk Asia Press, sebuah media Jepang. Dari
pemberitaan Harian Kompas edisi 30 September 1999, Agus meninggal
karena ditembak di Pelabuhan Qom, Los Palos, Timor Timur pada 25
September 1999. Disebutkan, penembakan tersebut juga menewaskan delapan
orang lainnya. Sehari setelahnya, 26 September 1999, jenazah Agus
ditemukan di dasar Sungai Verukoco, Apikuru, Kabupaten Lautem.
f. Fuad M Syarifuddin (Udin)
Fuad Muhammad Syarifuddin adalah seorang jurnalis Harian
Bernas di Yogyakarta. Ia dibunuh pada 16 Agustus 1996. Dikabarkan,
pembunuhan ini dikarenakan pemberitaan mengenai dugaan korupsi di Bantul.
Harian Kompas mengabarkan, Udin memang sering menulis mengenai
pemberitaan kritis tentang kebijakan pemerintah Orde Baru. Salah satunya
adalah berita bahwa Bupati akan membantu pendanaan Yayasan Dharmais
jika kembali terpilih. Tiga hari sebelum dibunuh, Udin diserang dan dianiaya
orang tidak dikenal di rumahnya, Bantul, Yogyakarta.
g. Ersa Siregar
Ersa Siregar merupakan jurnalis RCTI. Ia tewas ketika melakukan
liputan konflik di Nanggroe Aceh Darussalam. Pada 1 Juli 2003, Ersa bersama
juru kamera Ferry Santoro dilaporkan hilang di Kuala Langsa. Empat hari
berselang, mobil yang digunakan keduanya ditemukan di Langsa.
h. Muhammad Jamaluddin
Muhammad Jamaluddin merupakan juru kamera  TVRI Aceh. Ia
ditemukan tewas pada 17 Juni 2003. Terdapat berbagai dugaan atas
kematiannya ini, baik dibunuh kelompok GAM hingga ada yang menuduh
aparat TNI di Aceh menculiknya karena motif tertentu.
i. AA Prabangsa
Anak Agung Narendra Prabangsa tewas pada 16 Februari 2009 di
Pelabuhan Padang Bai. Ia merupakan wartawan Radar Bali. Polisi kemudian
menetapkan sejumlah tersangka pembunuhan berencana ini. Adapun, auktor
intelektualis dalam pelaku pembunuhan ini adalah Nyoman Susrama, adik
Bupati Bangli Nengah Arnawa. Susrama juga merupakan pengawas proyek
Dinas Pendidikan Bangli. Pengadilan Negeri Denpasar  kemudian memutus
Susrama dengan hukuman seumur hidup. Namun, hukuman Susrama
kemudian diubah menjadi 20 tahun penjara setelah Presiden Joko Widodo
menandatangani remisi perubahan masa hukuman. Kebijakan Jokowi ini
kemudian menuai kecaman. Apalagi, Aliansi Jurnalis Independen menilai
bahwa Susrama menjadi satu-satuya pelaku pembunuhan wartawan yang
tuntas di pengadilan dengan hukuman berat, namun kemudian mendapat
keringanan.
j. Ridwan Salamun
Ridwan Salamun merupakan kontributor Sun TV di Tual, Maluku
Tenggara. Ia merupakan warga Kampung Banda Eli. Ridwan tewas akibat
dikeroyok ketika melakukan liputan bentrokan warga kompleks Banda Eli
melawan warga Dusun Mangun, Desa Fiditan, Kota Tual, Maluku Tenggara
pada 21 Agustus 2010. Ridwan dibacok dari belakang dan mengenai bagian
kepalanya. Berdasarkan keterangan saksi mata, posisi Ridwan berada di
tengah-tengah massa karena berusaha memotret secara berimbang antara
kedua belah pihak. Pengadilan Negeri Tual membebaskan tiga terdakwa pada
9 Maret 2011. Ketiganya disebut tidak terbukti menganiaya jurnalis ini hingga
tewas. Sebelumnya, tiga terdakwa ini dituntut hukuman penjara selama
delapan bulan karena dianggap melanggar Pasal 170 Ayat 2 Kitab Undang-
undang Hukum Pidana (KUHP).
k. Fotografer C. Sukma dari majalah Ummat dianiaya tentara dan dirusak
kameranya saat meliput kerusuhan pada 27 Juli 1996 di depan kantor Partai
Demokrasi Indonesia (PDI), Jalan Diponegoro, Jakarta.
l. Pada 29 Desember 2003, reporter RCTI Sorri Ersa Siregar tewas tertembak
ketika terjadi kontak senjata antara tentara dan Gerakan Aceh Merdeka
(GAM). Ersa dan juru kamera Fery Suntoro diculik oleh GAM pada 29 Juni,
lalu berbulan-bulan tak ada beritanya. Ersa tewas, tetapi Ferry Suntoro
dibebaskan GAM pada 16 Mei 2004.
m. Reporter Metro TV Meutia Hafid bersama cameraman Budiyanto menjadi
sandera kelompok Mujahidin (Jaish al-Mujahideen) ketika ditugaskan meliput
medan perang di Irak. Selama 168 jam dalam rentang waktu 15-22 Februari
2005, mereka harus hidup di tengah gurun. Drama penyanderaan ini berakhir
setelah Presiden SBY berpidato secara resmi meminta pembebasan Meutia
dan Budi yang disiarkan televisi internasional.
Kasus terbaru Aliansi Jurnalis Independen mencatat terdapat 53 kekerasan
terhadap jurnalis di berbagai daerah sepanjang 2019. Kasus kekerasan masih
didominasi oleh kekerasan fisik sebanyak 20 kasus. Setelah itu diikuti oleh
perusakan alat atau data hasil liputan (14 kasus), ancaman kekerasan atau teror (6
kasus), pemidanaan atau kriminalisasi (5 kasus), pelarangan liputan (4 kasus).

E. Peraturan Perundang-undangan tentang Jurnalistik


1. Kode Etik Jurnalistik
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers
menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan
terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan
memenuhi hak public untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan
Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman
operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta
profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati
Kode Etik Jurnalistik:
Kode Etik Jurnalistik ditetapkan Dewan Pers melalui Peraturan Dewan Pers
Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan
Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan
Dewan Pers.

Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan
berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati
nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk
pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata
untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang
profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. Menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. Menghormati hak privasi;
c. Tidak menyuap;
d. Menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. Rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara
dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara
berimbang;
f. Menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar,
foto, suara;
g. Tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain
sebagai karya sendiri;
h. Penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita
investigasi bagi kepentingan publik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi,
memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta
dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga
tak bersalah.
Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran
informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada
masing-masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda
dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan
atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah,
sadis, dan cabul.
Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan
sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat
buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar,
suara, grafis atau tulisan yang semata mata untuk membangkitkan nafsu
birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan
waktu pengambilan gambar dan suara.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan
identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan
identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang
yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan
tidak menerima suap.
Penafsiran
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil
keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum
informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari
pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi
narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun
keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi
latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan
narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan
permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber
yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. Off the record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak
boleh disiarkan atau diberitakan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita
berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang
atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis
kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang
lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum
mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang
kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya
selain yang terkait dengan kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan
memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai
dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan
atau pemirsa.
Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada
maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi
pokok.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi
secara proporsional.
Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan
tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang
merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan
informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang
orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.

2. Perlindungan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)


Pengesahan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
pada tanggal 25 Maret 2008 oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), maka Dewan
Pers menyampaikan melalui surat nomor 150/DP-K/IV/2008 tentang
Rekomendasi Dewan Pers untuk Pembuatan Peraturan Pemerintah tentang UU
ITE yang ditujukan kepada Menteri Komunikasi dan Informatika Bapak Prof. Dr.
Ir. Mohammad Nuh dan ditandatangani oleh Prof. Dr. Ichlasul Amal sebagai ketua
pers, bahwa Pasal 27 dan Pasal 28 UU ITE berpotensi mengebiri pers karena
berita pers dalam wujud informasi elektronika, terkait dengan kasuskasus korupsi,
manipulasi dan sengketa, dapat dinilai sebagai penyebaran pencemaran atau
kebencian. Dengan ancaman hukuman penjara lebih dari enam tahun, aparat polisi
dapat menahan setiap orang selama 120 hari, termasuk wartawan, hanya karena
diduga melakukan penyebaran berita bohong seperti diatur dalam UU ITE.
Ancaman tersebut termuat pada Pasal 27 ayat (3) mengenai distribusi atau
transmisi informasi atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik. Ancaman lainnya datang dari Pasal 28 ayat (2),
menyangkut penyebaran informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau
permusuhan. Setiap orang yang melanggar pasal-pasal tersebut diancam hukuman
penjara enam tahun dan atau denda Rp.1 miliar. Maka Dewan Pers
merekomendasikan:
a) Di dalam Peraturan Pemerintah sebagai Peraturan Pelaksanaan UU ITE
dicantumkan secara eksplisit penjelasan bahwa Pasal 27 ayat (3) dan Pasal
28 ayat (2) UU ITE tidak mencakup pers.
b) Di dalam Peraturan Pemerintah sebagai Peraturan Pelaksanaan UU ITE
perlu pula dicantumkan secara eksplisit bahwa berlakunya Undang-Undang
ini tidak membatasi hak masyarakat menyatakan pendapat dan berekspresi
seperti dijamin oleh Pasal 28 UUD 1945.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Fungsi Jurnalistik
Fungsi jurnalistik bagi masyarakat:
a. Pemberi informasi
b. Pemberi hiburan
c. Pendidik masyarakat
d. Pemberi kontrol
8 pokok kehadiran pers:
a. Pers dibangun sebagai pembimmbing ke arah pengembangan serta
pemberian batasan-batasan rasa kebanggaan bagi seluruh penduduk
negara yang bersangkutan.
b. Pers sebagai alat pemerintah.
c. Pers dengan tajuk rencana atau induk karangannya memberikan
bimbingan sebagai pendidik masyarakat dengan bahasa yang mudah
dimegerti, memberikan gambaran yang jelas dan tegas tentang segala
persoalan yang berlangsung di dalam negara dan pemerintahan, baik
yang menyanngkut soal-soal nasional maupun internasional.
d. Pera memberikan penjelasan berupa kepuasan terhadap persoalan
kesulitan kehidupan dewasa ini, terutama kedhidupan bermasyarakat,
bernegara, dan berpemerintahan, dengan mengemukakan hak-hak serta
tanggung jawab mereka atas kelangsungan kehidupan bangsa.
e. Pers (harus) membantu dalam pembinaan pengertian untuk
meneggakkan hukum dan ketertiban.
f. Pers (harus) bisa berusaha menciptakan pengertian kesatuan seluruh
rakyat yang terpecah-pecah.
g. Pers (harus) digunakan sebagai pembina suasana saling pengertian,
saling menghormati, dan saling memercayai di antara sesama rakyat,
mengurngi ketegangan-ketegangan dan kerusuhan-kerusuhan,
mengurang perasaan yang peka dan berprasangka serta saling
mencurigai di antara sesama penduduk.
h. Pers (harus) bertindak sebagai mata-mata serta pengkritik pemerintah
dan siapa saja yang menjadi pelayan rakyat dalam pemerintahan,
mengadakan, pengawasan serta cermat agar segala usaha yang
dilakukan bagi kepentingan rakyat dilaksanakan dengan amat baik dan
sempurna.
2. Bahasa Jurnalistik
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahasa jurnalistik
atau biasa disebut dengan bahasa pers adalah ragam bahasa yang
digunakan oleh wartawan yang memiliki sifat khas, yaitu singkat, padat,
sederhana, lancar, jelas, dan menarik.
Prinsip dalam Bahasa jurnalistik ada tujuh, antara lain:
a. Gunakan kalimat pendek.
b. Gunakan bahasa biasa dan mudah dipahami.
c. Gunakan bahasa sederhana dan jernih penyuaraannya.
d. Gunakan bahasa tanpa kalimat majemuk.
e. Gunakan kalimat aktif, sejauh mungkin hindari kalimat pasif.
f. Gunakan bahasa padat dan kuat.
g. Gunakan bahasa positif bukan negatif.
Kesalahan dalam penggunaan Bahasa jurnalistik:
a. Kesalahan morfologis
Kesalahan ini sering dijumpai pada judul berita surat kabar yang
memakai kalimat aktif, yaitu pemakaian kata kerja tidak baku dengan
penghilangan afiks.
b. Kesalahan sintaksis
Kesalahan berupa pemakaian tata bahasa atau struktur kalimat yang
kurang benar sehingga sering mengacaukan pengertian.
c. Kesalahan kosakata
Kesalahan ini sering dilakukan dengan alasan kesopanan (eufemisme)
atau meminimalisir dampak buruk pemberitaan.
d. Kesalahan ejaan
Kesalahan ini hampir setiap kali dijumpai dalam surat kabar.
e. Kesalahan pemenggalan
Kesalahan ini terjadi dalam pemenggalan kata atau kalimat yang
berganti garis pada setiap kolom sehingga terkesan asal penggal saja.
3. Peran media massa
Media adalah bentuk jamak dari medium yang berarti tengah atau
perantara. Massa berasal dari bahasa Inggris yaitu mass yang berarti
kelompok atau kumpulan. Dengan demikian, pengertian media massa
adalah perantara atau alat-alat yang digunakan oleh massa dalam
hubungannya satu sama lain. Menurut Leksikon Komunikasi, media massa
merupakan sarana untuk menyampaikan pesan yang berhubungan
langsung dengan masyarakat luas, misalnya radio, televisi dan surat kabar.
Dari uraian di atas, media massa adalah sarana komunikasi yang
digunakan untuk menyampaikan pesan, gagasan, atau informasi kepada
orang banyak (publik).
Karakteristik media massa: Bersifat melembaga, Bersifat satu arah,
Meluas dan serempak, Memakai peralatan teknis atau mekanis, Bersifat
terbuka.
Jenis-jenis media massa: media cetak, media elektronik, media online.
Peran media massa:
a. Melihat media massa sebagai window on event and experience.
b. Media dianggap sebagai a mirror of event in socity and the world,
implying a faithful reflection.
c. Memandang media massa sebagai filter, atau gatekeeper.
d. Media massa sering kali dipandang sebagai guide.
e. Melihat media massa sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai
informasi dan ide-ide kepada orang banyak (publik).
f. Media massa sebagai interlocutor.
4. Mengenal profesi wartawan
Wartawan atau jurnalis adalah seseorang yang melakukan kegiatan
jurnalisme, yaitu orang yang membuat laporan sebagai profesi untuk
disebarluaskan atau dipublikasi dalam media massa. Peran dan fungsi
wartawan, sebagaimana fungsi pers, adalah memperjuangkan kepentingan
rakyat dan melaksanakan kontrol sosial yang konstruktif. Tugas jurnalisme
meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi melalui media massa. Dalam tugasnya,
wartawan dilindungi dari tindak kekerasan, penyitaan, atau perampasan
alat kerja, apalagi dihambat atau diintimidasi oleh pihak mana pun.
Penyalahgunaan profesi wartawan:
- Sekarang, sudah menjadi rahasia umum bahwa profesi wartawan
sedikit tercoreng oleh oknum yang mengaku wartawan, tetapi tidak
pernah terlibat di salah satu media massa.
- Sebutan mereka macam-macam: wartawan abal-abal, wartawan
bodrek, wartawan tanpa surat kabar (WTS), wartawan gadungan, atau
wartawan amplop.
- Dengan hanya berbekal selembar kartu pers/press card/press ID,
mereka berkeliaran dari satu kantor ke kantor lain untuk mencari
korban. Tujuan mereka satu, memeras.

Persyaratan wartawan: writing competencies, oral performance


competencies, research an investigative competencies, broad-based
knowledge competencies, web-based competencies, audiovisual
competencies, skill-based computer application competencies, ethic
competencies, legal competencies, career competencies.

Kasus wartawan di Indonesia:

a. Herliyanto
b. Ardiansyah Matra'is Wibisono
c. Naimullah
d. Alfrets Mirulewan
e. Agus Mulyawan
f. Fuad M Syarifuddin (Udin)
g. Ersa Siregar
h. Muhammad Jamaluddin
i. AA Prabangsa
j. Ridwan Salamun
k. Fotografer C. Sukma
l. Reporter Metro TV Meutia Hafid bersama cameraman Budiyanto
5. Perundang-undangan tentang jurnalistik
a. Kode Etik Jurnalistik ditetapkan Dewan Pers melalui Peraturan Dewan
Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang Pengesahan Surat
Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik
Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers.
b. Dewan Pers merasa terancam dengan adanya pengesahan Undang-
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) oleh Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), maka Dewan Pers menyampaikan melalui
surat nomor 150/DP-K/IV/2008 tentang Rekomendasi Dewan Pers
untuk Pembuatan Peraturan Pemerintah tentang UU ITE yang
ditujukan kepada Menteri Komunikasi dan Informatika dan
ditandatangani oleh ketua pers, bahwa Pasal 27 dan Pasal 28 UU ITE
berpotensi mengebiri pers.
B. Kritik dan Saran
Demikian yang dapat disajikan oleh penyusun, semoga memberikan
manfaat bagi siapapun yang membacanya. Penyusun menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu
kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan demi
penyempurnaan makalah ini. Akhirnya penyusun mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Bahri, Andini Nur. 2018. Diktat Jurnalistik. Medan: UIN Medan


Barus, Sedia Willing. 2010. Jurnalistik; Petunjuk Teknik Menulis Berita. Jakarta: Erlangga
Buku Saku Wartawan. (jakarta : 2017). Dewan Pers
Effendi, OU. 2013. Ilmu Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya
Kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis mangkrak di polri, Sasmito Madrim,
https://www.voaindonesia.com/a/kasus-kasus-kekerasan-terhadap-jurnalis-mangkrak-
di-polri/5280415.html diakses 5 september pukul 21.30
Khotimah, Husnul. 2018. Posisi dan Peran Media dalam Kehidupan Masyarakat, Jurnal
Tasamuh, Vol 16 N0. 1
Mengingat lagi 10 kasus pembunuhan wartawan di Indonesia, Mela Arnani
https://nasional.kompas.com/image/2019/02/08/17302821/mengingat-lagi-10-kasus-
pembunuhan-wartawan-di-indonesia?page=1 diakses 5 september pukul 21.01
Nugroho, Bekti dan Samsuri. 2013. Pers Berkualitas, Masyarakat Cerdas. Jakarta: Dewan
Pers.
Rochady, S. 1970. Suratkabar. Bandung: Alumni.
Santosa, Bend Abidin. 2016. Jurnalisme Damai dan Peran Media Massa dalam Mengatasi
Konflik di Indonesia. Jurnal Komunikasi Islam, Vol. 06. No. 02.
Saragih, M Yoserizal. 2018. Media Massa dan Jurnalisme: Kajian Pemaknaan antara Media
Massa Cetak dan Jurnalistik. Jurnal Pengembangan Masyarakat, Vol. V, No. 5.
Sastro Yadi, Sudarjat Edi. Dunia Jurnalisme dan Profesi Wartawan.
Suhandang, Kustadi. 2016. Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk dan Kode Etik.
Bandung: Penerbit Nuansa Cendekia.
Suroso. 2003. Bahasa Jurnalistik. Makalah Disampaikan pada Sekolah Jurnalistik Majalah
Rohani Populer Bahana, 5 Agustus 2003.

Anda mungkin juga menyukai