Makalah
Disusun oleh:
B. Bahasa Jurnalistik
1. Pengertian Bahasa Jurnalistik
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahasa jurnalistik atau biasa
disebut dengan bahasa pers adalah ragam bahasa yang digunakan oleh wartawan
yang memiliki sifat khas, yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, dan
menarik. Bahasa jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa sebagai tampak
dalam harian-harian surat kabar dan majalah. Dengan fungsi yang demikian itu
bahasa jurnalistik harus jelas dan mudah dibaca dengan tingkat ukuran inteletual
minimal. Bahasa jurnalistik merupakan salah satu ragam bahasa kreatif bahasa
Indonesia, di samping terdapat juga ragam bahasa akademik (ilmiah, ragam
bahasa usaha (bisnis), ragam bahasa filosofik, dan ragam bahasa literer. Dengan
demikian bahasa jurnalistik memiliki kaidah-kaidah tersendiri yang
membedakannya dengan ragam bahasa yang lain. Bahasa jurnalistik sangat
dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh wartawan. Bahasa
jurnalistik juga sangat dipengaruhi oleh kebiasaan berbahasa yang dianut oleh
suatu institusi media.
2. Ciri-Ciri Bahasa Jurnalistik
Dari segi persyaratan, setidaknya ada dua ciri utama dari bahasa jurnalistik,
yaitu komunikatif dan spesifik. Komunikatif, artinya ciri khas dari bahasa
Indonesia jurnalistik adalah tidak berbelit, tidak berbunga-bunga, harus terus
langsung pada pokok permasalahannya (straight to the point). Spesifik, artinya
bahasa jurnalistik dengan kalimat-kalimat yang singkat-singkat atau pendek-
pendek. Bentuk-bentuk kebahasaan yang sederhana, mudah diketahui oleh orang
kebanyakan, dan mudah dimengerti oleh orang awam, harus senantiasa
ditunjukkan di dalam bahasa jurnalistik.
3. Prinsip-Prinsip Bahasa Jurnalistik
Ernst Hemingway dalam buku Rosihan Anwar dengan judul Bahasa
Jurnalistik Indonesia dan Komposisi menyebutkan tujuh prinsip atau semacam
anjuran menggunakan bahasa dalam jurnalistik, yaitu sebagai berikut.
a.Gunakan kalimat pendek. Satu kalimat satu pokok pikiran, satu alinea
satu pokok masalah.
b. Gunakan bahasa biasa dan mudah dipahami. Artinya jangan terlalu
banyak menggunakan kata dan istilah asing dan terlalu teknis, sebaiknya
gunakan bahasa yang popular.
c.Gunakan bahasa sederhana dan jernih penyuaraannya. Artinya tidak
bertele-tele, hindari kata-kata sifat, tiap kalimat merupakan kalimat lengkap
yang memiliki subjek, objek, dan prediket.
d. Gunakan bahasa tanpa kalimat majemuk. Hal ini dikarenakan kalimat
majemuk itu bertele-tele, rumit, dan tidak jernih.
e.Gunakan kalimat aktif, sejauh mungkin hindari kalimat pasif.
f. Gunakan bahasa padat dan kuat.
g. Gunakan bahasa positif bukan negatif.
Hemingway berprinsip bahwa singkat itu lebih padat dan kuat, less is more.
Dalam bahasa Inggris dikenal anekdot “more to say nothing”, yang berarti
banyak itu tidak berkata apa-apa alias kosong. Dari prinsip inilah dikenal istilah
ekonomi kata (word economy).
4. Sifat-Sifat Bahasa Jurnalistik
Menurut Jusuf Sjarif Badudu, bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu
singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, lancar, dan jelas. Sifat-sifat itu harus
dimiliki oleh bahasa jurnalistik, mengingat surat kabar dibaca oleh semua lapisan
masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Beberapa ciri yang harus
dimiliki bahasa jurnalistik di antaranya:
a. Singkat, artinya bahasa jurnalistik harus menghindari penjelasan yang
panjang dan bertele-tele.
b. Padat, artinya bahasa jurnalistik yang singkat itu sudah mampu
menyampaikan informasi yang lengkap. Semua yang diperlukan pembaca
sudah tertampung di dalamnya. Menerapkan prinsip 5W+1H, membuang
katakata mubazir dan menerapkan ekonomi kata.
c. Sederhana, artinya bahasa pers sedapat-dapatnya memilih kalimat tunggal
dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan kompleks.
Kalimat yang efektif, praktis, sederhana pemakaian kalimatnya, tidak
berlebihan pengungkapannya (bombastis).
d. Lugas, artinya bahasa jurnalistik mampu menyampaikan pengertian atau
makna informsi secara langsung dengan menghindari bahasa yang
berbunga-bunga .
e. Menarik, artinya dengan menggunakan pilihan kata yang masih hidup,
tumbuh, dan berkembang. Menghindari kata-kata yang sudah mati.
f. Jelas, artinya informasi yang disampaikan jurnalis dengan mudah dapat
dipahami oleh khalayak umum (pembaca). Struktur kalimatnya tidak
menimbulkan penyimpangan/pengertian makna yang berbeda, menghindari
ungkapan bersayap atau bermakna ganda (ambigu). Oleh karena itu,
seyogyanya bahasa jurnalistik menggunakan kata-kata yang bermakna
denotatif.
5. Kesalahan dalam Penggunaan Bahasa Jurnalistik
Bahasa jurnalistik menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional. Komitmen bahasa jurnalistik untuk menghindari kesalahan berbahasa
harus menjadi prioritas karena bahasa merupakan kekuatan utama dari jurnalistik.
Tanpa meninggalkan substansi pemberitaan, bahasa jurnalistik tetap harus
mengacu pada kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Menurut Stanley,
pendiri Analisis Jurnalis Independen (AJI), terdapat beberapa kesalahan bahasa
jurnalistik dalam pemberitaan, antara lain:
a. Kesalahan Morfologis
Kesalahan ini sering dijumpai pada judul berita surat kabar yang
memakai kalimat aktif, yaitu pemakaian kata kerja tidak baku dengan
penghilangan afiks. Afiks pada kata kerja yang berupa prefik atau awalan
dihilangkan. Kita sering menemukan judul berita misalnya, Polisi Tembak
Mati Lima Perampok Nasabah Bank. Israil Tembak Pesawat Matamata.
Amerika Bom Lagi Kota Bagdad.
b. Kesalahan Sintaksis
Kesalahan berupa pemakaian tata bahasa atau struktur kalimat yang
kurang benar sehingga sering mengacaukan pengertian. Hal ini disebabkan
logika yang kurang bagus. Kasus serupa sering dijumpai baik di koran lokal
maupun koran nasional. Contoh: Kerajinan Kasongan Banyak Diekspor
Hasilnya Ke Amerika Serikat. Seharusnya Judul tersebut diubah Hasil
Kerajinan Desa Kasongan Banyak Diekspor Ke Amerika.
c. Kesalahan Kosakata
Kesalahan ini sering dilakukan dengan alasan kesopanan (eufemisme)
atau meminimalisir dampak buruk pemberitaan. Contoh: Penculikan
Mahasiswa Oleh Oknum Kopasus itu Merupakan Pil Pahit bagi ABRI.
Seharusnya kata pil Pahit diganti kejahatan. Dalam konfliks Dayak-
Madura, jelas bahwa pelakunya adalah Dayak dan Madura, tetapi wartawan
tidak menunjuk kedua etnis ecara eksplisit. Bahkan di era rezim Soeharto
banyak sekali kosakata yang diekspose merupakan kosakata yang menekan
seperti GPK, suibversif, aktor intelektual, esktrim kiri, ekstrim kanan,
golongan frustasi, golongan anti pembangunan, dan lain-lain. Bahkan di
era kebebasan pers seperti sekarang ini, kecenderungan pemakaian kosakata
yang bias makna bahkan semakin banyak
d. Kesalahan Ejaan
Kesalahan ini hampir setiap kali dijumpai dalam surat kabar.
Kesalahan ejaan juga terjadi dalam penulisan kata, seperti: Jumat ditulis
Jum’at, khawatir ditulis hawatir, jadwal ditulis jadual, sinkron ditulis
singkron, antarkota ditulis antar kota, ekstrakurikuler ditulis ekstra
kurikuler, dan lain-lain.
e. Kesalahan Pemenggalan
Kesalahan ini terjadi dalam pemenggalan kata atau kalimat yang
berganti garis pada setiap kolom sehingga terkesan asal penggal saja.
Kesalahan ini disebabkan pemenggalan bahasa Indonesia masih
menggunakan program komputer berbahasa Inggris. Hal ini sudah bisa
diantisipasi dengan program pemenggalan bahasa Indonesia.
Untuk menghindari kesalahan seperti di atas, maka gunakan bahasa
jurnalistik yang baik dan benar, baik dalam penulisan paragraf ataupun judul,
dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Penggunaan kata ganti.
b. Penggunaan gagasan antara induk kalimat dan anak kalimat.
c. Penggunaan kalimat yang panjang, dapat membuat arti kalimat menjadi
rancu.
d. Penggunaan kata subyek, predikat, obyek, dan keterangan menjadi sebuah
kalimat pendek sehingga lebih praktis dan tidak membuat kalimat menjadi
berbunga-bunga.
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan
berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati
nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk
pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata
untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang
profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. Menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. Menghormati hak privasi;
c. Tidak menyuap;
d. Menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. Rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara
dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara
berimbang;
f. Menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar,
foto, suara;
g. Tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain
sebagai karya sendiri;
h. Penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita
investigasi bagi kepentingan publik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi,
memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta
dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga
tak bersalah.
Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran
informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada
masing-masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda
dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan
atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah,
sadis, dan cabul.
Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan
sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat
buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar,
suara, grafis atau tulisan yang semata mata untuk membangkitkan nafsu
birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan
waktu pengambilan gambar dan suara.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan
identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan
identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang
yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan
tidak menerima suap.
Penafsiran
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil
keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum
informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari
pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi
narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun
keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi
latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan
narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan
permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber
yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. Off the record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak
boleh disiarkan atau diberitakan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita
berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang
atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis
kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang
lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum
mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang
kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya
selain yang terkait dengan kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan
memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai
dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan
atau pemirsa.
Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada
maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi
pokok.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi
secara proporsional.
Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan
tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang
merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan
informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang
orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
A. Kesimpulan
1. Fungsi Jurnalistik
Fungsi jurnalistik bagi masyarakat:
a. Pemberi informasi
b. Pemberi hiburan
c. Pendidik masyarakat
d. Pemberi kontrol
8 pokok kehadiran pers:
a. Pers dibangun sebagai pembimmbing ke arah pengembangan serta
pemberian batasan-batasan rasa kebanggaan bagi seluruh penduduk
negara yang bersangkutan.
b. Pers sebagai alat pemerintah.
c. Pers dengan tajuk rencana atau induk karangannya memberikan
bimbingan sebagai pendidik masyarakat dengan bahasa yang mudah
dimegerti, memberikan gambaran yang jelas dan tegas tentang segala
persoalan yang berlangsung di dalam negara dan pemerintahan, baik
yang menyanngkut soal-soal nasional maupun internasional.
d. Pera memberikan penjelasan berupa kepuasan terhadap persoalan
kesulitan kehidupan dewasa ini, terutama kedhidupan bermasyarakat,
bernegara, dan berpemerintahan, dengan mengemukakan hak-hak serta
tanggung jawab mereka atas kelangsungan kehidupan bangsa.
e. Pers (harus) membantu dalam pembinaan pengertian untuk
meneggakkan hukum dan ketertiban.
f. Pers (harus) bisa berusaha menciptakan pengertian kesatuan seluruh
rakyat yang terpecah-pecah.
g. Pers (harus) digunakan sebagai pembina suasana saling pengertian,
saling menghormati, dan saling memercayai di antara sesama rakyat,
mengurngi ketegangan-ketegangan dan kerusuhan-kerusuhan,
mengurang perasaan yang peka dan berprasangka serta saling
mencurigai di antara sesama penduduk.
h. Pers (harus) bertindak sebagai mata-mata serta pengkritik pemerintah
dan siapa saja yang menjadi pelayan rakyat dalam pemerintahan,
mengadakan, pengawasan serta cermat agar segala usaha yang
dilakukan bagi kepentingan rakyat dilaksanakan dengan amat baik dan
sempurna.
2. Bahasa Jurnalistik
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahasa jurnalistik
atau biasa disebut dengan bahasa pers adalah ragam bahasa yang
digunakan oleh wartawan yang memiliki sifat khas, yaitu singkat, padat,
sederhana, lancar, jelas, dan menarik.
Prinsip dalam Bahasa jurnalistik ada tujuh, antara lain:
a. Gunakan kalimat pendek.
b. Gunakan bahasa biasa dan mudah dipahami.
c. Gunakan bahasa sederhana dan jernih penyuaraannya.
d. Gunakan bahasa tanpa kalimat majemuk.
e. Gunakan kalimat aktif, sejauh mungkin hindari kalimat pasif.
f. Gunakan bahasa padat dan kuat.
g. Gunakan bahasa positif bukan negatif.
Kesalahan dalam penggunaan Bahasa jurnalistik:
a. Kesalahan morfologis
Kesalahan ini sering dijumpai pada judul berita surat kabar yang
memakai kalimat aktif, yaitu pemakaian kata kerja tidak baku dengan
penghilangan afiks.
b. Kesalahan sintaksis
Kesalahan berupa pemakaian tata bahasa atau struktur kalimat yang
kurang benar sehingga sering mengacaukan pengertian.
c. Kesalahan kosakata
Kesalahan ini sering dilakukan dengan alasan kesopanan (eufemisme)
atau meminimalisir dampak buruk pemberitaan.
d. Kesalahan ejaan
Kesalahan ini hampir setiap kali dijumpai dalam surat kabar.
e. Kesalahan pemenggalan
Kesalahan ini terjadi dalam pemenggalan kata atau kalimat yang
berganti garis pada setiap kolom sehingga terkesan asal penggal saja.
3. Peran media massa
Media adalah bentuk jamak dari medium yang berarti tengah atau
perantara. Massa berasal dari bahasa Inggris yaitu mass yang berarti
kelompok atau kumpulan. Dengan demikian, pengertian media massa
adalah perantara atau alat-alat yang digunakan oleh massa dalam
hubungannya satu sama lain. Menurut Leksikon Komunikasi, media massa
merupakan sarana untuk menyampaikan pesan yang berhubungan
langsung dengan masyarakat luas, misalnya radio, televisi dan surat kabar.
Dari uraian di atas, media massa adalah sarana komunikasi yang
digunakan untuk menyampaikan pesan, gagasan, atau informasi kepada
orang banyak (publik).
Karakteristik media massa: Bersifat melembaga, Bersifat satu arah,
Meluas dan serempak, Memakai peralatan teknis atau mekanis, Bersifat
terbuka.
Jenis-jenis media massa: media cetak, media elektronik, media online.
Peran media massa:
a. Melihat media massa sebagai window on event and experience.
b. Media dianggap sebagai a mirror of event in socity and the world,
implying a faithful reflection.
c. Memandang media massa sebagai filter, atau gatekeeper.
d. Media massa sering kali dipandang sebagai guide.
e. Melihat media massa sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai
informasi dan ide-ide kepada orang banyak (publik).
f. Media massa sebagai interlocutor.
4. Mengenal profesi wartawan
Wartawan atau jurnalis adalah seseorang yang melakukan kegiatan
jurnalisme, yaitu orang yang membuat laporan sebagai profesi untuk
disebarluaskan atau dipublikasi dalam media massa. Peran dan fungsi
wartawan, sebagaimana fungsi pers, adalah memperjuangkan kepentingan
rakyat dan melaksanakan kontrol sosial yang konstruktif. Tugas jurnalisme
meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi melalui media massa. Dalam tugasnya,
wartawan dilindungi dari tindak kekerasan, penyitaan, atau perampasan
alat kerja, apalagi dihambat atau diintimidasi oleh pihak mana pun.
Penyalahgunaan profesi wartawan:
- Sekarang, sudah menjadi rahasia umum bahwa profesi wartawan
sedikit tercoreng oleh oknum yang mengaku wartawan, tetapi tidak
pernah terlibat di salah satu media massa.
- Sebutan mereka macam-macam: wartawan abal-abal, wartawan
bodrek, wartawan tanpa surat kabar (WTS), wartawan gadungan, atau
wartawan amplop.
- Dengan hanya berbekal selembar kartu pers/press card/press ID,
mereka berkeliaran dari satu kantor ke kantor lain untuk mencari
korban. Tujuan mereka satu, memeras.
a. Herliyanto
b. Ardiansyah Matra'is Wibisono
c. Naimullah
d. Alfrets Mirulewan
e. Agus Mulyawan
f. Fuad M Syarifuddin (Udin)
g. Ersa Siregar
h. Muhammad Jamaluddin
i. AA Prabangsa
j. Ridwan Salamun
k. Fotografer C. Sukma
l. Reporter Metro TV Meutia Hafid bersama cameraman Budiyanto
5. Perundang-undangan tentang jurnalistik
a. Kode Etik Jurnalistik ditetapkan Dewan Pers melalui Peraturan Dewan
Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang Pengesahan Surat
Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik
Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers.
b. Dewan Pers merasa terancam dengan adanya pengesahan Undang-
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) oleh Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), maka Dewan Pers menyampaikan melalui
surat nomor 150/DP-K/IV/2008 tentang Rekomendasi Dewan Pers
untuk Pembuatan Peraturan Pemerintah tentang UU ITE yang
ditujukan kepada Menteri Komunikasi dan Informatika dan
ditandatangani oleh ketua pers, bahwa Pasal 27 dan Pasal 28 UU ITE
berpotensi mengebiri pers.
B. Kritik dan Saran
Demikian yang dapat disajikan oleh penyusun, semoga memberikan
manfaat bagi siapapun yang membacanya. Penyusun menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu
kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan demi
penyempurnaan makalah ini. Akhirnya penyusun mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada pembaca.
DAFTAR PUSTAKA