Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI DAN KLASIFIKASI DEPRESI


2.1.1 Definisi Depresi
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia,
kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2010).
Maslim berpendapat bahwa depresi adalah suatu kondisi yang dapat
disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa aminergik
neurotransmiter (noradrenalin, serotonin, dopamin) pada sinaps neuron di SSP
(terutama pada sistem limbik) (Maslim, 2002).
Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang
ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya
penderitaan berat. Mood adalah keadaan emosional internal yang meresap dari
seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu (Kaplan,
2010).
Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan
perasaan sedih dan cemas. Gangguan ini biasanya akan menghilang dalam
beberapa hari tetapi dapat juga berkelanjutan yang dapat mempengaruhi aktivitas
sehari-hari (National Institute of Mental Health, 2010).
Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan
munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan
bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan energi, dan penurunan
konsentrasi (World Health Organization, 2010).
2.1.2

Klasifikasi Depresi
Gangguan depresi terdiri dari berbagai jenis, yaitu:

1. Gangguan depresi mayor


Gejala-gejala dari gangguan depresi mayor berupa perubahan dari nafsu makan
dan berat badan, perubahan pola tidur dan aktivitas, kekurangan energi,

perasaan bersalah, dan pikiran untuk bunuh diri yang berlangsung setidaknya
2 minggu (Kaplan, et al, 2010).
2. Gangguan dysthmic
Dysthmia bersifat ringan tetapi kronis (berlangsung lama). Gejala- gejala
dysthmia berlangsung lama dari gangguan depresi mayor yaitu selama 2 tahun
atau lebih. Dysthmia bersifat lebih berat dibandingkan dengan gangguan
depresi mayor, tetapi individu dengan gangguan ini masi dapat berinteraksi
dengan aktivitas sehari-harinya (National Institute of Mental Health, 2010).
3. Gangguan depresi minor
Gejala-gejala dari depresi minor mirip dengan gangguan depresi mayor dan
dysthmia, tetapi gangguan ini bersifat lebih ringan dan atau berlangsung lebih
singkat (National Institute of Mental Health, 2010).
4. Gangguan depresi psikotik
Gangguan depresi berat yang ditandai dengan gejala-gejala, seperti: halusinasi
dan delusi (National Institute of Mental Health, 2010).
5. Gangguan depresi musiman
Gangguan depresi yang muncul pada saat musim dingin dan menghilang pada
musi semi dan musim panas (National Institute of Mental Health, 2010).
2.2

ETIOLOGI DEPRESI
Kaplan menyatakan bahwa terdapat tiga faktor penyebab depresi, yaitu:

a. Faktor biologi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin
biogenik, seperti 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic
acid), MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin, dan
cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait
dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin
dapat mencetuskan depresi (Kaplan, 2010). Selain itu aktivitas dopamin pada
depresi adalah menurun. Hal tersebut tampak pada pengobatan yang
menurunkan konsentrasi dopamin seperti respirin dan penyakit dengan
konsentrasi dopamin menurun seperti Parkinson. Kedua penyakit tersebut
disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti

tyrosin, amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala depresi (Kaplan,


2010). Adanya disregulasi neuroendokrin. Hipotalamus merupakan pusat
pengaturan aksis neuroendokrin, menerima input neuron yang mengandung
neurotransmiter amin biogenik. Pada pasien depresi ditemukan adanya
disregulasi neuroendokrin. Disregulasi ini terjadi akibat kelainan fungsi neuron
yang mengandung amin biogenik. Sebaliknya, stres kronik yang mengaktivasi
aksis Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) dapat menimbulkan perubahan
pada amin biogenik sentral. Aksis neuroendokrin yang paling sering terganggu
yaitu adrenal, tiroid, dan aksis hormon pertumbuhan. Aksis HPA merupakan
aksis yang paling banyak diteliti (Landefeld, 2004). Hipersekresi Cortisol
Releasing Hormone (CRH) merupakan gangguan aksis HPA yang sangat
fundamental pada pasien depresi. Hipersekresi yang terjadi diduga akibat
adanya defek pada sistem umpan balik kortisol di sistem limbik atau adanya
kelainan pada
sistem monoaminogenik dan neuromodulator yang mengatur CRH (Kaplan,
2010). Sekresi CRH dipengaruhi oleh emosi. Emosi seperti perasaan takut dan
marah berhubungan dengan Paraventriculer nucleus (PVN), yang merupakan
organ utama pada sistem endokrin dan fungsinya diatur oleh sistem limbik.
Emosi mempengaruhi CRH di PVN, yang menyebabkan peningkatan sekresi
CRH (Landefeld, 2004).
b. Faktor genetik
Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di antara
anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat
(unipolar) diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum.
Angka keselarasan sekitar 11% pada kembar dizigot dan 40% pada kembar
monozigot (Kaplan, 2010).
c. Faktor psikososial
Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah
kehilangan objek yang dicintai (Kaplan, 2010). Faktor psikososial yang
mempengaruhi depresi meliputi peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan,
kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori kognitif, dan
dukungan sosial (Kaplan, 2010). Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres,

lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari episode


selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang
peranan utama dalam depresi. Klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa
kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi. Stresor
lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi
adalah kehilangan pasangan (Kaplan, 2010). Stresor psikososial yang bersifat
akut, seperti kehilangan orang yang dicintai, atau stresor kronis misalnya
kekurangan

finansial

yang

berlangsung

lama,

kesulitan

hubungan

interpersonal, ancaman keamanan dapat menimbulkan depresi (Hardywinoto,


1999). Dari faktor kepribadian, beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat
pada individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga
mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya depresi, sedangkan kepribadian
antisosial dan paranoid mempunyai resiko yang rendah (Kaplan, 2010).
2.3

Patofisiologi Depresi
Depresi dan gangguan mood melibatkan berbagai faktor yang saling

mempengaruhi.
merefleksikan

Konsisten
antara

dengan

faktor-faktor

model

diatesis-stres,

biologis

(seperti

depresi
faktor

dapat
genetis,

ketidakteraturan neurotransmitter, atau abnormalitas otak), faktor psikologis


(seperti distorsi kognitif atau ketidakberdayaan yang dipelajari), serta stressor
sosial dan lingkungan (sepreti perceraian atau kehilangan pekerjaan).
Faktor Potensial Pelindung
Sumber sumber daya
Coping
Dukungan sosial
Diatesis (+)

Faktor Resiko

Kerentanan psikologis

Pengangguran

Kerentanan biologis

Perceraian
Sosiokultural

Gambar. Model diatesis-stres dari depresi (Nevid et al, 2005)


2.4

Manifestasi Klinik
Gejala-gejala dari gangguan depresi sangat bervarias, yaitu: (1) Merasa

sedih dan bersalah; (2) Merasa tidak berguna dan gelisah; (3) Merasa cemas dan
kosong; (4) Merasa mudah tersinggung; (5) Merasa tidak ada harapan; (6) Merasa
tidak ada yang peduli.
Selain gejala-gejala tersebut, gejala lain yang dikeluhkan adalah hilangnya
ketertarikan terhadap sesuatu atau aktivitas yang dijalani; kekurangan energi dan
adanya pikiran untuk bunuh diri; gangguan berkonsentrasi, mengingat informasi
dan membuat keputusan; gangguan tidur yang menyebabkan tidak dapat tidur
atau tidur terlalu sering; kehilangan nafsu makan atau makan terlalu banyak; nyeri
kepala, sakit kepala, keram perut, dan gangguan pencernaan (Natioanl Institute of
Mental Health, 2010).
Tingkat depresi dibagi menjadi 5 tingkat, yang akan dijelaskan di bawah
ini:
1. Gangguan mood ringan dan depresi sedang ditandai dengan gejala depresi
berkepanjangan setidaknya 2 tahun tanpa episode depresi utama. Untuk dapat
diagnosis depresi ringan-sedang seseorang harus harus menunjukkan perasaan
depresi ditambah setidaknya dua lainnya suasana hati yang berhubungan dengan
gejala.
2. Batas depresi borderline ditandai dengan gejala perasaan depresi yang
berkepanjangan disertai perasaan depresi lebih dari dua suasana hati yang
berhubungan dengan gejala.
3. Depresi berat ditandai dengan gejala depresi utama selama 2 minggu atau lebih.
Untuk dapat didiagnosis depresi berat harus mengalami 1 atau 2 dari total 5 gejala
depresi utama.
4. Depresi ekstrim ditandai dengan gejala depresi utama yang berkepanjangan.
Untuk dapat diagnosis depresi ekstrim mengalami lebih dari 2 dari total 5 gejala
depresi utama.
2.5

Terapi Anti-Depresi

Pada terapi farmakologi menggunakan obat anti-depresi yang memiliki


tiga generasi, yaitu anti-depresi generasi pertama (MAO Inhibitor, antidepresi
trisiklik), antidepresi generasi kedua (golongan Selective Serotonin Reuptake
Inhibitors), dan antidepresi generasi ketiga (golongan Serotonine Norepinephrine
Reuptake Inhibitor). Perkembangan antidepresi baru memang cukup pesat yang
ditujukan untuk meminimalkan efek samping yang sering terjadi pada antidepresi
generasi pertama serta untuk meningkatkan khasiatnya.
2.5.1 Antidepresi Trisiklik
Imipramin

suatu

derivat

dibenzazepin,

dan

amitriptilin

derivate

dibenzosikloheptadin, merupakan antidepresi klasik yang karena struktur


kimianya disebut antidepresi trisiklik. Kedua obat ini paling banyak digunakan
untuk terapi depresi; boleh dianggap sebagai pengganti penghambat MAO yang
tidak banyak digunakan lagi. Derivat dibenzazepin telah dibuktikan dapat
mengurangi keadaan depresi, terutama depresi endogen. Perbaikan berwujud
sebagai perbaikan suasana perasaan (mood), bertambahnya aktivitas fisik,
kewaspadaan mental, perbaikan nafsu makan, dan pola tidur yang lebih baik, serta
berkurangnya pikiran morbid. Obat ini tidak menimbulkan euforia pada orang
normal.
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat ambilan kembali
neurotransmitter di otak. Dari beraneka jenis antidepresi trisiklik terdapat
perbedaan potensi dan selektivitas hambatan ambilan kembali berbagai
neurotransmitter. Ada yang sangat sensitif terhadap norepinefrin, ada yang
sensitive terhadap serotonin, dan ada pula yang sensitive terhadap dopamin.
Berdasarkan rumus bangun kedua antidepresi klasik ini telah dicari
antidepresi lain. Sebagai derivate desmetil telah ditemukan desipramin (demetilasi
imipramine) dan nortriptilin (Demetilasi amitriptilin). Obat trisiklikyang
mempunyai dua gugus metil dinamakan amin tersier, sedangkan produk
demetilasi dengan hanya satu gugus metil dinamakan amin sekunder. Dengan
mengubah beberapa unsur rumus bangun, tetapi dengan mempertahankan gugus
trisiklik, diperoleh obat: klomipramin, doksepin, opipramol, dan trimipramin.
Secara biokimia obat amin sekunder diduga berbeda mekanisme kerjanya dengan
obat amin tersier. Amin sekunder menghambat ambilan kembali norepinefrin,

sedangkan amin tersier menghambat ambilan kembali serotonin pada sinaps


neuron. Hal ini mempunyai implikasi antara lain bahwa depresi akibat kekurangan
norepinefrin lebih responsif terhadap amin sekunder, sedangkan depresi
kekurangan serotonin akan lebih responsive terhadap amin tersier.
2.5.1.1 Imipramin
Obat ini tersedia dalam bentuk tablet berlapius gula 10 dan 25 mg dan
dalam bentuk sediaan suntik 25 mg/2 ml. Dosis harus ditentukan untuk setiap
kasus. Pada umumnya, dimulai dengan 75 mg atau 100 mg terbagi dalam
beberapa kali pemberian untuk dua hari pertama, kemudian 50 mg tiap hari
sampai dicapai dosis total harian 200-250 mg. Efek umumnya mulai timbul
setelah 2-3 minggu. Dosis yang memberikan efek antidepresi dipertahankan
selama beberapa minggu. Setelah mencapai efek yang diinginkan, dosis dikurangi
hingga 50-100 mg sehari dan dipertahankan selama 2-6 bulan, atau lebih. Pada
awal pengobatan mungkin diperlukan pemberian IM, baru setelah pasien lebih
kooperatif, dapat diberikan pengobatan oral.
2.5.1.2 Desmetilimipramin
Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 25 mg. Dosis permulaan umumnya 3
kali 25 mg sehari selama 7-10 hari. Dosis kemudian ditambahkan atau dikurangi
sesuai dengan kebutuhan. Dosis pemeliharaan 50 mg sehari dengan dosis
maksimal per hari 200 mg.
2.5.1.3 Amitriptilin
Tersedia dalam bentuk tablet 10 dan 25 mg, dan dalam bentuk larutan
suntik 100 mg/10 ml. Dosis permulaan 75 mg sehari dan ditinggikan sampai
timbul efek terapeutik, umumnya 150-300 mg sehari.
2.5.1.4 Efek Samping
Efek samping yang umum

terjadi adalah pengeluaran keringat yang

berlebihan. Obat ini harus digunakan dengan hati-hati pada pasien glaucoma atau
hipertrofi prostat. Dibenzezapin menyebabkan perasaan lemah dan lelah
menyerupai efek fenotiazin. Pasien lanjut usia lebih sering menderita pusing,
hipotensi postural, sembelit, sukar berkemih, edema dan tremor. Imipramine
serupa dengan fenotiazin menimbulkan ikterus kolestatik, gejala ini hilang jika
pengobatan dihentikan berdasarkan idiosinkrasi atau alergi.

2.5.2 Penghambat Ambilan Kembali Seretonin yang Selektif (SSRI)


Obat ini merupakan golongan obat yang secara spesifik menghambat
ambilan serotonin (Serotonin selective reuptake inhibitor). Obat yang termasuk ke
dalam golongan ini adalah fluoksetin, paroksetin, sertraline, fluvoksamin,
sitalopram dan S-sitalopram. Obat ini merupakan inhibitor spesifik P450
isoenzim. Efek samping yang sering adalah mual, penurunan libido dan fungsi
seksual lainnya. Masa kerja obat ini panjang antara 15-24 jam, fluoksetin paling
panjang 24-96 jam. Paroksetin dan fluoksetin dapat meningkatkan kadar
antidepresi trisiklik berdasarkan hambatan enzim CYP.
2.5.2.1 Fluoksetin
Obat ini merupakan obat golongan SSRI yang paling luas digunakan
karena obat ini kurang menyebabkan antikolinergik, hampir tidak menimbulkan
sedasi dan cukup diberikan satu kali sehari. Dosis awal dewasa 20 mg.hari
diberikan setiap pagi, bila tidak diperoleh efek terapi setelah beberapa minggu,
dosis dapat ditingkatkan 20 mg/hari hingga 30 mg/hari.
2.5.2.2 Sertralin
Suatu SSRI serupa fluoksetin, tetapi bersifat lebih selektif terhadap SERT
(transporter serotonin) dan kurang selektif terhadap DAT ( transporter dopamine).
Sama dengan fluksetin dapat meningkatkan kadar benzodiazepine, klozapin dan
warfarin.
2.5.2.3 Flufoksamin
Efek sedasi dan efek antimuskarinik kurang dari fluoksetin. Obat ini
cenderung meningkatkan metabolit oksidatif benzodiazepine, klozapin, teofilin
dan warfarin karena menghambat CYP 1A2, CYP 2C19 dan CYP 3A3/4.
2.5.2.4 Paroksetin
Dimetabolisme oleh CYP 2D6, masa paruh 22 jam. Obat ini dapat
meningkatkan kadar klozapin, teofilin, dan warfarin. Iritabilitas terjadi pada
penghentian obat secara mendadak.
2.5.2.5 R-S-Sitalopram dan S-Sitalopram
Selektivitas terhadap SERT paling tinggi. Metabolism oleh CYP 3A4 dan
CYP 2C19 meningkatkan interaksinya dengan obat lain.
2.5.3 Penghambat Mono-Amin-Oksidase

Mono-amin-oksidase (MAO) dalam tubuh berfungsi dalam proses


deaminasi oksidatif katekolamin di mitokondria. Proses ini dihambat oleh
penghambat MAO karena terbentuk suatu kompleks antara penghambat MAO dan
MAO. Akibatnya kadar epinefrin, norepinefrin dan 5-HT dalam otak naik.
Penghambat MAO tidak hanya menghambat MAO, namun enzim-enzim
lain karena itu obat ini mengganggu metabolisme banyak obat di hati.
Penghambatan enzim ini sifatnya irreversible. Penghambatan ini mencapai
puncaknya dalam beberapa hari, tetapi efek antidepresinya baru terlihat setelah 23 minggu. Sedangkan pemulihan metabolism katekolamin baru terjadi setealh
obat dihentikan 1-2 minggu.
Penghambat

MAO

digunakan

untuk

mengatasi

depresi,

namun

penggunaannya sangat terbatas karena toksik. Terkadang dapat dicapai efek yang
baik, pasien menjadi aktif dan mau berbicara. Keadaan ini mungkin berubah
menjadi suatu keadaan mania. Hasil stimulasi psiko oleh penghambat MAO tidak
selalu baik, banyak keadaan depresi yang tidak dapat diubah sama sekali.
Hipotensi dan hipertensi kedua-duanya terjadi. Hipertensi dapat disebabkan
oleh tertimbunnya katekolamin di dekat reseptor. Hipotensi mungkin terjadi
karena penghambat MAO mencegah penglepasan norepinefrin dari ujung saraf.
Efek samping penghambat MAO merangsang SSP berupa gejala tremor, insomnia
dan konvulsi. Penghambat MAO dapat merusak sel hati. Penghambat MAO
jangan diberikan bersama makanan mengandung tiramin, fenilpropanolamin,
amfetamin, norepinefrin, dopamine, obat antihipertensi, dan levodopa. Golongan
obat ini jarang digunakan lagi karena telah ada obat yang lebih aman.
2.5.3.1 Isokarboksazid
Tersedia dalam bentuk tablet 10 mg. Dosis isokarboksazid tiga kali 10 mg
sehari. Efek terapi baru terlihat setelah 1-4 minggu.
2.5.3.2 Nialamid
Tersedia dalam bentuk tablet 25 dan 100 mg. Sifat obat ini kurang toksik,
tetapi juga kurang efektif. Saat ini telah dikembangkan penghambat MAO tipe A
yang lebih selektif untuk pengobatan depresi, misalnya moklobemid.
2.5.3.3 Moklobemid

Menghambat MAO-A secara spesifik dan reversible. Aktivitas MAO


sebesar 90% berada di usus ialah tipe A. Jadi moklobemid menghambat deaminasi
katekolamin setelah pemberian 100 mg, 3,4-dihidroksifenil glikol dalam plasma
jelas turun. Dalam uji klinik efek antidepresi obat ini terlihat mulai hari ke-7 dosis
rata-rata kurang lebih 300 mg/hari.
Berbeda dengan MAO yang tidak selektif misalnya tranilsipromin,
moklobemid kurang menyebabkan fenomena tiramin. Fenomena ini berupa
terjadinya krisis hipertensi pada pasien yang sedang diobati dengan MAO (yang
tidak selektif) yang makan makanan kaya akan tiramin, seperti keju. Tiramin yang
masuk melalui makanan umumnya diinaktifkan oleh MAO yang terdapat di
mukosa usus dan hati. Pemberian penghambat MAO akan mengakibatkan tiramin
makanan mencapai vesikel saraf adrenergic kadar tinggi dan perangsangan
reseptor adrenergic secara berlebihan.
2.5.4 Senyawa lain
Obat-obat ini merupakan anti-depresi yang relative baru. Obati-obat ini
merupakan hasil dari usaha mendapatkan obat yang efek sampingnya lebih ringan
dari anti-depresi terdahulu.
2.5.4.1 Amoksapin
Antidepresi ini merupakan metabolit antipsikosis loksapin dan memiliki
efek antipsikosis. Gabungan efek antidepresi dan antipsikosis membuat obat ini
cocok bagi pasien psikosis dengan depresi. Namun, sama seperti antipsikosis lain
obat ini dapat menimbulkan gejala akatisia, parkinsonisme, amenore-galaktore
dan dyskinesia tardif. Obat ini juga menunjukkan efek sedasi dan antimuskarinik
seperti antidepresi trisiklik. Dibandingkan terhadap amitriptilin dan imipramine,
obat ini jarang menimbulkan gejala takikardia dan aritmia, tetapi tetap perlu hatihati digunakan pada pasien dengan kelainan jantung, dan tidak dianjurkan
pemkaiannya pada pasien infark jantung.
Dosis dewasa 75 mg, dapat dinaikkan hingga 200 mg per hari diberikan
dalam dosis terbagi. Untuk pemeliharaan (maintenance, dianjurkan dosis terendah
yang dapat mempertahankan efek terapi. Pada pasien usia lanjut dan anak-anak,
dosis awal 25-50 mg/hari, ditingkatkan hingga 100 mg/hari dalam dosis terbagi.
2.5.4.2 Maprotilin

Obat ini merupakan antidepresi tetrasiklik, namun memiliki profil


farmakologi dan klinik serta efektivitas yang mirip imipramin. Efek samping yang
paling umum adalah kantuk dan efek antikolinergik, tetapi tidak seberat yang
disebabkan oleh amitriptilin. Rash terjadi pada 3% pasien setelah 2 minggu
pengobatan. Hipotensi dan takikardia tidak seberat pada amitritiptilin dan
imipramin, namun insidennya sama bagi ketiga obat tersebut karena itu maprotilin
pun harus digunakan hati-hati pada pasien dengan riwayat infark jantung atau
kelainan-kelainan jantung.
Dosis oral awal pada pasien dewasa yang dirawat 100-150 mg/hari
diberikan dalam dosis terbagi secara bertahap ditingkatkan. Untuk pasien yang
berobat jalan, dosis oral awal dewasa 75 mg/hari diberikan dalam dosis tunggal
atau terbagi selama 2 minggu, bila perlu ditingkatkan secara betahap. Dosis
tertinggi yang dianjurkan adalah 225 mg/hari.
2.5.4.3 Trazodon
Obat ini merupakan derivat triazolopiridin dengan struktur kimia yang
berbeda dari antidepresi trisiklik maupun tetrasiklik. Obat ini tidak memiliki sifat
penghambatan MAO atau efek seperti amfetamin. Trazodon menghambat ambilan
serotonin di saraf, ambilan norepinefrin dan dopamine tidak dipengaruhi.
Efektivitas antidepresi hampir sama dengan amitriptilin dan imipramin, karena
efek sedasinya, trazodon berguna bagi pasien depresi disertai ansietas.
Dosis oral bagi pasien dewasa di RS 150 mg/hari dalam dosis terbagi,
dinaikkan 50 mg/hari tiap 3-4 hari. Bagi pasien depresi berat membutuhkan 400600 mg/hari. Dosis awal oral bagi pasien yang di luar RS, 150 mg/hari dalam
dosis terbagi. Diberikan pada malam hari, dapat dinaikkan 50 mg/hari setiap
minggu terlihat perbaikan secara klinik. Pasien tua dan anak-anak, dosis awal 2550 mg/hari, dinaikkan hingga 100-150 mg/hari dalam dosis terbagi bergantung
kepada responya.
2.5.4.4 Bupropion
Obat ini memiliki struktur kimia mirip amfetamin. Seperti amfetamin,
bupropion diduga bekerja lewat efek dopaminergik. Walaupun obat ini dapat
menimbulkan bangkitan pada dosis tinggi, efek ini tidak terjadi pada dosis yang
dianjurkan.

Efek

samping

utama

berupa

perangsangan

sentra

agitasi,

ketidaktenangan, ansietas dan insomnia terjadi pada kira-kira 2% pasien, efek


samping lainnya yang dapat terjadi adalah mulut kering, migrain, mual, muntah,
konstipasi dan tremor. Bupropion tidak memperlihatkan efek antikolinergik dan
tidak menghambat MAO.
Dosis awal dewasa 100 mg 2 kali sehari, tergantung respons kliniknya
dapat ditingkatkan hingga 300 mg/hari, diberikan dalam dosis 100 mg per kali.
Efek terlihat setelah 4 minggu atau lebih. Dosis dapat dinaikkan hingga 450
mg/hari diberikan dalam dosis terbagi.
2.5.4.5 Mianserin
Obat ini merupakan antidepresi golongan tetrasiklik. Cara kerjanya tidak
mempengaruhi ambilan kembali amin biogenic tetapi meningkatkan norepinefrin
di neuron otak dengan jalan menghambat reseptor alfa adrenergik pada neuron
prasipnatik. Dengan cara ini, mianserin dapat merangsang pengeluaran
norepinefrin di neuron otak. Dosis yang biasa digunakan ialah 30-90 mg sehari.
Untuk pasien yang belum pernah mendapatkan antidepresi, obat ini diberikan
dalam dosis rendah pada malam hari, dan secara progresif ditingkatkan. Pasien
yang telah sering memperoleh antidepresi dapat langsung diberikan dosis tinggi
sekali sehari di waktu malam. Pada hari pertama mianserin memperbaiki
gangguan tidur, lebih lanjut akan memperbaiki gangguan kecemasan dan terakhir
baru memperbaiki gejala depresi.
2.5.4.6 Venlafaksin
Venlafaksin dan metabolit aktifnya O- desmetilvenlafaksin bekerja sebagai
antidepresi dengan menghambat ambilan kembali serotonin dan norepinefrin.
Obat ini diindikasikan untuk depresi yang berhubungan dengan sindrom ansietas,
dan gangguan ansietas sosial. Selain itu, obat ini juga efektif untuk gangguan
obsesif kompulsif, gangguan stress pasca trauma, gangguan panik dan gangguan
disforik prahaid.
Profil keamanan obat ini cukup baik dibandingkan dengan antidepresi
generasi pertama. Beberapa efek samping yang sering dilaporkan adalah mual,
pusing, somnolen, insomnia, dan peningkatan tekanan darah (efek norepinefrin).
Seperti efek antidepresi yang mempengaruhi serotonin, obat ini juga

menimbulkan penurunan libido. Dari beberapa studi klinik, efikasi obat ini lebih
baik dibanding fluokseting dengan efek samping yang kira-kira sama.
2.5.5 Pemilihan Sediaan
Evaluasi psikiatrik yang menyeluruh penting dilakukan sebelum memulai
terapi antidepresi. Tidak semua episode depresi memerlkan farmakoterapi, bahkan
pada depresi amyor sekalipun dapat membaik spontan tanpa terapi yang spesifik.
Hal yang penting adalah mula dan lamanya suatu episode depresi, seringnya
kambuh, atau adanya gangguan psikiatri lain misalnya ansietas, alkoholisme yang
memperberat depresi.
Sebelum memulai pemberian antidepresi diperlukan pemeriksaan medis
yang menyeluruh. Beberapa penyakit misalnya penyakit kardiovaskular (Gagal
jantung, infark miokard), penyakit neurologi (Alzheimer, Parkinson), penyakit
endokrin (hipotiroid, hipertiroid, penyakit cushing, hipoglikemia), penyakit
infeksi misalnya ensefalitis, gangguan nutrisi misalnya defisiensi vitamin B,
memberikan gejala depresi. Demikian pula beberapa obat misalnya reserpine,
hipnotik sedatif, alkohol, simetidin atau beberapa hormone dapat menyebabkan
efek samping gejala depresi. Pada keadaan di atas, pengobatan terutama ditujukan
pada penyakit primernya atau menghentikan obat-obat yang menyebabkan gejala
depresi. Pemberian antidepresi baru diperlukan jika gejala menetap atau bila terpai
definitive untuk kasus tersebut tidak mungkin dilakukna.
Pada pasien dengan gangguan kardiovasuklar dengan gejala depresi perlu
dipilih antidepresi yang aman, golongan trisiklik misalnya dapat mengganggu
sistem konduksi di jantung. Golongan SSRI dan bupropion lebih aman dipilih
karena tidak memberikan efek samping kardiovaskular. Efek samping pada
tekanan darah juga merupakan efek samping kardiovaskular antidepresi.
Golongan trisiklik, trazodon, dan nefzodon dapat menyebabkan hipotensi
ortostati, sedangkan venlafaksin dapat meningkatkan tekanan darah terutama pada
dosis tinggi.
2.6

Peran Apoteker
Apoteker adalah profesi yang harus mengontrol dan mengawasi

penggunaan obat pada pasien. Untuk pasoen penderita depresi, apoteker harus

memberikan perhatian yang iintensif dikarenakan pada pasien ini penggunaan


obat biasa dilakukan untuk jangka waktu yang cukup lama.
Penatalakasanaan terapi sebaiknya dibawah pengawasan Dokter dan
Apoteker,

sedangkan

untuk

keseharian

seorang

pnderita

depresi

juga

membutuhkan pengawasan psikolog. Dokter sangat berperan penting dalam


mendiagnosa gejala pasien, sedangkan fungsi Apoteker lebih kepada monitoring
terapi, terlebih jika terapi dilakukan jangka panjang. Yang perlu dipersiapkan oleh
seorang Apoteker adalah:
1. Monitoring terapi
Biasa dilakukan berdiskusi dengan Dokter, melihat catatan medis pasien dan
mennyakan langsung mengenai perkembangan terapi pada pasien. Apoteker
membuat buku khusus yang berisi tentang perkembangan terapi pasien baik
ada atau tidak adanya efek samping, munculnya interaksi obat dan lain-lain
yang mempengaruhi pengobatan pasien.
2. Konseling pasien
Konseling harus berdasar pada banyak hal, juga termasuk pada praktisi
kesehatan lain yang terlibat dalam pengobatan pasien, yang dalam hal ini
adalah dokter. Untuk itu Apoteker harus mengsinkronisasi penjelasan dokter
dan yang ditankap oleh pasien terlebih dahulu. Tahap awal dari konseling
pasien terapi depresi adalah dengan menanyakan 3 hal:
a. Bagaimana penjelasan dokter tentang obat anda?
b. Bagaimana penjelasan dokter tentang cara meminum obat anda?
c. Bagaimana penjelasan dokter tentang harapan setelah meminum obat anda?
Setelah itu barulah apoteker menyiapkan materi konseling yang dibutuhkan
oleh pasien. Materi konseling biasanya menyangkut pengobatan atau terapi
pada si pasien.
3. Edukasi pasien
Pentingnya edukasi adalah untuk memberitahukan kepada pasien agar ia tidak
merasa rendah diri dengan keadaannnya, juga untuk memberitahukan
mengenai terapi yang digunakan. Terlebih jika pasien menggunakan obat
tersebut untuk jangka waktu yang lama. Hal-hal yang bisa diberitahukan
kepada pasien untuk mengedukasinya antara lain:

a. Gangguan depresi bukanlah cacat kepribadian atau kelemahan karakter


b. Hampir semua antidepresan efektifitasnya sama
c. Sebagian besasr penderita yang

menggunakan

antidepresan akan

mengalami efek samping pada awal terapi tidak lebih dari 7-10 hari.
d. Antidepresan sebaiknya diminum pada waktu yang sama setiap hari (ISO
Indonesia, 2014).

Anda mungkin juga menyukai