TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Depresi
Gangguan depresi terdiri dari berbagai jenis, yaitu:
perasaan bersalah, dan pikiran untuk bunuh diri yang berlangsung setidaknya
2 minggu (Kaplan, et al, 2010).
2. Gangguan dysthmic
Dysthmia bersifat ringan tetapi kronis (berlangsung lama). Gejala- gejala
dysthmia berlangsung lama dari gangguan depresi mayor yaitu selama 2 tahun
atau lebih. Dysthmia bersifat lebih berat dibandingkan dengan gangguan
depresi mayor, tetapi individu dengan gangguan ini masi dapat berinteraksi
dengan aktivitas sehari-harinya (National Institute of Mental Health, 2010).
3. Gangguan depresi minor
Gejala-gejala dari depresi minor mirip dengan gangguan depresi mayor dan
dysthmia, tetapi gangguan ini bersifat lebih ringan dan atau berlangsung lebih
singkat (National Institute of Mental Health, 2010).
4. Gangguan depresi psikotik
Gangguan depresi berat yang ditandai dengan gejala-gejala, seperti: halusinasi
dan delusi (National Institute of Mental Health, 2010).
5. Gangguan depresi musiman
Gangguan depresi yang muncul pada saat musim dingin dan menghilang pada
musi semi dan musim panas (National Institute of Mental Health, 2010).
2.2
ETIOLOGI DEPRESI
Kaplan menyatakan bahwa terdapat tiga faktor penyebab depresi, yaitu:
a. Faktor biologi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin
biogenik, seperti 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic
acid), MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin, dan
cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait
dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin
dapat mencetuskan depresi (Kaplan, 2010). Selain itu aktivitas dopamin pada
depresi adalah menurun. Hal tersebut tampak pada pengobatan yang
menurunkan konsentrasi dopamin seperti respirin dan penyakit dengan
konsentrasi dopamin menurun seperti Parkinson. Kedua penyakit tersebut
disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti
finansial
yang
berlangsung
lama,
kesulitan
hubungan
Patofisiologi Depresi
Depresi dan gangguan mood melibatkan berbagai faktor yang saling
mempengaruhi.
merefleksikan
Konsisten
antara
dengan
faktor-faktor
model
diatesis-stres,
biologis
(seperti
depresi
faktor
dapat
genetis,
Faktor Resiko
Kerentanan psikologis
Pengangguran
Kerentanan biologis
Perceraian
Sosiokultural
Manifestasi Klinik
Gejala-gejala dari gangguan depresi sangat bervarias, yaitu: (1) Merasa
sedih dan bersalah; (2) Merasa tidak berguna dan gelisah; (3) Merasa cemas dan
kosong; (4) Merasa mudah tersinggung; (5) Merasa tidak ada harapan; (6) Merasa
tidak ada yang peduli.
Selain gejala-gejala tersebut, gejala lain yang dikeluhkan adalah hilangnya
ketertarikan terhadap sesuatu atau aktivitas yang dijalani; kekurangan energi dan
adanya pikiran untuk bunuh diri; gangguan berkonsentrasi, mengingat informasi
dan membuat keputusan; gangguan tidur yang menyebabkan tidak dapat tidur
atau tidur terlalu sering; kehilangan nafsu makan atau makan terlalu banyak; nyeri
kepala, sakit kepala, keram perut, dan gangguan pencernaan (Natioanl Institute of
Mental Health, 2010).
Tingkat depresi dibagi menjadi 5 tingkat, yang akan dijelaskan di bawah
ini:
1. Gangguan mood ringan dan depresi sedang ditandai dengan gejala depresi
berkepanjangan setidaknya 2 tahun tanpa episode depresi utama. Untuk dapat
diagnosis depresi ringan-sedang seseorang harus harus menunjukkan perasaan
depresi ditambah setidaknya dua lainnya suasana hati yang berhubungan dengan
gejala.
2. Batas depresi borderline ditandai dengan gejala perasaan depresi yang
berkepanjangan disertai perasaan depresi lebih dari dua suasana hati yang
berhubungan dengan gejala.
3. Depresi berat ditandai dengan gejala depresi utama selama 2 minggu atau lebih.
Untuk dapat didiagnosis depresi berat harus mengalami 1 atau 2 dari total 5 gejala
depresi utama.
4. Depresi ekstrim ditandai dengan gejala depresi utama yang berkepanjangan.
Untuk dapat diagnosis depresi ekstrim mengalami lebih dari 2 dari total 5 gejala
depresi utama.
2.5
Terapi Anti-Depresi
suatu
derivat
dibenzazepin,
dan
amitriptilin
derivate
berlebihan. Obat ini harus digunakan dengan hati-hati pada pasien glaucoma atau
hipertrofi prostat. Dibenzezapin menyebabkan perasaan lemah dan lelah
menyerupai efek fenotiazin. Pasien lanjut usia lebih sering menderita pusing,
hipotensi postural, sembelit, sukar berkemih, edema dan tremor. Imipramine
serupa dengan fenotiazin menimbulkan ikterus kolestatik, gejala ini hilang jika
pengobatan dihentikan berdasarkan idiosinkrasi atau alergi.
MAO
digunakan
untuk
mengatasi
depresi,
namun
penggunaannya sangat terbatas karena toksik. Terkadang dapat dicapai efek yang
baik, pasien menjadi aktif dan mau berbicara. Keadaan ini mungkin berubah
menjadi suatu keadaan mania. Hasil stimulasi psiko oleh penghambat MAO tidak
selalu baik, banyak keadaan depresi yang tidak dapat diubah sama sekali.
Hipotensi dan hipertensi kedua-duanya terjadi. Hipertensi dapat disebabkan
oleh tertimbunnya katekolamin di dekat reseptor. Hipotensi mungkin terjadi
karena penghambat MAO mencegah penglepasan norepinefrin dari ujung saraf.
Efek samping penghambat MAO merangsang SSP berupa gejala tremor, insomnia
dan konvulsi. Penghambat MAO dapat merusak sel hati. Penghambat MAO
jangan diberikan bersama makanan mengandung tiramin, fenilpropanolamin,
amfetamin, norepinefrin, dopamine, obat antihipertensi, dan levodopa. Golongan
obat ini jarang digunakan lagi karena telah ada obat yang lebih aman.
2.5.3.1 Isokarboksazid
Tersedia dalam bentuk tablet 10 mg. Dosis isokarboksazid tiga kali 10 mg
sehari. Efek terapi baru terlihat setelah 1-4 minggu.
2.5.3.2 Nialamid
Tersedia dalam bentuk tablet 25 dan 100 mg. Sifat obat ini kurang toksik,
tetapi juga kurang efektif. Saat ini telah dikembangkan penghambat MAO tipe A
yang lebih selektif untuk pengobatan depresi, misalnya moklobemid.
2.5.3.3 Moklobemid
Efek
samping
utama
berupa
perangsangan
sentra
agitasi,
menimbulkan penurunan libido. Dari beberapa studi klinik, efikasi obat ini lebih
baik dibanding fluokseting dengan efek samping yang kira-kira sama.
2.5.5 Pemilihan Sediaan
Evaluasi psikiatrik yang menyeluruh penting dilakukan sebelum memulai
terapi antidepresi. Tidak semua episode depresi memerlkan farmakoterapi, bahkan
pada depresi amyor sekalipun dapat membaik spontan tanpa terapi yang spesifik.
Hal yang penting adalah mula dan lamanya suatu episode depresi, seringnya
kambuh, atau adanya gangguan psikiatri lain misalnya ansietas, alkoholisme yang
memperberat depresi.
Sebelum memulai pemberian antidepresi diperlukan pemeriksaan medis
yang menyeluruh. Beberapa penyakit misalnya penyakit kardiovaskular (Gagal
jantung, infark miokard), penyakit neurologi (Alzheimer, Parkinson), penyakit
endokrin (hipotiroid, hipertiroid, penyakit cushing, hipoglikemia), penyakit
infeksi misalnya ensefalitis, gangguan nutrisi misalnya defisiensi vitamin B,
memberikan gejala depresi. Demikian pula beberapa obat misalnya reserpine,
hipnotik sedatif, alkohol, simetidin atau beberapa hormone dapat menyebabkan
efek samping gejala depresi. Pada keadaan di atas, pengobatan terutama ditujukan
pada penyakit primernya atau menghentikan obat-obat yang menyebabkan gejala
depresi. Pemberian antidepresi baru diperlukan jika gejala menetap atau bila terpai
definitive untuk kasus tersebut tidak mungkin dilakukna.
Pada pasien dengan gangguan kardiovasuklar dengan gejala depresi perlu
dipilih antidepresi yang aman, golongan trisiklik misalnya dapat mengganggu
sistem konduksi di jantung. Golongan SSRI dan bupropion lebih aman dipilih
karena tidak memberikan efek samping kardiovaskular. Efek samping pada
tekanan darah juga merupakan efek samping kardiovaskular antidepresi.
Golongan trisiklik, trazodon, dan nefzodon dapat menyebabkan hipotensi
ortostati, sedangkan venlafaksin dapat meningkatkan tekanan darah terutama pada
dosis tinggi.
2.6
Peran Apoteker
Apoteker adalah profesi yang harus mengontrol dan mengawasi
penggunaan obat pada pasien. Untuk pasoen penderita depresi, apoteker harus
sedangkan
untuk
keseharian
seorang
pnderita
depresi
juga
menggunakan
antidepresan akan
mengalami efek samping pada awal terapi tidak lebih dari 7-10 hari.
d. Antidepresan sebaiknya diminum pada waktu yang sama setiap hari (ISO
Indonesia, 2014).