PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salep digunakan untuk mengobati penyakit kulit yang akut atau kronis, sehingga
diharapkan adanya penetrasi kedalam lapisan kulit agar dapat memberikan efek yang
diinginkan. Salep dapat diartikan sebagai sediaan setengah padat ditujukan untuk
pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Bahan obatnya larut atau terdispersi
homogen dalam dasar salep yang cocok. Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali
dinyatakan lain kadar obat dalam salep yang mengandung obat keras atau narkotik adalah
10%.
Pelepasan obat dari basisnya merupakan faktor penting dalam keberhasilan terapi
dengan menggunakan sediaan salep. Pelepasan obat dari sediaan salep sangat dipengaruhi
oleh sifat kimia fisika obat seperti kelarutan, ukuran partikel dan kekuatan ikatan anatar
zat aktif dengan pembawanya serta untuk basis yang berbeda faktor-faktor
diatas mempunyai nilai yang berbeda. Pemilihan formulasi sangat menentukan
tercapainya tujuan pengobatan oleh sebab itu dalam membuat suatu sediaan yang sangat
perlu diperhatikan adalah pemilihan formulasi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari salep?
2. Apa saja persyaratan umum untuk salep?
3. Bagaimana cara pembuatan salep?
4. Apa saja keunggulan dan kelemahan salep?
5. Apa pengertian dari suppositoria?
6. Apa saja persyaratan umum untuk suppositoria?
7. Bagaimana cara pembuatan suppositoria?
8. Apa saja keunggulan dan kelemahan suppositoria?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Salep
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III: Salep adalah sediaan setengah padat berupa
massa lunak yang mudah dioleskan dan digunaka untuk pemakaian luar
Menurut konsistensi, salep di bagi :
a) Unguenta : Salep yang memiliki konsistensi seperti mentega, tidak mencair pada
suhu biasa, tetapi mudah dioleskan
b) Krim ( cream ): Salep yang banyak mengandung air, mudah diserap kulit, suatu
tipe yang dapat dicuci dengan air.
c) Pasta : Salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat ( serbuk) berupa suatu
salep tebal karena merupakan penutup/pelindung bagian kulit yang diolesi.
d) Cerata Salep berlemak yang mengandung persentase lilin ( wax) yang tinggi
sehingga konsistensinya lebih keras ( ceratum labiale ).
e) Gelones / spumae/ jelly : Salep yang lebih halus, umumnya cair , dan sedikit
mengandung atau tidak mengandung mukosa ; sebagai pelicin atau basis, biasanya
berupa campuran sederhana yang terdiri dari minyak dan lemak dengan titik lebur
rendah. Contoh : starch jelly ( amilum 10% dengan air mendidih).
c.
Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan
dihilangkan dari kulit.
d. Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika dan kimia
dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak atau menghambat
aksi terapi dari obat yang mampu melepas obatnya pada daerah yang diobati.
e. Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep padat atau
cair pada pengobatan (Anief, 2005).
3. Pembuatan Salep
Baik dalam ukuran besar maupun kecil, salep dibuat dengan dua metode umum, yaitu
Pencampuran
Dalam metode pencampuran, komponen dari salep dicampur bersama-sama dengan
segala cara sampai sediaan yang rata tercapai.
Peleburan
Dengan metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep dicampurkan
dengan melebur bersama dan didinginkan dengan pengadukan yang konstan sampai
mengental. Komponen-komponen yang tidak dicairkan biasanya ditambahkan pada
campuran yang sedang mengental setelah didinginkan dan diaduk.
4. Keunggulan dan kelemahan sediaan salep
Kelebihan Salep
- Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit.
- Sebagai bahan pelumas pada kulit.
- Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit dengan
larutan berair dan rangsang kulit.
- Sebagai obat luar
Kekurangan Salep
- Kekurangan basis hidrokarbon
Sifatnya yang berminyak dapat meninggalkan noda pada pakaian serta sulit tercuci
dan sulit di bersihkan dari permukaan kulit.
- Kekurangan basis absorpsi :
Kurang tepat bila di pakai sebagai pendukung bahan bahan antibiotik dan bahan
bahan kurang stabil dengan adanya air.
5. Pengertian Suppositoria
Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur, berbentuk torpedo,
dapat melunak, melarut atau meleleh pada suhu tubuh. (Moh. Anief. 1997)
Pengemasan Supositoria
a. Supositoria gliserin dan supositoria gelatin gliserin umumnya dikemas dalam
wadah gelas ditutup rapat supaya mencegah perubahan kelembapan dalam isi
supositoria.
b. Supositoria yang diolah dengan basis oleum cacao biasanya dibungkus
terpisah-pisah atau dipisahkan satu sama lain pada celah-celah dalam kotak untuk
mencegah perekatan.
c. Supositoria dengan kandungan obat yang sedikit lebih pekat biasnya dibungkus
satu per satu dalam bahan tidak tembus cahaya seperti lembaran metal (alumunium
foil).
8. Keuntungan dan Kerugian sediaan Suppositoria
Keuntungan penggunaan suppositoria antara lain:
1. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung
2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan
3. Obat dapat masuk langsung saluran darah dan ber akibat obat dapat memberi efek
lebih cepat daripada penggunaan obat per oral
4. Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak
5. Bentuknya seperti terpedo mengunt sadarungkan karena suppositoria akan tertarik
masuk dengan sendirinya bila bagian yang besar masuk melalui otot penutup dubur
(Anief, 2005; Syamsuni, 2005).
Kerugian penggunaan bentuk sediaan suppositoria antara lain:
1. Tidak menyenangkan penggunaan
2. Absorbsi obat sering tidak teratur dan sedikit diramalkan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan data yang kami peroleh, kami dapat menyimpulkan bahwa dalap
pembuatan salep dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pencampuran dan peleburan,
sedangkan untuk suppositoria dapat dilakukan dengan tangan, kompresi dan pencetak
tuang
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh, 2002, Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 53.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. 12.
Anonim, 1978, Formularium Nasional, Edisi Kedua, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
Saifullah, T.N, dan Rina Kuswahyuning, 2008, Teknologi dan Formulasi Sediaan
Semipadat, Pustaka Laboratotium Teknologi Farmasi UGM, Yogyakarta. 59. 63.
64
Syamsuni, 2005, Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi, EGC Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta.