Anda di halaman 1dari 46

REFERAT

PENDIDIKAN KLINIK ILMU BEDAH


STRUMA
Referat
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Menyelesaikan Pendidikan Klinik Ilmu Bedah

Oleh :
Tirta Yudha Sulfani Harista Pratama
11711063

Pembimbing :
dr. WP. Budi, Sp.B.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2016

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT
PENDIDIKAN KLINIK ILMU BEDAH
STRUMA

Oleh :
Tirta Yudha Sulfani Harista Pratama
11711063

Telah disetujui tanggal :


Pembimbing,

Dr. WP. Budi, Sp.B.

2016

BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
BAB IIIStruma, goiter, atau nodul tiroid merupakan suatu pembesaran
kelenjar tiroid yang menyebabkan pembengkakan pada leher (Dorland, 2002).
Struma merupakan masalah klinis yang sering ditemui di populasi umum. Jika
diabetes dieksklusikan, penyakit kelenjar tiroid merupakan salah satu masalah
penyakit endokrin utama yang sering ditemui. (Jayakumar, 2011).
BAB IVStudi epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi struma
mencapai 5 % pada wanita dan 1 % pada laki-laki yang tinggal di daerah dengan
kandungan yodium yang cukup (Alexander, dkk., 2015). Sementara Gharib, dkk.
(2010) menyatakan bahwa prevalensinya diperkirakan 3 7 % jika berdasar
pemeriksaan fisik. Prevalensi struma yang secara klinis tidak nampak
diperkirakan mencapai 20 76 % pada populasi umum.
BAB VKepentingan utama evaluasi struma adalah untuk membedakan
antara hiperplasia dengan neoplasma. Atau dengan kata lain adalah untuk
menyingkirkan diagnosis kanker tiroid, yang terjadi antara 7 15 % tergantung
usia, jenis kelamin, riwayat paparan radiasi, riwayat keluarga, dan faktor-faktor
lainnya. Usia tua, jenis kelamin wanita, mengalami defisiensi yodium, dan
individu yang memiliki riwayat terpapar radiasi memiliki kemungkinan terdapat
struma lebih tinggi. Differentiated thyroid cancer (DTC), antara lain adalah
kanker papilaris dan folikuler, menyumbang sebagian besar (lebih dari 90 %)
kasus kanker tiroid (Alexander, dkk., 2015, Kelley, 2015).
BAB VIDi Amerika Serikat, diperkirakan terdapat 63.000 kasus baru
kanker tiroid pada tahun 2014, dibandingkan pada tahun 2009 yang hanya
mencapai 37.200 kasus baru. Insidensi tahunannya juga terus meningkat hampir
tiga kali lipat dari 4,9 / 100.000 pada tahun 1975 menjadi 14,3 / 100.000 pada
tahun 2009. Oleh karena itu, evaluasi individu dengan struma memerlukan
kolaborasi antara dokter umum, ahli endokrin, ahli patologi, ahli radiologi, dan
ahli bedah untuk menjamin manajemen dan tindakan yang holistik.
BAB VII

BAB VIII
ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR TIROID
BAB IX
IX.1.

Anatomi Kelenjar Tiroid

IX.1.1. Kelenjar Tiroid


BAB XKelenjar tiroid merupakan kelenjar yang memiliki vaskularitas
tinggi dan menerima 80-120 mL darah setiap menit, berwarna coklat kemerahan,
terletak di anterior pada leher bawah, terbentang dari leher setinggi vertebra
servikalis ke-5 hingga vertebra torakalis ke-1. Bentuk kelenjar ini bermacammacam, dari berbentuk H hingga berbentuk U dan terbentuk oleh sepasang
lobus lateral yang memanjang menjadi polus superior dan polus inferior. Kedua
lobus lateral tersebut terhubung oleh ismus medianus, dengan rata-rata tingginya
mencapai 12-15 mm, yang terletak di cincin trakea ke-2 hingga ke-4 (Dorion,
2015; Tortora, 2009; Lee, 2012).

BAB XI
BAB XIIKelenjar tiroid, nampak anterior dan lateral.

BAB XIII

BAB XIVPenampang asli kelenjar tiroid


BAB XVSetiap lobus panjangnya 25-40 mm, tingginya 15-20 mm, dan
ketebalannya 10-15 mm. Polus superior membentang ke lateral setinggi garis
oblik pada lamina kartilago tiroid. Sementara polus inferior membentang ke
lateral setinggi kartilago trakea ke-5. Berat rata-rata kelenjar tiroid adalah 25-40
gram pada dewasa. Kelenjar tiroid pada wanita sedikit lebih berat dibandingkan
pada laki-laki. Kelenjar tiroid akan membesar pada saat menstruasi dan pada saat
kehamilan. Lobus piramidalis yang berbentuk kerucut membentang ke atas ke
arah tulang hyoid dari ismus atau bagian dari salah satu lobus (lebih sering dari
lobus kiri) (Dorion, 2015; Lee, 2012).
BAB XVI
XVI.1.1.

Inervasi Kelenjar Tiroid

BAB XVIIInervasi kelenjar tiroid berasal dari sistem saraf otonom. Serat
parasimpatis berasal dari nervus vagus (nervus kranialis X), dan serat saraf
simpatis berasal dari ganglia superior, media, dan inferior trunkus simpatis. Saraf-

saraf kecil tersebut memasuki kelenjar bersamaan dengan pembuluh darah.


Pengaturan saraf otonom untuk sekresi kelenjar masih belum dimengerti secara
jelas, namun dihipotesiskan bahwa saraf otonom tersebut mempengaruhi
pembuluh darah, yang akan mempengaruhi perfusi kelenjar (Dorion, 2015; Lee,
2012).
BAB XVIII
BAB XIX
BAB XX
XX.1.1.

Fasia dan Ligamen

BAB XXIKelenjar tiroid diselubungi oleh fasia viseral, bagian dari lapisan
tengah fasia servikal dalam, yang berlekatan dengan tulang-tulang laring. Anterior
suspensory ligament membentang dari bagian superior-medial masing-masing
lobus tiroid ke kartilago tiroid dan krikoid. Bagian posteromedial kelenjar
berlekatan dengan sisi kartilago krikoid, cincin trakea pertama dan ke-2, oleh
posterior suspensory ligament (Berry ligament). Recurrent laryngeal nerve
biasanya masuk melalui Berry ligament. Perlekatan kelenjar tiroid dengan tulangtulang laring secara erat menyebabkan bergeraknya kelenjar tiroid dan struktur
sekitarnya pada saat menelan (Dorion, 2015).
BAB XXII
XXII.1.1.

Otot yang Mengelilingi

BAB XXIIIPermukaan lateral kelenjar tiroid dikelilingi oleh otot


sternothyroid, dan perlekatannya ke kartilago tiroid mencegah polus superior
memanjang ke arah superior tetap di bawah otot thyrohyoid. Di bagian yang lebih
ke anterior terdapat otot sternohyoid dan bagian superior otot omohyoid,
bersimpangan

di

bagian

inferior

oleh

permukaan

anterior

otot

sternocleidomastoid. Otot sternohyoid dan sternothyroid bergabung di linea


mediana oleh fasia avaskular yang harus diinsisi untuk meretraksi otot ke lateral
sehingga memudahkan akses menuju kelenjar tiroid pada saat tiroidektomi. Jika
otot pengikat harus diiris untuk pandangan yang lebih baik, harus dilakukan pada
daerah yang atas, karena suplai saraf motorik dari ansa servikalis masuk ke otot
tersebut di bagian inferior (Dorion, 2015).

BAB XXIV
XXIV.1.1.

Vaskularisasi dan Inervasi Laring

BAB XXVSuplai pembuluh darah menuju kelenjar tiroid berasal dari


arteri tiroid superior dan inferior, serta pada kasus tertentu oleh arteri ima tiroid.
Arteri tersebut memiliki banyak anastomosis kolateral secara ipsilateral dan
kontralateral. Arteri ima tiroid merupakan pembuluh darah tunggal yang, bila ada
berasal dari arkus aorta dan masuk ke kelenjar tiroid melalui bagian inferior
ismus.

BAB XXVI
BAB XXVIIArteri tiroid superior merupakan cabang pertama arteri
karotis eksterna. Pada kasus yang jarang, dapat pula berasal dari arteri karotid

komunis tepat sebelum bifurkasio. Arteri tiroid superior berjalan ke bawah di


bagian lateral laring dan tertutupi oleh otot omohyoid dan sternohyoid. Arteri
tersebut kemudian menuju ke permukaan superfisial pada batas anterior lobus
lateral, dan memerikan cabang-cabangnya menuju kelenjar sebelum menikung
melalui ismus, di mana akan beranastomosis dengan arteri kontralateral.
BAB XXVIIIDi bagian sefalad dari polus superior, cabang eksternal
nervus laringeral superior berjalan bersama arteri tiroid superior sebelum berbelok
ke arah medial untuk mempersarafi otot cricothyroid. Ligasi arteri tiroid superior
yang tinggi akan menyebabkan nervus tersebut menjadi cedera, yang akan
mengakibatkan disfonia karena gangguan regulasi pembentukan suara. Arteri
krikotiroid, merupakan cabang arteri tiroid superior yang memiliki potensi untuk
menyusahkan, berjalan ke sefalad menuju polus superior dan berbelok ke tengah
menuju cricothyroid ligament. Pembuluh darah tersebut rawan mengalami laserasi
pada saat krikotiroidotomi darurat (Dorion, 2015).
BAB XXIXArteri tiroid inferior berasal dari trunkus tiroservikalis, yaitu
cabang arteri subklavia. Berjalan vertikal dan kemudian melengkung ke arah
medial untuk masuk ke incisura trakeoesofageal di bidang posterior sarung
karotid. Sebagian besar cabang arteri ini masuk melalui bagian posterior lobus
lateral.
BAB XXXArteri tiroid inferior memiliki pola percabangan yang bervariasi
dan erat kaitannya dengan recurrent laryngeal nerve. Nervus tersebut juga
bergerak di incisura trakeoesofageal dan masuk ke laring di antara kornu inferior
kartilago tiroid dan arkus krikoid. Recurrent laryngeal nerve dapat ditemukan
setelah muncul dari superior thoracic outlet, pada segitiga yang dibatasi pada
bagian lateral oleh arteri karotid komunis, medial oleh trakea, dan superior oleh
lobus tiroid.
BAB XXXIHubungan antara nervus dan arteri tiroid inferior sangat
bervariasi, seperti diceritakan oleh Reed, pada tahun 1943 mengatakan terdapat 28
variasi. Nervus tersebut dapat ditemukan lebih dalam dari arteri tiroid inferior (40
%), lebih superfisial (40 %), atau di antara cabang-cabang arteri (35 %).

10

XXXI.1.1.

Drainase Vena dan Limfatik

BAB XXXIISebanyak tiga pasang vena memberikan drainase vena untuk


kelenjar tiroid. Vena tiroid superior berjalan beriringan dengan arteri tiroid
superior dan menuju vena jugularis interna. Vena tiroid media beriringan langsung
dengan vena jugularis interna. Vena tiroid inferior kiri dan kanan memiliki
perbedaan. Sisi kanan melewati bagian anterior arteri inominata menuju vena
brakiosefalika kanan atau anterior trakea menuju vena brakiosefalika kiri. Pada
sisi kiri, drainasenya menuju vena brakiosefalika kiri. Meskipun jarang ditemui,
dapat terjadi kedua vena inferior membentuk trunkus yang disebut vena ima
tiroid, yang memberikan drainase menuju vena brakiosefalika kiri.
BAB XXXIIIDrainase limfatik kelenjar tiroid sangat ekstensif. Drainase
limfatiknya menuju nodus periglandular, prelaringeal (Dephian), pretrakeal, dan
nodus paratrakeal sepanjang nervus laringeal rekuren, serta akhirnya menuju
nodus limfatik mediastinal.
BAB XXXIV
XXXIV.1. Fisiologi Kelenjar Tiroid
BAB XXXVKelenjar tiroid menyekresikan dua macam hormon utama,
yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Kedua hormon tersebut meningkatkan
kecepatan metabolisme tubuh. Kekurangan total sekresi hormon tiroid akan
mengakibatkan penurunan kecepatan metabolisme basal sebesar 40 hingga 50
persen di bawah normal. Jika kelebihan sekresi hormon tiroid akan meningkatkan
kecepatan metabolisme basal hingga 60 100 persen di atas normal. Sekresi
kelenjar tiroid diatur oleh thyroid stimulating hormone (TSH) yang dikeluarkan
oleh kelenjar hipofisis anterior. Selain itu, kelenjar tiroid juga mengeluarkan
kalsitonin, yaitu hormon yang penting untuk metabolisme kalsium.
XXXV.1.1.

Pembentukan Hormon Tiroid

11

BAB XXXVI
BAB XXXVIIKelenjar tiroid merupakan satu-satunya kelenjar endokrin
yang menyimpan produknya dalam jumlah yang sangat banyak, yakni mencapai
persediaan 100 hari. Sintesis dan sekresi T3 dan T4 terjadi dalam urutan sebagai
berikut (Tortora, 2008; Guyton dan Hall, 2007; Lee, 2012) :
1. Iodide trapping. Sel folikuler tiroid menjerat ion iodida (I ) menggunakan
transport aktif dari pembuluh darah menuju sitosol. Oleh karena itu,
kelenjar tiroid mengandung sebagian besar iodida pada tubuh.
2. Sintesis tiroglobulin. Sementara sel folikuler menjerat I , sel tersebut juga
menyintesis thyroglobulin, yaitu glikoprotein berukuran besar yang
diproduksi oleh retikulum endoplasma kasar dan dimodifikasi oleh
kompleks Golgi, dan dikemas ke dalam vesikel sekretorik. Vesikel tersebut
kemudian mengalami eksositosis dan mengeluarkan thyroglobulin ke
dalam lumen folikel.
3. Oksidasi iodida. Beberapa asam amino pada thyroglobulin adalah tirosin
yang akan diiodinasi. Ion iodida yang bermuatan negatif tidak dapat
berikatan langsung dengan tirosin sebelum mengalami oksidasi (pelepasan

12

elektron) menjadi iodin, yaitu : 2 I menjadi I2. Setelah ion iodida


mengalami oksidasi, kemudian dapat melewati membran menuju lumen
folikel.
4. Iodinasi tirosin. Setelah terbentuk molekul iodin (I2), kemudian bereaksi
dengan tirosin yang merupakan bagian dari molekul thyroglobulin.
Terikatnya satu atom iodin akan membentuk monoiodotirosin (T1), dan
iodinasi kedua akan membentuk diiodotirosin (T2). Thyroglobulin yang
telah berikatan dengan atom iodin kemudian disimpan ke dalam lumen
folikel tiroid, yang disebut sebagai colloid.
5. Coupling T1 dan T2. Pada langkah akhir sintesis hormon tiroid, dua
molekul T2 bergabung sehingga terbentuk T4 atau satu molekul T1 dan satu
molekul T2 bergabung sehingga terbentuk T3.
6. Pinositosis colloid. Droplet koloid kembali memasuki sel folikular melalui
pinositosis dan bergabung dengan lisosom. Enzim digestif pada lisosom
memecah thyroglobulin sehingga melepaskan molekul T3 dan T4.
7. Sekresi hormon tiroid. Oleh karena T3 dan T4 merupakan molekul yang
larut lemak, keduanya berdifusi melalui membran plasma menuju cairan
intertisial kemudian menuju ke darah. Normalnya T 4 disekresikan lebih
banyak daripada T3, tetapi T3 beberapa kali lipat lebih poten dibandingkan
T4. Setelah T4 memasuki sel tubuh, sebagian besarnya akan dikonversi
menjadi T3 dengan melepaskan satu iodin.
8. Transportasi di darah. Lebih dari 99 % T3 dan T4 diikat oleh protein untuk
transportasinya, yaitu thyroxine-binding globulin (TBG).
XXXVII.1.1. Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid
BAB XXXVIIIThyrotropin-releasing hormone (TRH) dari hipotalamus
dan thyroid-stimulating hormone (TSH) dari pituitari anterior menstimulasi
sintesis dan pelepasan hormon tiroid (Tortora, 2008; Guyton dan Hall, 2007).
1. Rendahnya kadar T3 dan T4 atau kecepatan metabolik yang rendah akan
menstimulasi hipotalamus untuk memproduksi TRH.
2. TRH memasuki vena portal hipofiseal dan mengalir menuju pituitari
anterior dan akan menstimulasi pengeluaran TSH.

13

3. TSH menstimulasi semua aktivitas sel folikuler tiroid, termasuk trapping


iodide, sintesis dan sekresi hormon, dan perumbuhan sel folikuler.
4. Sel folikuler tiroid melepaskan T3 dan T4 ke darah hingga kecepatan
metabolik kembali normal.
5. Peningkatan kadar T3 akan memberikan umpan balik negatif, sehingga
akan menghentikan pembentukan atau sekresi TRH dan TSH.

BAB XXXIX
XXXIX.1.1. Efek Hormon Tiroid Terhadap Tubuh
BAB XLSebagian besar sel tubuh memiliki reseptor hormon tiroid, oleh
karena itu T3 dan T4 memiliki efek pada seluruh tubuh. Efek-efek tersebut antara
lain adalah (Tortora, 2008; Guyton dan Hall, 2007) :
1. Hormon tiroid meningkatkan transkripsi sejumlah besar gen.
BAB XLIEfek umum dari hormon tiroid adalah untuk mengaktifkan
transkripsi inti sejumlah besar gen. sehingga, di semua sel tubuh akan terjadi
sintesis sejumlah besar enzim protein, protein struktural, protein transpor, dan zat
lainnya dengan hasil akhirnya adalah terjadi peningkatan menyeluruh aktivitas
fungsional di seluruh tubuh.

14

2. Hormon tiroid meningkatkan aktivitas metabolik selular.


BAB XLIIHormon tiroid meningkatkan angka metabolik basal (basal
metabolic rate, BMR), meningkatkan konsumsi oksigen pada keadaan basal,
dengan menstimulasi penggunaan oksigen seluler untuk memproduksi ATP. Jika
BMR meningkat, maka metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein akan
meningkat.
BAB XLIIIMenstimulasi pembentukan pompa natrium-kalium (Na+/K+
ATPase), sehingga akan menggunakan sebagain besar ATP untuk mengeluarkan
ion natrium (Na+) dari sitosol menuju cairan ekstrasel dan membawa ion kalium
(K+) dari cairan ekstrasel menuju sitosol. Oleh karena sel memproduksi dan
menggunakan lebih banyak ATP, sehingga akan menghasilkan panas dan akan
meningkatkan suhu tubuh. Fenomena ini dikenal sebagai efek kalorigenik. Di sini,
hormon tiroid memiliki peran penting dalam mempertahankan suhu tubuh normal.
Mamalia normal mampu bertahan pada suhu yang dingin, sementara mamalia
yang tidak memeiliki kelenjar tiroid tidak mampu.
3. Hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan.
BAB XLIVBersamaan dengan hormon pertumbuhan (growth hormone,
GH) dan insulin, hormon tiroid mempercepat pertumbuhan tubuh, terutama
pertumbuhan sistem saraf dan sistem tulang. Hormon tiroid meningkatkan
pertumbuhan dan pematangan otak semasa kehidupan janin dan beberapa tahun
pertama kehidupan setelah lahir. Jika janin tidak mampu menyekresi hormon
tiroid dalam jumlah yang cukup, maka pertumbuhan dan pematangan otak
sebelum dan setelah bayi dilahirkan akan sangat terbelakang dan ukuran otaknya
akan lebih kecil daripada janin yang mampu menyekresi hormon tiroid dalam
jumlah yang cukup. Selain itu, defisiensi hormon tiroid pada saat perkembangan
fetus, bayi, atau anak, dapat mengakibatkan retardasi mental dan pertumbuhan
tulang yang stunted (kerdil).
4. Hormon tiroid sebagai pengatur metabolisme.
BAB XLVSebagai pengatur metabolisme, hormon tiroid menstimulasi
sintesis protein dan meningkatkan penggunaan glukosa dan asam lemak untuk

15

memproduksi ATP. Hormon

tersebut

juga

meningkatkan

lipolisis

dan

meningkatkan ekskresi kolesterol, sehingga menurunkan kadar kolesterol darah.


Efek pada metabolisme karbohidrat. Hormon tiroid meningkatkan
glikolisis, meningkatkan glukogenesis, meningkatkan kecepatan absorpsi
karbohidrat dari saluran cerna, dan meningkatkan sekresi insulin.
Efek pada metabolisme lemak. Lemak secara cepat diangkut dari jaringan
lemak, sehingga menurunkan cadangan lemak. Selain itu, hormon tiroid
juga meningkatkan konsentrasi asam lemak bebas di dalam plasma dan
mempercepat oksidasi asam lemak bebas oleh sel.
Efek pada plasma dan lemak hati. Hormon tiroid menurunkan konsentrasi
kolesterol, fosfolipid, dan trigliserida dalam darah. Mekanismenya adalah
dengan meningkatkan kecepatan sekresi kolesterol di dalam empedu
sehingga meningkatkan jumlah kolesterol yang dikeluarkan melalui feses.
Meningkatkan kebutuhan vitamin. Karena hormon tiroid meningkatkan
berbagai enzim tubuh, sementara vitamin merupakan bagian penting
pembentuk beberapa enzim dan koenzim, maka secara tidak langsung
hormon tiroid akan meningkatkan kebutuhan vitamin tubuh. Dapat ditemui
defisiensi vitamin relatif pada keadaan kelebihan hormon tiroid jika tidak
diikuti dengan peningkatan asupan vitamin tubuh.
Menurunkan berat badan. Jika produksi hormon tiroid sangat meningkat
maka hampir selalu akan terjadi penurunan berat badan. Sementara jika
produksinya sangat berkurang maka akan timbul kenaikan berat badan.
Efek tersebut namun tidak selalu terjadi karena hormon tiroid juga
meningkatkan nafsu makan untuk menyeimbangkan perubahan kecepatan
metabolisme sel-sel tubuh.
5. Hormon tiroid mempengaruhi sistem kardiovaskular.
BAB XLVIHormon tiroid memperbesar beberapa efek katekolamin
(norepinefrin dan epinefrin) melalui peningkatan rangsangan terhadap reseptor
beta. Oleh karena itu, gejala hipertiroidisme antara lain adalah meningkatnya
frekuensi denyut jantung, detak jantung yang lebih kuat, dan terjadi peningkatan
tekanan darah.

16

6. Hormon tiroid mempengaruhi sistem pernafasan.


BAB XLVIIMeningkatnya kecepatan metabolisme secara tidak langsung
juga akan meningkatkan kebutuhan oksigen dan hasil akhirnya akan
meningkatkan pembentukan karbondioksida sebagai hasil akhir dari metabolisme.
Sehingga, efek-efek tersebut akan meningkatkan kecepatan dan kedalaman
pernafasan untuk mengimbangi meningkatnya kecepatan metabolisme tubuh.
7. Hormon tiroid mempengaruhi fungsi otot.
BAB XLVIIISedikit peningkatan hormon tiroid akan menyebabkan otot
berkontraksi lebih kuat. Salah satu gejala yang khas dari hipertiroidisme adalah
adanya tremor halus pada otot. Tremor ini bukan tremor kasar seperti pada
penyakit parkinson atau pada saat menggigil, karena frekuensinya sangat cepat,
yaitu 10 15 kali perdetik. Tremor ini dapat dilihat dengan menempatkan kertas
di atas jari-jari yang diekstensikan. Tremor ini diakibatkan oleh meningkatnya
kepekaan sinaps saraf di daerah medula yang mengatur tonus otot.
BAB XLIX
XLIX.1.1.

Hormon Kalsitonin

BAB L
BAB LIHromon yang diproduksi oleh sel parafolikular kelenjar tiroid
adalah kalsitonin. Kalsitonin mampu menurunkan kadar kalsium darah dengan
menginhibisi aksi osteoklas, yaitu sel yang memecah ekstraselular matriks tulang.
Sekresi kalsitonin dikendalikan oleh umpan balik negatif. Jika kadar kalsium
darah tinggi, kalsitonin akan mengurangi jumlah kalsium dan fosfat darah dengan
menginhibisi resorpsi tulang oleh osteoklas dan akan meningkatkan asupan
kalsium dan fosfat ke eksraselular matriks tulang. Hormon kalsitonin
mempengaruhi kadar kalsium darah dibantu oleh kalsitriol dan hormon paratiroid.
Kalsitonin dan hormon paratiroid berperan antagonis kadar kalsium darah
(Tortora, 2008).
BAB LII
BAB LIII
BAB LIV

17

BAB LV
STRUMA
BAB LVI
LVI.1.

Definisi

BAB LVIIStruma atau disebut juga goiter merupakan suatu pembekakan


pada leher yang diakibatkan oleh pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan
kelenjar tiroid, yang berupa gangguang fungsi maupun perubahan susunan
kelenjar dan morfologinya. Dampak struma terhadap penderita terletak pada
pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi atau menekan struktur di
sekitarnya. Di bagian posteromedial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esofagus,
sehingga jika terdorong oleh struma maka penderita dapat mengeluhkan kesulitan
bernafas atau nyeri saat menelan. Jika pembesaran kelenjar tiroid cenderung ke
luar, maka akan memberikan bentuk leher yang kurang baik secara kosmetik,
sehingga penderita mungkin akan segera mencari pengobatan.
BAB LVIII
LVIII.1.
LVIII.1.1.

Klasifikasi Struma

Berdasarkan Fisiologinya

BAB LIXBerdasarkan fungsi fisiologisnya, struma dapat dibedakan


menjadi sebagai berikut :
1. Eutiroidisme : adalah suatu keadaan pembesaran kelenjar tiroid namun
fungsinya dalam batas normal.
2. Hipotiroidisme : adalah kelainan yang menyebabkan sintesis hormon tiroid
menjadi di bawah normal.
3. Hipertiroidisme : respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh
metabolik hormon tiroid yang berlebihan.
LIX.1.1.

Berdasarkan Klinisnya

BAB LXBerdasarkan klinisnya, struma dapat diklasifikasikan menjadi


sebagai berikut :
1. Struma Toksik
BAB LXIStruma toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid baik difus
maupun nodular yang mengakibatkan meningkatnya produksi hormon tiroid.
Struma toksik difusa merupakan terjadinya hiperplasi kelenjar tiroid secara difus

18

dan memproduksi hormon tiroid secara berlebihan. Sementara struma toksik


nodular adalah kelenjar tiroid yang memiliki nodul tiroid yang berfungsi secara
otonom sehingga mengakibatkan hiperparatiroidisme. Keadaan hipertiroidisme
tersebut akan berakibat pada meningkatnya laju metabolisme di seluruh organ
tubuh.
BAB LXIIDifuse toxic goiter
BAB LXIIIStruma difusa toksis atau Basedow adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh kelainan autoimun di mana kelenjar tiroid mengalami kelebihan
stimulasi oleh antibodi yang berikatan langsung dengan reseptor thyroidstimulating hormone (TSH) pada sel folikular tiroid. Antibodi tersebut
menstimulasi uptake yodium, pelepasan dan pembentukan hormon tiroid, dan
pertumbuhan kelenjar tiroid. Meskipun utamanya antibodi tersebut diproduksi di
dalam kelenjar tiroid, namun antibodi tersebut dapat mencapai ke sirkulasi dan
dapat diukur kadarnya. Penyakit ini dapat kita temukan pada Graves disease atau
juga biasa disebut dengan Basedow. Kelenjar tiroid biasanya mengalami berbagai
macam pembesaran berbagai derajat termasuk vaskulernya juga secara difus akan
terpengaruh. Secara mikriskopis, sel folikular mengalami hipertrofi dan
hiperplastik, hanya mengandung sedikit koloid, serta menunjukkan adanya
hipersekresi. Sel plasma dan limfosit menginfiltrasi kelenjar tiroid dan mencapai
folikel (Corenblum, 2015).
BAB LXIVTerdapat trias Basedow yang meliputi pembesaran kelenjar
tiorid difus, hipertiroidi dan eksoftalmu. Gejala dan tanda yang timbul merupakan
akibat dari meningkatnya metabolisme tubuh karena pengaktifan hormon tiroid
yang berlebihan. Peningkatan metabolisme ini menyebabkan peningkatan
kebutuhhan kalori tubuh, dan seringkali asupan kalori yang ada tidak mencuupi
sehingga sering terjadi penurunan berat badan secara drastis. Peningkatan
metabolisme juga terjadi pada sistem kardiovaskular, hal ini menyebabkan
peningkatan sirkulasi darah, antara lain dengan peningkatan curah jantung sampai
dua-tiga kali normal. Irama nadi akan meningkat dan tekanan denyut bertambah
atau disebut juga dengan pulsus celer, disini penderita akan mengeluhkan
berdebar-debar dan denyut jantung yang terasa cepat. Apabila beban pada jantung

19

ini tidak diatasi maka akan mengakibatkan kekacauan irama jantung berupa
ekstrasistol, fibrilasi atrium, dan fibrilasi ventrikel.
BAB LXVPada sistem pencernaan, fungsi sekresi maupun peristaltik juga
akan

meningkat

yang

akan

menimbulkan

polidefekasi

dan

diare.

Hipermetabolisme pada susunan saraf akan menyebabkan tremor, penderita sulit


todur dan seering terbangun di malam hari. Selain itu, ketidakstabilan emosi,
kegelisan, kekacauan pikiran, dan ketakutan yang tidak beralasan seringkali
muncul pada penderita.
BAB LXVIPada sistem pernafasan, hipermetabolisme akan menimbulkan
dispnea dan takipnea yang tidak terlalu mengganggu. Kelemahan otot terutama
otot-otot bagian proksimal, biasanya cukup mengganggu dan sering muncul
secara tiba-tiba. Hal ini disebabkan karena gangguan elektrolit yang dipicu oleh
hipertiroidi. Pada sistem reproduksi, gangguan menstruasi dapat berupa amenorea
sekunder atau metrorhagia. Sedangaan kelainan mata disebabkan oleh reaksi
autoimun berupa ikatan antibodi terhadap reseptor pada jaringan ikat dan otot
ekstrabulbi dalam rongga mata. Jaringan ikat dan jaringan lemaknya menjadi
hiperplastik sehingga bola mata terdorong ke luar dan otot mata terjepit atau
disebut dengan eksoftalmus.
BAB LXVIIKelenjar tiroid

biasanya

mengalami

berbagai

macam

pembesaran berbagai derajat termasuk vaskulernya juga secara difus akan


terpengaruh. Secara mikriskopis, sel folikular mengalami hipertrofi dan
hiperplastik, hanya mengandung sedikit koloid, serta menunjukkan adanya
hipersekresi. Sel plasma dan limfosit menginfiltrasi kelenjar tiroid dan mencapai
folikel (Corenblum, 2015).
BAB LXVIIITerapi penyakit Graves ditujukan pada pengendalian
keadaan tirotoksisitas/ hipertiroidi dengan pemberian antitiroid, seperti propiltiourasil ( PTU ) atau karbimazol. Terapi definitif dapat dipilih antara pengobatan
anti-tiroid jangka panjang, ablasio dengan yodium radiokatif, atau tiroidektomi.
Pembedahan terhadap tiroid dengan hipertiroidi dilakukan terutama jika
pengobatan dengan medikamentosa gagal dengan kelenjar tiroid besar.

20

Pembedahan yang baik biasanya memberikan kesembuhan yang permanen


meskipun kadang dijumpai terjadinya hipotiroidi dan komplikasi yang minimal.
BAB LXIX
BAB LXX
BAB LXXIToxic Nodular Goiter
BAB LXXIIStruma nodular toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid
hanya pada satu lobus dan disertai dengan tanda-tanda hipertiorid. Struma nodular
toksik menunjukkan beberapa spektrum penyakit, mulai dari nodul tunggal yang
fungsinya berlebihan (adenoma toksik) hingga tiroid multinodular yang memiliki
banyak daerah yang fungsinya berlebihan. Perjalanan penyakit struma
multinodular melibatkan beberapa pertumbuhan nodul tunggal; yang dapat
mengalami perdarahan dan degenerasi, diikuti dengan proses penyembuhan dan
fibrosis. Beberapa nodul dapat berfungsi secara otonom. Hiperaktivitas otonom
diakibatkan oleh mutasi somatik thyrotropin, atau reseptor thyroid-stimulating
hormone (TSH) yang terjadi pada 20 80 % adenoma toksik dan beberapa nodul
struma multinodular. Nodul yang berfungsi secara otonom akan menjadi toksik
pada 10 % pasien. Hipertiroidisme akan terjadi jika nodulnya berdiameter lebih
dari 2,5 cm. Struma nodular toksik memiliki gejala dan tanda yang sama dengan
penyakit hipertiroidisme lainnya. Penyakit ini disebut juga dengan Plummers
disease (Davis, 2013).
BAB LXXIIIPada fase awal penyakit ini akan terjadi pembesaran noduler
pada salah satu lobus kelenjar tiroid yang tidak menimbulkan gejala-gejala
toksisitas, namun jika tidak diobati maka dalam 15-20 tahun dapat menimbulkan
gejala hipertoidisme. Faktor-faktor yang mencetuskan terjadinya perubahan dari
nontoksisk menjadi tosis antara lain pemberian hormon tiroid dari luar, nodul
yang berubah menjadi otonom sendiri (berhubungan dengan penyakit autoimun),
dan pemberian yodium radioaktif sebagai pengobatan.
BAB LXXIVGejala yang ditimbulkan oleh Plummers disease ini sama
dengan gejala yang ditimbulkan oleh Graves disease. Yang membedakan adalah
saat dilakukan pemeriksaan fisik pada kelenjar tiroid, saat palpaso maka akan
ditemukan pembesaran kelenjar yang hanya terjadi pada salah satu lobus saja.

21

Tidak ada perbedaan terapi antara Plummers disease dan Graves disease yaitu
dengan pemberian antitiroid, seperti propil-tiourasil ( PTU ), karbimazol, atau
pembedahan jika terapi medikamentosa gagal.
BAB LXXV
2. Struma Nontoksik
BAB LXXVIStruma nontoksik adalah pembesaran difus atau nodular pada
kelenjar tiroid yang tidak disebabkan karena suatu proses inflamasi atau
keganasan dan tidak terdapat kelainan fungsi tiroid. Goiter endemik atau struma
difusa nontoksis merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang terjadi pada lebih
dari 10 % populasi, sementara goiter sporadik atau stuma noduler nontoksis
merupakan akibat dari faktor lingkungan atau genetik yang tidak berpengaruh
terhadap populasi umum (Lee dan Griffing, 2013).
BAB LXXVIIStruma Difusa Nontoksis
BAB LXXVIIIGoiter difus adalah bentuk goiter yang membentuk satu
buah pembesaran yang tampak tanpa membentuk nodul. Bentuk ini biasa
ditemukan dengan sifat non-toksik (fungsi tiroid normal), oleh karena itu bentuk
ini disebut juga goiter simpel. Dapat juga disebut sebagai goiter koloid karena sel
folikel yang membesar tesebut umumnya dipenuhi oleh koloid. Kelainan ini
muncul pada struma endemik.
BAB LXXIXStruma Endemik adalah penyakit yang ditandai dengan
pembesaran kelenjar tiroid yang terjadi pada suatu populasi, dan diperkirakan
berhubungan dengan defisiensi diet dalam harian. Goiter endemik ini terjadi
karena defisiensi yodium dalam diet. Kejadian goiter endemik sering terjadi di
derah pegnungan, seperti di himalaya, alpens, atau di daerah dengan keterbatasan
yodium alam dan cakupan pemberian yodium yang minimal. Mekanisme
terjadinya goiter ini disebabkan minimalnya intake iodin oleh tubuh, kelainan
sintesis hormon tiroid kongenital ataupun goitrogenik seperti sayuran (famili
Brassica). Kurangnya iodin ini akan menyebabkan kurangnya hormon tiroid yang
dapat disintesis. Sehingga hal ini menyebabkan peningkatan pelepasan Thyroidstimulating hormone (TSH) ke dalam darah sebagai mekanisme kompensasi.

22

Peningkatan ini akan menyebabkan terjadinya hipertrofi dan hiperplasi dari sel
folikuler tiroid, sehingga menyebabkan pembesaran tiroid secara makroskopik.
Karena mekanisme kompensasi inilah kerja tubuh dapat normal kembali.
Sehingga akan jarang ditemukan keluhan-keluhan sistemik pada pasien (eutiroid).
Namun pada beberapa kasus, pembesaran ini tidak dapat mengompensasi penyakit
yang ada.
BAB LXXXSasaran dari pengobatan struma endemik adalah untuk
mengecilkan struma dan mengatasi hipotiroidisme yang mungkin ada, yaitu
dengan pemberian SoL Lugoli selama 4-6 bulan. Bila ada perbaikan, pengobatan
dilanjutkan sampai tahun dan kemudian tapering off dalam 4 minggu. Bila 6
bulan sesudah pengobatan struma tidak juga mengecil maka pengobatan
medikamentosa tidak berhasil dan harus dilakukan tindakan operatif.
BAB LXXXIStruma Nodusa Nontoksis (SNNT)
BAB LXXXIIStruma nodusa nontoksik adalah pembesaran kelenjar tiroid

yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa ditandai dengan tanda-tanda
hipertiroidisme. Kelainan ini sangat sering dijumpai dan harus diwaspadai tandatanda keganasan yamg mungkin ada. SNNT dapat juga disebut sebagai goiter
sporadis. Jika goiter endemis terjadi 10% populasi di daerah dengan defisiensi
yodium, maka goiter sporadis terjadi pada seseorang yang tidak tinggal di daerah
endemik beryodium rendah. Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui
dengan jelas, bisa terdapat gangguan enzim yang penting dalam sintesis hormon
tiroid atau konsumsi obat-obatan yang mengandung litium, propiltiourasil,
fenilbutazone, atau aminoglutatimid.
BAB LXXXIIIPada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami
keluhan karena tidak ada hipo- atau hipertiroidisme. Yang penting pada diagnosis
SNNT adalah tidak adanya gejala toksik yang disebabkan oleh perubahan kadar
hormon tiroid, dan pada palpasi dirasakan adanya pembesaran kelenjar tiroid pada
salah satu lobus. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan
berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya
berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di

23

leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan
strumanya

tanpa

keluhan.

Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol


ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila
pembesarannya

bilateral. Struma nodosa

unilateral

dapat

menyebabkan

pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral. Pendorongan demikian mungkin


tidak

mengakibatkan

gangguan

pernafasan.

Penyempitan

yang

berarti

menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan


stridor inspiratoar. Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan
trakea naik untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena
terfiksasi pada trakea.
BAB LXXXIV

Tindakan operatif masih merupakan pilihan utama pada

SNNT. Macam-macam teknik operasinya antara lain :


1. Lobektomi, yaitu mengangkat satu lobus, bila subtotal maka kelenjar
disisakan seberat 3 gram
2. Isthmolobektomi, yaitu pengangkatan salah satu lobus diikuti oleh isthmus
3. Tiroidektomi total, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar tiroid
4. Tiroidektomi subtotal bilateral, yaitu pengangkatan sebagian lobus kanan
dan sebagian kiri, sisa jaringan 2-4 gram di bagian posterior dilakukan
untuk mencegah kerusakan pada kelenjar paratiroid atau N. Rekurens
Laryngeus.
BAB LXXXV
BAB LXXXVI
BAB LXXXVII
KARSINOMA TIROID
BAB LXXXVIII
LXXXVIII.1.

Definisi

BAB LXXXIXKarsinoma tiroid Kanker tiroid adalah suatu pertumbuhan


ganas dari kelenjar tiroid. Kanker tiroid menyumbang sebanyak 3 % seluruh
kanker pada wanita dan 1 % kanker pada laki-laki, dengan insidensi 37.000 kasus
baru pada tahun 2008. Dalam tiga dekade terakhir, insidensinya meningkat hampir
50 %, tetapi mortalitasnya berkurang hingga 20 %. Hal tersebut karena deteksi

24

dini menggunakan fine needle aspiration (FNA) dan terapi yang sudah maju.
Keganasan tiroid dikelompokkan menjadi karsinoma tiroid berdiferensi baik,
yaitu bentuk papiler,folikuler, atau campuran keduanya, karsinoma meduler yang
berasal dari sel parafolikuler yang mengeluarkan kalsitonin(APUD-oma), dan
karsinoma berdiferensiasi buruk/anaplastik. Sementara karsinoma anaplastik
merupakan karsinoma yang berdiferensiasi buruk. Perubahan dari struma endemik
menjadi kasinoma anaplastik dapat terjadi terutama pada usia lanjut (Lee, 2012).
LXXXIX.1.

Etiologi

BAB XCSeperti pada banyak jenis kanker yang lainnya, penyebab spesifik
timbulnya karsinoma tiroid masih merupakan suatu misteri pada sebagian besar
pasien. Diketahui ada beberapa faktor yang mendukung, antara lain adanya
riwayat terkena radiasi pada bagian kepala dan leher, terutama saat masih anakanak, adanya faktor genetic (terutama karsinoma jenis medular).
BAB XCIBelum diketahui suatu karsinogen yang berperan untuk
karsinoma anaplastk dan meduler. Diperkirakan jenis anaplastik berasal dari
perubahan karsinoma tiroid berdeferensiasi baik (papiler dan folikuler) dengan
kemungkinan jenis folikuler dua kali lebih besar. Ada dua hal yang sering
dibicarakan yang berperan dalam timbulnya karsinoma tiroid khususnya untuk
well differentiated carcinoma ( papiler dan folikuler) yaitu radiasi dan endemic
goiter. Sedangkan limfoma pada tiroid diperkirakan karena perubahan-perubahan
degenerasi ganas dari tiroiditis Hashimoto.
BAB XCIIRadiasi sebagai penyebab karsinoma tiroid, hal ini terbukti di
Amerika Serikat bahwa pada tahun 1925-1955 banyak sekali anak-anak diterapi
dengan radiasi pada daerah leher dan kepala. Dari penelitian diperoleh data
adenoma dan karsinoma tiroid pada anak-anak yang diberi radiasi demikian tinggi
dan ini diobservasi dan terjadi antara 3-17 tahun kemudian.
BAB XCIIIDemikian pula penelitian di kepulauan Marshall tempat
percobaan bomb hydrogen dekat Atol Bikini, ditemukan hal yang sama yaitu
orang-orang dan anak-anak yang mendapat radiasi menderita kelainan tiroid dan
karsinoma tiroid lebih tinggi dan keganasan ini terlihat antara 11- 15 tahun
kemudian.

25

BAB XCIVHubungan antara endemik goiter dengan karsinoma tiroid,


dilakukan percobaan pada binatang percobaan dengan membuat defisiensi yodium
melalui pemberian makanan yang kurang yodium atau dilakukan reseksi kelenjar
tiroid, maka dalam observasi, karsinoma terjadi pada hipoplasia yang tidak
diobati. Dan itu terjadi karena pengaruh hiperstimulasi dari TSH. Pada manusia
dengan keadaan yang terus menerus distimulasi oleh TSH pada beberapa
penderita ditemukan karsinoma tiroid folikuler yang bermetastasis.
BAB XCV
XCV.1.

Faktor Risiko

BAB XCVIFaktor resiko karsinoma tiroid antara lain :


1. Usia
BAB XCVIIKanker tiroid dapat terjadi pada orang dengan usia
berapapun, tetapi banyak kasus dari karsinoma papiliferum dan folikular
ditemukan antara usia 20 dan 60 tahun. Faktor resiko ini terkait dengan
jenis histopatologis karsinoma tiroid. Anak-anak usia dibawah 20 tahun
dengan nodul tiroid dingin mempunyai resiko keganasan dua kali lebih
besar dibanding kelompok dewasa
2. Jenis kelamin, perempuan : laki-laki adalah 2-3 : 1
3. Ras
BAB XCVIIIDi Amerika, orang kulit hitam memiliki resiko 1,8 kali lebih
tinggi dibandingkan orang kulit putih. Tetapi secara umum, di dunia tidak
ada perbedaan ras untuk resiko karsinoma tiroid
4. Faktor genetik
5. Riwayat penyakit serupa dalam keluarga
6. Diet
BAB XCIXDaerah endemik goiter mempunyai resiko karsinoma lebih
tinggi, terutama untuk yang tipe folikuler dan papiliferum. Umumnya
orang dewasa memerlukan yodium hanya 100mcg/hari dan dengan
pemberian suplementasi yodium dapat menurunkan resiko terkena goiter.
7. Riwayat pernah menderita kelainan tiroid sebelumnya
8. Pengaruh radiasi di daerah leher dan kepala pada masa lampau
9. Kecepatan tumbuh tumor
10. Riwayat gangguan mekanik di daerah leher

26

BAB C
C.1.

Manifestasi Klinis

BAB CIGejala karsinoma tiroid adalah sebagai berikut :


1. Pembesaran nodul yang relatif cepat, dan nodul anaplastik cepat sekali
( dihitung dalam minggu), tanpa nyeri.
2. Merasakan adanya gangguan mekanik di leher, seperti gangguan menelan
yang menunjukan adanya desakan esophagus, atau perasaan sesak yang
menunjukkan adanya desakan ke trakea.
3. Pembesaran KGB di daerah leher (mungkn metastasis)
4. Penonjolan / kelainan pada tulang tempurung kepala ( metastasis ke
tengkorak)
5. Perasaan sesak dan batuk-batuk disertai dahak berdarah ( metastasis di
paru-paru bagi jenis folikular)
BAB CIIKecurigaan klinis adanya karsinoma tiroid didasarkan atas
observasi yang dikonfirmasikan dengan pemeriksaan patologis, dibagi dalam
kecurigaan tinggi, sedang dan rendah. Berikut ini adalah yang termasuk curiga
keganasan tinggi :
- Riwayat neoplasma endokrin multipel dalam keluarga
- Pertumbuhan tumor cepat
- Nodul teraba keras
- Fiksasi daerah sekitar
- Paralisis pita suara
- Pembesaran kelenjar limfe regional
- Adanya metastasis jauh
BAB CIIIBerikut ini adalah yang termasuk ke dalam curiga keganasan
sedang, yaitu sebagai berikut :
- Usia > 60 tahun
- Riwayat radiasi leher
- Jenis kelamin pria dengan nodul soliter
- Tidak jelas adanya fiksasi daerah sekitar
- Diameter lebih besar dari 4 cm dan kistik

27

BAB CIVSemenara yang termasuk ke dalam curiga keganasan rendah


adalah gejala selain yang disebutkan di atas.
BAB CV
CV.1.

Klasifikasi

BAB CVIKlasifikasi karsinoma tiroid berdasarkan pembagian


histopatologi menurut Brennan dan Bloomer (1982):
1. Well differentiated carcinoma (75%)
Adenokarsinoma papiler
Adenokarsinoma folikuler
Hurthle cell carcinoma
2. Undifferentiated carcinoma (anaplastic) (20%)
Small cell carcinoma
Giant cell carcinoma
3. Karsinoma meduler (4%)
4. Tumor ganas lainnya (1%)
Sarkoma
Limfoma
Karsinoma epidermoid
Metastasis tumor
Teratoma malignan
BAB CVII

BAB CVIII
CVIII.1. Diagnosis
BAB CIXUntuk menegakkan diagnosis pada kasus ini diperlukan
pemeriksaan sebagai berikut :
1. Anamnesa dan pemeriksaan fisik
2. Pemeriksaan laboratorium

28

3.
4.
5.
6.
7.

Pemeriksaan USG
Pemeriksaan scanning tiroid / sidik tiroid
Pemeriksaan needle biopsy
Pemeriksaan potong beku.
Pemeriksaan histopatologi dengan parafin coupe

BAB CXDiagnosis pasti adalah pemeriksaan histopatologi, pemeriksaan


FNAB belum dapat menggantikan pemeriksaan ini.

BAB CXI
CXI.1.1.

Anamnesis

BAB CXIIPada anamnesa yang baik diusahakan dapat menegakkan


diagnosis yang sesuai. Kecurigaan adanya proses keganasan secara klinis pada
penderita struma nodosa, apabila ditemukan hal sebagai berikut :
a. Pengaruh usia dan jenis kelamin : Apabila nodul tiroid terjadi pada usia
dibawah 20 tahun atau diatas 50 tahun mempunyai resiko malignansi lebih
tinggi

29

b. Pengaruh radiasi di daerah leher dan kepala: Radiasi pada masa anak-anak
dapat menyebabkan malignansi pada tiroid 33-37 %
c. Kecepatan tumbuh tumor
Nodul jinak membesar dalam waktu yang tidak terlalu cepat
Nodul ganas membesar dalam waktu yang cepat
Nodul anaplastik membesar dengan sangat cepat
Kista dapat membesar dengan cepat
d. Riwayat gangguan mekanik di daerah leher: Keluhan gangguan menelan,
perasaan sesak, perubahan suara dan nyeri (dysfagia) dapat terjadi akibat
desakan dan/atau infiltrasi tumor.
e. Riwayat penyakit serupa pada keluarga (karsinoma tiroid atau panyakit:
yang

tergolong

pada

multipel

endokrin

neoplasma

II

(phaeochromocitoma , mukosal neuroma dan ganglioneuromatosis,


paratiroid hiperplasia))
BAB CXIII
CXIII.1.1.

Pemeriksaan Fisik

BAB CXIVPemeriksaan fisik penyakit tiroid terdiri dari inspeksi, palpasi,


dan auskultasi bila diperlukan.
1. Inspeksi:
Adanya benjolan di leher depan atau lateral
Bila terlihat sesak, waspada adanya penekanan pada trakea
2. Palpasi:
Benjolan kita palpasi, kalau dari tiroid maka pada waktu menelan
akan ikut ke atas.
Pada tumor primer dapat berupa suatu nodul soliter atau multipel
dengan konsistensi bervariasi dari kistik sampai dengan keras
bergantung dari jenis patologi anatominya tetapi biasanya massa
yang merupakan suatu karsinoma berukuran > 4 cm dengan
konsistensi keras dan tidak bisa digerakkan dari dasarnya.
Bila kelenjar besar sekali tetapi belum terlihat gejala sesak napas,
kita bisa tetap curiga ada tidaknya penekanan pada trakhea,
caranya dengan menekan lobus lateral kelenjar maka akan timbul
stridor akibat penekanan pada trakea.
Ada tidaknya pembesaran KGB regional secara lengkap.
Ada tidaknya benjolan pada tulang belakang, clavicula, sternum
serta tempat metastase jauh lainnya di paru, hati, ginjal dan otak.

30

BAB CXVMeskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple,
namun pada umumnya pada keganasan nodulnya biasanya soliter dan
konsistensinya keras sampai sangat keras. Yang multiple biasanya tidak ganas
kecuali apabila salah satu dari nodul tersebut lebih menonjol dan lebih keras dari
pada yang lainnya. Nodul soliter pada tiroid kemungkinan ganasnya 15-20%,
sedangkan nodul multipel mempunyai kemungkinan 5%. Apabila suatu nodul
nyeri pada penekanan dan mudah digerakkan, kemungkinannya ialah suatu
perdarahan ke dalam kista, suatu adenoma atau tiroditis. Tetapi kalau nyeri dan
sukar digerakkan kemungkinan besar suatu karsinoma.
BAB CXVINodul yang tidak nyeri, apabila multiple dan bebas dan
digerakan mungkin ini merupakan komponen struma difus atau hyperplasia tiroid.
Namun apabila nodul multiple tidak nyeri tetapi tidak mudah digerakkan ada
kemungkinan itu suatu keganasan. Adanya limfadenopati mencurigakan suatu
keganasan dengan anak sebar.
BAB CXVIIDari suatu penelitian yang dilaksanakan di Subbagian Bedah
Onkologi tentang tanda-tanda klinis kecurigaan pada keganasan dengan ketepatan
sebesar 82,6 % untuk keadaan :
a. Batas nodul yang tidak tegas
b. Nodul dengan konsistensi keras
c. Nodul disertai pembesaran kelenjar getah bening leher
d. Letak nodul di isthmus
BAB CXVIIIPermukaan nodul yang berbenjol (tidak rata)
CXVIII.1.1. Pemeriksaan Laboratorium
BAB CXIXTidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk
membantu diagnosis karsinoma tiroid, kecuali untuk karsinoma jenis meduler.
Pada karsinoma jenis meduler, pemeriksaan kadar kalsitonin dan penting untuk
diagnostik maupun untuk follow up setelah terapi.

Langkah pertama adalah

menentukan status fungsi tiroid pasien dengan memeriksa kadar TSH (sensitif)
dan T4 bebas (Free T4 atau FT4). Pada keganasan tiroid, umumnya fungsi tiroid
normal. Namun, perlu diingat bahwa abnormalitas fungsi tiroid tidak
menghilangkan kemungkinan keganasan meskipun memang kecil.

31

BAB CXXPemeriksaan kadar antibodi antitiroid peroksidase dan antibodi


antitiroglobulin penting untuk diagnosis tiroiditis kronik Hashimoto, terutama bila
disertai peningkatan kadar TSH. Sering pada Hashimoto juga timbul nodul baik
uni/bilateral sehingga pada tiroiditis kronik Hashimoto pun masih mungkin
terdapat keganasan..
BAB CXXIPemeriksaan kadar tiroglobulin serum untuk keganasan tiroid
cukup sensitif tetapi tidak spesifik karena peningkatan kadar tiroglobulin juga
ditemukan pada tiroiditis, penyakit Graves, dan adenoma tiroid. Pemeriksaan
kadar tiroglobulin sangat baik untuk monitor kekambuhan karsinoma tiroid
pascaterapi. Tetapi tidak dapat untuk memonitor karsinoma tiroid medulare dan
anaplastik, karena sel anaplastik tidak mensekresi tiroglobulin. Pada pasien
dengan riwayat keluarga karsinoma tiroid medulare, tes genetik dan pemeriksaan
kadar kalsitonin perlu dikerjakan. Bila tidak ada kecurigaan ke arah karsinoma
tiroid medulare atau neoplasia endokrin multipel II, pemeriksaan kalsitonin tidak
dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin.
BAB CXXII Apabila meningkat kadar tiroglobulin setelah total
tiroidektomi, kecurigaan pada rekurensi / metstasis, dan perlu diselidiki lebih
lanjut. Kadar Tg serum normal 1,5 3,0 ng/ml. Pada kelainan jinak rata-rata 323
ng/ml dan apada keganasan rata-rata 424 ng/ml.
BAB CXXIIIPada karsinoma tiroid kadar serum T3 dan T4 umumnya normal.
Perlu diingat bahwa abnormalitas fungsi tiroid baik hiper atau hipotiroid tidak
menghilangkan kemungkinan keganasan, meskipun sangat kecil.
CXXIII.1.1. Pemeriksaan USG
BAB CXXIVDengan pemeriksaan USG dapat dibedakan antara yang
padat dan cair (nodul solid atau kistik). Selain itu

dengan berbagai

penyempurnaan, sekarang USG dapat membedakan beberapa bentuk kelainan


tetapi belum dapat membedakan dengan pasti apakah suatu nodul itu ganas atau
jinak. Pemeriksaan ini mudah dilakukan tetapi interpretasinya agak lebih sukar
dari pada sidik tiroid. Selain itu USG juga digunakan sebagai penuntun dalam
tindakan radiologi.

32

BAB CXXVUSG pada evaluasi awal nodul tiroid dilakukan untuk


menentukan ukuran dan jumlah nodul. USG pada nodul dingin sebagian besar
akan menghasilkan gambaran solid, campuran solid-kistik dan sedikit kista
simpel. USG juga dikerjakan untuk menentukan multinodularitas yang tidak
teraba dengan palpasi, khususnya pada individu dengan riwayat radiasi pengion
pada daerah kepala dan leher.
BAB CXXVIGambaran USG yang didapat dibedakan atas dasar kelainan
yang difus atau fokal yang kemudian juga dibedakan atas dasar derajat ekonya
yaitu hipoekoik, isoekoek atau campuran. Kelainan-kelainan yang dapat
didiagnosis secara USG ialah:
1. Kista : kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoeiksonolusen, dindingnya
tipis.
2. Adenoma/nodul padat : iso atau hiperekoik, kadang disertai halo yaitu
suatu lingkaran hipoekoik di sekelilingnya.
3. Kemungkinan karsinoma : nodul padat biadanya tanpa halo.
4. Toroditis : hipoekoek difus meliputi seluruh kelenjar.
BAB CXXVII

Keuntungan USG antara lain :


1. Dapat dilakukan kapan saja
2. Tidak perlu persiapan

33

3. Lebih aman
4. Dapat dilakukan pada wanita hamil dan anak-anak
CXXVII.1.1. Pemeriksaan FNAB
BAB CXXVIIIDapat dilakukan dengan cara needle core biopsy atau
FNBA ( biopsi jarum halus). Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) atau Fine
Needle Aspiration

(FNA), mempergunakan jarum suntik no. 22-27 cara ini

mudah aman dapat dilakukan dengan berobat jalan. Dibandingkan dengan biopsy
cara lama (jarum besar), biopsi jarum halus tidak nyeri, tidak menyebabkan dan
hampir tidak ada bahaya penyebaran sel-sel ganas pada kista, dapat juga dihisap
cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul, jadi selain diagnostik, bisa
juga terapeutik.
BAB CXXIXBAJAH merupakan metode yang sangat efektif untuk
membedakan nodul jinak atau ganas. Keterbatasan metode ini adalah sering
ditemukan hasil yang tidak adekuat sehingga tidak dapat dinilai. Keterbatasan
yang lain adalah tidak mampu membedakan neoplasma sel folikular dan sel Hurtle
adalah jinak atau ganas karena keduanya mirip. Keduanya bisa dibedakan dari ada
atau tidak adanya invasi kapsul atau invasi vaskular pada pemeriksaan
histopatologis sediaan dari operasi.
BAB CXXXAda beberapa kerugian pada biopsi, jarum ini yaitu dapat
memberikan hasil negatif palsu atau positif palsu. Negative palsu karena lokasi
biopsi kurang tepat, teknik biopsi yang kurang benar atau preparat yang kurang
baik dibuatnya. Hasil positif palsu terjadi karena salah interpretasi oleh ahli
sitologi. Prosedur ini semakin lama semakin banyak dipakai. Bagi yang belum
menerima memberikan beberapa alasan antara lain :
- Jaringan yang memadai atau jaringan tumor sering sukar didapat walaupun
dikerjakan oleh yang berpengalaman
- Kekhawatiran terjadinya penyebaran sel-sel ganas dan implantasi di kulit.
- Keengganan dan kesukaran dalam pembacaan untuk membuat diagnosis oleh
patolog dari jaringan yang minim.
- Ahli bedah sering menemukan perlengketan-perlengketan sebagai akibat
tindakan ini, yang mempersulit tindakan bedah.
BAB CXXXIHasil BAJAH dibagi menjadi empat kategori yaitu :

34

1.
2.
3.
4.

Jinak
Mencurigakan
Ganas
Tidak adekuat.
BAB CXXXIIBeberapa faktor yang menyebabkan hasil yang tidak
adekuat adalah operator kurang terampil, vaskularitas nodul, terdapat lesi kistik,
posisi nodul sulit (kecil dan di posterior), dan pengenceran aspirat dalam darah
atau cairan kista.
BAB CXXXIIIUntuk mengurangi hasil yang tidak adekuat tersebut,
dianjurkan mengulang BAJAH apabila nodul masih teraba setelah aspirasi cairan
kista, atau menggunakan USG untuk menuntun tindakan BAJAH khususnya
untuk nodul tiroid yang sulit.
BAB CXXXIVJenis karsinoma yang dapat segera ditentukan adalah
karsinoma papilare, medulare atau anaplastik. Sedangkan untuk jenis folikulare,
untuk membedakannya dengan adenoma folikulare dan adenomatosus goiter,
harus dilakukan pemeriksaan histopatologi, yang dapat memperlihatkan adanya
invasi kapsul tumor atau invasi vaskuler.

BAB CXXXV
BAB CXXXVI
CXXXVI.1.1. Pemeriksaan Histopatologi
BAB CXXXVIIPemeriksaan ini menggunakan parafin coupe merupakan
pemeriksaan definitif atau gold standar. Untuk kasus inoperable, jaringan diambil
dengan biopsi insisi. Terdapat 4 tipe histologi mayor :
1. Papillary carcinoma (including follicular variant of papillary carcinoma)
2. Follicular carcinoma (including Hurthle cell carcinoma)
3. Medullary carcinoma

35

4. Undifferentiated (anaplastic) carcinoma


BAB CXXXVIII
BAB CXXXIX
BAB CXL
BAB CXLI
BAB CXLII
BAB CXLIII
BAB CXLIV
CXLIV.1. Stadium
BAB CXLVStadium pada keganasan tiroid ini sedikit unik dibandingkan dengan
yang lainnya, oleh karena dia tidak saja berdasarkan pada histology, ekstensi
local, regional dan metastasis jauh, tetapi juga berdasarkan umur.
BAB CXLVIAmerican Joint Committee on Cancer (AJCC)
BAB CXLVIITNM Staging For Thyroid Cancer
BAB CXLVIII
BAB CXLIXPrimary Tumor (T)
BAB CLNote: All categories may be subdivided: (A) solitary tumor, (b) multifocal
tumor (the largest determines the classification).
BAB CLITX Primary tumor cannot be assessed
BAB CLIIT0 No evidence of primary tumor
BAB CLIIIT1

Tumor 2 cm or less in greatest dimension limited to the

thyroid
BAB CLIVT2Tumor more than 2 cm but not more than 4 cm in greatest
dimension limited to the thyroid
BAB CLVT3 Tumor more than 4 cm in greatest dimension limited to the thyroid
or any tumor with minimal extrathyroid extension (eg, extension to
sternothyroid muscle or perithyroid soft tissues)
BAB CLVIT4a

Tumor of any size extending beyond the thyroid capsule to

invade subcutaneous soft tissues, larynx, trachea, esophagus, or recurrent


laryngeal nerve

36

BAB CLVIIT4b

Tumor invades prevertebral fascia or encases carotid artery

or mediastinal vessels
BAB CLVIIIAll anaplastic carcinomas are considered T4 tumors.
BAB CLIXT4a

Intrathyroidal anaplastic carcinoma surgically resectable

BAB CLXT4b

Extrathyroidal

anaplastic

carcinoma

surgically

unresectable
BAB CLXI
BAB CLXIIRegional Lymph Nodes (N)
BAB CLXIIIRegional lymph nodes are the central compartment, lateral cervical,
and upper mediastinal lymph nodes.
BAB CLXIVNX

Regional lymph nodes cannot be assessed

BAB CLXVN0

No regional lymph node metastasis

BAB CLXVIN1

Regional lymph node metastasis

BAB CLXVIIN1a

Metastasis to Level VI (pretracheal, paratracheal, and

prelaryngeal/Delphian lymph nodes)


BAB CLXVIIIN1b Metastasis to unilateral, bilateral, or contralateral cervical
or superior mediastinal lymph nodes
BAB CLXIX
BAB CLXXDistant Metastasis (M)
BAB CLXXIMX

Distant metastasis cannot be assessed

BAB CLXXIIM0

No distant metastasis

BAB CLXXIIIM1

Distant metastasis

BAB CLXXIVStage grouping:


BAB CLXXVSeparate stage groupings are recommended for papillary or
follicular, medullary, and anaplastic (undifferentiated) carcinoma.
BAB CLXXVI
BAB CLXXVII
BAB CLXXVIII
BAB CLXXIX
BAB CLXXX
BAB CLXXXI

37

BAB CLXXXII
BAB CLXXXIII
BAB CLXXXIV
BAB CLXXXV
BAB CLXXXVI
BAB CLXXXVII
BAB CLXXXVIII
BAB CLXXXIX
BAB CXC
BAB CXCI
BAB CXCII
CXCII.1. Penatalaksanaan

38

BAB CXCIII

39

BAB CXCIV

40

BAB CXCV

BAB CXCVIPenatalaksanaan karsinoma tiroid terdiri dari:


1. Operatif (pembedahan)
2. Non operatif, yaitu dengan:
a. Radioterapi
b. Kemoterapi
c. Hormonal terapi
CXCVI.1.1. Operatif
BAB CXCVIIBila

tonjolan

tunggal

tiroid

sudah

ditentukan,

dilakukan

pembedahan yang pada prinsipnya melakukan pembuangan jaringan tiroid


sesedikit-sedikitnya pada kelainan non neoplasma. Untuk melakukan hal ini
perlu dibantu dengan pemeriksaan potong beku, meskipun hal ini tidak selalu
dapat dilakukan karena kesulitan teknik atau kesukaran diagnostik.

41

Pengobatan pilihan adalah pembedahan, jenis pembedahan tergantung ekstensi


tumor.
BAB CXCVIIIPembedahan struma dapat dibagi menjadi bedah diagnostik dan
terapeutik. Bedah diagnostik dapat berupa biopsi insisi atau biopsi eksisi.
Bedah terapeutik bersifat ablatif berupa :
o Tiroidektomi totalis
BAB CXCIXPengangkatan semua lobus tiroid beserta KGB sekitarnya
BAB CC
o Tiroidektomi subtotal
BAB CCIPengangkatan sebagian besar lobus kanan dan sebagian besar lobus kiri
( multinoduler ) dari jaringan tiroid dengan masing-masing disisakan kapsul
posterior kurang lebih 3 gram yang berlokasi di bagian posterior dari kedua
lobus dimana dekat dengan nervus rekurens dan glandula paratiroid.
o Near total tiroidektomi
BAB CCIIPengangkatan hampir seluruh jaringan kelenjar tiroid dengan
meninggalkan sebagian kecil jaringan. Near total tiroidektomi dapat dilakukan
untuk mengurangi resiko kerusakan nervus laringeal rekuren atau glandula
paratiroid.
o Lobektomi totalis
BAB CCIIIPengangkatan satu lobus tiroid kiri atau kanan
o Subtotal lobektomi
BAB CCIVPengangkatan sebagian besar lobus kanan atau kiri dengan disisakan
kapsul posterior lalu disisakan 3 gram
o Ismolobektomi
BAB CCVPengangkatan satu atau dua lobus tiroid dengan ismus
o Radical Neck Dissection (RND)
BAB CCVIPengangkatan seluruh tumor ganas dan KGB sekitar dari level 1 5
serta jaringan limfoid di daerah leher sisi yang bersangkutan dengan batasbatas:

Batas atas : margo inferior mandibula

42

Batas belakang : M. Trapezius

Batas bawah : antara Clavicula dengan midline sternum

Batas Medial : garis tengah leher

Dasar : M. Scalenus
BAB CCVIIYang juga menyertakan N. Acessorius, V. Jugullaris Interna et
Externa, M. Sternocleidomastoideus, dam M. Omohyoideus, kelenjar ludah
submandibularis, dan parotis.
BAB CCVIIIBatasan level :

o Level 1

Submandibularis dan Submentalis

o Level 2

Upper Jugularis

o Level 3

Mid Jugularis

o Level 4

Lower Jugularis

o Level 5

Post triangle

CCVIII.1.1. Nonoperatif
a. Radioterapi
BAB CCIXRadioterapi adalah penggunaan radiasi ion di bidang kedokteran
sebagai satu bagian pengobatan kanker dengan mengontrol pertumbuhan sel
ganas dengan cara menghancurkan sel kanker atau merusak sel tersebut
sehingga tidak dapat bermultiplikasi lagi. Radioterapi digunakan sebagai
terapi kuratif maupun bersifat adjuvan. Lapangan radiasi juga mencakup
jaringan limfonodus dan pembuluh darah yang menjadi risiko utama untuk
metastase tumor. Walaupun radiasi ini akan mengenai seluruh sel, tetapi
umumnya sel normal lebih tahan terhadap radiasi dibandingkan dengan sel
kanker.
BAB CCXBila tumor sudah inoperabel atau pasien menolak operasi lagi untuk
lobus kontralateral,dilakukan:
BAB CCXIa. Radiasi interna dengan I131
BAB CCXIIb.Radiasi externa, memberikan hasil yang cukup baik untuk tumortumor inoperabel atau anaplastik yang tidak berafinitas terhadap I131

43

BAB CCXIII
BAB CCXIVKegunaan radioterapi adalah sebagai berikut:
BAB CCXV Mengobati : banyak kanker yang dapat disembuhkan dengan
radioterapi, baik dengan atau tanpa dikombinasikan dengan pengobatan lain
seperti pembedahan dan kemoterapi.
BAB CCXVI Mengontrol : Jika tidak memungkinkan lagi adanya penyembuhan,
radioterapi berguna untuk mengontrol pertumbuhan sel kanker dengan
membuat sel kanker menjadi lebih kecil dan berhenti menyebar
BAB CCXVII Mengurangi gejala : Selain untuk mengontrol kanker, radioterapi
dapat mengurangi gejala yang biasa timbul pada penderita kanker seperti rasa
nyeri dan juga membuat hidup penderita lebih nyaman.
BAB CCXVIII Membantu pengobatan lainnya : terutama post operasi dan
kemoterapi yang sering disebut sebagai adjuvant therapy atau terapi
tambahan dengan tujuan agar terapi bedah dan kemoterapi yang diberikan
lebih efektif.
BAB CCXIX
BAB CCXXDosis yan digunakan adalah sebagai berikut:
BAB CCXXI Dosis kecil, yaitu sebesar 5-30 millicuries (mCi) pada penderita
hipertiroid
BAB CCXXII Dosis sedang yaitu 25-75 mCi digunakan untuk mengecilkan
ukuran tiroid yang membesar tetapi mempunyai fungsi yang normal.
BAB CCXXIII Dosis besar yaitu 30-200mCi digunakan untuk menghancurkan
sel

kanker

tiroid.

Bila ahli radiologi akan memberikan dosis yang lebih tinggi, maka penderita
akan diminta untuk tinggal di dalam ruang yang terisolasi selama 24 jam
untuk menghindari paparan dengan orang lain.
BAB CCXXIV

b. Kemoterapi
BAB CCXXVTidak banyak berperan. Diberikan pada karsinoma anaplastik
karena radiasi internal dan hormonal tidak bermanfaat lagi. Obat yang
diberikan adalah adriamisin tunggal atau kombinasi dengan cyspaltinum

44

BAB CCXXVI

c. Hormonal Terapi
BAB CCXXVIISifat pemberian terapi ini adalah untuk suplementasi setelah total
tiroidektomi, di samping untuk suplementasi kebutuhan, terapi hormonal
bertujuan menekan TSH yang diduga ikut berperan dalam merangsang proliferasi
pertumbuhan sel-sel maligna. Hormon yang diberikan ialah preparat tiroksin atau
triyodo tiroksin. Terapi supresi L-tiroksin terhadap sekresi TSH dalam jangka
panjang dapat memberikan efek samping di berbagai organ target, seperti tulang
(meningkatnya bone turnover, bone loss), dan jantung.
BAB CCXXVIII
BAB CCXXIX
BAB CCXXX
BAB CCXXXI
BAB CCXXXII
BAB CCXXXIII
BAB CCXXXIV
SIMPULAN
BAB CCXXXV
BAB CCXXXVIStruma merupakan pembesaran kelenjar tiroid. Secara
umum fungsi dari tiroid sendiri adalah memproduksi hormone tiroid yang
mengatur metabolisme tubuh. Secara klinis struma dapat dibedakan menjadi
struma difus dan struma nodular sedangkan secara fisiologis, struma dapat
dibedakan menjadi struma toksik dan nontoksik, berdasarkan ada atau tidaknya
gejala hipertiroid. Kepentingan utama evaluasi struma adalah untuk membedakan
antara hiperplasia dengan neoplasma.
BAB CCXXXVIIKarsinoma tiroid secara garis besar terbagi menjadi
empat, yaitu karsinoma papilaris, folikular, medular, dan anaplastik. Karsinoma
papilaris merupakan karsinoma yang paling sering ditemui namun prognosisnya
paling baik. Sementara karsinoma anaplastik merupakan karsinoma yang
prognosisnya paling buruk.
BAB CCXXXVIIIDAFTAR PUSTAKA
BAB CCXXXIX

45

BAB CCXLAmerican Thyroid Association Updates Guidelines for Thyroid


Nodules and Cancer. From : http://www.medscape.com
BAB CCXLIDevita, Hellman, and Rosenbergs : CANCER Principles & Practice
of Oncology: Thyroid Tumors, Chapter 44. From: www.cancerppo8.com
BAB CCXLIIDiagnostic
testing
for
papillary
carcinoma.
From:
http://www.medhelp.org/posts/Thyroid/Diagnostic-testing-for-papillarycarcinoma/show/264509
BAB CCXLIIIDoherty, Gerrard M. 2006. Malignant tumors of the thyroid. In
current Surgical Diagnosis & Treatment. Lange Medical Publication. Hal:
283-285.
BAB CCXLIVGanong, W.F. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
BAB CCXLVGrace Pierce A, Borley Niel R. 2006. Benjolan Leher dan
Keganasan Tiroid. At a Glance, Ilmu Bedah, Erlangga. Hal: 10 & 134
BAB CCXLVIHassan, Irmawati.1997. Kelainan pada Kelanjar Tiroid/Gondok.
Jakarta: Universitas Tarumanagara UPT Penerbitan.
BAB CCXLVIIHow is Thyroid Cancer Diagnosed. From : http://www.acs.com
BAB CCXLVIIIHurthel Cell Cancer. From : http://www.emedicine.com
BAB CCXLIXMoeljanto, Djoko R. 2006. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan
Hipertiroidisme dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi
Keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 1933
1943
BAB CCLMansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. 2000.
Karsinoma Tiroid. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Edisi Ketiga.
Medika Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Hal 287-231
BAB CCLIRamli, Muchlis. 2000. Kanker Tiroid Penatalaksanaan Diagnosis dan
Terapi dalam Deteksi Dini Kanker. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal 9
31
BAB CCLIIRisk Factor for Thyroid Cancer. From : http://www.acs.com

46

BAB CCLIIISjamsuhidajat R. Jong WD. 1997. Sistem Endokrin. Dalam : Buku


Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hal: 926-940.

47

Anda mungkin juga menyukai