Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari hari, sering kali kita melihat dan
mendengar berita tentang korupsi, ,baik yang di peroleh melalui media cetak
maupun media eletronik. Hampir setiap hari kita di suguhi kabar berita tentang
korupsi,.hingga masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi dengan kata
korupsi.
Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruptus atau corruption
yang berarti menyalah gunakan atau menyimpang . Didalam kamus besar
bahasa Indonesia korupsi adalah tindakan yang menyebabkan negara
menjadi bangkrut dengan pengaruh luar biasanya seperti hancurnya
perekonomian,,pelayanan kesehatan tidak memadai , rusaknya sistem
pendidikan , dan lain sebagainya.
Korupsi di negeri Indonesia ini, sudah merambah di berbagai lembaga,
departement,instansi serta wilayah lainnya dan tidak hanya terjadi di tingkat
pusat saja tetapi sampai tingkat pedesaan ,baik dalam

skala kecil yang

bernilai ribuan rupiah sampai dalam skala besar yang bernilai triliunan
rupiah,baik dilakukan secara perorangan maupun berkelompok.
Ada yang mengibaratkan kalau dulu korupsi dilakukan di bawah meja
apa yang terjadi sekarang korupsi tidak hanya di lakukan di bawah meja tetapi
bahkan mejanyapun ikut di korupsi .
Tingkat korupsi yang sudah sampai sedemikian itu,jelas memerlukan
penanganan yang serius dari semua komponen bangsa ,tidak hanya di
tangani oleh satu kelompok / komponen saja.Jika korupsi yang sedemikian itu

di biarkan maka Indonesia tidak akan mencapai kemajuan seperti yang di


harapkannya.Rakyat Indonesia akan menjadi miskin dan menderita,karena
korupsi yang seperti itu membuat pelayanan publik menjadi buruk dan selalu
beraroma penyuapan serta penyediaan sarana & prasarana juga menjadi
buruk karena anggarannya menjadi berkurang, kemudian harga barangbarang kebutuhan menjadi mahal dll.
Inilah gambaran nyata yang terjadi di Indonesia. Sungguh sesuatu yang
ironis dan menyedihkan di Negara berpenduduk muslim terbesar di dunia
ternyata korupsinya sampai sedemikian itu .
Dalam makalah yang di sampaikan ini penulis mencoba mengulas
dampak yang diakibatkan dari masalah korupsi,harapan kami mudah
mudahan dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Dampak Ekonomi karena Korupsi
Korupsi tampaknya telah menjadi budaya yang mendarah daging di negeri
kita tercinta ini, Indonesia. Sebagai negara yang menggunakan adat dan budaya
ketimuran yang sangat menjunjung tinggi nilai - nilai moralitas dan kejujuran, sangat
miris rasanya bila mengetahui bahwa negara ini menempati posisi 2 sebagai negara
terkorup di Asia pasifik menurut survei dari The World Justice Project. Sebelum kita
membahas apa dampak korupsi, sebaiknya kita bahas dulu apa itu korupsi. Menurut
KBBI, korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara untuk
keuntungan pribadi atau orang lain. Sementara dari arti kebahasaan, korupsi berasal
dari bahasa latin yaitu corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk,
rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Menurut penulis sendiri, korupsi
berarti seseorang yang menyalahkan wewenangnya untuk kepentingan diri sendiri
tetapi merugikan institusinya dan orang banyak.
Mengapa

korupsi

dapat

tumbuh

subur

di

Indonesia?

Ada

banyak

penyebabnya. Salah satunya ialah kesejahteraan masyarakat yang kurang, hal ini
disebabkan oleh gaji dan pendapatan yang rendah dan mental orang Indonesia yang
ingin cepat kaya tanpa mau berusaha dan bekerja keras. Budaya di Indonesia
sendiri yang masih money oriented menyebabkan banyak orang berlomba-lomba
untuk mendapatkan uang tanpa memikirkan halal haramnya. Ditambah lagi sistem
birokrasi Indonesia yang merupakan warisan budaya kolonial Belanda yang rumit
membuka celah-celah bagi orang-orang yang ingin melaksanakan praktik korupsi.
Apalagi kini nilai - nilai agama yang semakin luntur membuat banyak orang mudah
tergiur dengan praktik korupsi.
Dari segi ekonomi sendiri, korupsi akan berdampak banyak perekonomian
negara kita. Yang paling utama pembangunan terhadap sektor - sektor publik

menjadi tersendat. Dana APBN maupun APBD dari pemerintah yang hampir semua
dialokasikan untuk kepentingan rakyat seperti fasilitas-fasilitas publik hampir tidak
terlihat realisasinya, kalaupun ada realisasinya tentunya tidak sebanding dengan
biaya anggaran yang diajukan. Walaupun belum banyak buktinya, jelas ini
merupakan indikasi terhadap korupsi. Tidak jelasnya pembangunan fasilitas fasilitas publik ini nantinya akan memberi efek domino yang berdampak sistemik
bagi publik, yang dalam ini adalah masyarakat. Contoh kecilnya saja, jalan - jalan
yang rusak dan tidak pernah diperbaiki akan mengakibatkan susahnya masyarakat
dalam melaksanakan mobilitas mereka termasuk juga dalam melakukan kegiatan
ekonomi mereka. Jadi akibat dari korupsi ini tidak hanya mengganggu perekonomian
dalam skala makro saja, tetapi juga mengganggu secara mikro dengan
terhambatnya suplai barang dan jasa sebagai salah satu contohnya.
Karena terhambatnya segala macam pembangunan dalam sektor-sektor
publik, Kebijakan- kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah tidak akan optimal lagi.
Segala macam kebijakan-kebijakan yang pro rakyat dibuat pemerintah akan menjadi
sia - sia hanya karena masalah korupsi. Hal ini akan menambah tingkat kemiskinan,
pengangguran dan juga kesenjangan sosial karena dana pemerintah yang harusnya
untuk rakyat justru masuk ke kantong para pejabat dan orang - orang yang tidak
bertanggung jawab lainnya. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak optimal ini
akan menurunkan kualitas pelayanan pemerintah di berbagai bidang. Menurunnya
kualitas pelayanan pemerintah akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah. Kepercayaan masyarakat yang semakin berkurang dapat membuat
masyarakat menjadi marah. Kita bisa lihat contoh di Tunisia, Mesir dan Libya di
mana kemarahan masyarakat dapat menggulingkan pemerintah, mereka melakukan
hal - hal tersebut utamanya karena masalah ekonomi. Pada tahun 1998 pun
kerusuhan yang ada di dipicu oleh masalah ekonomi, yakni krisis moneter yang jika
dikaji penyebabnya ialah karena masalah korupsi. Bukan hal tersebut akan terulang
jika korupsi masih merajalela dan pemerintah tidak menanggapi masalah ini dengan
serius.
Dari segi investor sendiri, dengan adanya korupsi di dalam tubuh pemerintah
membuat produsen harus mengeluarkan cost tambahan untuk menyelesaikan
masalah birokrasi. Bertambahnya cost ini tentunya akan merugikan mereka.

Sementara bagi para investor asing, mereka akan tidak tertarik untuk berinvestasi di
Indonesia karena masalah birokrasi yang menjadi ladang korupsi ini dan beralih
untuk berinvestasi di negara lain. Hal ini akan merugikan negara karena dengan
adanya investasi asing negara kita akan mendapatkan penghasilan yang besar
melalui pajak, begitu juga dengan masyarakat, mereka akan mendapatkan lapangan
kerja dan penghasilan. Akan tetapi gara - gara korupsi, semuanya menghilang begitu
saja. Masalah tingginya tingkat pengangguran dan rendahnya tingkat kesejahteraan
pun menjadi tak teratasi. Dari UKM sendiri yang merupakan tonggak perekonomian
Indonesia, adanya korupsi membuat mereka menjadi tidak berkembang. Pemerintah
menjadi tidak peduli terhadap mereka lagi karena dalam sektor UKM sendiri tidak
banyak "menguntungkan" bagi pemerintah. Padahal, lagi - lagi UKM sendiri
merupakan usaha yang sifatnya massal dan banyak menyedot lapangan kerja. Tidak
berkembangnya UKM ini juga akan menyebabkan tingginya tingkat pengangguran
dan rendahnya tingkat kesejahteraan. Apalagi dengan adanya China ASEAN Free
Trade Agreement tentunya akan semakin menyulitkan bagi sektor UKM untuk
berkembang.
Kalau dari pemerintah yang merupakan tempatnya koruptor, mereka pasti
akan memindahkan uang-uang hasil korupsi yang mereka dapatkan ke rekening di
bank - bank negara asing. Padahal uang tersebut seharusnya merupakan uang
negara yang akan diinvestasikan di negara ini dan mereka malah membawa uang
tersebut ke luar negeri. Hal ini akan membuat pembangunan ekonomi menjadi
tersendat tentunya. Dengan korupsi juga, pemerintah tidak akan lagi pro kepada
masyarakat. Mereka akan pro kepada para pengusaha kotor yang memberi suap.
Kebijakan - kebijakan yang mereka lakukan akan menguntungkan para pengusaha
licik ini. Bahkan mungkin saja mereka akan tega menjual sektor-sektor vital negara,
juga membuat kebijakan - kebijakan yang tidak pro rakyat hanya untuk kepentingan
pribadi.

Masalah korupsi ini sebenarnya bisa untuk diberantas, asalkan pemerintah


mau dan benar-benar berkomitmen untuk memberantas masalah korupsi. Akan
tetapi pemerintah terlihat setengah-setengah untuk memberantas masalah korupsi.
Bahkan, Presiden SBY pun hanya bisa mengecam tindakan orang yang merampok

uang negara sebesar Rp 103 T. Tidak ada yang bisa pemerintah lakukan terhadap
hal tersebut. Kita bisa melihat bahwa tidak ada Undang - Undang yang
memberatkan para koruptor. Penegakan hukum terhadap para koruptor juga sengat
lemah. Sampai saat ini tidak ada satu pun koruptor yang menerima hukuman berat.
Sebagian besar koruptor hanya mendapatkan hukuman penjara yang tidak
sebanding dengan apa yang telah mereka curi. Di dalam penjara pun mereka juga
mendapatkan fasilitas yang berbeda dengan tahanan lain, fasilitas yang lebih
mewah. Pemerintah juga terlihat tidak serius mendukung KPK, bahkan beberapa
waktu yang lalu ketua DPR kita memberi usul untuk membubarkan KPK. Padahal
KPK merupakan salah satu komisi yang efektif untuk memberantas korupsi. Seperti
kita tahu, usulan pembentukan KPK di daerah serta pembangungan penjara khusus
koruptor ditolak oleh pemerintah, seharusnya hal itu tak perlu terjadi. Sudah
seharusnya pemerintah berkomitmen penuh untuk memberantas korupsi. Sudah
seharusnya DPR mendukung penuh dengan membuat Undang - Undang dan
kebijakan - kebijakan yang memudahkan KPK. Selain itu, penegakan hukum
terhdapat koruptor juga harus diperbaiki. Pemerintah juga perlu untuk mengubah
Undang - Undang yang harus memberatkan para koruptor. Pemerintah juga harus
transparan dalam melakukan segala sesuatu. Pemerintah juga harus mendukung
penuh KPK dalam melaksanakan tugasnya. Kita juga tahu yang namanya prinsipprinsip Good Corporate Governance yang meliputi transparansi, akuntabilitas,
pertanggung jawaban, independen, dan adil. Sudah sewajarnya prinsip -prinsip
tersebut dilaksanakan pemerintah. Setiap orang dari pemerintahan sendiri maupun
dari luar pemerintahan juga harus berlaku jujur. Seperti yang dikatakan oleh mantan
wakil presiden kita, Jusuf Kalla "Korupsi bisa menjamur jika atasannya sendiri yang
mencontohkan". Jadi hal paling utama yang harus dilakukan untuk memberantas
korupsi ialah mengubah perilaku kita sendiri, yakni membiasakan untuk jujur dalam
melaksanakan segala sesuatu. Karena jika semua berlaku seperti itu maka negara
kita akan bebas dari korupsi.

B. Dampak Sosial dan Kemiskinan Karena Korupsi


Korupsi, tentu saja berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan
masyarakat miskin di desa dan kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan Anggaran
Pembangunan dan Belanja Nasional kurang jumlahnya. Untuk mencukupkan

anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan pendapatan negara, salah


satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Pemerintah sama sekali tidak
mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan BBM tersebut

harga-harga

kebutuhan pokok seperti beras semakin tinggi biaya pendidikan semakin mahal, dan
pengangguran bertambah. Tanpa disadari, masyarakat miskin telah menyetor 2 kali
kepada para koruptor. Pertama, masyarakat miskin membayar kewajibannya kepada
negara lewat pajak dan retribusi, misalnya pajak tanah dan retribusi puskesmas.
Namun oleh negara hak mereka tidak diperhatikan, karena duitnya rakyat miskin
tersebut telah dikuras untuk kepentingan pejabat. Kedua, upaya menaikkan
pendapatan negara melalui kenaikan BBM, masyarakat miskin kembali menyetor
negara untuk kepentingan para koruptor, meskipun dengan dalih untuk subsidi
rakyat miskin. Padahal seharusnya negara meminta kepada koruptor untuk
mengembalikan uang rakyat yang mereka korupsi, bukan sebaliknya, malah
menambah beban rakyat miskin.
Ada beberapa dampak buruk yang akan diterima oleh kaum miskin akibat
korupsi, diantaranya. Pertama, Membuat mereka (kaum miskin) cenderung
menerima pelayanan sosial lebih sedikit. Instansi akan lebih mudah ketika melayani
para pejabat dan konglemerat dengan harapan akan memiliki gengsi sendiri dan
imbalam materi tentunya, peristiwa seperti ini masih sering kita temui ditengah
tengah masyarakat. Kedua, In
vestasi dalam prasarana cenderung mengabaikan proyekproyek yang
menolong kaum miskin, yang sering terjadi biasanya para penguasa akan
membangun

prasarana

yang

mercusuar

namun

minim

manfaatnya

untuk

masyarakat, atau kalau toh ada biasanya momen menjelang kampanye dengan niat
mendapatkan simpatik dan dukungan dari masyarakat. Ketiga, orang yang miskin
dapat terkena pajak yang regresif, hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki
wawasan dan pengetahuan tentang soal pajak sehingga gampang dikelabuhi oleh
oknum. Keempat, kaum miskin akan menghadapi kesulitan dalam menjual hasil
pertanian karena terhambat dengan tingginya biaya baik yang legal maupun yang
tidak legal, sudah menjadi rahasia umum ketika seseorang harus berurusan dengan
instansi pemerintah maka dia menyediakan uang, hal ini dilakukan agar proses
dokumentasi tidak menjadi berbelitbelit bahkan ada sebuah pepatah kalau bias

dipersulit kenapa dipermudah, sebagai contoh dalam studi LPEM tahun 1994
disana ditemukan bahwa walaupun pemerintah sudah menghapus semua biaya
untuk memperoleh izin penanaman modal, para investor masih tetap harus
membayar upeti kepada orang tertentu, ini artinya budaya demikian sudah kian
mengakar, inilah yang kemudian sebagian orang saking putus asanya mengatakan
bahwa korupsi di negeri ini sudah jadi budaya jadi sulit untuk diberantas.
Selain berdampak pada kemiskinan, tidak menutup kemungkinan juga
berdampak pada pengangguran di mana seseorang yang tergolong dalam angkatan
kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Seseorang
yang tidak bekerja, tetapi tidak secara aktif mencari pekerjaan tidak tergolong
sebagai penganggur. Terbatasnya lapangan kerja mengakibatkan terjadinya
pengangguran. Penganguran timbul karena adanya ketimpangan antara jumlah
angkatan kerja dan lapangan kerja. Bagi negara yang sedang mengalami transisi
dari negara agraris menuju industrialisasi, seperti Indonesia, pengangguran banyak
dijumpai. Keahlian penduduknya dibidang agraris, sementar lapangn kerja yang ada,
menuntut yang lain. Bangkrutnya perusahaan-perusahaan pada saat krisis ekonomi
turut memperparah angka pengangguran di Indonesia.
Oleh karena itu, semakin banyaknya angka kemiskinan di Indonesia akibat
banyaknya pelaku korupsi ini, juga berdampak pada banyak sektor, seperti
banyaknya anak terlantar tidak sekolah, banyaknya pengamen di jalalanan,
pengangguran yang semakin meningkat dan seterusnya. Semua ini disebabkan
karena tidak adanya perhatian dari pemerintah, malah pada kenyataannya korupsi
justeru semakin merajalela dan nyaris tidak tertangani.

C. Dampak Birokrasi Pemerintah karena Korupsi


Korupsi, tidak diragukan, menciptakan dampak negatif terhadap kinerja suatu
sistem politik atau pemerintahan. Pertama, korupsi mengganggu kinerja sistem
politik yang berlaku. Pada dasarnya, isu korupsi lebih sering bersifat personal.
Namun, dalam manifestasinya yang lebih luas, dampak korupsi tidak saja bersifat
personal, melainkan juga dapat mencoreng kredibilitas organisasi tempat si koruptor
bekerja. Pada tataran tertentu, imbasnya dapat bersifat sosial. Korupsi yang
berdampak sosial sering bersifat samar, dibandingkan dengan dampak korupsi

terhadap organisasi yang lebih nyata. Kedua, publik cenderung meragukan citra dan
kredibilitas suatu lembaga yang diduga terkait dengan tindak korupsi. Ketiga,
lembaga politik diperalat untuk menopang terwujudnya berbagai kepentingan pribadi
dan kelompok. Ini mengandung arti bahwa lembaga politik telah dikorupsi untuk
kepentingan yang sempit (vested interest). Sering terdengar tuduhan umum dari
kalangan anti-neoliberalis bahwa lembaga multinasional seperti Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB), IF, dan Bank Dunia adalah perpanjangan kepentingan kaum
kapitalis dan para hegemoni global yang ingin mencaplok politik dunia di satu tangan
raksasa. Tuduhan seperti ini sangat mungkin menimpa pejabat publik yang
memperalat suatu lembaga politik untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Dalam kasus seperti ini, kehadiran masyarkat sipil yang berdaya dan supremasi
hukum yang kuat dapat meminimalisir terjadinya praktik korupsi yang merajalela di
masyarakat.
Sementara itu, dampak korupsi yang menghambat berjalannya fungsi
pemerintah, sebagai pengampu kebijakan negara, diantaranya:
1. Korupsi menghambat peran negara dalam pengaturan alokasi,
2. Korupsi menghambat negara melakukan pemerataan akses dan aset,
3. Korupsi juga memperlemah peran pemerintah dalam menjaga stabilitas
ekonomi dan politik.

D. Dampak Politik dan Demokrasi karena Korupsi


Dalam data Indeks Persepsi Korupsi Transparansi Internasional 2012, India
menempati peringkat ke-94 dengan skor 36, di bawah Thailand, Maroko, dan
Zambia. Meskipun India adalah negara demokrasi, korupsi tetap jadi penyakit yang
terus melanda. Sebaliknya, di Singapura, penyelenggaraan pemerintahan yang
bersih telah menjadi praktik yang lama berlangsung. Padahal, Singapura bukanlah
tergolong negara demokrasi. Skor indeks persepsi korupsi Singapura adalah 87,
menempati peringkat ke-5, di atas Swiss, Kanada, dan Belanda. Dalam kasus India
dan Singapura, demokrasi tak tampak berkorelasi dengan berkurangnya korupsi. Di
negara-negara demokrasi baru, demokrasi juga seperti tak berpengaruh terhadap
pengurangan korupsi. Sebagai contoh, Indonesia telah menjadi negara demokrasi

10

sejak tahun 1998. Menurut Freedom House, lembaga pemeringkat demokrasi dunia,
Indonesia sudah tergolong negara bebas sepenuhnya (demokrasi) sejak 2004.
Namun, Indeks Persepsi Korupsi 2012 menempatkan Indonesia di peringkat ke-118
dengan skor 32. Artinya, masyarakat merasakan bahwa korupsi masih merajalela di
negeri ini. Mengapa di sejumlah negara, terutama negara-negara demokrasi baru,
demokrasi tampak tidak menihilkan korupsi? Jawabannya terkait dengan kualitas
demokrasi di suatu negara. Ada dua aspek penting yang terkait dengan demokrasi:
prosedur dan substansi. Negara-negara demokrasi baru seperti Indonesia umumnya
masih tergolong ke dalam demokrasi prosedural. Yang sudah berjalan adalah aspekaspek yang terkait dengan pemilihan umum. Hal ini tidak cukup menjamin
berlangsungnya demokrasi yang dapat meminimalkan korupsi. Para aktor yang
korup dalam demokrasi prosedural dapat memanipulasi pemilihan umum yang justru
membuat mereka menjadi pemegang tampuk kekuasaan.

E. Dampak Korupsi Terhadap Penegakan Hukum


Sejak lahirnya UU No. 24/PrP/1960 berlaku sampai 1971, setelah
diungkapkannya Undang-undang pengganti yakni UU No. 3 pada tanggal 29 Maret
1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Baik pada waktu berlakunya
kedua undang-undang tersebut dinilai tidak mampu berbuat banyak dalam
pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal ini disebabkan karena undang-undang
yang dibuat dianggap tidak sempurna yaitu sesuai dengan perkembangan zaman,
padahal undang-undang seharusnya dibuat dengan tingkat prediktibilitas yang tinggi.
Namun pada saat membuat peraturan perundang-undangan ditingkat legislatif
terjadi sebuah tindak pidana korupsi baik dari segi waktu maupun keuangan.
Dimana legislatif hanya memakan gaji semu yang diperoleh mereka ketika
melakukan rapat. Sehingga apa yang dituangkan dalam peraturan perundangundangan itu hanya melindungi kaum pejabat saja dan mengabaikan masyarakat.
Menyikapi hal seperti itu pada tahun 1999 dinyatakan undang-undang yang
dianggap lebih baik, yaitu UU No.31 tahun 1999 yang kemudian diubah dengan UU
No. 20 tahun 2001 sebagai pengganti UU No. 3 tahun 1971. kemudian pada tanggal
27 Desember telah dikeluarkan UU No. 30 tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi, yaitu sebuah lembaga negara independen yang berperan
besar dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal ini berarti dengan
dikeluarkannya undang-undang dianggap lebih sempurna, maka diharapkan aparat

11

penegak hukum dapat menegakkan atau menjalankan hukum tersebut dengan


sempurna. Akan tetapi yang terjadi pada kenyataannya adalah budaya suap telah
menggerogoti kinerja aparat penegak hukum dalam melakukan penegakkan hukum
sebagai

pelaksanaan

produk

hukum

di

Indonesia.

Secara

tegas

terjadi

ketidaksesuaian antara undang-undang yang dibuat dengan aparat penegak hukum,


hal ini dikarenakan sebagai kekuatan politik yang melindungi pejabat-pejabat
negara. Sejak dikeluarkannya undang-undang tahun 1960, gagalnya pemberantasan
korupsi disebabkan karena pejabat atau penyelenggara negara terlalu turut campur
dalam pemberantasan urusan penegakkan hukum yang mempengaruhi dan
mengatur proses jalannya peradilan. Dengan hal yang demikian berarti penegakan
hukum tindak pidana di Indonesia telah terjadi feodalisme hukum secara sistematis
oleh pejabat-pejabat negara. Sampai sekarang ini banyak penegak hukum dibuat
tidak berdaya untuk mengadili pejabat tinggi yang melakukan korupsi. Dalam domen
logos, pejabat tinggi yang korup mendapat dan menikmati privilege karena
mendapat perlakuan yang istimewa, dan pada domen teknologos, hukum pidana
korupsi tidak diterapkan adanya pretrial sehingga banyak koruptor yang diseret ke
pengadilan dibebaskan dengan alasan tidak cukup bukti.
F. Dampak Korupsi Terhadap Pertahanan dan Keamanan
Bidang Pertahanan dan Keamanan belum dapat disentuh oleh agen-agen
pemberantas kosupsi. Dalam bidang Pertahanan dan Keamanan, peluang korupsi,
baik uang maupun kekuasaan, muncul akibat tidak adanya transparansi dalam
pengambilan keputusan di tubuh angkatan bersenjata dan kepolisian serta nyaris
tidak berdayanya hukum saat harus berhadapan dengan oknum TNI/Polri yang
seringkali berlindung di balik institusi Pertahanan dan Keamanan. Tim peneliti dari
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang dipimpin oleh Dr. Indria Samego (1998)
mencatat empat kerusakan yang terjadi di tubuh ABRI akibat korupsi: Secara formal
material anggaran pemerintah untuk menopang kebutuhan angkatan bersenjata
amatlah kecil karena ABRI lebih mementingkan pembangunan ekonomi nasional. Ini
untuk mendapatkan legitimasi kekuasaan dari rakyat bahwa ABRI memang sangat
peduli pada pembangunan ekonomi. Padahal, pada kenyataannya ABRI memiliki
sumber dana lain di luar APBN Perilaku bisnis perwira militer dan kolusi yang
mereka lakukan dengan para pengusaha keturunan Cina dan asing ini menimbulkan
ekonomi biaya tinggi yang lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya bagi

12

kesejahteraan rakyat dan prajurit secara keseluruhan. Orientasi komersial pada


sebagian perwira militer ini pada gilirannya juga menimbulkan rasa iri hati perwira
militer lain yang tidak memiliki kesempatan yang sama. Karena itu, demi menjaga
hubungan kesetiakawanan di kalangan militer, mereka yang mendapatkan jabatan di
perusahaan negara atau milik ABRI memberikan sumbangsihnya pada mereka yang
ada di lapangan. Suka atau tidak suka, orientasi komersial akan semakin
melunturkan semangat profesionalisme militer pada sebagaian perwira militer yang
mengenyam kenikmatan berbisnis baik atas nama angkatan bersenjata maupun
atas nama pribadi. Selain itu, sifat dan nasionalisme dan janji ABRI, khususnya
Angkatan Darat, sebagai pengawal kepentingan nasional dan untuk mengadakan
pembangunan ekonomi bagi seluruh bangsa Indonesia lambat laun akan luntur dan
ABRI dinilai masyarakat telah beralih menjadi pengawal bagi kepentingan golongan
elite birokrat sipil, perwira menengah ke atas, dan kelompok bisnis besar (baca:
keturunan Cina). Bila ini terjadi, akan terjadi pula dikotomi, tidak saja antara
masyarakat sipil dan militer, tetapi juga antara perwira yang profesional dan
Saptamargais dengan para perwira yang berorientasi komersial.

G. Dampak Korupsi Terhadap Kerusakan Lingkungan


Kebanyakan manusia menempatkan lingkungan hidup hanya sebagai bahan
eksploitasi untuk tujuan jangka pendek. Kondisi ini tentu sangat medesak untuk
segera dikendalikan. Perlu diadakan suatu sistem yang konkrit untuk melakukan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara berkelanjutan. Jika tidak,
kerusakan lingkungan hidup sudah pasti akan menjadi ancaman besar bagi
peradaban masyarakat dunia. Paradigma yang menempatkan lingkungan sebagai
obyek eksploitasi telah membawa kerusakan lingkungan fatal yang berujung kepada
berbagai bencana alam yang sangat merugikan. Hal ini pun dikuatkan oleh Emil
Salim yang menyimpulkan bahwa ada lima tantangan besar yang harus dihadapi
gerakan

penyelamatan

lingkungan

hidup,

diantaranya

pertama

adalah

penyelematan air dari eksploitasi secara berlebihan dan pecemaran yang kian
meningkat, baik air tanah, sungai, danau, rawa, maupun air laut. Kedua, merosotnya
kualitas tanah dan hutan akibat tekanan penduduk dan eksploitasi besar-besaran
untuk keperluan pembangunan. Ketiga, menciutnya keanekaan hayati akibat
rusaknya habitat lingkungan berbagai tumbuh-tumbuhan dan hewan. Keempat,
perubahan iklim, dan yang terakhir adalah meningkatnya jumlah kota-kota

13

berpenduduk banyak. Melihat kerusakan lingkungan hutan yang begitu parah


seharusnya sudah membuat negara ini menindak dengan keras terhadap pelakupelaku kejahatan kerusakan lingkungan, terutama yang disertai praktik KKN. Dalam
praktik KKN di ranah lingkungan hidup yang patut diwaspadai adalah para pelaku
perusak lingkungan yang datang dari kalangan pemodal besar seperti perusahaanperusahaan besar yang terlibat di sektor kehutanan maupun pertambangan. Hal ini
ditegaskan oleh mantan wakil ketua KPK Chandra Hamzah dalam sebuah worksop
investigasi kasus lingkungan di Jakarta, dimana menurutnya, perusahaanperusahaan yang melakukan kerusakan terhadap alam umumnya sulit ditindak
karena mereka mengantongi izin usaha yang cukup. Karena itu menurutnya, yang
perlu diwaspadai adalah proses kontrol administrasi dalam pemberian izin sebelum
perusahaan-perusahaan tersebut beroperasi. Baik itu izin usaha baik dari
pemerintah daerah maupun dari pemerintah pusat. Lalu menurut beliau,
perusahaan-perusahaan kecil yang bergerak di bidang kehutanan namun pada
RKAT tahun berikutnya tercatat memiliki jumlah keuntungan yang sangat besar,
maka patut dicurigai perusahan tersebut mendapatkan hasil bukan dari pohonpohon yang mereka tanam melainkan dari hutan-hutan alam yang seharusnya tidak
boleh ditebang. Permasalahan yang terjadi, masyarakat kita kurang peduli akan
kerugian ekologis ini, seringkali pelaku-pelaku usaha yang menyebabkan kerusakan
lingkungan hanya terfokus mengenai ganti rugi terhadap penduduk setempat.
Memang benar ganti rugi itu perlu bahkan itu kewajiban mereka, namun ganti
kerugian oleh para pelaku usaha jangan hanya sebatas ganti rugi materi kepada
manusia, namun juga kepada alam. Alam yang rusak tidak bisa diperbaiki hanya
dengan semalam perlu waktu berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin saja kerusakan
tersebut tidak akan bisa diperbaiki.

BAB III
PENUTUPAN

14

A. Kesimpulan
Tindak Korupsi sangat merugikan negara karena melumpuhkan sendi-sendi
pemerintahan. .Korupsi telah menimbulkan efek domino yang meluas terhadap
eksistensi bangsa dan negara. Meluasnya praktik korupsi di suatu negara akan
memperburuk kondisi ekonomi bangsa, harga barang-barang menjadi mahal dengan
kualitas yang buruk, akses rakyat terhadap pendidikan dan kesehatan menjadi sulit,
keamanan suatu negara terancam, citra pemerintahan yang buruk di mata
internasional akan menggoyahkan sendi-sendi kepercayaan pemilik modal asing,
krisis ekonomi menjadi berkepanjangan, negara pun menjadi semakin terperosok
dalam kemiskinan.

DAFTAR PUSTAKA

15
Nurdiansyah Eko.2015. Dampak Masif Korupsi (online).

http://ekonurdiansyah.blogspot.co.id/2015/11/dampak-masif-korupsi.html
diakses 18 juni 2016
Harinto. Dampak Korupsi terhadap perekonomian Indonesia (online).

http://www.kompasiana.com/harinto/dampak-korupsi-terhadap-perekonomianindonesia_550e547ea33311b52dba819a diakses 18 juni 2016


Cahayasunna.2013. Dampak Korupsi Terhadap Kemiskinan (online).

http://cahayasunna.blogspot.co.id/2013/01/dampak-korupsi-terhadapkemiskinan-di.html diakses 18 juni 2016


https://www.scribd.com/doc/311169660/Dampak-Korupsi-bagi-BirokrasiPemerintahan
http://forester-untad.blogspot.co.id/2014/05/makalah-dampak-tindakan-korupsi.html
http://news.okezone.com/read/2011/06/14/339/468071/pemberantasan-korupsi-diindonesia-peringkat-2-dari-bawah

Anda mungkin juga menyukai