Anda di halaman 1dari 15

Asuransi Penjaminan (Surety Bond)

Nama Produk

Bid Bond
Performance Bond

Advance Payment Bond

Maintenance Bond

Kontra Garansi Bank

Custom Bond

Definisi
SURETY BOND
Perjanjian 3 pihak antara Surety (Asuransi) dan Principal (Kontraktor) untuk menjamin
kepentingan Obligee (Pemilik proyek), dimana apabila Principal gagal melaksanakan
kewajibannya sesuai yang diperjanjikan dengan Obligee, maka Surety akan
bertanggung jawab terhadap Obligee untuk menyelesaikan kewajiban Principal.
Jaminan dalam surety bond terdiri dari 2 kondisi:
- Jaminan bersyarat (conditional bond)
Jaminan akan dicairkan setelah diketahui sebab-sebab dari pencairan dan penjamin
hanya wajib mengganti sebesar kerugian yang diderita oleh Obligee.
- Jaminan tanpa syarat (unconditional bond)
Jaminan akan dicairkan apabila ketentuan dalam kontrak tidak dipenuhi tanpa harus
membuktikan kegagalan (loss situation)
Manfaat
a. Jaminan Penawaran (Bid /Tender)
Jaminan Penawaran atau disebut juga Bid Bond adalah jaminan yang diterbitkan oleh
Surety Company untuk menjamin Obligee bahwa Principal pemegang Bid Bond telah
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh Obligee untuk mengikuti pelelangan
tersebut dan apabila Principal memenangkan pelelangan maka akan sanggup untuk
menutup Kontrak Pelaksanaan Pekerjaan dengan Obligee. Apabila tidak maka Surety
Company akan membayar kerugian kepada Obligee sebesar selisih antara penawaran
Principal yang terendah dengan Principal terendah berikutnya maksimum sebesar nilai
jaminan.
Risiko dalam Bid Bond baru timbul setelah ditentukannya pemenang tender, risko
tersebut adalah :

Bila pemenang tender mengundurkan diri


Bila pemenang tender tidak dapat menyerahkan jaminan pelaksanaan setelah
keluarnya SPK

Fungsi Jaminan Penawaran

Sebagai syarat dalam pelelangan suatu proyek dengan tujuan agar peserta
tender bersungguh sungguh untuk mendapatkan proyek yang ditenderkan
Kontraktor sebagai pemenang tender dapat dijamin oleh Surety Company bila
dikenakan sanksi karena mengundurkan diri

b. Jaminan Pelaksanaan (Performance)


Jaminan Pelaksanaan atau Performance Bond adalah jaminan yang diterbitkan oleh
Surety Company untuk menjamin Obligee bahwa Principal akan dapat menyelesaikan
pekerjaan yang diberikan oleh Obligee sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang

diperjanjikan dalam kontrak pekerjaan. Apabila Principal tidak melaksanakan


kewajibannya sesuai dengan kontrak maka Surety Company akan memberikan ganti
rugi kepada obligee maksimum sebesar nilai jaminan. Besarnya nilai Jaminan (Penal
Sum) Pelaksanaan adalah prosentase tertentu dari nilai kontrak proyek itu sendiri yaitu
antara 5% s/d 10% dari nilai proyek.
Apabila pada saat berakhirnya kontrak ternyata masih ada kewajiban yang belum
dipenuhi oleh Principal maka Jaminan Pelaksanaan dapat diperpanjang sesuai dengan
kesepakatan antara Obligee dan Principal yang dituangkan dalam addendum kontrak.
Fungsi Jaminan Pelaksanaan

Sebagai syarat dalam penanda tanganan kontrak kerja bagi pemenang tender
Jika Principal tidak melaksanakan kewajibannya sesuai kontrak, maka Surety
Company akan memberikan ganti rugi kepada Obligee dengan mencairkan
Jaminan Pelaksanaan.

c. Jaminan Pembayaran Uang Muka (Advance Payment)


Jaminan Pembayaran Uang Muka atau Advance Payment Bond yang diterbitkan oleh
Surety Company untuk menjamin Obligee bahwa Principal akan sanggup
mengembalikan uang muka yang telah diterimanya dari Obligee sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang diperjanjikan dalam kontrak, dengan maksud untuk
mempelancar pembiayaan proyek.
Apabila Principal gagal melaksanakan pekerjaannya dan karenanya uang muka tidak
bisa dikembalikan maka Surety Company akan mengembalikan uang muka kepada
Obligee sebesar sisa uang muka yang belum dikembalikan (jumlah uang muka yang
diterima Principal, dikurangi dengan cicilan/tahapan pembayaran prestasi) maksimum
sebesar nilai jaminan. Jumlah uang muka yang dijamin oleg Surety Company akan
berkurang sesuai dengan cicilan pengembalian uang muka yang telah dibayar oleh
Principal kepada Obligee.

Besarnya nilai Jaminan Pembayaran Uang Muka adalah prosentase tertentu dari
nilai kontrak proyek itu sendiri, yaitu sebesar 20% dari nilai kontrak proyek.
Apabila pada saat jatuh tempo, pembayaran uang muka tersebut belum
dikembalikan oleh Principal, maka Jaminan Pembayaran Uang Muka dapat
diperpanjang sesuai dengan kesepakatan antara Obligee dan Principal.

Fungsi Jaminan Pembayaran Uang Muka

Sebagai syarat bila Principal mengambil uang muka untuk tujuan memperlancar
pembiayaan proyek yang dikerjakannya
Jika Principal gagal melaksanakan pekerjaan sehingga tidak dapat
mengembalikan uang muka yang telah diterimanya, maka Surety Company akan
membayar kepada Obligee sebesar sisa uang muka yang belum dilunasinya.

d. Jaminan Pemeliharaan (Maintenance)


Jaminan Pemeliharaan atau yang disebut juga Maintenance Bond diterbitkan oleh Surety
Company untuk menjamin Obligee bahwa principal akan sanggup untuk memperbaiki
kerusakan-kerusakan pekerjaan setelah pelaksanaan pekerjaan selesai sesuai dengan
yang diperjanjikan dalam kontrak.
Apabila Principal gagal memperbaiki kerusakan-kerusakan dan/atau kekurangan maka
Surety Company akan mengganti biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki kerusakan
maksimum sebesar nilai jaminan. Besarnya nilai jaminan adalah prosentase tertentu
dari nilai kontrak proyek itu sendiri sebesar 5% dimana pada saat Principal telah
menyelesaikan 100% atas proyeknya dan diterbitkan Berita Acara Serah Terima
Pekerjaan
e. Garansi Bank
Pemberian janji secara tertulis dari Bank kepada Obligee untuk jangka waktu tertentu,
jumlah tertentu dan keperluan tertentu bahwa Pihak Bank akan membayar kewajiban
Principal apabila yang bersangkutan wanprestasi.
Dalam proses penerbitan Kontra Garansi Bank, Principal menghubungi Surety Company

dengan melengkapi dokumen-dokumen standard proyek dan data Principal


sebagaimana proses penerbitan Surety Bond yang diuraikan pada bab sebelumnya.
Selanjutnya Surety Company akan melakukan verifikasi dan analisa data. Apabila
diperlukan akan dilakukan pula survey ke lokasi Principal maupun proyek yang akan
dikerjakan.
Selanjutnya berdasarkan verifikasi dan survey tersebut akan dilakukan analisa 5C
(Character, Capacity, Capital, Condition & Collateral). Hal yang perlu diperhatikan
adalah bahwa Kontra Garansi Bank merupakan unconditional bond atau jaminan tanpa
syarat, dimana Surety Company harus membayar kerugian yang diajukan oleh Bank
Penerbit Garansi Bank atas pencairan yang diajukan oleh Obligee kepada Bank sebagai
akibat dari wanprestasi Principal kepada Obligee. Dengan demikian harus dipastikan
bahwa Principal memiliki good performance serta proyek yang dikerjakan adalah layak.
Itupun harus didukung pula oleh indemnity agreement to surety yang ditanda tangani
oleh Principal.
Setelah Surety Company menyetujui untuk menjamin Principal, selanjutnya
direkomendasikan kepada Bank agar dapat diterbitkan Garansi Bank yang nantinya
akan diserahkan ke Obligee. Berdasarkan penerbitan Garansi Bank tersebut kemudian
Surety Company menerbitkan Kontra Garansi Bank yang selanjutnya diserahkan kepada
Bank
f. Custom Bond
Pengusaha yang memproduksi barang-barang/hasil industri yang akan diekspor
(produsen eskportir) dapat diberikan pembebasan bea masuk, bea masuk tambahan
(surcharge) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang-barang yang diimpornya
untuk menghasilkan barang produksi. Salah satu pernyataan untuk mendapatkan
pembebasan bea masuk, bea masuk tambahan dan PPN adalah bahwa pengusaha
harus memiliki Custom Bond. Bilamana dalam jangka waktu tertentu pengusaha yang
bersangkutan, lalai/tidak mengekspor barang hasil produksinya, maka Custom Bond
tersebut akan dicairkan oleh Pemerintah. Fungsi Custom Bond disini adalah menjamin
pemerintah bila pengusaha lalai/tidak mengekspor barang-barang produksinya.
Kewajiban Yang Harus dilaksanakan ketika membeli produk tersebut

Mempelajari dengan baik proposal penawaran yang diajukan oleh agen/broker


terutama atas resiko yang dijamin dan tidak dijamin, persyaratan-persyaratan
yang harus dipenuhi, cara pembayaran premi, kewajiban tertanggung dalam hal
terjadi kerugian atau kerusakan.
Memastikan kesehatan keuangan dari perusahaan Asuransi yang akan menjamin
resiko.

Menanyakan kartu keagenan dari agen yang menawarkan jika melalui agen.

Mengisi Surat Permohonan Penutupan Asuransi dengan data yang sebenarbenarnya secara lengkap dan ditandatangani oleh calon tertanggung sendiri.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam hubungan dengan kontrak kontruksi:

Harga kontrak sebagai dasar besarnya jaminan.

Ketentuan pembayaran dimana dalam kontrak tercantum tata cara


pembayaran.

Uraian pekerjaan dan jangka waktu penyelesaian pekerjaan.

Pekerjaan yang menjadi main dan sub

Ketentuan tentang pinalti dan ketentuan tentang pekerjaan tambahan.

Ketentuan tentang perubahan kontrak dan perselisihan.

Data-data lengkap tentang kontraktor yang diperlukan adalah:


o

Copy akta beserta perubahannya (jika ada)

Laporan keuangan selama 2 tahun terakhir, diutamakan yang telah diaudit


oleh akuntan public.

Copy Rekening Koran (R/C) pertanggal neraca dan 2 bulan terakhir.

Daftar pekerjaan-pekerjaan yang sedang dalam pelaksanaan maupun


pekerjaan yang telah diselesaikan.

Company Profile yang berisi antara lain struktur organisasi perusahaan.

Daftar Riwayat Hidup Direksi dan Staff Ahli

Copy surat ijin yang masih berlaku seperti SIUP, SIUJK, Surat Keterangan
Izin Tempat Usaha, Surat Keterangan Domisili.

Copy surat pendukung lainnya seperti NPWP, Surat Referensi Bank, Surat
Keanggotaan Asosiasi.

Dengan siapa produk tersebut bisa didapatkan


Produk tersebut bisa didapatkan melalui:

Agen Asuransi yang bersertifikat.


Broker Asuransi terutama untuk resiko yang komplit

Langsung menghubungi perusahaan Asuransi yang menjamin resiko tersebut


baik melalui call center, internet atau mendatangi langsung.

Apa yang harus diperhatikan dalam membeli produk tersebut

Surat penawaran dari perusahaan


Perusahaan Asuransi mendapatkan ijin dari OJK untuk memasarkan produk
penjaminan

Memastikan agen yang bersertifikat

SPPA

Memastikan data-data dalam SPPA telah sesuai dengan kondisi yang sebenarnya

Membaca kontrak/polis secara seksama dan menanyakan ke agen/perusahaan


jika terdapat keraguan atas kondisi polis.

Meminta perubahan (endorsement) jika terdapat kesalahan data dalam polis


yang diberikan.

Apa yang harus dilakukan ketika tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan
Mengacu kepada kondisi polis yang telah disepakati dalam penyelesaian perselisihan,
tindakan yang dapat dilakukan antara lain:

Meminta klarifikasi ke perusahaan baik melalui agen maupun langsung ke


perusahaan untuk proses perdamaian atau musyawarah antara pihak-pihak.
Mengadukan ke Badan Mediasi Asuransi Indonesia untuk nilai klaim yang
bermasalah hingga Rp. 750.000.000,Jika masih belum menemukan titik temu dapat memilih penyelesaian sengketa
melalui arbitrase atau penyelesaian sengketa melalui pengadilan.

Surety Bond dan Kepastian Hukum Penjaminan di Indonesia


Surety bond merupakan suatu produk inovatif perusahaan asuransi sebagai upaya
pengambilalihan potensi resiko kerugian yang mungkin dapat dialami oleh salah satu pihak atas
kepercayaan yang diberikannya pada pihak lain dalam pelaksanaan kontrak yang telah disepakati
oleh mereka.
Ricardo Simanjuntak
Dibaca: 20289 Tanggapan: 2

Jaminan tertulis tersebut akan memberikan kewajiban untuk melakukan pembayaran oleh pihak
asuransi selaku penjamin (surety) terhadap pihak penerima jaminan (obligee/kreditur) sebagai
konsekuensi terhadap wanprestasi dari pihak yang dijamin (principal/debitur) tersebut.
Kesuksesan perusahaan asuransi dalam memasarkan produk penjaminan atau penanggungan

tersebut akan sangat ditentukan oleh kepastian pembayaran oleh pihak asuransi itu sendiri
sebagai guarantor atau yang lebih dikenal dengan surety.
Sebagai contoh, proyek-proyek yang dibiayai oleh pemerintah, penawaran pengerjaannya
kepada para kontraktor selalu dilakukan melalui tender. Umumnya, selalu mensyaratkan adanya
jaminan dari kontraktor yang memenangkan tender tersebut terhadap kepastian dan kualitas dari
pelaksanaan proyek yang dimenangkannya tersebut sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
Begitu pula bila pihak pemberi kerja menyepakati untuk terlebih dahulu memberikan uang muka
kepada kontraktor dalam memulai pekerjaaannya. Umumnya, pemberi kerja akan berupaya
semaksimal mungkin untuk memproteksi dirinya terhadap resiko kerugian bila kontraktor yang
telah menerima uang muka tersebut ternyata tidak melaksanakan pengerjaan proyek tersebut
seperti yang telah disepakati.
Contoh di atas, tidak saja melulu dilakukan dalam pekerjaan pemborongan yang sering
menggunakan bentuk-bentuk jaminan seperti tender bond, advance payment bond, performance
bond, maintenance bond, tapi juga sebagai jaminan kewajiban importir atas pembayaran
pungutan negara atas impor yang terutang (customs bond).
Dibandingkan dengan bank guarantee, penjaminan atapun garansi yang dikeluarkan oleh
lembaga perbankan, penggunaan surety bond tampaknya kalah populer dalam masyarakat dunia
usaha. Banyak pihak, terutama investor asing, yang belum menunjukkan keyakinan terhadap
kepastian penjaminan dengan menggunakan produk asuransi tersebut.
Bila dikaji lebih dalam, respons positif yang belum begitu kuat muncul dari kalangan pelaku
usaha terhadap penggunaan surety bond tidak selalu disebabkan karena belum gencarnya
sosialisasi ataupun pengiklanan produk penjaminan tersebut oleh kalangan asuransi di
masyarakat. Akan tetapi, lebih disebabkan oleh beberapa kasus ketidakpastian penyelesaian
klaim surety bond itu sendiri.
Dalam banyak kasus, pencairan surety bond tersebut sering sekali sangat bergantung kepada
pernyataan bersalah dari pihak yang dijamin (principal). Padahal belum tentu pihak tersebut
dapat secara gentlemen mengakui kesalahannya. Adanya beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi dalam pencairan surety bond tersebut membuat pasar tidak begitu baik menyerap
inovasi produk penjaminan yang diterbitkan asuransi tersebut.
Menteri Keuangan sebagai pengawas dan pembina usaha perasuransian di Indonesia, dari awalawal sebenarnya telah menyadari bahwa konsekuensi hukum dari penerbitan surety bond tersebut
tidaklah mudah. Oleh karena itu, ijin untuk menerbitkan surety bond dibatasi secara ketat. Dan
malah pada awalnya, Kepres no. 14A tahun 1980 hanya diberikan pada PT Persero Asuransi Jasa
Raharja.
Dalam perkembangannya, ijin penerbitan tersebut melalui Keputusan Menteri Keuangan RI
(KMK RI) No:761/KMK..013/1992 diperluas kepada 20 perusahaan asuransi. Kemudian
berdasarkan Surat Direktur Asuransi No. s.2272/DK/2001 tanggal 16 Mei 2001 yang ditujukan
ke Pertamina, ada 22 perusahaan asuransi yang berhak untuk menerbitkan surety bond.
Sementara untuk penerbitan surety bond sebagai penjaminan pembayaran kewajiban importir
terhadap bea impor yang terutang pada negara (custom bond), Menteri Keuangan, berdasarkan
KMKNno.108/KMK.01/1995, hanya memberikan ijin pada 15 perusahaan asuransi. Artinya,
tidak semua perusahaan asuransi yang diperbolehkan oleh KMK RI No.761/KMK.013/1992
untuk menerbitkan surety bond, dapat menerbitkan surety bond untuk garansi pembayaran bea
impor yang terutang (customs bond).
Dasar hukum penerbitan surety bond
Sebenarnya, KMK RI no. 761/KMK.013/1992 sebagai dasar kewenangan dari perusahaanperusahan yang ditetapkan dapat menerbitkan surety bond dalam pekerjaan-pekerjaan
pemborongan ataupun perdagangan yang dibiayai oleh APBN
dan KMK RI No.
108/KMK.01/1995 sebagai dasar wewenang penerbitan customs bond, tidak mengatur ataupun
memberikan penjelasan tentang prinsip-prinsip yang dianut oleh lembaga penjaminan ataupun
tata cara penerbitan penjaminan tersebut secara lengkap. Keputusan Menteri tersebut lebih

mengingatkan dalam konsideransnya agar prinsip-prinsip penerbitan penjaminan tersebut


disesuaikan dengan prinsip-prinsip usaha perasuransian berdasarkan UU No. 2 tahun 1992.
Prinsip-prinsip penjaminan dalam surety bond itu sendiri sebenarnya telah lama dikenal dalam
KUH Perdata. Jaminan tertulis yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi tersebut lebih dikenal
dengan lembaga penjaminan/penanggungan perorangan (borgtocht) yang diatur dari mulai
Pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUH Perdata.
Dari definisi penanggungan yang diterangkan oleh Pasal 1820 ditekankan bahwa penjaminan
merupakan persetujuan yang bersifat accesoir yang pelaksanaannya akan sangat bergantung
kepada perjanjian pokok yang mendasari terbitnya perjanjian jaminan tersebut. Artinya, bila
perjanjian pokok yang melatarbelakangi terbitnya surety bond tersebut batal, maka akan
mengakibatkan pula perjanjian surety bond sebagai perjanjian accesoir -nya batal (1821
KUH.Perdata)
Sifat accesoir tersebut sangat penting dipahami oleh perusahaan asuransi sebagai alasan
penerbitan surety bond. Artinya, surety bond tidak bisa diterbitkan begitu saja atau berdiri
sendiri sesuai dengan kebutuhan dari pihak yang membutuhkannya. Akan tetapi, harus
didasarkan oleh adanya perjanjian pokok yang sah dari kedua belah pihak berkontrak (misalnya
antara pemberi kerja (boheer) dengan kontraktor dalam perjanjian pemborongan) yang
membutuhkan diterbitkannya komitmen penanggungan resiko atas kemungkinan tidak
dilaksanakannya prestasi kontraktor seperti yang diperjanjikan para pihak yang berkontrak dalam
kontrak pemborongan tersebut.
Pada dasarnya, pihak pemberi kerja (obligee/kreditur) sangat menginginkan kepastian hukum
dari produk surety bond dalam hal kewajiban penanggungan kerugian harus direalisasikan
sebagai akibat wanprestasi yang dilakukan oleh kontraktor (principal/debitur). Sebagai contoh,
adanya hak-hak istimewa yang dimiliki oleh penanggung, seperti yang diatur dalam KUH
Perdata.
Misalnya, tentang hak agar pihak penerima jaminan (obligee) ataupun kreditur terlebih dahulu
melakukan penagihan terhadap debitur utama (principal) sebelum melakukan penagihan
terhadap penanggung dalam hal debitur tersebut wanprestasi. Selain itu, hak-hak istimewa
penanggung lainnya seperti yang diatur dalam Pasal 1430, 1831,1833, 1834,1837,1838 dan 1850
KUH Perdata adalah pasal-pasal yang tidak diinginkan oleh penerima jaminan untuk terus
melekat pada perusahaan asuransi sebagai penanggung dalam memenuhi kewajiban (contigency
obligation) terhadap obligee/kreditur tersebut.
Dengan pengertian lain, pada saat prestasi kontraktor/principal yang dipertanggungkan kepada
obligee tersebut tidak terlaksana sesuai dengan apa yang disepakati dalam perjanjian pokok,
maka hanya dengan pembuktian bahwa principal tersebut telah wanprestasi, perusahaan asuransi
yang menerbitkan surety bond tersebut harus telah mencairkan ganti rugi yang dijamin
pembayarannya tersebut dengan segera. Halini tanpa terlebih dahulu mengharuskan obligee
mengejar pelunasan dari principal sebagai akibat telah dikesampingkannya pasal-pasal yang
mengatur hak istimewa penanggung tersebut.
Kemampuan ataupun kelayakan dari si penanggung juga akan memegang peranan dari kualitas
perjanjian penanggungan itu sendiri. Pasal 1827 dengan tegas mensyaratkan kelayakan dari
penanggung sebagai berikut: "Si berutang yang diwajibkan memberikan seorang penanggung,
harus memajukan seorang yang mempunyai kecakapan untuk mengikatkan dirinya yang cukup
mampu untuk memenuhi perikatannya, dan yang berdiam diwilayah Indonesia."
Dalam hal si penanggung adalah perorangan pribadi ataupun perusahaan biasa, maka
performance dari calon penanggung tersebut akan sangat sulit untuk dipastikan. Seorang
kreditur ataupun penerima perjanjian penjaminan tersebut akan sangat bergantung pada reputasi
si penjamin ataupun bila adanya jaminan pihak lain terhadap penjamin tersebut. Hal ini
dimungkinkan oleh Pasal 1823 (2) KUH Perd. Dan dalam prakteknya, si penerima penjaminan
tersebut dapat saja meminta jaminan kebendaan dari si penanggung atas kesediaannya menjadi
penjamin pelaksanaan preastasi dari pihak debitur tersebut.
Dalam hal penerbitan surety bond, kecakapan dan kemampuan dari perusahaan asuransi yang
menerbitkan produk jasa penjaminan tersebut akan sangat menentukan kualitas ataupun

kepercayaan dari pihak penerima surety bond. Oleh karena itu, Menteri Keuangan sebagai
pengawas dan pembina dari industri perasuransian berdasarkan UU. No.2 tahun 1992, tidak
memberikan kewenangan pada semua perusahaan asuransi untuk dapat menerbitkan surety bond.
Tampaknya, pemerintah hanya masih akan memberikan wewenang untuk dua puluh perusahaan
asuransi sampai saat ini. Dan malah, dalam menerbitkan costoms bond masih hanya dapat
dilakukan oleh lima belas perusahaan asuransi. Itu pun dengan tegas diatur dalam Pasal 2 KMK
RI no. 108/KMK.01/1995 tgl. 13 Maret 1995 bahwa wewenang untuk menerbitkan customs
bond yang diberikan kepada kelima belas perusahaan masih dapat diubah atau ditinjau kembali
berdasarkan penilaian batas tingkat solvabilitas dan kemampuan pengelolaan teknis dalam
penerbitan customs bond.
Akan tetapi, tidak berarti diberikannya hak untuk menerbitkan surety bond hanya pada
perusahaan asuransi yang telah terseleksi seperti yang ditegaskan oleh KMK tersebut membuat
permasalahaan surety bond telah habis. Terbukti keengganan banyak kontraktor, kreditur
ataupun investor, khususnya investor asing, terhadap kepastian penjaminan yang ditawarkan
oleh surety bond tersebut mengharuskan pihak perasuransian melihat ada permasalahaan lain
selain kualitas dan bonafiditas dari perusahaan asuransi tersebut.
Surety bond versus bank garansi
Banyaknya kemudahan-kemudahan yang didapatkan oleh kontraktor dengan dalam mendapatkan
jasa penjaminan surety bond dari perusahaan asuransi dibandingkan dengan permohonan bank
garansi melalui bank, seperti proses permohonan yang lebih cepat, surety charge (semacam
premi) yang lebih murah dibandingkan dengan provisi atas penerbitan bank garansi, ternyata
masih hanya mampu menarik perhatian dari para kontraktor ataupun debitur yang
membutuhkannya.
Sebaliknya, pihak kreditur, pemberi kerja, ataupun obligee masih lebih meyakini bank garansi
sebagai alat penjaminan yang dapat melindungi potensi kerugian yang mungkin dialaminya
apabila kontraktor wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak yang telah mereka sepakati.
Permasalahan tersebut lebih disebabkan oleh sifat alamiah dari surety bond tersebut sebagai
produk yang ketentuan penerbitannya tidak bisa lepas dari prinsip-prinsip perasuransian, yang
dalam beberapa hal, memberikan kelemahan pada pelaksanaan pencairan klaim surety bond
tersebut dalam hal principal wanprestasi. Persayaratan pengajuan permohonan penerbitan surety
bond terhadap perusahaan asuransi tidak serumit syarat-syarat yang diajukan untuk penerbitan
bank guarantee oleh pihak bank yang penerbitannya harus sejalan dengan prinsip-prinsip
pelaksanaan perbankan yang prudensial.
Adanya ketentuan tentang pelaksanaan 5 C (Character, Capacity, Capability, Capital dan
Collateral) membuat ketergantungan pihak bank terhadap principal lebih kecil dalam hal harus
dilakukannya pencairan bank guarantee tersebut. Bank akan berani hanya melihat pada alasanalasan hukum telah terjadinya wanprestasi oleh pihak yang dijamin (principal) tanpa harus takut
hak subrogasinya akan mengalami persoalan bila tidak terlebih dahulu mendapat pernyataan
pengakuan wanprestasi dari principal. Hal ini dapat terjadi karena pada umumnya Bank telah
memegang jaminan yang cukup sebagai kontra garansi terhadap bank guarantee yang
diterbitkannya.
Angka 10 dari SE DIR BI no.23/5/UKU tanggal 28 Februari 1991 menegaskan bahwa dalam
pemberian bank guarantee bank harus terlebih dahulu melakukan penelitian dan penelaahan
yang pada hakekatnya sama dengan penelaahan yang dilakukan dalam pemberian kredit. Hal-hal
yang harus diteliti tersebut dijelaskan oleh angka 10 tersebut sebagai berikut:
1. Meneliti bonafiditas dan reputasi pihak yang dijamin.
2. Meneliti sifat nilai transaksi yang akan dijamin, sehingga dapat diberikan garansi yang sesuai.
3. Menilai jumlah garansi yang akan diberikan menurut kemampuan bank.
4. Menilai kemampuan pihak yang akan dijamin untuk memberikan kontra garansi sesuai dengan
kemungkinan terjadinya resiko.

Poin 1 sampai dengan 2 dari angka 10 di atas secara prinsip sebenarnya telah dilakukan oleh
perusahaan asuransi sebelum mengabulkan permohonan penerbitan surety bond, walaupun
belum ada term of reference diterbitkan oleh Departemen Keuangan sebagai acuan dari penilaian
poin 1 dan 2 tersebut diatas. Sementara poin 3 sebagai salah satu syarat yang secara ketat
dipatuhi oleh perbankan sehubungan dengan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang
harus diperhitungkan akibat dari kewajiban membayar yang mungkin timbul (contigent
liabilities) tersebut, bagi perusahaan asuransi masih tetap dapat diatasi dengan mekanisme
reasuransi.
Artinya bila Undang-Undang Perbankan no 7 tahun 1992 yang kemudian diperbaiki dengan UU
No.10 tahun 1998, yang menjadi dasar dari Serat Edaran BI tersebut dengan tegas menolak
permohonan penerbitan bank garansi yang jumlah nilai penjaminannya diperhitungkan akan
melabihi BMPK dari bank tersebut, maka bank akan dengan tegas menolak permohonan
tersebut. Sementara bagi pihak asuransi, hal tersebut tidak menjadi permasalahan dengan adanya
pola reasuransi tersebut.
Hal yang mungkin belum dilakukan oleh pihak asuransi adalah pelaksanaan poin 4 dari
persyaratan yang diajukan bank di atas. Poin 4 tentang kontra garansi yang dalam angka 11 SE
DIR BI tersebut dijelaskan sebagai berikut: "sehubungan dengan angka 10.4 di atas perlu
dijelaskan bahwa kontra garansi dapat berupa:
1. Kontra garansi dari bank luar negeri yang bonafid.
2. Setoran sebesar 100% dari nilai garansi yang diberikan
3. Kontra garansi lainnya yaitu kontra garansi yang diperoleh dari pihak yang dijamin dengan
nilai yang memadai untuk menanggung kerugian yang mungkin diderita oleh bank apabila
garansi tersebut pada waktunya direalisir&
Perbedaan pemahaman antara lembaga perbankan dengan lembaga perasuransian terhadap
penjaminan tersebut, membuat sikap lembaga perbankan dengan lembaga asuransi tentang
jaminan (collateral ataupun kontra garansi) sebagai syarat dari penerbitan surat penjaminan
tersebut berbeda. Bank melihat penerbitan dari bank guarantee sebagai bagian dari aktifitas
pemberian kredit yang menimbulkan contigent liabilities, menerapkan syarat pemberian kredit
yang melihat collateral sebagai back-up dari bank guarantee yang diberikannya.
Sementara bagi lembaga perasuransian yang tidak dapat melihat hal ini sebagai kredit atas
keterbatasan bidang usaha sebagai Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) sampai saat ini
belum melihat collateral sebagai suatu solusi kepastian penyelesaian kewajiban surety dalam hal
terjadinya klaim pencairan surety bond dari pihak obligee.
Di sisi lain, upaya pihak asuransi untuk menemukan solusi collateral dengan mewajibkan
principal untuk menandatangani persetujuan ganti rugi (indemnity agreement) hampir tidak
memberikan perbedaan apa-apa. Karena walaupun indemnity agreement tersebut tidak
ditandatangani, hak subrogasi dari perusahaan asuransi untuk mendapatkan penggantian dari
debitur atas telah diselesaikannya kewajiban debitur tersebut kepada obligee adalah merupakan
hak yang timbul demi hukum (lihat pasal 1402 ayat 3 di atas). Artinya tanpa adanya indemnity
agreement tersebut, perusahaan asuransi tetap dapat melaksanakan hak subrogasinya.
Tentu saja upaya pengajuan hak subrogasi terhadap principal tidak selalu dapat terlaksana
dengan mulus. Karena, debitur sering dengan niat tidak baik hendak melepaskan diri dari
kewajibannya terhadap perusahaan asuransi tersebut. Sayangnya, sikap dari perusahaan asuransi
lebih cenderung pada posisi yang koperatif dengan principal dan selalu menekankan pelaksanaan
prestasi untuk pencairan klaim surety bond berdasarkan adanya pernyataan ataupun statement
wanprestasi dari principal, yang bagi kalangan yang menerima jaminan/obligeee/kreditur
keadaan ini melambangkan ketidakpastian hukum dari surety bond itu sendiri.
Kelebihan yang ditawarkan oleh perusahaan asuransi terhadap produk jasa surety bond melalui
kemudahan-kemudahan aplikasi serta juga murahnya biaya penerbitannya, hanya masih
memberikan sisi-sisi positif pada applicant yang mungkin sangat kesulitan memenuhi
persyaratan-persyaratan yang diajukan oleh bank dalam penerbitan bank guarantee.

Akan tetapi, muaranya tentu saja bagaimana surety bond tersebut memberikan kepastian atau
kepercayaan pada pihak yang menerima surety bond tersebut sebagai mekanisme penjaminan.
Ketidakpastian pencaiaran surety bond tersebutlah yang menjadi permasalahan bagi para obligee
untuk menerima surety bond sebagai alat penjaminan oleh perusahaan asuransi.
Tentu saja hal ini harus mendapatkan kajian yang serius dari pihak asuransi agar surety bond
yang diterbitkannya dapat diterima oleh kalangan dunia usaha. Kalaupun misalnya perusahaan
asuransi tidak dapat meminta collateral sebagai jaminan dari principal atas diterbitkannya surety
bond tersebut, paling tidak harus ada upaya untuk mengurangi ketergantungan prestasi asuransi
tersebut terhadap sikap debitur/principal yang sering sekali sangat sulit untuk mengakui
kesalahahan yang dilakukannya.
Konkretnya, harus ada ketegasan dimasukkannya prinsip irrevocable (surety bond yang telah
diterbitkan tidak dapat ditarik kembali) dan prinsip unconditional (pembayaran tanpa syarat)
dalam hal telah terjadinya wanprestasi. Ini perlu dalam upaya menjamin posisi hukum
perusahaan asuransi penerbit dalam hal terjadinya klaim pencairan surety bond akibat dari
wanprestasi debitur. Contohnya: sebelum menerbitkan surety bond, pihak asuransi harus terlebih
dahulu menganalisa perjanjian pokok yang mendasari terbitnya penjaminan tersebut.
Dalam perjanjian pokok tersebut, harus sangat jelas diatur tentang syarat-syarat terjadinya
wanprestasi oleh salah satu pihak. Syarat-syarat ini secara tegas memberikan hak bagi pihak
yang dirugikan untuk mengajukan pemutusan kontrak dan bahkan menuntut ganti rugi atas tidak
dilaksanakannya perikatan-perikatan dalam kontrak utama tersebut. Hak untuk pemutusan
kontrak tersebut haruslah mengecualikan Pasal 1266 dan Pasal 1267 KUH Perdata yang dengan
pengecualian pasal tersebut, pemutusan kontrak yang terjadi akibat dari terjadinya wanprestasi
tidak harus dilakukan melalui pengadilan.
Penegasan hal-hal yang disebut dalam paragraf di atas akan memberikan posisi yang lebih kuat
bagi perusahaan asuransi pada dua sisi sekaligus. Pihak asuransi akan dengan cepat dapat
merespons klaim pencairan dari obligee. Sementara di sisi lain, hak hukum dari perusahaan
asuransi untuk meminta penggatian (subrogasi) terhadap principal/ debitur utama menjadi lebih
kuat.
Penerapan pada empat poin di atas secara tegas akan meningkatkan kepastian hukum dari pihak
asuransi untuk melakukan pencairan surety bond tersebut dalam hal telah terjadinya wanprestasi
tanpa takut hak subrogasinya mendapat tantangan dari principal. Empat poin itu adalah
pengesampingan hak istimewa penanggung seperti yang diatur dalam KUH perdata, penegasan
sifat irrecovable dan unconditional terhadap surety bond, penegasan tahap-tahap ataupun alasanalasan terjadinya wanprestasi dalam kontrak utama, dan pencantuman secara tegas pengecualian
pasal 1266 dan 1267 KUH perdata pada kontrak utama. Keadaan ini tentu saja akan menaikkan
reputasi dari surety bond di kalangan dunia usaha.
Konflik surety bond dan Pengadilan Niaga
Adanya potensi konflik yang disebabkan oleh permasalahan dalam pencairan surety bond tidak
saja akan memberikan efek kurangnya kepercayaan pelaku usaha terhadap produk penjaminan
yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi tersebut. Akan tetapi, juga potensi perusahaan asuransi
sebagai penerbit untuk diperkarakan di depan pengadilan.
Dengan hadirnya Pengadilan Niaga, umumnya obligee yang merasa telah mempunyai hak untuk
mengklaim pencairan dari surety bond tersebut akan mengambil tindakan hukum dengan
mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan asuransi yang menerbitkan
penjaminan tersebut. Perkara serupa telah pernah diajukan kepada salah satu perusahaan asuransi
milik negara atas tidak dicairkannya surety bond yang digunakan untuk menjamin promissory
notes yang diterbitkan oleh principal.
Contoh di atas harus menjadi perhatian penting dunia asuransi. Karena potensi permohonan pailit
yang menurut UU no. 4 tahun 1998 dapat diajukan secara langsung pada perusahaan asuransi,
tidak selalu disebabkan oleh konflik antara penanggung dan tertanggung dalam konteks
perjanjian asuransi seperti yang diatur dalam Pasal 246 dan 247 KUH Dagang serta UU. No. 2
tahun 1992.

Ricardo Simanjuntak, SH.LL.M. adalah pengamat hukum bisnis dam advokat di Firma Hukum
Gani Djemat & Partner

Artikel ini dipresentasikan pada acara panel diskusi yang diselenggarakan oleh LPHI dengan
topik "Tinjauan & Aspek Hukum Surety Bond sebagai Alternatif Bank Garansi dalam Bidang
Jasa Kontraktor" pada 18 Oktober 2001 di Jakarta.

Oleh: Aris Surya Darma

Pendahuluan
Di dalam sebuah perusahaan asuransi kerugian, terdapat berbagai macam produk atau
line of business. Mulai dari produk yang paling popular seperti asuransi kendaraan dan asuransi
kebakaran serta asuransi Property All Risk terdapat pula sebuah produk yang diberi nama Surety
Bond.
Surety Bond pertama kali diperkenalkan dalam dunia asuransi di Indonesia pada tahun
1985 melalui SK MENKEU No. 243/KMK.011/1985 tanggal 05 Maret 1985 hanya oleh Jasa
Raharja. Dan 7 tahun kemudian di tahun 1992 sesuai dengan SK MENKEU
No.761/KMK.011/1992 tanggal 13 Juli 1992 sebanyak 22 perusahaan asuransi di Indonesia
diperkenankan untuk menerbitkan Surety Bond.
PT. Asuransi Central Asia memiliki Bonds department yang terdapat di ACA KCU Duta
Merlin dan di Head office lt. 14. Fungsi dalam departemen ini adalah meng-underwrite dan
mengakseptasi setiap permohonan penerbitan surety bond dan kontra bank garansi dari seluruh
kantor cabang ACA di Indonesia. Tentunya tidak setiap permohonan penerbitan akan disetujui,
karna ACA memiliki standar khusus untuk menerima setiap permohonan yang diajukan.

Landasan Teori
Surety Bond adalah Suatu bentuk penjaminan yang biasanya pihak Obligee (pemilik
modal) meminta Surat Jaminan atau Surety Bond dari Principal (kontraktor/pemborong)
dengan maksud untuk menyatakan kesungguhan Principal dalam melaksanakan pekerjaannya
sesuai kontrak/perjanjian yang telah disepakati. Jaminan itu diberikan oleh Penjamin (Surety)
yang diterbitkan oleh Lembaga Keuangan Non Bank yaitu Perusahaan Asuransi yang memiliki
program Surety Bond.
Surety bond bukan merupakan sebuah asuransi. Karna asuransi merupakan sebuah
perjanjian antara 2 pihak yaitu tertanggung dan penanggung, sementara surety bond merupakan
sebuah perjanjian antara 3 pihak yaitu :
1. Obligee
Obligee adalah pemilik proyek atau modal atau contract maker.

2. Principal
Principal adalah penerima proyek atau yang menjalankan proyek atau yang menjalankan sebuah
kontrak.
3. Surety
Surety adalah sebuah perusahaan asuransi yang menjamin principal dapat menjalankan sebuah
proyek yang diterima dari obligee.

Perbedaan antara Surety Bond dengan Asuransi


Surety Bond
1.

Merupakan sebuah perjanjian tambahan

Asuransi
1.
Merupakan sebuah perjanjian yang berdiri
sendiri

2.
Merupakan sebuah perjanjian antara 3
pihak.

2.

Merupakan perjanjian antara 2 pihak

3.
Prinsip underwritenya Select your risk
and client

3.

Prinsip hukum bilangan besar

4.

4.

Dapat dibatalkan secara sepihak

Tidak dapat dibatalkan secara sepihak

5. Ada recovery dari principal apabila


terdapat pencairan jaminan/ klaim

5.
Pembayaran klaim ditanggung oleh sendiri
dan tidak ada recovery dari tertanggung

Perbedaan antara Surety Bond dengan Bank Garansi


Surety Bond

Bank Garansi

1.
Ditanda tangani oleh 2 pihak yaitu
principal dan surety

1.
Ditanda tangani oleh 1 pihak yaitu pihak
Bank

2.
Diatur dalam perikatan tanggung
menanggung atau tanggung renteng

2.
Diatur dalam perikatan penanggungan
sepihak dan penjamin mempunyai hak istimewa

3.

3.

Tidak mengutamakan jaminan collateral

Ada collateral dan persyaratan lainnya

4.
Merupakan perjanjian bersyarat
(conditional)

4.
Bukan merupakan perjanjian tanpa syarat
(unconditional)

5.

Adanya penyebaran risiko ke reasuransi

5.
Risiko ditahan sendiri karna adanya
collateral

6.

Dalam rupiah maupun valas

6.

Penggunaan valas diatur oleh BI

Jenis Jenis Bond


Bond dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :

1.

Surety Bond

Surety bond biasanya digunakan dalam setiap project konstruksi dan pengadaan barang. Surety
bond juga terbagi lagi menjadi beberapa jenis sesuai dengan fungsinya masing-masing,
diantaranya :

Bid Bond
Bid Bond atau yang biasa dikenal dengan jaminan penawaran adalah jaminan yang dibutuhkan
pada saat mengikuti sebuah tender. Dasar pemberian jaminan ini adalah dengan adanya copy
undangan tender dan untuk menentukan besaran sebuah nilai jaminan biasanya 1% - 3% dari
nilai penawaran yang diajukan oleh principal. Periode jaminan berdasarkan tanggal pemasukan
penawaran dan berakhir pada saat dibukanya surat penawaran.
Fungsinya adalah menjamin bahwa principal akan melakukan perform apabila telah ditunjuk
sebagai pemenang tender dan apabila principal dinyatakan wanprestasi, dengan tidak mau
menandatangani kontrak yang ada di dalam SPK atau mengundurkan diri atau bisa juga karena
tidak mau menyerahkan performance bond maka disitulah terjadi klaim atau pencairan jaminan.

Performance Bond
Performance bond atau yang dikenal sebagai jaminan pelaksanaan adalah jaminan yang
dibutuhkan saat melaksanakan sebuah proyek. Dasar pemberian jaminan ini adalah dengan
adanya surat perintah kerja untuk sebuah proyek konstruksi dan sebuah PO (purchase order)
untuk sebuah proyek pengadaan barang. Periode penjaminan didapat dari periode pekerjaan
sesuai dengan yang tertera di dalam sebuah kontrak. Besaran nilai jaminannya biasanya adalah
5% - 10% dari nilai kontrak.
Fungsi dari jaminan ini adalah menjamin bahwa principal akan menjalankan perform untuk
sebuah kontrak yang telah disepakati bersama. Dan pencairan dilakukan ketika obligee melihat
adanya wanprestasi pada sebuah proyek yang dikerjakannya. Principal tidak dapat memenuhi
kewajibannya sesuai dengan perjanjian kontrak. Contohnya sebagai sebuah kontraktor tidak
dapat menyelesaikan proyek sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

Advance Payment Bond


APB atau disebut dengan jaminan uang muka adalah jaminan yang disyaratkan oleh obligee
kepada principal sebagai jaminan dalam pemberian uang muka. Dasar pemberian jaminan ini
sama dengan jaminan pelaksanaan yaitu sebuah SPK ataupun PO. Periode penjaminanpun
diambil dari SPK seperti jaminan pelaksanaan. Besaran nilai jaminan biasanya hanya sebesar
20% - 25% karna apabila lebih dari itu risiko yang dijamin juga semakin tinggi.
Fungsi dari APB adalah menjamin bahwa principal akan mengembalikan seluruh jumlah uang
muka yang telah diterima dalam bentuk progress pekerjaan. Pencairan dilakukan ketika principal
wanprestasi dan tidak dapat mengembalikan seluruh ataupun sisa uang muka yang telah
diberikan lewat progress pekerjaan sesuai dengan yang ada di dalam kontrak kerja.

Maintenance Bond
Maintenance bond (jaminan pemeliharaan) adalah jaminan yang diberikan saat principal sudah
menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan isi kontrak dan ingin mengambil hak retensi (biasanya
total 5%) yang ditahan oleh pihak obligee. Dasar pemberian jaminan ini adalah adanya surat
Berita Acara Serah Terima pertama (BAST) untuk konstruksi dan Delivery Order (DO) untuk
pengadaan barang.

Fungsi dari jaminan ini adalah menjamin bahwa principal akan melaksanakan perbaikan atas
kerusakan-kerusakan yang timbul setelah pekerjaan telah diserah-terimakan kepada obligee
dalam masa pemeliharaan yang sesuai dengan kontrak. Pencairan dilakukan ketika principal
tidak melakukan perbaikan-perbaikan selama masa pemeliharaan.
2.

Customs Bond

Custom bond adalah penjaminan yang diberikan oleh pihak principal kepada obligee, untuk
kepentingan pemenuhan suatu kewajiban-kewajiban yang timbul dari dimana principal sebagai
perusahaan yang memperoleh pembebasan Bea Masuk untuk barang-barang yang diimpor karna
barang tersebut untuk komoditi ekspor. Sedikit perbedaan dalam perjanjian ini, yaitu pihak
obligee pada penjaminan custom bond ini hanya 1 yaitu Direktorat Jenderal Bea&Cukai. Ada
beberapa jenis custom bond, diantaranya :

Customs Bond KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor)

CB KITE adalah pemberian pembebasan bea masuk dan atau cukai serta PPn dan PPnBM tidak
dipungut atas impor barang dan atau bahan baku yang diolah, dirakit, dipasang pada barang lain
dengan tujuan ekspor. Contohnya: benang yang diimpor kemudian diolah menjadi barang
setengah jadi (kain) ataupun barang jadi (baju) untuk kemudian hasilnya diekspor.
Nilai penjaminan sebesar nilai penangguhan Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, PPn, serta
PPnBM sesuai dengan PIB (Pemberitahuan Impor Barang)
Penyebab pencairan CB KITE :
a.
Principal tidak melaporkan realisasi ekspor.
b.
Principal menjual bahan baku/barang jadi di dalam negeri.
c.
Principal tidak berproduksi.
d.
Skep pembebasan sudah jatuh tempo dan tidak diperpanjang.

Impor Sementara (OB 23)


Pembebasan bea masuk impor terhadap barang yang digunakan untuk tujuan sementara
kemudian diekspor kembali setelah kepentingannya selesai dalam kurun waktu tertentu.
Contohnya : Impor mobil-mobil mewah untuk keperluan pameran, Penyewaan alat berat untuk
keperluan konstruksi.
Untuk kasus pencairannya, sama seperti pada CB KITE yaitu principal tidak melakukan ekspor
kembali dan atau menjual barang tadi di dalam negeri. Biasanya untuk barang-barang yang
mudah dipindah tangankan dan dibawa (missal: mobil) disyaratkan collateral minimal 10%.

Vooruitslag
Penundaan pembayaran bea masuk oleh importir atas barang yang akan dijual atau digunakan di
dalam negeri dengan penangguhan pembayaran dalam kurun waktu tertentu agar barang impor
dapat dikeluarkan terlebih dahulu. Biasanya untuk barang-barang yang dibutuhkan untuk
keperluan mendesak seperti keperluan penunjang dalam bencana alam contohnya, camp-camp
untuk para relawan untuk tempat tinggal sementara para relawan.
Penyebab pencairan CB ini adalah karena principal tidak melakukan pembayaran yang diberikan
dalam SKep berakhir ataupun tidak melakukan perpanjangan CB.

Customs Bond Kawasan Berikat (KABER)


CB Kaber adalah penjaminan yang diberikan atas pembebasan pembayaran bea masuk oleh
importir/eksportir terhadap barang yang akan digunakan atau disempurnakan yang keluar dari
kawasan berikat dan akan dimasukan kembali ke wilayah kaber dalam kurun waktu tertentu.
Penyebab pencairan jaminan ini adalah :
a.
Principal tidak memperpanjang custom bond selama objek yang disubkan belum kembali
ke kawasan berikat.
b.
Principal tidak mengembalikan objek custom bond ke kawasan berikat.
c.
Principal menjual objek custom bond di dalam negeri.

Customs Bond PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan)


PPJK adalah sebuah perusahaan yang khusus membantu perhitungan wajib bea masuk importir.
Untuk dapat melakukan kegiatan di Kantor Pelayanan Bea Cukai (KPBC), PPJK wajib memiliki
nomor pokok yang dikeluarkan Kepala KPBC setempat. Untuk mendapatkan nomor pokok

tersebut, PPJK wajib menyerahkan collateral yang nilainya sesuai dengan ketentuan dimasingmasing tempat. Yang diperlukan untuk mengajukan penerbitan ini adalah Skep Bea Cukai &
surat sertifikat tenaga ahli dari kepabeanan dari Badan Pendidikan dan latihan keuangan Depkeu
RI.

Customs Bond SPKPBM (Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea


Masuk)
Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk (SPKPBM) adalah surat yang
dikeluarkan oleh pihak kepabeanan yang menjelaskan tentang kekurangan pembayaran bea
masuk yang diakibatkan oleh perbedaan perhitungan antara pihak importir dengan bea cukai.
Untuk efisiensi waktu pengeluaran barang apabila barang harus segera keluar, maka
diperlukanlah jaminan CB SPKPBM untuk menjamin bahwa principal akan membayar sisa
kekurangan pembayaran bea cukai dan juga agar bea cukai tidak kehilangan pendapatan.
Penjaminan ini tergolong high risk maka dari itu diperlukan jaminan collateral 100% dalam
proses penutupan jaminan ini. Penyebab pencairan jaminan ini adalah surat permohonan
keberatan yang diajukan oleh principal atas kekurangan bea masuk ditolak oleh bea cukai.

Customs Bond Angkut Lanjut


Barang-barang impor yang diangkut dengan sarana pengangkutan melalui suatu kantor
Pelayanan Bea dan Cukai ke kantor Pelayanan Bea dan cukai lain dengan dilakukan
pembongkaran terlebih dahulu di suatu tempat penimbunan sementara (TPS) dikarenakan
kapasitas yang tidak memadai dalam melakukan bongkar muat.
Ditulis oleh: Aris Surya Darma
Email: lightsirah@gmail.com

Prosedur Klaim surety bond


Apabila Principal tidak dapat melaksanakan pekerjaannya seperti yang telah diperjanjikannya,
maka Pihak Oblegee (Pemilik Proyek) akan menuntut ganti rugi.
Dalam hal ini sesuai dengan bunyi surat jaminan, maka Pihak Penjamin (Perusahaan Asuransi)
menggantikan kedudukan Principal untuk membayar ganti rugi. Selanjutnya sesuai dengan KUH
Perdata Pasal 1832,, setelah pembayaran ganti rugi dilakukan oleh Perusahaan Asuransi,
kemudian Perusahaan Asuransi yang bersangkutan dapat menuntut kembali kepada Principal.
Tahapan langkah langkahnya biasanya sebagai berikut :

1. Pihak Oblegee mengajukan klaim kepada Surety


Company.

2. Melampirkan dokumen sbb. :


-

Sertipikat asli Surety Bond


Surat surat peringatan dari Oblegee kepada Principal
Pemutusan Hubungan kerja dari Oblegee.

3. Pihak Surety Company menghubungi Principal ,


mengecek kebenarannya, dan kesanggupan
pertanggungjawabannya.
4. Pihak Surety Company menghubungi Oblegee dan jika
perlu sekaligus mengadakan rapat segitiga membicarakan
jumlah kerugian yang dialami Oblegee serta perhitungan
pekerjaan yang sudah dikerjakan Pihak Principal.
5. Pembayaran ganti kerugian dari Surety Compamy
kepada Oblegee. 6. Penggantian kembali (recovery) dari
Principal kepada Surety Company.

Anda mungkin juga menyukai