LP DM
LP DM
OLEH:
OLEH:
I KOMANG TARIMBAWA
0602105011
2. Epidemiologi
3. Etiologi
1) Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans
dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta.
2) Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor risiko:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
b. Obesitas dan riwayat keluarga
4. Patofisiologi
Diabetes Tipe I. Pada diabetes tipe ini terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hipereglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang
tidak terukur oleh hati. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan
tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urine (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
diekskresikan ke dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan
dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.
Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (Poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (Polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari
asam-asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi
insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turun
menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda
dan gejala seperti hiperventilasi, napas bau aseton dan bila tidak ditangani
akan mengakibatkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu retensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Retensi insulin pada
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.
Untuk mengatasi retensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat
yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian jika sel-sel beta tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II (Sylvia, 2006).
5. Klasifikasi
1) IDDM (Insulin Dependent Diabetes Millitus) atau diabetes tipe 1
Sangat tergantung pada insulin. Disebabkan oleh kerusakan sel beta
pankreas sehingga tubuh tidak dapat memproduksi insulin alami untuk
mengontrol kadar glukosa darah.
2) NIDDM (Non-Insulin Dependent Diabetes Millitus) atau diabetes tipe 2
Tidak tergantung insulin. Disebabkan oleh gangguan metabolisme dan
penurunan fungsi hormon insulin dalam mengontrol kadar glukosa darah
dan hal ini bisa terjadi karena faktor genetik dan juga dipicu oleh pola
hidup yang tidak sehat.
3) Gestational Diabetes
Disebabkan oleh gangguan hormonal pada wanita hamil.
Diabetes melitus (gestational diabetes mellitus, GDM) juga melibatkan
suatu kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin
yang tidak cukup, sama dengan jenis-jenis kencing manis lain. Hal ini
dikembangkan
selama
kehamilan
dan
dapat
meningkatkan
atau
Poliuria
Polidipsia
tahun).
Biasanya bertubuh kurus pada saat didiagnosis, dengan penurunan
(misalnya virus).
Sering memiliki antibodi sel pulau Langarhans.
Sering memiliki antibodi terhadap insulin sekalipun belum pernah
insulin.
Mayoritas penderita obesitas dapat mengendalikan kadar glukosa
menderita infeksi.
Komplikasi akut: sindrom hiperosmoler non ketotik.
c. Gestasional diabetes
Awitan selama kehamilan biasanya terjadi pada trimester kedua
atau ketiga.
Disebabkan
oleh
hormon
yan
disekresikan
plasenta
dan
panyandang diabetes.
Bergantung pada kemampuan pankreas untuk menghasilkan
insulin; pasien mungkin memerlukan terapi dengan obat oral atau
insulin.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala dan wajah
- Inspeksi: adanya katarak pada mata, wajah pasien pucat, pernafasan
cuping hidung, mukosa bibir kering.
b. Dada
- Inspeksi: terdapat retraksi interkostal, RR > 20 x/menit
c. Ekstremitas
- Inspeksi: kulit kering.
- Palpasi: turgor kulit tidak elastis (kembali > 2 detik), tonus otot
menurun.
8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnosis
Glukosa darah: meningkat 200-100 mg/dL, atau lebih.
Aseton plasma (keton): positif secara mencolok.
Pemeriksaan mikroalbumin
Mendeteksi komplikasi pada ginjal dan kardiovaskular
Nefropati Diabetik
Untuk DM tipe 2
o
dokter.
Pemeriksaan HbA1C atau pemeriksaan A1C
Dapat Memperkirakan Risiko Komplikasi Akibat DM
HbA1c atau A1C
Ikatan A1c stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai
dengan sel darah merah).
Sumber: http://www.endotext.org/diabetes/diabetes20/ch01s03.html
9. Kriteria Diagnosis
Puasa
Sewaktu
110-199
> 200
Bukan Belum
DM
pasti DM
DM
Terapi
A. Penyuluhan
Edukasi DM adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan
keterampilan bagi penderita DM dengan tujuan merubah prilaku pasien
untuk meningkatkan pemahaman tentang penyakitnya.
B. Perencanaan makanan (Diet)
Penatalaksanaan nutrisi pada diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan
berikut:
1) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin dan
mineral).
2) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai.
3) Memenuhi kebutuhan energi.
4) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui caracara yang aman dan praktis.
5) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat.
C. Farmakologis, berupa:
1) Obat Hipoglikemik Oral
a. Sulfonilurea, obat golongan sulfonilurea bekerja dengan cara:
Menstimulasi pengelepasan insulin yang tersimpan.
Menurunkan ambang sekresi insulin.
Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa.
dan
orang
tua
karena
risiko
hipoglikemia
yang
didalam
saluran
cerna,
sehingga
menurunkan
permukaan kulit.
o Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara
bolus atau drip.
o Terdapat sediaan insulin campuran (Mixed Insulin) antara insulin
kerja pendek dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang
tertentu. Apabila tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut
atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan
pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut.
o Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara penyinpanan
insulin harus dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai
rotasi tempat suntik.
o Apabila diperlikan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit
insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh
diabetisi yang sama.
11. Komplikasi
Ada tiga komplikasi akut pada diabetes yang penting dan berhubungan dengan
gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek. Ketiga
komplikasi tersebut adalah hipoglikemia, ketoasidosis diabetik, dan sindrom
HNNK (Hiperglikemik Hiperosmoler Nonketotik atau HONK/Hiperosmoler
Nonketotik).
a. Hipoglikemia (Reaksi Insulin)
Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal rendah) terjadi kalau
kadar glukosa darah turun di bawah 50 hingga 60 mg/dL (2,7 hingga 3,3
mmol/L). keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat
oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena
aktivitas fisik yang berat. Tanda-tanda gangguan fungsi system saraf pusat
mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi,
penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir serta lidah, bicara pelo,
gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak
rasional, penglihatan ganda dan rasa ingin pingsan. Kombinasi semua
gejala ini (disamping gejala adrenergik) dapat terjadi pada hipoglikemia
sedang.
Pada hipoglikemia berat, fungsi sistem saraf pusat mengalami gangguan
yang sangat berat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain
untuk mengatasi hipoglikemia yang dideritanya. Gejalanya dapat
mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang, sulit
dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran.
b. Diabetes Ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan
gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga
gambaran klinis yang penting pada diabetes ketoasidosis: dehidrasi,
kehilangan elektrolit, asidosis. Ketosis dan asidosis merupakan ciri khas
diabetes
ketoasidosis
menimbulkan
gejala
gastrointestinal
seperti
dalam
tetapi
tidak
berat/sulit).
Pernafasan
kussmaul
ini
1. Pengkajian
Data Subyektif :
Pasien mengatakan banyak minum.
Pasien mengatakan sering kencing, sering makan.
Pasien mengatakan penglihatannya mulai kabur.
Pasien mengatakan sering kesemutan.
Pasien mengatakan konsentrasinya mulai terganggu.
Data Objektif :
Nafas bau aseton.
Poliuri, polipagi, polidipsi.
2. Diagnosa Keperawatan
1)
2)
PK hipoglikemia
3)
PK diabetes ketoasidosis
4)
PK syok hipovolemi
5)
6)
7)
8)
Kelelahan
berhubungan
dengan
penurunan
produksi
energy
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Jakarta: EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2004. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Doenges, Marylin E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Guyton & Hall. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC.
Hudak & Gallo. 2002. Keperawatan Kritis. Volume II. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : Media
Aesculapius.
Price, Sylvia, Wilson.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC.
Available at: http://www.endotext.org/diabetes/diabetes20/ch01s03.html. Diakses
tanggal 10 September 2009.
Available at: http://www.labormedpharma.ro/eng/searchmeds.php?
key=g.
Diakses tanggal 23 September 2009.
Available at: http://blog.seniors-site.com/insulin-death. Diakses tanggal 23
September 2009.
Available at: http://www.tgnyc.org/2005/NYC051907//Invention%203(final).htm.
Diakses tanggal 10 September 2009.