Anda di halaman 1dari 30

Postur Kerja

Postur Kerja

A. PENDAHULUAN
Dalam dunia industri, peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan
dalam menjalankan proses produksi terutama kegiatan yang bersifat manual (mayoritas
berupa manual material handling). Aktivitas manusia seperti ini dapat menyebabkan
problem ergonomi yang sering dijumpai di tempat kerja khususnya yang berhubungan
dengan kekuatan dan ketahanan manusia dalam melakukan pekerjaannya atau
biomekanika

yang

disebut

gangguan

muskuloskeletal

yang

sering

disebut

Muskuloskeletal Disorder (MSD) atau penegangan otot bagi pekerja yang melakukan
gerakan yang sama dan berulang secara terus-menerus.
Keluhan MSD yang sering timbul pada pekerja industri adalah nyeri punggung, nyeri
leher, nyeri pada pergelangan tangan, siku dan kaki. Ada 4 faktor yang dapat
meningkatkan timbulnya MSD yaitu postur yang tidak alamiah, tenaga yang berlebihan,
pengulangan berkali-kali, dan lamanya waktu kerja. Untuk itu diperlukan suatu upaya
pencegahan dan minimalisasi timbulnya MSD di lingkungan kerja. Upaya ini dapat
diwujudkan melalui analisis postur kerja. Dari hasil analisis postur kerja ini selanjutnya
akan diperoleh rekomendasi perbaikan yang perlu dilakukan.
Tujuan Praktikum
a. Mampu melakukan pengukuran kerja dan memahami postur kerja.
b. Mengetahui besar beban kerja pada saat melakukan kerja.
c. Mampu mengaplikasikan metode menggunakan NBM kuesioner, REBA dan RULA
untuk mengurangi resiko kerja.
d. =
e. Mampu memberikan rekomendasi berdasar hasil analisa.
Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 1

Postur Kerja

B. INPUT DAN OUTPUT


Input :
1. Data operator
2. Kuisioner Nordic Body Map
3. Video proses pengangkatan
4. Foto hasil screencapture

Output :
1. Hasil kuisioner Nordic Body Map
2. Score REBA/RULA
3. Analisa beban dan postur kerja
4. Perbaikan rancangan sistem kerja
5. Rekomendasi postur kerja

C. REFERENSI
Chaffin, D.B. et al., 1991. Occupational Biomechanics, Wiley New York.
Corlett, E.N., (1992), Static Muscle Loading and the Evaluation of Posture. Edited by
Wilson. J.R. & Corlett, E.N. 1992. Evaluation of Human Work a Practical
Ergonomics Methodology. London :Tailor & Francis.
Hignett, S., & McAtamney, L. (2000). Rapid Entire Body Assessment (REBA). Applied
Ergonomics, 31(2), 201206.
Kroemer, K.H.E, H.B. Kroemer, dan K.E. Kroemer-Elbert. 2001. Ergonomics How To
Design For Ease And Efficiency. New Jersey: Prentice Hall.
McAtamney, L., Corlett, EN., 1993, RULA : Survey Method for The Investigation
of Work Related Upper Limb Disorder, Applied Ergonomi. Journal of Human
Ergonomics. 24(2), 91-99.
Nurmianto, E., 1996. Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya Tinjauan Anatomi,
Fisiologi, Antropometri, Psikologi, dan Komputasi untuk Perancangan, Kerja dan
Produk, Jakarta: PT Guna Widya.
Sukania, I. W., Widodo, L., & Natalia, D. (2003). Identifikasi Keluhan Biomekanik dan
Kebutuhan Operator Proses Packing. Jurnal Energi dan Manufaktur Vol.6, No.1,,
19-24.
Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 2

Postur Kerja

Sutalaksana, I.Z., Anggawisastra, R. & Tjakraatmadja, J.H., 1979. Teknik Tata Cara
Kerja. ITB, Bandung.
Tayyari, F. & Smith, J.L., 1997. Occupational ergonomics: Principles and applications,
Chapman & Hall.
Waters, T., 1994. Applications manual for the revised NIOSH lifting equation, DHHS
(NIOSH) Publication No. 94-110, 32.
Winter, D.A., 1979. Biomechanics of human movement, Wiley New York.

D. LANDASAN TEORI
1.

Nordic Body Map


Adanya keluhan otot skeletal yang terkait dengan ukuran tubuh manusia lebih
disebabkan oleh tidak adanya kondisi keseimbangan struktur rangka di dalam menerima
beban, baik beban berat tubuh maupun beban tambahan lainnya. Misalnya tubuh yang
tinggi rentan terhadap beban tekan dan tekukan, oleh sebab itu mempunyai resiko yang
lebih tinggi terhadap terjadinya keluhan otot skeletal.
Melalui pendekatan secara subjektif, adanya keluhan otot skeletal dapat diukur dan
dianalisa dengan baik. Penggunaan nilai subjektif ini telah mencakup beberapa fenomena
yang terjadi dalam psikologis, biomekanis dan pengukuran teknik, serta menjadi cara
paling mudah untuk dinilai dan diintrepetasikan (Kroemer, 2001).
Nordic Body Map merupakan salah satu alat ukur subjektif berupa kuisioner yang
digunakan untuk mengetahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan mulai dari
rasa tidak nyaman (agak sakit) sampai sangat sakit (Corlett, 1992). Kuisioner ini (Tabel
1.1 dan 1.2) menggunakan gambar tubuh manusia yang dibagi menjadi 9 bagian tubuh
utama yaitu leher, bahu, punggung bagian atas, siku, punggung bagian bawah, pinggang,
lutut dan tumit. Dari 9 bagian tubuh tersebut kemudian diperinci menjadi 28 bagian
tubuh seperti pada Gambar 1.1.

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 3

Postur Kerja

Gambar 1.1 Perincian Bagian Tubuh Nordic Body Map (Sumber : Kroemer, 2011)
Tabel 1.1 Tingkat Kesakitan Pekerja
A
B
C
D

Keterangan
No Pain
Tidak terasa sakit
Moderately Pain Cukup Sakit
Painful
Menyakitkan
Very Painful
Sangat Menyakitkan
Tabel 1.2 Kuisioner Nordic Body Map

No

Level of Complaints

Location

A
0

Upper neck/Atas leher

Lower neck/Bawah leher

Left shoulder/Kiri bahu

Right shoulder/Kanan bahu

Left upper arm/Kiri atas lengan

Back /Punggung

Right upper arm/Kanan atas lengan

Waist/Pinggang

Buttock/Pantat

Bottom/Bagian bawah pantat

10

Left elbow/Kiri siku

11

Right elbow/Kanan siku

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 4

Postur Kerja

No

Level of Complaints

Location

A
12

Left lower arm/Kiri lengan bawah

13

Right lower arm /Kanan lengan bawah

14

Left wrist/ Pergelangan tangan Kiri

15

Right wrist/ Pergelangan tangan Kanan

16

Left hand/ Tangan Kiri

17

Right hand/ Tangan Kanan

18

Left thigh/ Paha Kiri

19

Right thigh/ Paha Kanan

20

Left knee/ Lutut Kiri

21

Right knee/ Lutut Kanan

22

Left calf/ Betis Kiri

23

Right calf/ Betis Kanan

24

Left ankle/ Pergelangan kaki Kiri

25

Right ankle/ Pergelangan kaki Kanan

26

Left foot/kaki kiri

27

Right foot/kaki kanan

Pengolahan data dalam menggunakan

nordic body map questionnaire ini sangat

beragam. Namun dalam praktikum ini dibatasi dengan berbagai ketentuan dan langkahlangkah sebagai berikut (Sukania, Widodo, & Natalia, 2003):
a. Mengisi NBM kuesioner dengan beberapa responden yang jenis pekerjaannya sama
b. Membuat prosentasi setiap indikator dari jawaban yang diberikan
c. Menganalisis prosentasi yang memiliki tingkat sangat dikeluhkan oleh pekerja

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 5

Postur Kerja

2. Postur Kerja
Postur kerja yang baik sangat ditentukan oleh pergerakan organ tubuh saat bekerja.
Pergerakan yang dilakukan saat bekerja meliputi: flexion, extension, abduction,
adduction, pronation, dan supination seperti yang terdapat pada gambar berikut.
Gambar 1.2 Macam Gerak Tubuh

Pertimbangan ergonomi yang berkaitan dengan postur kerja dapat membantu


mendapatkan postur kerja yang nyaman bagi pekerja, baik itu postur kerja berdiri, duduk
maupun postur kerja lainnya. Pada beberapa jenis pekerjaan terdapat postur kerja yang
tidak alami dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini akan
mengakibatkan keluhan sakit pada bagian tubuh atau sering disebut dengan CTDs
(Cumulative Trauma Disorders). Cumulative Trauma Disorders (dapat disebut sebagai
Repetitive Motion Injuries atau Musculoskeletal Disorders) adalah cidera pada sistem
kerangka otot yang semakin bertambah secara bertahap sebagai akibat dari trauma kecil
yang terus menerus yang disebabkan oleh desain buruk yaitu desain alat/sistem kerja
yang membutuhkan gerakan tubuh dalam posisi yang tidak normal serta penggunaan
perkakas/handtools atau alat lain yang terlalu sering (Tayyari & Smith, 1997).
Terdapat empat faktor yang paling sering menjadi penyebab timbulnya CTDs
adalah:
a. Penggunaan gaya yang berlebihan selama gerakan normal.
b. Gerakan sendi yang kaku yaitu tidak berada pada posisi normal. Misalnya, bahu
yang terlalu terangkat, punggung terlalu membungkuk, dan lain lain.
c. Perulangan gerakan yang sama secara terus menerus.
d. Kurangnya istirahat yang cukup untuk memulihkan trauma sendi.

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 6

Postur Kerja

A. Metode Postur Kerja


Sikap kerja (postur) memegang peranan
penting dalam dunia kerja khususnya dalam
manual material handling (MMH). Dengan
memiliki

postur

pekerja/operator

kerja

akan

yang

memerlukan

istirahat, lebih cepat, dan lebih efisien

benar,
sedikit
dalam

bekerja, sebaliknya postur kerja yang keliru


dan dalam jangka waktu panjang akan mengakibatkan berbagai macam gangguan
kesehatan yang dapat berakibat fatal. Dalam analisis Postur kerja, ada beberapa metode
yang digunakan dalam menganalisa skor dari posisi postur tubuh. Metode yang ada
untuk menganalisa postur dapat dilihat dalam gambar berikut.
REBA (Rapid Entire
Body Assessment)
RULA (Rapid Upper
Limb Assessment)
OWAS (Owako Work
Posture Analysis)
Metode Analisa
Postur Kerja
PEI (Posture Evaluation
Index)
QEC (Quick Exposure
Check)

PLIBEL

Gambar 1.3 Metode-metode Analisa Postur

Dari metode-metode yang ada dalam pengukuran postur kerja, hanya 1 metode yang
akan digunakan pada praktikum kali ini, yaitu metode REBA.
1. Rapid Entire Body Assessment (REBA)
Pada tahun 1995, McAtamney dan Hignett memperkenalkan metode Rapid Entery
Body Assesment (REBA). Metode tersebut dapat digunakan secara cepat untuk menilai
postur seorang pekerja, selain itu metode ini juga dipengaruhi oleh faktor coupling,
beban eksternal yang ditopang oleh tubuh serta aktivitas pekerja (Hignett &
McAtamney, 2000). Adapun input metode REBA yaitu:
Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 7

Postur Kerja

1. Pengambilan data postur pekerja menggunakan handicam


2. Penentuan sudut pada batang tubuh, leher, kaki, lengan atas, lengan bawah dan
pergelangan tangan.
Proses pengerjaan metode REBA tertera seperti Gambar 1.4 sebagai berikut:

Gambar 1.4 REBA Scoring

Output REBA yang terdapat dalam Tabel 1.3 merupakan pengelompokan action
level yang harus dilakukan berdasarkan dari hasil akhir total nilai dalam penilaian
REBA, seperti tertera dalam tabel berikut:
Tabel 1.3 Action Level Metode REBA

Action Level
0
1
2
3
4

Skor REBA
1
23
47
8 10
11 15

Level Resiko
Bisa diabaikan
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi

Tindakan Perbaikan
Tidak perlu
Mungkin perlu
Perlu
Perlu segera
Perlu saat ini juga

d. Langkah-langkah Rapid Entire Body Assessment (REBA)


1. Pengambilan data postur pekerja menggunakan bantuan video atau foto.
Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dan leher, punggung, lengan,
pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan dengan merekam atau
memotret postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan supaya peneliti mendapatkan data
Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 8

Postur Kerja

postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil rekaman dan hasil foto bisa
didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan serta analisis selanjutnya.
2. Penentuan sudut sudut dari bagian tubuh pekerja
Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja dilakukan
perhitungan besar sudut dari masing masing segmen tubuh yang meliputi punggung
(batang tubuh), leher, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan kaki. Pada
metode REBA segmen segmen tubuh tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
grup A dan B. Grup A meliputi punggung (batang tubuh), leher, dan kaki. Sementara
grup B meliputi lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan. Dari data sudut
segmen tubuh pada masing masing grup dapat diketahui skornya, kemudian dengan
skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A (Tabel 1.10) untuk grup A dan tabel B
(Tabel 1.11) untuk grup B agar diperoleh skor untuk masing masing tabel.

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 9

Postur Kerja

a. Punggung
Skor pergerakan punggung (batang tubuh) dan range pergerakannya dapat dilihat
dalam Tabel 1.4 dan Gambar 1.5.
Tabel 1.4 Skor pergerakan punggung (batang tubuh)
Pergerakan
Tegak/alamiah

Score

Perubahan Score

00 - 200flexion
00 - 200extension
200 - 600 flexion
> 200 extension
> 600 flexion

+1 jika memutar
atau

miring ke samping

Gambar 1.5 Range pergerakan punggung (a) postur alamiah, (b) postur 0 20oflexion, (c)
postur 20 60oflexion, (d) postur 60oflexion atau lebih.
b. Leher
Skor pergerakan leher dan range pergerakannya dapat dilihat dalam Tabel 1.5 dan
Gambar 1.6.
Tabel 1.5 Skor pergerakan leher
Pergerakan

Score

Perubahan Score

00 - 200flexion

+1 jika memutar atau

>200 flexion atau extension

miring ke samping

Gambar 1.6 Range pergerakan leher (a) postur 20o atau lebih flexion, (b) postur extension
Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 10

Postur Kerja

c. Kaki
Skor pergerakan kaki dan range pergerakannya dapat dilihat dalam Tabel 1.6 dan
Gambar 1.7.
Tabel 1.6 Skor posisi kaki
Pergerakan
Kaki tertopang, bobot tersebar merata,
jalan atau duduk
Kaki tidak tertopang, bobot tidak
tersebar merata/postur tidak stabil

Score

Perubahan Score

+1 jika lutut antara 300 dan 600flexion

+2 jika lutut >600 flexion (tidak ketika


duduk)

Gambar 1.7 Range pergerakan kaki (a) kaki tertopang, bobot tersebar merata, (b) kaki
tidak tertopang, bobot tidak tersebar merata, (c) lutut antara 300 dan 600flexion, dan (d)
lutut >600 flexion (tidak ketika duduk)
d. Lengan atas
Skor pergerakan lengan atas dan range pergerakannya dapat dilihat dalam Tabel 1.7
dan Gambar 1.8.
Tabel 1.7 Skor pergerakan lengan atas
Pergerakan
20 extensionsampai 200flexion
0

Score
1

>20 extension
200 - 450flexion

>450 - 900flexion

> 900flexion

Perubahan Score
+1 jika posisi lengan:
- abducted
- rotated
+1 jika bahu ditinggikan
-1 jika bersandar, bobot
lengan ditopang atau sesuai
gravitasi

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 11

Postur Kerja

Gambar 1.8 Range pergerakan lengan atas (a) postur 20oflexion dan extension, (b) postur
20o atau lebih extension dan postur 20 45oflexion, (c) postur 45 90oflexion, (d) postur
90o atau lebih flexion

e. Lengan bawah
Skor pergerakan lengan bawah dan range pergerakannya dapat dilihat dalam Tabel
1.8 dan Gambar 1.9.
Tabel 1.8 Skor pergerakan lengan bawah
Pergerakan

Score

600- 1000flexion

<600 flexion atau >1000flexion

Gambar 1.9 Range pergerakan lengan bawah (a) postur 60 100oflexion, (b) postur 60o
atau kurang flexion dan 100o atau lebih flexion

f. Pergelangan tangan
Skor pergerakan pergelangan tangan dan range pergerakannya dapat dilihat dalam
Tabel 1.9 dan Gambar 1.10.
Tabel 1.9 Skor pergerakan pergelangan tangan
Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 12

Postur Kerja

Pergerakan
0 - 15 flexion / extension
0

Score
1

>15 flexion / extension

Perubahan Score
+1 jika pergelangan tangan
menyimpang atau berputar

Gambar 1.10 Range pergerakan pergelangan tangan (a) postur alamiah, (b) postur 0
15oflexion maupun extension, (c) postur 15o atau lebih flexion, (d) postur 15o atau lebih
extension

Tabel 1.10 Tabel A

Leher = 1

Leher = 2

Leher = 3

Kaki
1
2
3
4
Kaki
1
2
3
4
Kaki
1
2
3
4

Punggung
3

1
2
3
4

2
3
4
5

2
4
5
6

3
5
6
7

4
6
7
8

1
2
3
4

3
4
5
6

4
5
6
7

5
6
7
8

6
7
8
9

3
3
5
6

4
5
6
7

5
6
7
8

6
7
8
9

7
8
9
9

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 13

Postur Kerja

Tabel 1.11 Tabel B

Lengan
bawah = 1

Lengan
bawah = 2

Pergelangan
1
2
3
Pergelangan
1
2
3

Lengan atas
3
4

1
2
3

1
2
3

3
4
5

4
5
5

6
7
8

7
8
8

1
2
3

2
3
4

4
5
5

5
6
7

7
8
8

8
9
9

Hasil skor yang diperoleh dari tabel A dan tabel B digunakan untuk melihat tabel C
sehingga didapatkan skor dari tabel C seperti pada Tabel 1.12.
Tabel 1.12 Tabel C

Score
B

3.

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

1
1
1
1
2
3
3
4
5
6
7
7
7

2
1
2
2
3
4
4
5
6
6
7
7
8

3
2
3
3
3
4
5
6
7
7
8
8
8

4
3
4
4
4
5
6
7
8
8
9
9
9

5
4
4
4
5
6
7
8
8
9
9
9
9

Score A
6
7
6
7
6
7
6
7
7
8
8
9
8
9
9
9
9
10
10 10
10 11
10 11
10 11

8
8
8
8
9
10
10
10
10
10
11
11
11

9
9
9
9
10
10
10
11
11
11
12
12
12

10
10
10
10
11
11
11
11
12
12
12
12
12

11
11
11
11
11
12
12
12
12
12
12
12
12

12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12

Penentuan berat benda yang diangkat, coupling, dan aktivitas pekerja


Selain scoring pada masing masing segmen tubuh, faktor lain yang perlu
disertakan adalah berat badan yang diangkat (Tabel 1.13), coupling (Tabel 1.14 dan
Gambar 1.15), dan aktivitas pekerjanya (Tabel 1.15). Masing masing faktor tersebut
juga mempunyai kategori skor.

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 14

Postur Kerja

Tabel 1.13 Skor berat beban yang diangkat

< 5Kg 5 - 10 Kg > 10 Kg

+1
Penambahan beban yang tiba - tiba
atau secara cepat

Tabel 1.14 Tabel Coupling

0
Good
Pegangan pas
dan tepat ditengah,
genggaman kuat.

1
Fair
Pegangan tangan
bisa diterima tapi
tidak ideal atau
coupling lebih
sesuai digunakan
oleh bagian lain dari
tubuh.

2
Poor
Pegangan tangan
tidak bisa diterima
walaupun
memungkinkan.

3
Unacceptable
Dipaksakan,
genggaman yang
tidak aman, tanpa
pegangan Coupling
tidak sesuai
digunakan oleh
bagian lain dari
tubuh.

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 15

Postur Kerja

Object Lifted

Container
(Keranjang)

Container
(Keranjang)
Optimal?

Loose Object
(Benda Bebas)

NO

YES

Bulky Object?
(Benda Besar)?

NO

YES
POOR
Tungkai (Handle)
Optimal?

Genggaman (Grid)
Optimal?
NO

NO

Jari - Jari
memebentuk
sudut 90 derajat

NO

YES

FAIR
YES

YES

Good

Gambar 1.11 Flowchart Decision Tree Klasifikasi Kopling (Waters et al, 1994)

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 16

Postur Kerja

Tabel 1.15 Activity Score


+1

- 1 atau lebih baguan tubuh status, ditahan lebih dari 1


menit
- pengulangan gerakan dalam rentang waktu singkat,

+1 diulang
lebih dari 4 kali per menit (tidak termasuk berjalan)
+1

4.

- Gerakan menyebabkan perubahan atau pergeseran


postur yang cepat dari postur awal

Perhitungan nilai REBA untuk postur yang bersangkutan


Setelah didapatkan skor dari tabel A kemudian dijumlahkan dengan skor untuk berat
beban yang diangkat sehingga didapatkan nilai bagian A. Sementara skor dari tabel B
dijumlahkan dengan skor dari tabel coupling sehingga didapatkan nilai bagian B. dari
nilai bagian A dan bagian B dapat digunakan untuk mencari nilai bagian C dari tabel C
yang ada.
Nilai REBA didapatkan dari hasil penjumlahan nilai bagian C dengan nilai aktivitas
pekerja. Dari nilai REBA tersebut dapat diketahui level resiko pada musculoskeletal dan
tindakan yang perlu dilakukan untuk mengurangi resiko serta perbaikan kerja. Untuk
lebih jelasnya, alur cara kerja dengan menggunakan metode REBA serta level resiko
yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 1.12 dan Tabel 1.16.
REBA : SCORING
L

Trunk
Upper Arms
L
GROUP A

Neck

GROUP B

Lower Arms
L

Legs

Load/ Force
Coupling

R
Wrists

SCORE A
Use
Table C

SCORE C

+
Activity
Score
Date:
Task:

REBA Score

Analysts:

Gambar 1.12 Langkah langkah perhitungan metode REBA (Sumber: Hignett dan McAtamney)

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 17

Postur Kerja

Tabel 1.16 Tabel Level Resiko dan Tindakan

Action Level Skor REBA

Level Resiko

Tindakan Perbaikan

Bisa diabaikan

Tidak perlu

2-3

Rendah

Mungkin perlu

4-7

Sedang

Perlu

8 - 10

Tinggi

Perlu segera

11 - 15

Sangat Tinggi

Perlu saat ini juga

Dari tabel resiko di atas dapat diketahui dengan nilai REBA yang didapatkan dari
hasil perhitungan sebelumnya dapat diketahui level resiko yang terjadi dan perlu atau
tidaknya tindakan yang dilakukan untuk perbaikan. Perbaikan kerja yang mungkin
dilakukan antara lain berupa perancangan ulang peralatan kerja berdasarkan prinsip
prinsip ergonomi.

2. Rapid Upper Limb Assessment (RULA)


RULA atau Rapid Upper Limb Assesment dikembangkan oleh Dr. Lynn McAtamney dan
Dr. Nigel Corlett yang merupakan ergonom dari universitas di Nottingham (University of
Nottinghams Institute of Occupational Ergonomics). Pertama kali dijelaskan dalam
bentuk jurnal aplikasi ergonomic pada tahun 1993 (Lueder,1996).
Rapid Upper Limb Assesment adalah metode yang dikembangkan dalam bidang
ergonomic yang menginvestigasi dan menilai posisi kerja yang dilakukan oleh tubuh
bagian atas. Metode ini digunakan untuk mengambil nilai postur kerja dengan cara
mangambil sampel postur dari satu siklus kerja yang dianggap mempunyai resiko
berbahaya bagi kesehatan si pekerja, lalu diadakan penilaian/scoring. Setelah didapat
hasil dari penilaian tersebut, kita dapat mengetahui postur pekerja tersebut telah sesuai
dengan prinsip ergonomi atau belum, jika belum maka perlu dilakukan langkah-langkah
perbaikan. Metode ini menggunakan diagram body postures dan tiga tabel penilaian (tabel
A, B, dan C) yang disediakan untuk mengevaluasi postur kerja yang berbahaya dalam
siklus pekerjaan tersebut. Melalui metode ini akan didapatkan nilai batasan maksimum
dan berbagai postur pekerja, nilai batasan tersebut berkisar antara nilai 1 7.

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 18

Postur Kerja

a. Tujuan dari metode RULA adalah:


1.

Menyediakan perlindungan yang cepat dalam pekerjaan.

2.

Mengidentifikasi usaha yang dibutuhkan otot yang berhubungan dengan postur tubuh
saat kerja.

3.

Memberikan hasil yang dapat dimasukkan dalam penilaian ergonomi yang luas.

4.

Mendokumentasikan postur tubuh saat kerja, dengan ketentuan :


Tubuh dibagi menjadi dua grup yaitu A (lengan atas dan bawah dan pergelangan
tangan) dan B (leher, tulang belakang, dan kaki).

5.

Jarak pergerakan dari setiap bagian tubuh diberi nomor.

6.

Scoring dilakukan terhadap kedua sisi tubuh, kanan dan kiri.

Metode RULA dirancang untuk kemudahan tanpa memerlukan alat yang sulit digunakan.
Menggunakan lembar kerja RULA, evaluator akan menetapkan skor untuk masingmasing daerah tubuh berikut: lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, leher,
batang, dan kaki. Setelah data untuk masing-masing daerah dikumpulkan dan mencetak,
tabel pada form kemudian digunakan untuk menyusun variabel faktor risiko,
menghasilkan skor tunggal yang mewakili tingkat risiko MSD seperti diuraikan di bawah:
Tabel 1.17 tingkat resiko pada penilaian RULA
Score

Tingkat Resiko

1-2

Resiko diabaikan, tidak perlu penanganan

3-4

Resiko rendah, perubahan dibutuhkan

5-6

Resiko sedang, penanganan lebih lanjut, butuh perubahan segera

6+

Sangat beresiko, Lakukan perubahan sekarang

b. Langkah-langkah dan contoh penggunaan RULA


Lembar kerja RULA dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian A(Lengan dan pergelangan
tangan) dan B(leher, punggung, kaki). Pembagian ini dibutuhkan untuk memastikan
bahwa setiap postur dibatasi dari leher, punggung dan kaki yang mungkin mempengaruhi
postur lengan dan pergelangan tangan yang termasuk dalam penilaian RULA.
Peneliti harus memberi nilai pada grup A(Lengan dan pergelangan tangan) terlebih
dulu, kemudian nilai untuk grup B (leher, punggung & kaki) untuk kiri dan kanan. Untuk
masing-masing bagian tubuh, ada skala pemberian nilai postur dan ada penyesu

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 19

Postur Kerja

ketentuannya seperti yang diuraikan pada lembar kerja yang perlu dipertimbangkan dan
diperhitungkan dalam pemberian nilai.
1. Langkah 1-4: Analisa tangan kanan dan pergelangan

Gambar 1.13 Analisa lengan dan pergelangan RULA


Pada langkah 1, nilai +3 digunakan untuk posisi lengan atas (45 + derajat). Untuk langkah
2, nilai +2 diberikan untuk posisi lengan bawah (<60 derajat). Langkah 3, untuk
pergelangan adalah +3 untuk pergelangan tangan fleksi (> 15 derajat), dan +1
ditambahkan untuk penyimpangannya. Langkah 4, untuk pergelangan adalah +2 karena
pergelangan tangan dipelintir dekat batas akhir maksimal. Setiap skor harus dilingkari
pada Tabel A.

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 20

Postur Kerja

3. Langkah 5-8: Menghitung nilai grup A

Gambar 1.14 Nilai grup A pada RULA


a. Langkah 5. Menggunakan nilai dari langkah 1-4, tentukan nilai melalui tabel A.
b. Langkah 6. Tambahkan skor penggunaan otot. Dalam contoh ini, postur yang tidak
berkelanjutan selama lebih dari 10 menit, dan tidak berulang 4x per menit. Oleh
karena itu, nilai adalah 0.
c. Langkah 7. Dalam contoh ini, berat benda >4.4lbs dan berulang. Sehingga, nilainya
+2.
d. Langkah 8. Tambahkan nilai dari langkah 5-7.

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 21

Postur Kerja

4. Langkah 9-11: Analisa leher, punggung dan kaki

Gambar 1.15 Analisa leher, punggung dan kaki pada RULA


Pada langkah 9, nilai +3 digunakan untuk posisi leher (> 20 derajat). Langkah 10,
nilainya +1 karena posisi punggung 0-20 derajat. Setiap nilai kemudian harus dilingkari
pada Tabel B.

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 22

Postur Kerja

5. Langkah 12-15: Menghitung total nilai grup B

Gambar 1.16 Nilai grup B pada RULA


a. Langkah 12. Menggunakan nilai dari langkah 9-11, tentukan nilai melalui tabel B.
b. Langkah 13. Tambahkan skor penggunaan otot. Dalam contoh ini, postur yang tidak
berkelanjutan selama lebih dari 10 menit, dan tidak berulang 4x per menit. Oleh
karena itu, nilai adalah 0.
c. Langkah 14. Dalam contoh ini, berat benda >4.4lbs dan berulang. Sehingga,
nilainya +2.
d. Langkah 8. Tambahkan nilai dari langkah 12-14.

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 23

Postur Kerja

6. Menentukan nilai akhir


Gunakan tabel C untuk menentukan hasil akhir RULA seperti tertera dalam gambar
berikut.

Gambar 1.17 Hasil akhir table C pada RULA


Nilai akhir : 7
Dalam contoh ini, skor RULA akhir adalah 7 menunjukkan risiko tinggi dan membutuhkan
perubahan metode kerja untuk mengurangi atau menghilangkan risiko MSD yang dituangkan
dalam grafik pada halaman 1.

3. Pencegahan CTDs
Dengan melakukan perhitungan di atas maka diharapkan pekerja dapat
meminimalisir resiko dari dampak CTDs itu sendiri. Pencegahan CTDs dapat
dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu engineering control, administrative control dan
Alat Pelindung Diri (APD) seperti yang terdapat dalam Gambar 1.17 sebagai berikut :

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 24

Postur Kerja

Langkah-langkah
Pencegahan CTDs

Engineering
Controls

Administrative
Controls

Job Redesign

Penjadwalan
Waktu Istirahat

Workplace
Redesign

Rotasi kerja

Tool Redesign

Training

Automation

Exercise

Workplace
Accessories

Job/career
changes

APD

Gambar 1.17 Langkah-langkah pencegahan CTDs (Sumber : Tayyari, 1997)

E. CONTOH SOAL
a) Nordic Body Map
Seorang meneliti dalam perusahaan yang pekerjanya bekerja dalam sector pembungkusan
(packaging). Dalam satu sector tersebut terdapat 30 pekerja yang ingin di analisa bagian
mana yang merupakan keluhan pekerja saat bekerja yang nantinya akan dihitung dan di
analisa lebih lanjut.
Dari hasil penelitian tersebut, peneliti dapat mendapatkan hasil seperti table berikut:
Level of Complaints
B
C

Total

Total

Total

Location

Total

No

D
%

Upper neck/Atas leher

9 30.0

5 16.7

16 53.3

Lower neck/Bawah leher

7 23.3

5 16.7

18 60.0

Left shoulder/Kiri bahu

15 50.0

6 20.0

9 30.0

Right shoulder/Kanan bahu

13 43.3

13 43.3

4 13.3

Left upper arm/Kiri atas lengan

15 50.0

12 40.0

3 10.0

Back /Punggung

7 23.3

11 36.7

9 30.0

10

Right upper arm/Kanan atas lengan

6 20.0

4 13.3

20 66.7

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 25

Postur Kerja
Level of Complaints
B
C

Total

Total

Total

Location

Total

No

D
%

Waist/Pinggang

10 33.3

9 30.0

9 30.0

2 6.67

Buttock/Pantat

14 46.7

11 36.7

5 16.7

Bottom/Bagian bawah pantat

17 56.7

9 30.0

4 13.3

10

Left elbow/Kiri siku

19 63.3

7 23.3

3 10.0

3.3

11

Right elbow/Kanan siku

16 53.3

12 40.0

3.3

3.3

12

Left lower arm/Kiri lengan bawah

17 56.7

12 40.0

3.3

13

Right lower arm /Kanan lengan bawah

20 66.7

10 33.3

0.0

14

Left wrist/ Pergelangan tangan Kiri

16 53.3

14 46.7

0.0

15

Right wrist/ Pergelangan tangan Kanan

18 60.0

11 36.7

3.3

Dalam hasil tersebut, dapat dilihat bahwa keluhan sakit (C) yang melebihi 50% adalah
bagian kanan atas lengan, bawah leher dan atas leher. Sehingga perlu adanya rekomendasi
dan analisa lebih lanjut.

b) Postur
Batang tubuh pada proses kerja membungkuk sebesar 35o (ke depan), untuk posisi leher
operator membentuk sudut 34o, dengan posisi kaki normal/ seimbang. Untuk berat beban
yang dibawa adalah kurang dari 10 kg dan perlu kekuatan cepat untuk membawa beban.
Pergerakan lengan atas saat mengangkat kotak adalah 20o dan lengan berada dalam posisi
yang bengkok. Lengan bawah pada proses ini memungkinkan pergerakan 50o, serta besar
sudut untuk pergelangan tangan > 15o. Dalam hal ini benda yang diangkat berupa kotak
sehingga tidak terdapat pegangan tangan yang terdapat pada sisi kotak, sehingga dapat
dikatakan poor. Aktifitas ini memerlukan perubahan gerak postur yang relatif cepat.
Sebagai seorang ahli ergonomi, analisislah postur kerja yang terjadi pada operator ini.
Tentukan level tindakan beserta solusinya.

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 26

Postur Kerja

Trunk

GROUP A

Neck

Load/Force
Coupling

Upper Arms

R
GROUP B

Lower arms

Legs
Wrists

SCORE A

4
Use
Table C

SCORE
C

7
+

Activit
y
Score

REBA
Score

Kesimpulan:
Skor REBA 8, Action Level 3, level resiko sangat tinggi dan perlu tindakan perbaikan
saat ini juga.

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 27

Postur Kerja
F. PRAKTIKUM
Alur praktikum seperti dijelaskan pada flowchart berikut:
Mulai Sesi
Praktikum

Teori dalam kelas


Penyampaian Materi
Post test

Penentuan Tempat

Pengambilan data

Responden bekerja
Pengambilan video responden
Pengisian NBM kuesioner

Data yang dibutuhkan


terkumpul

Pengolahan Data

Analisa Data

Pengambilan
Kesimpulan

Konsultasi
kepada Asisten

ACC
Asisten

Pengumpulan
laporan

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 28

Anda mungkin juga menyukai