Bab I Pendahuluan Latar Belakang
Bab I Pendahuluan Latar Belakang
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Demam dengue (DD) dan Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam,
nyeri otot, dan/atau nyeri sendi yang disertai oleh leukopenia ,ruam,
limfadenopati,trombositopeni,dan diathesis hemoragic. Pada DBD terjadi
perembesan
plasma
yang
ditandai
oleh
hemokonsentrasi
(peningkatan
BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1. Definisi
Demam dengue/DD dan Demam berdarah dengue/DBD (Dengue
Haemorhagic Fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi yang
disertai oleh leukopenia ,ruam, limfadenopati,trombositopeni,dan diatesis
hemoragic. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan Hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga
tubuh. Sindrom Renjatan Dengue (Dengue Syok Sindrom) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai dengan renjatan/syok.
2.2.Etiologi
DD dan DBD disebabkan oleh infeksi virus dengue yang mempunyai 4
serotipe yaitu den-1, den-2, den-3, dan den-4. Virus dengue serotipe den-3
merupakan serotipe yang dominan di Indonesia dan paling banyak berhubungan
dengan kasus berat.
2.3. Patogenesis
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi
pertama kali mungkin memberi gejala seperti DD. Reaksi tubuh merupakan reaksi
yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak
bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang
berlainan. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi,
sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibodi (kompleks virus
antibodi) yang tinggi.
Terdapatnya komplek virus-antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal
sebagai berikut :
1.
renjatan
telah
mendahului
proses
inaktivasi
tersebut.
oleh
sistem
retikuloendotel
dengan
berakibat
plasminogen
akan
menjadi
plasmin
yang
berperan
dalam
DSS terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu
diantara hari ke-3 dan ke-7 sakit. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis
meningkatnya reaksi imunologis, yang dasarnya sebagai berikut:
1. Pada manusia, sel fagosit mononukleus, yaitu monosit, histiosit, makrofag
dan sel kupfer merupakan tempat utama terjadinya infeksi verus dengue.
2. Non-neutralizing antibody, baik yang bebas di sirkulasi maupun spesifik
pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus
dengue pada permukaan sel fogosit mononukleus.
3. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukleus
yang telah terinfeksi itu. Parameter perbedaan terjadinya DHF dan DSS
ialah jumlah sel yang terinfeksi.
4. Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan disseminated
intravaskular coagulation (DIC) terjadi sebagai akibat dilepaskannya
mediator-mediator oleh sel fagosit mononukleus yang terinfeksi itu.
4
2.4.Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami
keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,
pegal seluruh badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang
mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar
kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DD disebabkan oleh kongesti
pembuluh darah dibawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan
membedakan DD dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler
karena pelepasan zat anafilatoksin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem
kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskular. Berakibat berkurangnya
volum plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura
dan renjatan. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat
permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan
renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ektravaskular dibuktikan dengan
ditemukannya cairan dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura dan
perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma,
bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan
kematian.
Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia,
gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi. Trombositopenia yang
dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan
pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi
trombosit dalam sistem retikuloendotelial. Fungsi agregasi trombosit menurun
mungkin disebabkan proses imunologis dengan terdapatnya sistem koagulasi
Spektrum
Klinis
Manifestasi Klinis
Demam akut selama 2-7 hari, disertai dua atau lebih manifestasi berikut:
nyeri kepala, nyeri retroorbita, mialgia, manifestasi perdarahan, dan
DD
leukopenia.
Dapat disertai trombositopenia.
Hari ke-3-5 ==> fase pemulihan (saat suhu turun), klinis membaik.
Demam tinggi mendadak selama 2-7 hari disertai nyeri kepala, nyeri
retroorbita, mialgia dan nyeri perut.
Uji torniquet positif.
Ruam kulit : petekiae, ekimosis, purpura.
Perdarahan mukosa/saluran cerna/saluran kemih : epistaksis, perdarahan
gusi, hematemesis, melena, hematuri.
DBD
Hepatomegali.
Perembesan plasma: efusi pleura, efusi perikard, atau perembesan ke rongga
peritoneal.
Trombositopenia.
Hemokonsentrasi.
Hari ke 3-5 ==> fase kritis (saat suhu turun), perjalanan penyakit dapat
berkembang menjadi syok
Manifestasi klinis seperti DBD, disertai kegagalan sirkulasi (syok).
Gejala syok :
SSD
Keterangan:
8
kapiler
sehingga
terjadi
perembesan
plasma
yang
dengan
immunoflouresen,
atau
adanya
CPE
2. Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan Radiologi
Pada pemeriksaan radiologi dan USG Kasus DBD, terdapat beberapa
kerlainan yang dapat dideteksi yaitu :
1. Dilatasi pembuluh darah paru
2. Efusi pleura
3. Kardiomegali dan efusi perikard
9
2.
3.
Hepatomegali
4.
Syok, nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi 20 mmHg, atau
hipotensi disertai gelisah dan akral dingin.
Kriteria laboratoris :
1. Trombositopenia ( 100.000/l)
2. Hemokonsentrasi (kadar Ht 20% dari orang normal)
Dua gejala klinis pertama ditambah 2 gejala laboratoris dianggap cukup
untuk menegakkan diagnogsis kerja DBD.
2.8. Penatalaksanaan
1. Demam Dengue
Medikamentosa:
10
Perbanyak asupan cairan per oral: air putih, ASI, cairan elektrolit, jus
buah, atau sup. Tidak ada larangan konsumsi makanan tertentu.
Monitor keadaan dan suhu anak dirumah, terutama selama 2 hari saat suhu
turun. Pada fase demam, kita sulit membedakan antara DD dan DBD,
sehingga orang tua perlu waspada.
Segera bawa anak ke rumah sakit bila : anak gelisah, lemas, muntah terus
menerus, tidak sadar, tangan/kaki teraba dingin, atau timbul perdarahan.
Monitor keadaan anak (tanda-tanda syok) terutama selama 2 hari saat suhu
turun. Monitor trombosit dan hematokrit secara berkala.
Jenis cairan adalah kristaloid : RL, 5% glukosa dalam RL, atau NaCl.
11
Jumlah
Cairan
(ml/kg BB/hari)
<7
220
7 11
165
12 18
132
>18
88
10
100 per kg BB
10 20
>20
Kriteria
12
DBD derajat Demam disertai gejala tidak khas, dan satu-satunya manifestasi perdarahan
I
DBD derajat
II
DBD derajat
III
DBD derajat Syok berat (profound shock): nadi tidak dapat diraba, dan tekanan darah
IV
Kelebihan cairan
13
Perdarahan masif
Ensefalopati DBD
Ditandai dengan kesadaran menurun dengan atau tanpa kejang, baik pada
DBD dengan atau tanpa syok
Ketepatan diagnosis
14
15
16
17
BAB III
KESIMPULAN
Pada saat ini Dengue Hemorrhagic Fever sudah endemis di banyak kota
besar, bahkan sejak 1975 penyakit ini telah berjangkit didaerah pedesaan.
Dalam praktek di klinik, dapat saja pada awalnya penderita Infeksi Virus
Dengue didiagnosis sebagai Dengue Fever, kemudian dalam perjalanan berubah
menjadi Dengue Hemorrhagic Fever, sebab baru terbukti ada Plasma Leakage
pada saat dalam perjalanan sakitnya. Begitu juga dapat terjadi penderita
didiagnosis awalnya sebagai Dengue Hemorrhagic Fever, dalam perjalanan
berubah menjadi Dengue Shock Syndrome sebab kegagalan sirkulasi baru terjadi
kemudian. Akan tetapi kalau penanganan penderita dilakukan secara sistematis
dan benar maka hal-hal diatas akan dapat diatasi di rumah sakit.
Sebelum kita menetapkan terapi pada penderita Infeksi Virus Dengue,
maka kita harus menetapkan apa diagnosisnya, Dengue Fever / Dengue
Hemorrhagic Fever atau Dengue Shock Syndrome, baru setelah itu kita berikan
terapi (terutama terapi cairan) sesuai dengan diagnosis yang kita buat.
Seorang dokter harus memahami patogenesis Demam Berdarah Dengue
untuk bisa menatalaksana kasus DBD dengan baik dan optimal
Ketrampilan untuk menegakkan diagnosis secara dini dan pengambilan
keputusan yang tepat akan menentukan keberhasilan pengobatan DBD serta
program penanggulangannya.
Oleh karena itu sudah seharusnya semua tenaga medis yang bekerja di
Indonesia untuk mampu mengenali dan mendiagnosisnya, kemudian dapat
melakukan penatalaksanaan, sehingga angka kematian akibat Demam Berdarah
Dengue dapat ditekan.
18
DAFTAR PUSTAKA
Demam Berdarah Dengue: Pelatihan bagi pelatih, dokter spesialis anak, dan
dokter spesialis penyakit dalam, dalam tatalaksana kasus DBD. Balai Penerbit
FKUI; Jakarta, 2009.
Dengue Haemorrhagic Fever: Diagnosis, treatment, prevention and control,
second edition. WHO: 2012.
Haslam Robert. Sistem Saraf; Bab 543 DBD Pada Masa Anak. Dalam: Nelson
Waldo E, penyunting. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi-15. Volume-3,
diterjemahkan oleh Wahab Samik. Jakarta: EGC; 2010.
19