Anda di halaman 1dari 27

Glomerulonefritis Akut Pada Anak

Rahmi Meitia Ambon


Definisi

Glomerulo- • Penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan proliferasi


nefritis sel glomerulus

• peradangan akut glomerulus yang secara


GNAPS histopatologi menunjukkan proliferasi & inflamasi
(glomerulonefriti glomeruli yang didahului oleh infeksi group A β-
s akut pasca hemolytic streptococci (GABHS) , ditandai dengan
streptokokus) gejala nefritik (hematuria, edema, hipertensi,
oliguria

SNA • kumpulan gejala klinik berupa Proteinuria,


(sindrom Hematuria, Azotemia, Red blood cast, Oliguria &
nefritik akut) Hipertensi (PHAROH) yang terjadi secara akut
• GNA (glomerulonefritis akut) merupakan istilah yang lebih
bersifat histologik, sedangkan SNA (sindrom nefritik akut)
lebih bersifat klinis.
• Semua penyakit yang memberikan gejala nefritik (hematuria,
proteinuria, azotemia) digolongkan ke dalam SNA bila
diagnosis histopatologisnya belum dapat ditegakkan.
Jenis-jenis penyakit yang digolongkan ke dalam SNA :

 Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut


 Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria seperti :
Glomerulonefritis fokal, Nefritis herediter (sindrom Alport),
Nefropati IgA-IgG (Maladie de Berger), Benign recurrent
hematuria, Glomerulonefritis progresif cepat
 Penyakit sistemik seperti: Purpura Henoch-Schöenlein (HSP),
Lupus erythematosus sistemik (SLE), Endokarditis bakterial
subakut (SBE)
Epidemiologi
• Salah satu bentuk glomerulonefritis akut (GNA) yang banyak
dijumpai pada anak adalah glomerulonefritis akut pasca
streptokokus (GNAPS).
• GNAPS dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi
pada usia 6 – 7 tahun.
• Di negara maju, insiden GNAPS berkurang akibat sanitasi yang
lebih baik, pengobatan dini penyakit infeksi, sedangkan di negara
sedang berkembang insiden GNAPS masih banyak dijumpai.
• Di Indonesia & Kashmir, GNAPS lebih banyak ditemukan pada
golongan sosial ekonomi rendah, masing – masing 68,9%1 &
66,9%
Patogenesis
Patogenesis
• Patogenesis GNAPS belum diketahui secara pasti.
Patogenesis
• Faktor genetik diduga berperan dalam terjadinya penyakit dengan ditemukannya
gen HLA-D dan HLA-DR.
• Proses imunologis memegang peranan penting dalam mekanisme penyakit.
• Pada GNAPS, adanya infeksi bakteri Streptokokus; yang menjadi antigen (Ag)
dalam tubuh penderita, menimbulkan respon imun yang berlebihan berupa
terbentuknya antibodi (Ab) yang berlebihan pada tubuh penderita tsb. Antibodi
inilah yang terdeteksi sebagai peningkatan ASO/ASTO (antistreptolysin O) pada
pemeriksaan serum penderita GNAPS.
• Antibodi yang terbentuk ini kemudian membentuk kompleks dengan antigen
(kompleks Ag-Ab). Deposit (endapan) dari kompleks Ag-Ab pada membran basal
glomerulus (MBG) menyebabkan sistem komplemen menjadi teraktivasi dan
melepaskan substansi yang berfungsi menarik netrofil pada MBG. Netrofil yang
tiba di MBG melepaskan enzim lisosim yang mengakibatkan inflamasi dan
kerusakan glomerulus.
• Banyaknya komplemen (C3) dari sirkulasi darah yang menuju pada MBG inilah
yang menyebabkan penurunan kadar C3 serum pasien penderita GNAPS.
• Reaksi inflamasi dan kerusakan yang terjadi pada glomerulus
berdampak pada meningkatnya permeabilitas kapiler, pembengkakan
glomerulus dan proliferasi sel.
• Meningkatnya permeabilitas kapiler menyebabkan kapiler membran
mudah dilalui oleh partikel berukuran besar sehingga menyebabkan
hematuria dan proteinuria. Banyaknya protein yang keluar lewat ginjal
menyebabkan protein dalam darah menurun (hipoalbumin) yang
dapat menimbulkan gejala edema
• Pembengkakan glomerulus dan proliferasi sel menyebabkan :
 menurunnya laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate/GFR)
yang menyebabkan oligouria dan peningkatan ureum (azotemia)
 Sekresi renin yang menyebabkan hipertensi dan juga edema
Gejala Klinis Periode
laten

Oligouria
Edema
hingga anuria

Hipertensi Hematuria

cardio
vaskuler

Gejala lain: pucat, malaise, letargi, anoreksia.


Periode laten :

 Periode antara infeksi streptokokus dan timbulnya gejala


klinik.
 Periode ini berkisar 1-3 minggu; periode 1-2 minggu
umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh ISPA,
sedangkan periode 3 minggu didahului oleh infeksi
kulit/piodermi.
 Bila berlangsung kurang dari 1 minggu, dipikirkan
kemungkinan penyakit lain.
Edema

 Dimulai dari daerah periorbital (palpebra), disusul daerah


tungkai. Jika retensi cairan hebat, edema timbul di daerah perut
(asites), dan genitalia eksterna (edema skrotum/vulva).
 Distribusi edema bergantung pada 2 faktor:
 gaya gravitasi
 tahanan jaringan lokal
Oleh sebab itu, edema palpebra sangat menonjol waktu bangun
pagi dan dapat menghilang atau berkurang pada siang dan sore
hari atau setelah melakukan kegitan fisik.
 Edema bersifat pitting sebagai akibat cairan jaringan yang
tertekan masuk ke jaringan interstisial, yang dalam waktu singkat
akan kembali ke kedudukan semula.
Hematuria

 Urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti teh pekat, air


cucian daging atau berwarna seperti cola.
 Hematuria makroskopik biasanya timbul dalam minggu pertama
dan berlangsung beberapa hari, tetapi dapat pula berlangsung
sampai beberapa minggu.
 Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lebih lama, 6 bulan
sampai lebih dari satu tahun → indikasi untuk dilakukan biopsi
ginjal untuk mengetahui adanya glomerulonefritis kronik.
Hipertensi

 Umumnya terjadi dalam minggu pertama dan


menghilang bersamaan dengan
menghilangnya gejala klinik yang lain.
 Hipertensi berat dapat menyebabkan
ensefalopati yaitu hipertensi yang disertai
gejala serebral, seperti sakit kepala, muntah-
muntah, kesadaran menurun dan kejang
Oliguria hingga anuria.

 Terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul


kegagalan ginjal akut.
Gejala Kardiovaskuler

 Edema paru.
Gejala klinik : batuk, sesak napas, sianosis, ronki basah kasar atau
basah halus pada auskultasi paru. Keadaan ini disebut acute
pulmonary edema.

 Kardiomegali disertai dengan efusi pleura disebut nephritic lung.


Keadaan ini disebabkan oleh kongesti paru yang disebabkan oleh
hipervolemia akibat absorpsi Na dan air.

 Kelainan radiologik toraks (posisi Postero Anterior/PA dan Lateral


Dekubitus Kanan/LDK) : kardiomegali, edema paru dan efusi pleura.
Pemeriksaan Laboratorium
Dara
Urine
h
Proteinuria Serologis

Hematuria Kompleme
mikroskopik n

LED
Pemeriksaan Laboratorium: Urine
 Proteinuria :
 Kualitatif : +/++/+++. Bila didapatkan +++, dipertimbangkan
kelainan sindrom nefrotik atau hematuria makroskopik.
 Kuantitatif : berkisar 2 gram/m2 LPB/24 jam atau lebih.
Proteinuria yang menetap > 6 bulan menunjukkan kemungkinan
suatu glomerulonefritis kronik → indikasi biopsi ginjal.

 Hematuria mikroskopik :
adanya eritrosit dan torak eritrosit dalam urin menunjukkan
adanya peradangan glomerulus. Torak eritrosit dapat pula
dijumpai pada penyakit ginjal lain, seperti nekrosis tubular akut.
Pemeriksaan Laboratorium: Darah
1. Reaksi Serologis
Antistreptolysin O (ASTO) meningkat 70-80% pada GNAPS
menunjukkan adanya infeksi streptokokus sebelumnya. Kenaikan
titer ini dimulai pada hari ke-10 hingga 14 sesudah infeksi
streptokokus dan mencapai puncaknya pada minggu ke- 3 hingga
5 dan mulai menurun pada bulan ke-2 hingga 6. Titer ASTO jelas
meningkat pada GNAPS setelah infeksi saluran pernapasan oleh
streptokokus. Sebaliknya titer ASO jarang meningkat setelah
piodermi. Hal ini diduga karena adanya jaringan lemak subkutan
yang menghalangi pembentukan antibodi terhadap streptokokus
sehingga infeksi streptokokus melalui kulit hanya sekitar 50%
kasus menyebabkan titer ASTO meningkat.
2. Aktivitas Komplemen
Aktivitas komplemen C3 serum menurun pada GNAPS, karena turut serta
berperan dalam proses antigen-antibodi sesudah terjadi infeksi
streptokokus yang nefritogenik. Umumnya kadar C3 mulai menurun
selama fase akut atau dalam minggu pertama perjalanan penyakit,
kemudian menjadi normal sesudah 4-8 minggu timbulnya gejala-gejala
penyakit.

3. Laju endap darah (LED)


LED umumnya meninggi pada fase akut dan menurun setelah gejala klinik
menghilang. Walaupun demikian LED tidak dapat digunakan sebagai
parameter kesembuhan GNAPS, karena terdapat kasus GNAPS dengan
LED tetap tinggi walaupun gejala klinik sudah menghilang.
Kriteria diagnostik

Gejala klinis Laboratorium

• Hematuria makroskopis • Hematuria mikroskopis


• Hipertensi • Proteinuria
• Edema • ASTO meningkat
• Oligouria/anuria • C3 menurun
• Biakan GABHS (+) →
diagnosis pasti
Komplikasi
1. Ensefalopati hipertensi
2. Gangguan ginjal akut/GnGA (Acute kidney injury/AKI)
3. Edema paru
4. Posterior leukoencephalopathy : gejala a.l sakit kepala,
kejang, halusinasi visual, tetapi tekanan darah masih normal.
Tatalaksana
1. Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang
biasanya timbul dalam minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS.
Sesudah fase akut, tidak dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur,
tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti sebelum sakit.
2. Diet . Bila edema berat, diberikan makanan tanpa garam, sedangkan
bila edema ringan, pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari.
Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak 0,5-1
g/kgbb/hari. Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik,
terutama pada penderita oliguria atau anuria, yaitu jumlah cairan
yang masuk harus seimbang dengan pengeluaran, berarti asupan
cairan = jumlah urin + insensible water loss (20-25 ml/kgbb/ hari) +
jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan suhu dari normal (10
ml/kgbb/hari).
3. Antibiotik golongan penisilin diberikan untuk eradikasi
kuman, yaitu Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis
selama 10 hari. Jika terdapat alergi terhadap golongan
penisilin, dapat diberi eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari.

4. Simtomatik. Atasi gejala bendungan sirkulasi, hipertensi, AKI


Pemantauan
 Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang
berlangsung 1-2 minggu.
 Pada akhir minggu pertama atau kedua gejala-gejala seperti edema,
hematuria, hipertensi dan oliguria mulai menghilang, sebaliknya gejala-gejala
laboratorium menghilang dalam waktu 1-12 bulan.
 Kadar C3 yang menurun (hipokomplemenemia) menjadi normal kembali
sesudah 2 bulan.
 Proteinuria dan hematuria dapat menetap selama 6 bulan–1 tahun. Pada
keadaan ini sebaiknya dilakukan biopsi ginjal untuk melacak adanya proses
penyakit ginjal kronik.
 Dengan kemungkinan adanya hematuria mikroskopik dan atau proteinuria
yang berlangsung lama, maka setiap penderita yang telah dipulangkan
dianjurkan untuk pengamatan setiap 4-6 minggu selama 6 bulan pertama. Bila
ternyata masih terdapat hematuria mikroskopik dan atau proteinuria,
pengamatan diteruskan hingga 1 tahun atau sampai kelainan tersebut
menghilang. Bila sesudah 1 tahun masih dijumpai satu atau kedua kelainan
tersebut, perlu dipertimbangkan biopsi ginjal.
Prognosis
Dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada
komplikasi, sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting
disease.
GNAPS dapat kambuh kembali.
Pada anak 85-95% kasus GNAPS sembuh sempurna, sedangkan pada
orang dewasa 50-75%
GNAPS dapat berlangsung kronis, baik secara klinik maupun secara
histologik atau laboratorik. Pada orang dewasa kira-kira 15-30% kasus
masuk ke dalam proses kronik, sedangkan pada anak 5-10% kasus
menjadi glomerulonefritis kronik.
Kematian bisa terjadi terutama dalam fase akut akibat gangguan
ginjal akut (Acute kidney injury), edema paru akut atau ensefalopati
hipertensi.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai