Anda di halaman 1dari 17

Modul Organ Forensik

Patologi Forensik I
Seorang Laki-Laki Ditemukan dengan Lehernya Terikat Lengan Baju
Kelompok 8

0302009208 Riska Rachmania

0302011038 Anya Dewi Nastiti

0302009228 Sekar Dianca

0302011048 Atika Asrianti Taslim

0302010008 Adji Indra Pramono

0302011058 Cheras Yezia Kharismia

0302010128 I Gede Putu Arsa

0302011068 Derianti Nur Hidayah

0302011008 Adwina Syafitri

0302011078 Dimas Arya Pradana

0302011018 Amanda Nabila F

0302011088 Ergaliza Nurmutiara

0302011028 Anggi Calapi

Fakultas Kedokteran, Universitas Trisakti


Jakarta Barat
Sabtu, 4 April 2014

BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu Kedokteran Forensik, juga dikenal dengan nama Legal Medicine, adalah salah
satu cabang spesialistik dari Ilmu Kedokteran, yang mempelajari pemanfaatan ilmu
kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan.
Dalam perkembangannya lebih lanjut, ternyata ilmu kedokteran forensik tidak
semata-mata bermanfaat dalam urusan penegakan hukum dan keadilan di lingkup pengadilan
saja, tetapi juga bermanfaat dalam segi kehidupan bermasyarakat lain. Untuk dapat memberi
bantuan yang maksimal bagi pelbagai keperluan tersebut di atas, seorang dokter dituntut
untuk dapat memanfaatkan ilmu kedokteran yang dimilikinya secara optimal.
Dalam menjalankan fungsinya sebagai dokter yang diminta untuk membantu dalam
pemeriksaan kedokteran forensik oleh penyidik, dokter tersebut dituntut oleh undang-undang
untuk melakukannya dengan sejujur-jujurnya serta menggunakan pengetahuan yang sebaikbaiknya.
Oleh karena itu, dalam bidang ini dipelajari tata laksana mediko-legal, tanatologi,
traumatologi, toksikologi, teknik pemeriksaan dan segala sesuatu yang terkait, agar semua
dokter dalam memenuhi kewajibannya membantu penyidik, dapat benar-benar memanfaatkan
segala pengetahuan kedokterannya untuk kepentingan peradilan sera kepentingan lain yang
bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat.

BAB II
SKENARIO KASUS
Seorang laki-laki ditemukan di sebuah sungai kering yang penuh batu-batuan dalam
keadaan mati tertelungkup. Ia mengenakan kaos dalam (oblong) dan celana panjang yang di
bagian bawahnya digulung hingga setengan tungkai bawahnya. Lehernya terikat lengan baju
(yang kemudian diketahui sebagai baju miliknya sendiri) dan ujung lengan baju lainnya
terikat ke sebuah dahan pohon perdu setinggi 60 cm. Posisi tubuh relatif mendatar, namun
leher memang terjerat oleh baju tersebut. Tubuh mayat tersebut telah membusuk, namun
masih dijumpai adanya satu luka terbuka di daerah ketiak kiri yang memperlihatkan
pembuluh darah ketiak yang putus, dan beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah kanan
dan kiri yang memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan akibat kekerasan tajam.
Perlu diketahui bahwa rumah terdekat dari TKP adalah 2 km. TKP adalah suatu
daerah perbukitan yang berhutan cukup lebat.

BAB III
PEMBAHASAN
Perkiraan Kronologis Kasus
Suatu hari, dua orang laki-laki, Tn. A dan temannya, pergi ke hutan untuk mencari
kayu. Ketika mereka sudah selesai dengan pekerjaannya, mereka memutuskan untuk kembali
ke rumah yang dalam perjalanannya harus menyebrangi sebuah sungai yang penuh batubatuan. Tn.A dan temannya yang lelah dan berkeringat setelah bekerja melepas baju mereka
yang sudah penuh keringat, dan juga menggulung celana panjang mereka hingga setengah
tungkai bawah agar lebih mudah menyebrangi sungai. Dalam perjalanannya, Tn. A membuka
pembicaraan yang menyinggung perasaan temannya. Teman Tn. A merasa tidak terima dan
akhirnya terjadi perkelahian. Teman Tn. A akhirnya mengeluarkan golok yang dibawanya
untuk memotong kayu, dan mencoba menusukkan golok tersebut ke arah jantung Tn. A.
Namun Tn. A berhasil menghindar dan golok pun akhirnya mengenai bagian ketiak Tn. A
yang menyebabkan putusnya pembuluh darah di ketiak. Tn. A kemudian mencoba kabur dan
berlari ke arah sungai. Namun luka di ketiaknya mengeluarkan banyak sekali darah dan
membuat keadaan Tn. A menjadi lemah. Temannya pun berhasil mengejar Tn. A dan
menusukkan golok beberapa kali ke kedua tungkai Tn. A agar Tn. A tidak dapat kabur lagi.
Akibat kehilangan banyak darah, akhirnya Tn. A tidak sadarkan diri. Lalu temannya yang
melihat Tn.A tidak sadarkan diri itu langsung menjerat leher Tn. A dengan baju Tn. A dan
mengikatkannya pada pohon perdu untuk memanipulasi pembunuhan itu agar terlihat seperti
peristiwa bunuh diri dan kemudian pergi dari TKP.
Aspek Hukum
Aspek hukum yang terkait dalam kasus pembunuhan atau penganiayaan yang
menyebabkan kematian adalah sebagai berikut:

Pasal 338 KUHP


Barangsiapa

dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena

pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 340 KUHP


Barangsiapa yang dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa
orang lain diancam karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati

atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh
lima tahun.

Pasal 351 KUHP ayat (3)


Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 354 KUHP


(1) Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain diancam karena melakukan
penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan mati dia di kenakan pidana penjara paling lama
sepuluh tahun.

Pasal 355 KUHP


(1)

Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana

lebih dahulu, diancam

dengan pidana penhara paling lama dua belas tahun.


(2)

Jika perbuatan mengakibatkan mati

yang bersalah dikenakan pidana penjara

paling lama 15 tahun.1


Prosedur Medikolegal

Penemuan
Seorang laki-laki ditemukan di sebuah sungai kering berbatuan dalam keadaan mati oleh
masyarakat sekitar

Pelaporan
Dilakukan oleh orang yang menemukan ke pihak yang berwajib.

Penyelidikan
Dilakukan oleh penyelidik. Berdasarkan pasal 4 KUHAP penyelidik adalah setiap pejabat
polisi Negara Republik Indonesia. Bertugas untuk menindak-lanjuti suatu pelaporan,
untuk mengetahui apakah benar ada kejadian pembunuhan seperti yang dilaporkan.

Penyidikan
Berdasarkan pasal 6 KUHAP ayat 1, penyidik adalah;
1. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia
2. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusu oleh undangundang
Penyidikan merupakan tindak lanjut setelah diketahui benar-benar telah terjadi
pembunuhan pada kasus ini. Penyidik dapat meminta bantuan seorang ahli (pasal 79 UU.
Kesehatan). Dalam kasus pembunuhan yang mengenai tubuh manusia, sesuai dengan

KUHAP pasal 133 ayat 1, maka penyidik dapat meminta bantuan dokter untuk dilakukan
penanganan dan penyidikan dengan kedokteran forensik.
Penyidik wajib meminta secara resmi kepada kedokteran forensik untuk melakukan
pemeriksaan atas korban (KUHAP pasal 133 ayat 2).

Pemberkasan perkara
Dilakukan oleh penyidik, menghimpun semua hasil penyidikannya, termasuk hasil
pemeriksaan kedokteran forensik yang dimintakan kepada dokter. Kemudian hasil berkas
perkara ini akan diteruskan ke penuntut umum.

Penuntutan
Dilakukan oleh penuntut umum di sidang pengadilan setelah berkas perkara yang lengkap
diajukan ke pengadilan.

Persidangan
- Persidangan pengadilan dipimpin oleh hakim atau majelis hakim.
- Dilakukan pemeriksaan terhadap terdakwa pembunuhan, para saksi dan juga para ahli.
Dan sebaiknya dokter atau pemeriksa korban dapat di hadirkan di sidang pengadilan ini
sebagai saksi ahli.

Putusan pengadilan
Vonis dijatuhkan oleh hakim dengan ketentuan :
- Keyakinan pada diri hakim bahwa memang telah terjadi suatu pembunuhan di kasus ini
dan terdakwa memang bersalah melakukan tindak pidana tersebut.
- Keyakinan hakim ini harus ditunjang oleh sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.2

Tanatologi
Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos
(ilmu). Ini merupakan bagian dari Ilmu Kodokteran Forensik yang mempelajari kematian dan
perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan
tersebut.1
Kematian adalah proses yang terjadi secara klinis dan dapat diketahui berupa tanda
kematian yang dapat timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian. Tanda
ini berupa berhentinya kerja jantung, pernafasan, dan peredaran darah, hilangnya refleks
cahaya dan refleks kornea mata, serta kulit yang pucat dan relaksasi otot. Tanda-tanda lain
yang lebih memastikan suatu diagnosis kematian adalah lebam mayat, kaku mayat,

penurunan suhu tubuh, mumifikasi dan adiposera. Tanda-tanda tersebut akan diuraikan lebih
merinci dibawah ini :
A. Tanda kematian tidak pasti
1) Pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi dan
auskultasi)
2) Terhentinya sirkulasi yang dinilai selama 15 menit
3) Kulit pucat, walaupun bukan tanda yang dapat dipercaya
4) Hilangnya tonus otot dan relaksasi
5) Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit pascakematian
6) Pengeringan kornea dalam 10 menit dan dapat hilang jika ditetes air
B. Tanda pasti kematian
a. Lebam mayat (livor mortis). Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati
tempat terbawah akibat gaya tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula,
membentuk bercak warna merah ungu (livide) pada bagian bawah tubuh, kecuali pada
bagian tubuh yang tertekan alas keras.
b. Kaku mayat (rigor mortis). Terjadi dikarenakan habisnya cadangan glikogen dalam
otot, sehingga energy tidak dapat dibentuk lagi dan menyebabkan menggumpalnya
aktin dan myosin dan otot menjadi kaku.
c. Penurunan suhu tubuh (algor mortis). Terjadi karena proses pemindahan panas dari
suatu benda ke benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi dan
konveksi.
d. Pembusukan (decomposition, putrefaction). Merupakan proses degradasi jaringan
yang terjadi akibat autolysis dan kerja bakteri. Pembusukan baru tampak kira-kira 24
jam pascamati berupa warna kehijauan pada perut bawah (daerah sekum) yang isinya
lebih cair dan penuh dengan bakteri serta terletak dekat dinding perut. Kehijauan ini
disebabkan oleh terbentuknya sulf-met-hemoglobin dan bertahap menyebar ke seluruh
perut dan dada sehingga menyebabkan bau busuk.
e. Adiposera. Merupakan proses terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak
atau berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pascamati
f. Mummifikasi, Proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat
sehingga menyebabkan pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan
pembusukan. Proses ini terjadi pada keadaan bersuhu hangat, kelembaban rendah,
aliran udara yang baik, dan waktu yang lama (12-14 minggu) dan jarang dijumpai
pada cuaca yang normal.
C. Perkiraan saat kematian
1)
Perubahan pada mata
2)
Perubahan dalam lambung

3)
4)
5)
6)
7)
8)

Perubahan rambut
Pertumbuhan kuku
Perubahan dalam cairan serebrospinal
Peningkatan kadar kalium dalam cairan vitreus
Perubahan kadar komponen darah
Reaksi supravital.3

Identifikasi Forensik
1. Pemeriksaan sidik jari
Metode ini membandingkan gambar sidik jari jenazah dengan data sidik jari ante mortem.
Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi
ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang.
2. Metode Visual
Metode ini dilakukan dengan cara memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang
merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya. Jenazah Tn.A sudah membusuk,
maka metode ini kurang efektif dilakukan, karena wajah dan bentuk tubuhnya sudah sulit
untuk dikenali.
3. Pemeriksaan Dokumen
Dokumen seperti kartu identifikasi (KTP, SIM, Pasport, dsb.) yang kebetulan dijumpai
dalam saku pakaian yang dikenakan akan sangat membantu mengenali jenazah tersebut.
4. Pemeriksaan Pakaian dan Perhiasan
Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin dapat diketahui merk atau
nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge, yang semuanya dapat membantu
identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut.
5. Identifikasi Medik
Metode ini menggunakan data tinggi badan, berat badan, warna rambut, warna mata,
cacat atau kelainan khusus, tattoo (rajah).
6. Pemeriksaan Gigi
Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang yang dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-x dan pencetakan gigi serta
rahang
7. Pemeriksaan Serologik
Pemeriksaan serologik bertujuan untuk menentukan golongan darah jenazah. Penentuan
golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan dengan memeriksa
rambut, kuku dan tulang4
Pemeriksaan Medis
Pemeriksaan Luar
1. Label mayat

:-

2. Tutup mayat

:-

3. Bungkus mayat : 4. Pakaian


Korban menggunakan kaos dalam (oblong) dan celana panjang masing-masing pada
bagian kanan dan kiri yang dibagian bawahnya digulung hingga setengah tungkai
bawahnya. Lehernya terikat lengan baju dan ujung lengan baju lainnya terikat ke
sebuah dahan pohon perdu setinggi 60 cm.
5. Perhiasan

:-

6. Benda di samping mayat: pohon perdu setinggi 60 cm dan bebatuan


7. Tanda kematian:
Lebam mayat
Dilakukan pencatatan letak dan distribusi lebam. Lebam mayat biasanya mulai
tampak 20-30 menit pasca mati dan akan menetap 8-12 jam. Pada kasus ini tidak
diketahui.
Kaku mayat
Kaku mayat mulai tampak kira-kira 2 jam setelah mati klinis,dan distribusinya
dimulai dari kepala ke kaki. Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi
lengkap.
Suhu tubuh
Suhu tubuh menurun akibat berhenti nya proses metabolisme , hal ini
dipengaruhi juga oleh suhu lingkungan sekitar.
Pembusukan
Tanda pembusukan tampak pertama kali pada kulit perut sebelah kanan bawah
yang berwarna kehijau-hijauan. Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca
mati. Pada kasus ini telah ditemukan adanya pembusukan, jadi perkiraan saat
kematian pada korban ini adalah lebih dari 24 jam.
8.

9.

Identifikasi umum:
Jenis Kelamin
Bangsa
Ras
Umur
Warna Kulit
Keadaan gizi
Tinggi badan
Berat badan
Identifikasi khusus:

: Laki-laki
:::::::-

Tattoo
: Jaringan parut : Anomali
:10. Pemeriksaan rambut
11. Pemeriksaan mata

::-

12. Pemeriksaan daun telinga dan hidung : 13. Pemeriksaan terhadap mulut dan rongga mulut : 14.
15.

Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan : Pemeriksaan terhadap tanda-tanda kekerasan/luka:
Letak luka
: pada korban ini luka terdapat pada ketiak kiri dan tungkai
bawah

kanan dan kiri.


Jenis luka : luka terbuka.
Bentuk luka: luka terbuka pada ketiak kiri memperlihatkan pembuluh darah ketiak
putus, serta luka terbuka seperti kekerasan benda tajam pada kedua
tungkai bawah.

Arah luka : dapat melintang, membujur atau miring. Pada kasus ini tidak
diketahui.
Tepi luka : dapat rata, teratur atau tidak beraturan. Pada kasus ini tidak diketahui.
Sudut luka : dapat runcing, membulat atau bentuk lain. Pada kasus ini tidak
diketahui
Dasar luka : dapat berupa jaringan bawah kulit, otot, atau rongga badan. Pada
kasus ini tidak diketahui
Sekitar luka: dapat ditemukan pengotoran atau luka / tanda kekerasan lain. Pada
kasus ini tidak diketahui

16.

Ukuran luka: tidak diketahui


Pemeriksaan terhadap patah tulang5

Pemeriksaan Dalam
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Lidah
Tonsil
Kerongkongan
Batang tenggorok
Rawan gondok
Arteria karotis interna
Kelenjar timus
Paru-paru
Jantung
Aorta thorakalis
Aorta abdominalis
Ginjal
Hati, kandung empedu, dan pankreas

14.
15.
16.
17.

Limpa dan kelenjar getah bening


Lambung dan Usus
Otak besar, otak kecil, dan batang otak
Alat kelamin dalam6

Interpretasi Temuan
Seorang laki-laki ditemukan di sebuah sungai kering yang penuh batu-batuan dalam
keadaan mati tertelungkup. Lehernya terikat lengan baju (yang kemudian diketahui
sebagai baju miliknya sendiri) dan ujung lengan baju lainnya terikat ke sebuah dahan
pohon perdu setinggi 60 cm. Posisi tubuh relatif mendatar, namun leher memang terjerat
oleh baju tersebut.
Keterangan ini menggambarkan keadaan korban yang seolah-olah mati disebabkan
karena gantung diri dengan posisi gantung berbaring tertelungkup. Namun dugaan
gantung diri dapat disingkirkan karena pada kasus gantung diri jarak kaki korban
dengan tanah tinggi
Namun, masih dijumpai adanya satu luka terbuka di daerah ketiak kiri yang
memperlihatkan pembuluh darah ketiak yang putus yang memiliki ciri-ciri yang sesuai
dengan akibat kekerasan tajam dan beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah kanan
dan kiri yang memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan akibat kekerasan tajam.
Temuan ini juga dapat menyingkirkan bahwa korban mati bunuh diri, karena luka
yang ditemukan merupakan tanda bukti penganiayaan orang lain terhadap korban.
Temuan nomor satu hanya manipulasi dari pelaku agar orang menduga korban mati
bunuh diri.
Putusnya pembuluh darah ketiak akibat kekerasan tajam yang dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan masif merupakan mekanisme dari kematian korban. Ditambah
adanya perdarahan akibat luka di kedua tungkai korban. Perdarahan yang masif
menyebabkan terjadinya syok dan kematian.
Ia mengenakan kaos dalam (oblong) dan celana panjang yang di bagian bawahnya
digulung hingga setengah tungkai di bawahnya.

Diduga korban adalah warga pedesaan yang sedang mencari kayu di hutan. Diduga
korban melepas bajunya akibat berkeringat dan gerah setelah bekerja. Dan korban
menggulung celananya agar lebih mudah untuk bergerak dan untuk menyebrangi
sungai yang penuh batu-batuan.
Tubuh mayat tersebut telah membusuk
Diduga korban telah meninggal lebih dari 24 jam yang lalu.
Rumah terdekat dari TKP adalah kira-kira 2 km. TKP adalah daerah suatu perbukitan
yang berhutan cukup lebat.
Keterangan ini memperkuat asumsi bahwa pembunuhan berlangsung di tempat
tersebut karena letaknya jauh dari pemukiman sehingga memberi kesempatan serta
memudahkan pelaku untuk melakukan tindak kejahatan tersebut karena korban akan
sulit untuk meminta pertolongan.
Sebab Kematian
1. Perdarahan
2. Asfiksia
Cara Kematian
Cara kematian adalah macam kejadian yang menimbulkan penyebab kematian. Bila
kematian sebagai akibat suatu penyakit semata-mata kematian adalah wajar (natural death).
Bila kematian terjadi sebagai akibat cedera atau luka, atau pada seseorang yang semula telah
mengidap suatu penyakit, kematiannya dipercepat oleh adanya cidera atau luka, kematian
demikian adalah tidak wajar (unnatural death). Kematian tidak wajar ini dapat terjadi sebagai
akibat kecelakaan, bunuh diri, atau pembunuhan. Kadangkala pada akhir suatu penyidikan,
penyidik masih belum dapat menentukan cara kematian dari yang bersangkutan, maka dalam
hal ini kematian dinyatakan sebagai kematian dengan cara yang tidak tertentukan.7
Pada kasus ini, cara kematian korban adalah tidak wajar, dengan dugaan pembunuhan
oleh seseorang di hutan dengan menggunakan kekerasan tajam. Hal ini juga berdasarkan hasil
temuan pada korban, yaitu ditemukan tanda-tanda kekerasan, yaitu luka terbuka pada bagian

ketiak dan luka benda tajam pada kedua tungkai bawah.


Mekanisme Kematian
1. Perdarahan
Tubuh korban dijumpai adanya satu luka terbuka di daerah ketiak yang memperlihatkan
pembuluh darah ketiak atau arteri aksilaris yang putus, dan beberapa luka terbuka didaerah
tungkai bawah kanan dan kiri yang memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan akibat kekerasan
benda tajam. Arteri aksilaris memiliki tekanan yang sama dengan tekanan arteri lainnya, yang
normalnya tekanan darah adalah 120/80 mmHg. Perdarahan yang masif pada korban karena
terputusnya arteri aksilaris dapat menyebabkan syok hipovolemik (volume rendah),
menjadikan aliran darah ke organ-organ vital seperti otak dan jantung mengalami penurunan
yang mengakibatkan fungsinya menurun sampai mati somatis. Respon tubuh terhadap
perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lamanya perdarahan.8
2. Asfiksia Mekanik
Korban didapati lehernya terikat lengan bajunya sendiri yang membuat asfiksisa, yaitu suatu
keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernafasan,
mengakibatkan oksien darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbon
dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen
(hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian. Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya
kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar antara 4-5 menit.9
Visum et Repertum
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Jl. Kyai Tapa Telp. (021)5655786, Jakarta Barat

Nomor : 888

Jakarta, 2 April 2014

Lamp : Satu sampul tersegel----------------------------------------------------------------------------Perihal : Hasil Pemeriksaan Pembedahan--------------------------------------------------------------atas jenazah Tn.B-------------------------------------------------------------------------------PROJUSTITIA

Visum Et Repertum
Yang bertanda tangan di bawah ini, dr. Okta Sp. F, dokter ahli kedokteran forensik
pada Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Jakarta,
menerangkan bahwa atas permintaan tertulis dari Kepolisian Resort Jakarta Barat No. Pol:
A/053/Ver/LK/X/2011 tertanggal 2 April 2014, maka pada tanggal satu April tahun dua ribu
empat belas, pukul sepuluh lewat tiga puluh tujuh menit Waktu Indonesia bagian Barat,
bertempat di ruang bedah jenazah Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti telah
melakukan pemeriksaan atas jenazah yang menurut surat permintaan tersebut adalah :
Nama

: -

Umur

: -

Jenis kelamin : Laki-laki


Warga negara : Pekerjaan

: -

Agama

: -

Alamat

: -

Hasil Pemeriksaan
I. Pemeriksaan Luar
1. Mayat tidak terbungkus.
2. Mayat berpakaian sebagai berikut:
a. kaos dalam (oblong)
b. celana panjang masing-masing pada bagian kanan dan kiri yang dibagian
bawahnya digulung hingga setengah tungkai bawahnya.
3. Pada tubuh terdapat luka-luka sebagai berikut:---------------------------------------------a. Pada daerah ketiak kiri, terdapat luka terbuka. Pembuluh darah ketiak tampak
putus.
b. Pada daerah tungkai bawah kanan terdapat beberapa luka terbuka.
c. Pada daerah tungkai bawah kiri terdapat beberapa luka terbuka.
Kesimpulan
Pada mayat laki-laki ini ditemukan luka terbuka dan pembuluh darah yang putus pada
daerah ketiak kiri dan beberapa luka terbuka pada tungkai bawah kanan dan kiri yang
memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan akibat kekerasan tajam. Sebab mati orang ini adalah
kekerasan tajam pada ketiak kiri yang menyebabkan terjadinya perdarahan hebat.

Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan sebenar-benarnya berdasarkan


keilmuan saya yang sebaik-baiknya mengingat sumpah sesuai dengan KUHAP.
Dokter yang memeriksa,

dr. Okta, Sp F
NIP 01188888

BAB IV
KESIMPULAN
Pada mayat laki-laki ini ditemukan luka terbuka dan pembuluh darah yang putus pada
daerah ketiak kiri dan beberapa luka terbuka pada tungkai bawah kanan dan kiri yang
memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan akibat kekerasan tajam. Perkiraan saat kematian korban
adalah lebih dari 24 jam dikarenakan tubuh korban telah mengalami pembusukan saat
ditemukan di Tempat Kejadian Perkara. Sebab mati orang ini adalah kekerasan tajam pada
ketiak kiri yang menyebabkan terjadinya perdarahan yang banyak sehingga menimbulkan
terjadinya syok dan kematian dan jeratan pada leher korban yang menyebabkan asfiksia
sehingga menimbulkan kematian.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hukum
Pidana yang Berkaitan dengan Profesi Dokter. Peraturan Perundang-undangan Bidang
Kedokteran. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI;1994.p.37-9
2. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Prosedur
Medikolegal. Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik FKUI;1994.p.11-25
3. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Munim TWA, Sidhi, Hertian S, et al.
Tanatologi. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia;1997. p. 25-36
4. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Munim TWA, Sidhi, Hertian S, et al.
Identifikasi Forensik. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;1997. p 197-9
5. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Pemeriksaan Luar. Teknik Autopsi Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran
Forensik FKUI;2000.p.12-20
6. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Pembedahan Mayat. Teknik Autopsi Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran
Forensik FKUI;2000.p.32-40
7. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Sebab Kematian, Cara Kematian dan Mekanisme Kematian. Teknik
Autopsi Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI;2000.p.7
8. Price, A Sylvia, Wilson, M Lorraine. Gangguan Volume, Osmolaritas, dan Elektrolit
Cairan. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6th ed. Jakarta:
EGC;2006.p.359-71

9. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, munim TWA, Sidhi, ertian S. Ilmu


kedokteran forensik. Jakarta : Bagian kedokteran forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;1997.p.55-7

Anda mungkin juga menyukai