Anda di halaman 1dari 62

JERAT

(KEMATIAN AKIBAT JEJAS LEBAR DI LEHER)


LAPORAN KASUS
Erni. Situmorang
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro / RSUP Dokter Kariadi
Semarang, Jawa Tengah

A. PENDAHULUAN
Dalam menjalankan profesinya dokter akan menangani penderita yang
masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia. Salah satu sebab kematian
yang sering adalah akibat asfiksia. Kematian asfiksia sering terjadi, baik
secara wajar maupun tidak wajar, sehingga tidak jarang dokter diminta
bantuannya oleh pihak polisi/ penyidik untuk membantu memecahkan kasuskasus kematian karena asfiksia terutama bila ada kecurigaan mati tidak
wajar.1
Asfiksia merupakan salah satu kasus penyebab kematian terbanyak
yang ditemukan dalam kasus kedokteran forensik. Asfiksia yang diakibatkan
adanya suatu obstruksi pada saluran nafas disebut asfiksia mekanik dan
asfiksia jenis inilah yang paling sering dijumpai dalam kasus tindak pidana
yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. 2 Korban kematian akibat
asfiksia termasuk yang sering diperiksa oleh dokter, umumnya urutan ke-3
sesudah kecelakaan lalu lintas dan trauma mekanik.2 Secara mekanik asfiksia
dapat disebabkan oleh proses penggantungan, pencekikan dan penjeratan.
Dalam rutinitas medikolegal perbedaan mekanisme ini sangat penting karena
kasus penggantungan dianggap bunuh diri sehingga dibuktikan sebaliknya
manakala kasus penjeratan dan pencekikan dianggap pembunuhan. 3
Mengetahui gambaran asfiksia, khususnya pada postmortem serta keadaan
1

apa saja yang dapat menyebabkan asfiksia, khususnya mekanik mempunyai


arti penting terutama dikaitkan dengan proses penyidikan.3
Di Inggris, terdapat lebih dari 2000 kasus bunuh diri dengan
penggantungan dilaporkan tiap tahunnya. Di Amerika Serikat, pada tahun
2001 dilaporkan sebanyak 279 kematian diakibatkan oleh penggantungan
yang tidak disengajak, dan 131 kematian karena penjeratan. 4 Di India dari
total 2668 otopsi yang dilakukan dari tahun1997-2004 didapatkan kasus
gantung sebesar 3,4 % atau 91 kasus dan untuk kasus asfiksia akibat
penjeratan sekitar 0.15% atau sebanyak 4 kasus.5 Kasus bunuh diri di
Indonesia dewasa ini dinilai cukup memprihatinkan. Salah satu bentuk bunuh
diri yang sering dilakukan adalah gantung diri. Berdasarkan penelitian di
Instalasi Forensik RSUP dr.Sardjito pada tahun 2007-2012 diperoleh 75 kasus
kematian akibat asfiksia mekanik dari total 904 kasus, dan 25 diantaranya
disebabkan oleh bunuh diri.6 Sampai saat ini belum ada data pasti yang
memaparkan mengenai jenis asfiksia mekanik di Indonesia khususnya di
daerah Jawa Tengah.
Dalam penyidikan untuk kepentingan peradilan dalam kasus tindak
pidana, seorang penyidik berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli
kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya. Berdasarkan
pasal 179 KUHAP, seorang dokter wajib memberikan keterangan yang
sebaik-baiknya dan sebenarnya menurut pengetahuan dibidang keahliannya
demi peradilan.
Pemeriksaan suatu dugaan perkara pidana di dalam suatu proses
peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil
terhadap perkara tersebut. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai usaha
yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam memperoleh bukti-bukti
yang dibutuhkan untuk mengungkap suatu perkara baik pada tahap
pemeriksaan pendahuluan seperti penyidikan dan penuntutan maupun pada
tahap persidangan perkara tersebut. Untuk mencari kebenaran dan kejelasan
dari suatu peristiwa atau dugaan tindakan pidana yang telah terjadi, selain
menggunakan ilmu hukum diperlukan juga bantuan dari disiplin ilmu lain,

antara lain ilmu kedokteran kehakiman. Bantuan ini dapat berupa permintaan
pemeriksaan dokter terhadap tubuh korban baik yang masih hidup maupun
sudah meninggal. Dalam kasus korban meninggal, pemeriksaan tersebut akan
berupa otopsi.
Otopsi forensiksendiri berkepentingan untuk membuktikan penyebab
kematian sebagai suatu fakta di persidangan, tentang kasus tindak pidana.
Sistem pelaporan pada kasus-kasus tindak pidana yang dikenal dengan istilah
Visum et Repertum (untuk selanjutnya disingkat VeR), merupakan bukti
pelaporan tentang hasil pemeriksaan korban, baik korban hidup maupun
korban mati / jenazah, yang akan diberikan oleh dokter kepada penyidik
Kepolisian untuk kepentingan penegakan hukum, termasuk visum maupun
pemeriksaan dalam yang dikenal dengan otopsi.
B. LAPORAN KASUS
Jenazah seorang wanita, inisial Ny. RS usia 86 tahun, ditemukan oleh
sahabatnya meninggal hari Sabtu di rumah, 27 Desember 2014 Pukul 07.00
WIB ketika ingin diajak ibadah natal di Gereja. Menurut penuturan
sahabatnya ketika berkunjung ke rumah korban ditemukan rumah dalam
keadaan terkunci namun terdengar suara televisi yang masih menyala, ketika
diketuk dan dipanggil namanya tidak terdengar suara jawaban sehingga
sahabat dan tetangganya mencoba membuka paksa rumah korban lalu
menemukan korban didekat dapur sudah terbujur kaku dengan leher
dikelilingi oleh baju hangat (sweater) dengan bercak darah disekitarnya.
Sahabat korban segera menghubungi keluarga (keponakan korban) dan
melaporkan kepada ketua RT dan Polisi (pihak yang berwajib), Polisi segera
tiba dan melakukan olah TKP. Menurut keterangan Polisi didapatkan rumah
korban dalam kondisi yang berantakan dengan kemungkinan terdapat
perlawanan dari korban terhadap pelaku, dan terdapat bercak darah yang
dicurigai korban diseret dari ruang keluarga ke dapur dan beberapa barang
yang hilang sehingga Polisi mencurigai terjadi suatu tindak pidana dibalik
kematian korban. Segera jenazah Ny. RS dibawa ke Instalasi Kamar Jenazah
RSUP. DR. KARIADI Semarang dan dilakukan pemeriksaan luar dan dalam
atas permintaan Polisi/ Penyidik

1. HASIL PEMERIKSAAN :
Dari pemeriksaan luar dan dalam atas tubuh jenazah tersebut diatas
didapatkan temuan-temuan sebagai berikut :
2. TEMUAN YANG BERKAITAN DENGAN IDENTITAS JENAZAH :
a. Identitas Umum Jenazah :
1)

Jenis Kelamin

: Perempuan

2)

Umur

: Lebih dari tujuh puluh tahun

3)

Berat Badan

: Empat puluh dua kilogram

4)

Panjang Badan

: Seratus empat puluh tujuh sentimeter

5)

Warna kulit

: Kuning langsat

6)

Warna pelangi Mata : Hitam

7)

Ciri rambut

: Lurus, panjang sebahu, warna hitam


sebagian beruban

8)

Keadaan Gizi

: Gizi cukup (indeks massa tubuh sembilan


belas koma sembilan tiga kilogram per
meter persegi)

b. Identitas Khusus Jenazah:


1) Tato

: Tidak ada

2) Jaringan parut

: Tidak ada

3) Tanda lahir

: Tidak ada

4) Cacat lahir

: Tidak ada

5)

: Sebuah kantong warna putih, bahan

Kantong Jenazah

terpal, dengan ukuran panjang seratus


delapan puluh tujuh , lebar seratus
sepuluh sentimeter, dengan garis warna
hijau

bertuliskan

Jasa

Marga

Semarang
c. Pakaian :
1) Baju lengan panjang berkerah, warna biru tua, bahan wol, tanpa
merek dan tanpa ukuran

2) Baju lengan panjang berkerah, warna abu-abu, bahan wol, tanpa


merek dan tanpa ukuran
3) Kaos, warna merah muda, bahan katun, merek Marsyeri, tanpa
ukuran, motif gambar bunga pada bagian depan, terdapat bercak
darah pada lengan dan dada
4) Celana panjang, warna hitam, bahan katun, tanpa merek dan tanpa
merek
5) Celana dalam, warna merah muda, bahan katun, tanpa merek dan
tanpa ukuran, motif bunga
d. Lain-lain : dua buah jepitan rambut, warna hitam, bahan logam, tanpa
merek, dengan ukuran panjang enam koma empat sentimeter

3. TEMUAN YANG BERKAITAN DENGAN WAKTU TERJADINYA


KEMATIAN
Lebam Mayat

: Lebam pada tengkuk, punggung, bokong, paha, betis,


warna merah kebiruan, hilang dengan penekanan

Kaku mayat

: Kaku pada kelopak mata, rahang atas-bawah, anggota


gerak atas, dapat dilawan

Pembusukan

: Tidak ada

Gambar 1. Jenazah seorang wanita yang diduga korban tindak pidana

4. TEMUAN DARI PEMERIKSAAN TUBUH BAGIAN LUAR :


a. Permukaan Kulit Tubuh :
1) Kepala :
a) Daerah berambut : tidak ada kelainan
b) Wajah : Wajah tampak sembab
(1) Terdapat sebuah luka lecet pada pipi kiri dengan titik pusat
luka sembilan sentimeter sebelah kiri garis tengah tubuh
dan delapan sentimeter dibawah garis mendatar yang
melewati kedua mata, bentuk garis dengan ukuran panjang
tiga sentimeter, batas tidak tegas, warna merah kecoklatan
(2) Terdapat sebuah luka lecet pada dagu dengan titik pusat
lima sentimeter disebelah kiri garis tengah tubuh dan
sebelas sentimeter dibawah garis mendatar yang melewati
kedua mata, bentuk tidak teratur dengan ukuran panjang
tiga sentimeter dan lebar satu sentimeter, batas tidak tegas,
warna merah kecoklatan, disekitar luka terdapat memar
(3) Terdapat sebuah luka terbuka pada pipi kanan dengan titik
pusat luka sembilan sentimeter sebelah kanan garis tengah
tubuh dan dua belas sentimeter dibawah garis mendatar
yang melewati kedua mata, bentuk celah, dengan ukuran
panjang satu sentimeter, lebar nol koma dua sentimeter,
dalam nol koma tiga sentimeter, batas tegas, tepi rata, salah
satu sudut tajam, tidak terdapat jembatan jaringan, tebing
rata terdiri dari kulit lemak otot dan dasar luka otot
(4) Terdapat sebuah luka terbuka pada pipi kanan dengan titik
pusat luka lima sentimeter sebelah kanan garis tengah tubuh
dan tiga sentimeter dibawah garis mendatar yang melewati
kedua mata, bentuk celah, dengan ukuran panjang dua
sentimeter, lebar nol koma lima sentimeter, dan dalam satu
sentimeter, batas tegas, tepi rata, kedua sudut tajam, tidak

terdapat jembatan jaringan, tebing rata terdiri dari kulit


lemak otot dan dasar luka otot
(5) Terdapat sebuah luka terbuka pada kelopak mata bagian
luar atas kiri dengan titik pusat luka enam sentimeter
sebelah kiri garis tengah tubuh dan dua sentimeter diatas
garis mendatar yang melewati kedua mata, bentuk tidak
teratur, dengan ukuran panjang dua sentimeter, lebar nol
koma tiga sentimeter, dan dalam nol koma lima sentimeter,
batas tidak tegas, tepi tidak rata, terdapat jembatan jaringan,
tebing tidak rata terdiri dari kulit lemak otot dan dasar luka
otot
(6) Leher : Terdapat sebuah memar pada pada leher bagian atas
dengan titik pusat tepat pada garis tengah tubuh dan empat
belas sentimeter dibawah garis mendatar yang melewati
kedua mata, bentuk tidak teratur dengan ukuran panjang
tiga sentimeter dan lebar satu koma lima sentimeter, batas
tidak tegas, warna merah kebiruan.

Gambar 2. Beberapa kekerasan pada kepala dan leher


2) Bahu : Tidak ada kelainan
3) Dada : Terdapat sebuah luka lecet pada dada dengan titik pusat tiga
sentimeter di sebelah kanan garis tengah tubuh, dan tujuh
sentimeter dibawah puncak bahu kanan, bentuk tidak teratur
7

dengan ukuran panjang sembilan sentimeter, lebar satu sentimeter,


batas tidak tegas, warna merah kecoklatan

Gambar 3. Sebuah luka lecet pada dada kanan atas


4) Punggung : Terdapat sebuah memar pada punggung kiri dengan
batas teratas tepat pada puncak bahu kiri dan lima belas sentimeter
sebelah kiri garis tengah tubuh, batas terbawah empat belas
sentimeter dibawah puncak bahu kiri dan sepuluh sentimeter
sebelah kiri garis tengah tubuh, batas terdalam delapan sentimeter
disebelah kiri garis tengah tubuh dan sepuluh sentimeter dibawah
puncak bahu kiri, batas terluar delapan belas sentimeter disebelah
kiri garis tengah tubuh dan dua sentimeter dibawah puncak bahu
kiri. Bentuk tidak teratur, dengan ukuran panjang lima belas
sentimeter, lebar empat belas sentimeter, batas tidak tegas, warna
merah kebiruan

Gambar 4. Memar pada punggung


5) Perut : Tidak ada kelainan
6) Bokong : Tidak ada kelainan
7) Dubur :
a) Lingkaran dubur : Tidak ada kelainan
b) Liang dubur

: Tidak ada kelainan

8) Anggota gerak :
a) Anggota gerak atas :
(1) Kanan : Tidak ada kelainan, Ujung jari dan jaringan
dibawah kuku tampak kebiruan
(2) Kiri :
(a) Terdapat sebuah luka terbuka pada jari ketiga sampai ke
sela jari ketiga dan keempat, batas teratas Sembilan
sentimeter dibawah pergelangan tangan kiri, batas
terbawah tiga belas sentimeter dibawah pergelangan
tangan kiri, bentuk tidak teratur dengan ukuran panjang
lima sentimeter dan lebar tiga sentimeter, dalam satu
sentimeter, batas tidak tegas, tepi tidak rata, terdapat
jembatan jaringan, tebing luka tidak rata terdiri dari
kulit, lemak, otot, tulang, dasar luka tulang. Disekitar
luka terdapat memar

(b) Terdapat sebuah luka terbuka pada lengan bawah sisi


depan kiri, dengan titik pusat lima sentimeter diatas
pergelangan tangan kiri, bentuk tidak teratur dengan
ukuran panjang satu sentimeter dan lebar nol koma tiga
sentimeter, dalam satu sentimeter, batas tidak tegas, tepi
tidak rata, terdapat jembatan jaringan, tebing luka terdiri
dari kulit, lemak, dan dasar luka lemak, disekitar luka
terdapat memar. Ujung jari dan jaringan dibawah kuku
tampak kebiruan

Gambar 5. Luka terbuka pada tangan dan lengan kiri


(3) Anggota gerak bawah :
(a) Kanan

: Tidak ada kelainan

(b) Kiri

: Tidak ada kelainan

b. Bagian Tubuh tertentu :


1) Mata :
a) Alis mata

: Hitam , tidak ada kelainan

b) Bulu mata

: Hitam , tidak ada kelainan

c) Kelopak mata

: Terdapat dua buah memar pada kedua


kelopak mata bagian luar kiri dan
kanan, bentuk tidak teratur, warna
merah

kebiruan,

pembengkakan
10

dari

terdapat
kulit

sekitar.

Memar pada kelopak mata bagian


luar kiri dengan ukuran panjang
delapan koma lima

sentimeter dan

lebar enam sentimeter. Memar pada


kelopak mata bagian luar kanan
dengan

ukuran

panjang

tujuh

sentimeter dan lebar empat sentimeter


d) Selaput kelopak mata : Tampak

bintik

perdarahan

pada

selaput kelopak mata kanan dan kiri


e) Selaput biji mata

: Tampak jendalan darah dan pelebaran


pembuluh darah pada selaput biji
mata kanan dan kiri

f)

Selaput bening mata : Tampak berwarna coklat kehitaman


(tache noire) dan terdapat jendalan
darah

g) Pupil mata

: bentuk bundar, sama antara kiri dan


kanan, dengan ukuran diameter nol
koma loma sentimeter

h) Pelangi mata

: warna hitam

Gambar 6. Tampak bintik perdarahan, jendalan darah dan


pelebaran pembuluh darah
2) Hidung :

11

a) bentuk hidung

: Tidak ada kelainan

b) permukaan kulit hidung : Tidak ada kelainan


c) lubang hidung

: Tampak darah pada kedua lubang


hidung, bertambah banyak saat
kepala dimiringkan

3) Telinga :
a) Bentuk telinga

: Tidak ada kelainan

b) Permukaan daun telinga : Tidak ada kelainan


c) lubang telinga

: Tidak ada kelainan

4) Mulut :
a) Bibir

: Terdapat sebuah memar tepat pada


sudut bibir sisi atas kanan, bentuk
tidak

teratur,

dengan

ukuran

panjang dua sentimeter dan lebar


nol koma delapan sentimeter, batas
tidak tegas, tepi tidak rata, warna
merah kebiruan
b) Selaput lendir mulut

: Terdapat tiga buah memar pada


selaput lendir mulut dengan bentuk
tidak teratur, batas tidak tegas,
warna merah kebiruan. Memar
pertama pada selaput lendir mulut
bagian atas dengan ukuran panjang
luka

satu sentimeter, lebar satu

sentimeter. Memar kedua pada


selaput lendir mulut bagian atas
dengan ukuran panjang

dua

sentimeter

satu

dan

lebar

sentimeter. Memar ketiga pada


selaut lendir mulut bagian bawah
dengan

12

ukuran

panjang

satu

sentimeter

dan

lebar

satu

sentimeter

Gambar 7. Tampak memar dan sianosis


c) Gigi-geligi

(1)

Rahang atas

: Tidak ada

(2)

Rahang bawah : Tidak ada

d) Langit-langit mulut

tidak ada kelainan

a) Bibir besar dan kecil :

Tidak ada kelainan

b) Liang senggama

Tidak ada kelainan

5) Alat kelamin : Perempuan


:

c. Tulang - Tulang :
1) Tulang tengkorak

: tidak ada kelainan

2) Tulang belakang

: tidak ada kelainan

3) Tulang-tulang dada

: tidak ada kelainan

4) Tulang-tulang punggung

: tidak ada kelainan

5) Tulang-tulang panggul

: tidak ada kelainan

6) Tulang anggota gerak

: tidak ada kelainan

5. TEMUAN DARI PEMERIKSAAN TUBUH BAGIAN DALAM :


a. Rongga Kepala :
1) Kulit kepala bagian dalam : Terdapat tiga buah resapan darah,
dengan bentuk tidak teratur. Resapan darah pertama, dengan
ukuran panjang tiga sentimeter dan lebar dua sentimeter, Resapan

13

darah kedua, dengan ukuran panjang tujuh sentimeter dan lebar


tiga sentimeter. Resapan darah ketiga dengan ukuran panjang satu
setengah sentimeter dan lebar satu setengah sentimeter
2) Tulang Tengkorak : tidak ada kelainan
3) Selaput otak : Tampak pelebaran pembuluh darah
4) Otak besar : berat seribu seratus gram, panjang delapan belas
sentimeter, lebar enam belas sentimeter, tinggi lima sentimeter
,pada pengirisan terdapat bintik perdarahan
5) Otak kecil : berat dua ratus gram, panjang tiga belas sentimeter,
lebar lima koma lima sentimeter, tinggi dua sentimeter, pada
pengirisan terdapat bintik perdarahan
6) Batang otak :

berat tujuh puluh lima gram, pada pengirisan

terdapat bintik perdarahan, tidak ada kelainan


7) Dasar Tengkorak : tidak ada kelainan.

(A)

(B)

(C)
14

Gambar 8. Pada pengirisan otak besar (A), otak kecil (B) dan batang
otak (C) tampak bintik perdarahan
b. Leher bagian dalam :
1) Lidah : Terdapat beberapa memar pada lidah, bentuk tidak teratur,
batas tidak tegas, warna biru keunguan. Memar terbesar pada
ujung lidah sisi depan kiri, dengan ukuran panjang dua koma lima
sentimeter dan lebar satu setengah sentimeter. Memar terkecil
pada lidah sisi depan kanan, dengan ukuran satu koma lima
sentimeter dan lebar satu koma lima sentimeter.
2) Pada kulit leher bagian dalam: Terdapat resapan darah pada kulit
leher bagian dalam bawah sisi kanan, dengan ukuran panjang
enam sentimeter dan lebar dua sentimeter. Terdapat resapan darah
pada kulit leher bagian dalam bawah sisi kiri dengan ukuran
panjang empat sentimeter lebar dua kali sentimeter. Terdapat
resapan darah pada kulit leher bagian dalam atas sisi tengah
dengan ukuran panjang empat sentimeter lebar tiga kali sentimeter
3) Otot leher bagian dalam : terdapat resapan darah pada otot leher
bagian dalam sisi kanan, panjang tujuh sentimeter, lebar satu koma
lima sentimeter
4) Kerongkongan : Tidak ada kelainan
5) Tenggorokan : Terdapat buih halus dan lendir berwarna kuning
kemerahan
6) Tulang rawan cincin : tidak ada kelainan
7) Kelenjar gondok : tidak ada kelainan

(A)

15

(B)

(C)

(D)
Gambar 9. A. Memar pada lidah
B. Resapan darah pada kulit bagian dalam
C. Resapan darah pada otot leher bagian dalam
D. Buih halus dan lender warna kuning kemerahan di
tenggorokan
c. Rongga dada :
1) Otot dinding dada : tidak ada kelainan
2) Tulang dada : Tidak ada kelainan
3) Tulang-tulang rusuk : tidak ada kelainan
4) Paru :

16

a) Paru kanan

Terdapat tiga baga, permukaan tampak


berbenjol-benjol,

terdapat

perlengketan

diantara baga paru, terdapat bintik-bintik


perdarahan, terdapat resapan darah dengan
ukuran panjang tiga belas sentimeter, lebar
tujuh sentimeter, berat tiga ratus lima puluh
gram, ukuran panjang dua puluh dua
sentimeter, lebar tujuh belas sentimeter,
tebal lima sentimeter, pada pengirisan
tampak bercak keputihan dan bintik-bintik
kehitaman, darah berwarna merah gelap dan
encer
b) Paru kiri

Terdapat dua baga, permukaan tampak


berbenjol-benjol,

terdapat

perlengketan

diantara baga paru, terdapat bintik-bintik


perdarahan, terdapat dua buah resapan darah,
resapan darah pertama terdapat pada paru
kiri bagian atas, ukuran panjang sepuluh
sentimeter,

lebar

sembilan

sentimeter,

resapan darah kedua terdapat pada paru


bagian

bawah,

ukuran

panjang

tujuh

sentimeter, lebar lima sentimeter berat dua


ratus lima puluh gram, ukuran panjang dua
puluh

sentimeter,

sentimeter, tebal

lebar
dua

enam

sentimeter,

belas
pada

pengirisan tampak bercak keputihan dan


bintik-bintik kehitaman, darah berwarna
merah dan encer
5) Jantung :
a) Kantung jantung : Terdapat cairan putih bening di kantung
jantung sebanyak sepuluh milliliter
b) Jantung

: Berat jantung tiga ratus lima puluh gram,


ukuran jantung panjang empat belas

17

sentimeter lebar tiga belas sentimeter dan


tinggi empat sentimeter, berwarna merah
gelap, tampak tertutup lemak, perabaan
keras, tampak pelebaran pembuluh darah
jantung, tampak memar pada otot jantung
pada bagian belakang jantung ukuran
panjang enam sentimeter, lebar lima
sentimeter, pada bagian depan jantung
ukuran panjang dua sentimeter, lebar satu
koma lima sentimeter, pada apeks jantung
ukuran panjang dua sentimeter lebar satu
sentimeter
c) Jantung kanan

: Terdapat beberapa bintik perdarahan pada


dinding

jantung

kanan,

permukaan

serambi bilik kanan teraba keras. Katub


antara serambi bilik kanan berjumlah tiga
buah katub, perabaan keras, ukuran
lingkar katub dua belas sentimeter. Otot
papillaris dan chorda tendinea menebal.
Katub pembuluh nadi paru berjumlah tiga
buah katub, ukuran lingkar katub delapan
koma sembilan sentimeter, tidak ada
kelainan. Tebal otot jantung kanan nol
koma lima sentimeter
d) Jantung kiri

: Katub antara serambi bilik kiri berjumlah


dua buah katub, perabaan keras, ukuran
lingkar katub empat belas sentimeter. Otot
papillaris dan chorda tendinea teraba
keras.

Katub

pembuluh

nadi

utama

berjumlah tiga buah katub, ukuran lingkar


katub

sembilan

sentimeter.

Katub

pembuluh nadi utama teraba keras. Muara


18

pembuluh

darah

jantung

tidak

ada

kelainan. Pembuluh darah nadi besar


teraba keras. Tebal otot jantung kiri satu
koma empat sentimeter

Gambar 10. Beberapa bintik perdarahan pada dinding jantung


kanan
d. Rongga Perut:
1) Kulit perut bagian dalam : tidak ada kelainan
2) Rongga perut : tidak ada perlengketan, tidak terlihat darah.
3) Tirai Usus: menutupi sebagian besar usus
4) Lambung : berat beserta isinya dua ratus lima puluh gram masih
tampak sisa makanan yang belum tercerna
5) Usus : Usus besar dan usus kecil tidak ada kelainan
6) Hati : merah kecoklatan, perabaan kenyal, tepi tajam, berat tujuh
ratus lima puluh gram, ukuran panjang dua puluh empat sentimeter,
lebar sembilan belas sentimeter, tinggi empat sentimeter, pada
pengirisan tampak darah berwarna gelap dan encer
7) Limpa : warna merah kecoklatan, perabaan kenyal, tampak bercak
berwarna pucat dipermukaan limpa, berat seratus gram, ukuran
panjang delapan sentimeter, lebar empat sentimeter, tinggi satu
koma tiga sentimeter, pada pengirisan tampak cairan berwarna
merah kehitaman

19

8) Ginjal kanan : warna merah kecoklatan, perabaan kenyal, berat


seratus lima puluh gram, panjang sepuluh sentimeter, lebar enam
sentimeter, tinggi dua koma lima sentimeter, pada permukaan
ginjal kanan terdapat kantung berisi cairan, pada pengirisan tidak
ada kelainan
9) Ginjal Kiri :

warna merah kecoklatan, perabaan kenyal, berat

seratus gram, panjang sembilan sentimeter, lebar empat koma lima


sentimeter, tinggi dua koma lima sentimeter, pada permukaan
ginjal kiri terdapat kantung berisi cairan, pada pengirisan tidak ada
kelainan
e. Rongga Panggul:
1) Rahim : berat lima puluh gram, panjang sembilan sentimeter,
lebar lima sentimeter, tebal dua sentimeter , tidak ada kelainan
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Patologi Anatomi:
1) Hiperemik disertai ekstravasasi eritrosit dan perdarahan pada
semua organ
2) Proses tersebut diatas dalam keadaan intravital yang di akibatkan
asfiksia dengan akibat dapat mengakibatkan mati lemas

(A)

20

(B)
Gambar 11. Pada mikroskopik otak besar. A. parenkin otak besar
sembab. B. hiperemik disertai daerah mengalami gliosis

(A)

(B)
Gambar 12. Pada mikroskopik otak kecil. A. parenkim otak kecil
sembab dan hiperemik. B. ekstravasasi eritrosit ke
jaringan

21

Gambar 13. Pada mikroskopik batang otak sembab, ekstravasasi


eritrosit ke jaringan dan pembuluh darah hiperemik

Gambar 14. Pada mikroskopik paru kanan tampak alveolus


edematous, melebar, tampak area perdarahan dan
ekstravasasi eritrosit, tampak area emfisematous

Gambar 15. Pada mikroskopik paru kiri tampak alveolus melebar,


emphysematous, area perdarahan dan ekstravasasi
eritrosit

22

Gambar 16. Pada mikroskopik jantung tampak ekstravasasi eritrosit

Gambar 17. Pada mikroskopik hati tampak sinusoid melebar,


ekstravasasi

eritrosit

ke

jaringan,

dan

sembab

hiperemik

Gambar 18. Pada mikroskopik limpa tampak ekstravasasi eritrosit ke


jaringan

23

Gambar 19. Pada mikroskopik ginjal tampak glomerulus dan tubulus


sembab hiperemik, degenerasi albuminosa, ekstravasasi
eritrosit ke jaringan

Gambar 20. Pada mikroskopik Otot leher kanan tampak daerah


perdarahan, pembuluh darah hiperemik

(A)

24

(B)
Gambar 21. Pada mikroskopik kulit leher bagian dalam tampak :
A.sel-sel radang, epitel squamous komplek berkeratin.
B. lemak matur dan ektravasasi eritrosit

Gambar 22. Pada mikroskopik aorta tampak ekstravasasi eritrosit pada


tunika intima
b. Pemeriksaan Darah
Pembacaan Spesimen Bercak Darah pada Barang Bukti:
1) Bercak darah tersebut adalah benar eritrosit manusia (sel darah
merah manusia)
2) Golongan darah dan Rhesus tidak dapat disimpulkan karena
sample terlalu sedikit
Barang bukti tersebut berupa :
1) Sepasang sandal
2) Pisau
3) Bungkus plastik

25

Gambar 23. Sepasang sandal

Gambar 24. Sebuah pisau

Gambar 25. Sebuah bungkus plastik


Gambaran mikroskopik yang ditemukan Bercak darah tersebut adalah
benar eritrosit manusia

26

Gambar 26. Eritrosit manusia pada bercak yang terdapat di barang bukti
7. KESIMPULAN
Berdasarkan temuan-temuan yang ditemukan dari pemeriksaan atas
jenazah tersebut maka saya simpulkan bahwa telah diperiksa jenazah
seorang perempuan umur lebih dari tujuh puluh tahun, warna kulit kuning
langsat, kesan gizi cukup. Pada pemeriksaan didapatkan luka akibat
kekerasan tumpul berupa luka memar pada wajah, leher dan punggung;
luka lecet pada wajah, leher dan dada; luka robek pada wajah dan anggota
gerak atas. Luka akibat kekerasan tajam berupa luka iris dan tusuk wajah.
Didapatkan tanda-tanda mati lemas. Sebab kematian jerat yang
mengakibatkan mati lemas
C. TINJAUAN PUSTAKA
1. Aspek Medikolegal Otopsi
Asal kata otopsi yaitu autopsia yang diambil dari bahasa Yunani.
Autopsia terdiri dari kata auto yang artinya sendiri dan opsis yang
artinya melihat. Sedangkan yang dimaksud dengan otopsi adalah
pemeriksaan terhadap tubuh mayat, meliputi pemeriksaan terhadap bagian
luar maupun bagian dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan
atau adanya cidera, melakukan interprestasi atas penemuan-penemuan
tersebut, menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan sebagai

27

akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab


kematian dengan menggunakan cara-cara yang dapat dipertanggung
jawabkan secara ilmiah oleh ahli yang berkompeten.7,8,9
Berdasarkan tujuan dilakukannya otopsi maka otopsi terbagai
menjadi tiga jenis yaitu otopsi klinik, otopsi anatomi dan otopsi
medikolegal. Masing-masing jenis otopsi tersebut diatur oleh aturan
perundang-undangan dalam pelaksanaannya.7,8,9
Otopsi Medikolegal atau otopsi forensik dilakukan terhadap
jenazah seseorang yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak
wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan, maupun bunuh diri.
Dasar hukum pelaksanaan otopsi medikolegal di Indonesia adalah
KUHAP pasal 133 dan 134; KUHP pasal 222 serta Instruksi Kapolri
nomor INS/E/20/IX/1975. Pelaksanaan otopsi medikolegal ini harus
berdasarkan permintaan tertulis dari penyidik sesuai dengan yang
tercantum dalam pasal 133 ayat 2 KUHAP. Tujuannya untuk membantu
penyidik menemukan kebenaran material sehingga penyidik dapat
menentukan identitas jenazah, sebab pasti kematian, mekanisme kematian,
mencari adanya penyakit yang dapat memberikan kontribusi pada
kematian, perkiraan saat kematian serta mengumpulkan dan memeriksa
benda bukti medis untuk penentuan identitas benda penyebab dan pelaku
kejahatan. Dalam hal persetujuan dari keluarga berdasarkan KUHAP pasal
134 keluarga tidak mempunyai hak menolak namun mempunyai hak untuk
diberi tahu. Namun undang-undang memberikan kesempatan pada
keluarga untuk berunding, bila tidak ada tanggapan setelah dua hari dari
pemberitahuan maka penyidik dapat memerintahkan untuk melakukan
otopsi sebagaimana ketentuan yang dimaksud dalam pasal 133 ayat 3
KUHAP. Otopsi klinik dan anatomi pelaksanaannya berdasarkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia nomor 18 tahun 1981 tentang Bedah
mayat klinis dan bedah mayat anatomis serta trasplantasi organ dan atau
jaringan tubuh manusia dan UU nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan.8,10,11

28

2. Tanatologi dan Perkiraan Waktu Kematian


a) Tanatologi
Makhluk hidup akan mengalami kematian tetapi batu tidak pernah
mati karena tidak pernah hidup. Kematian bukanlah suatu kejadian yang
sederhana tetapi suatu proses yang berlangsung secara bertahap. Menurut
ilmu kedokteran kematian manusia memiliki dua dimensi, yaitu kematian
sel (cellulare death) akibat ketiadaan oksigen baru akan terjadi setelah
kematian manusia sebagai individu (somatic death). Karena tiap jenis sel
mempunyai metabolisme yang berbeda-beda maka waktu kematiannya
pun akan berbeda-beda.12
Secara sederhana kematian individu didefinisikan sebagai
berhentinya kehidupan secara permanen. Akibatnya pemberhentian ini
tubuh mengalami berbagai perubahan baik eksternal maupun internal.
Perubahan eksternal, dikenal juga sebagai tanda pasti kematian yang
terdiri dari :
Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
Penurunan suhu tubuh terjadi karena metabolisme yang menghasilkan
panas telah berhenti, akibatnya suhu tubuh jenazah akan turun menuju
suhu udara medium di sekitarnya. Penurunan dipengaruhi oleh suhu
awal tubuh jenazah, suhu medium, jenis medium, kelembaban udara
dan ada tidaknya pakaiannya yang menutupi jenazah. Gambaran grafik
penurunan suhu tubuh menyerupai kurva sigmoid. Evaluasi penurunan
suhu berguna bila kematian baru terjadi pada 10-12 jam pertama
kematian dan suhu lingkungan berkisar antara 70-75oF. Menurut
Richard Shepherd pada suhu medium rata-rata 25oC dengan syaratsyarat tertentu, perhitungan perkiraan waktu kematian berdasarkan
penurunan suhu dengan menggunakan metoda nomogram dari Henssge
adalah yang paling dapat dipertanggunganjawabkan secara ilmiah.13,14
Lebam mayat (livor mortis)
Dikarenakan pompa jantung berhenti, darah yang terkumpul di
pembuluh darah dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Akibatnya darah
29

berkumpul pada bagian-bagian tubuh terendah, mengisi vena dan


venula sehingga terjadilah perubahan warna kulit

menjadi merah

kebiruan (livide). Pada beberapa kasus terjadi variasi warna lebam


mayat, seperti kasus asfiksia lebam mayat menjadi lebih gelap,
keracunan CO dan sianida menjadi merah terang, keracunan anilin dan
klorat berwarna merah kecoklatan. Lebam mayat tidak tampak pada
bagian tubuh yang tertekan alas keras atau pakaian, yang tampak justru
lebih pucat. Pendapat para ahli mengenai onset terjadinya lebam mayat
bervariasi, seperti Dimaio berpendapat mulai 30 menit sampai 2 jam
setelah mati dan maksimal 8 sampai 12 jam, Gradwohld berpendapat
onsetnya 20-30 menit dan maksimal 6-12 jam, sementara Gordon dan
Shapiro berpendapat onsetnya beberapa jam saja dan maksimal 12 jam.
Banyak faktor yang mempengaruhi variasi ini; seperti volume darah,
viskositas darah, penyakit contohnya jaundice, serta warna kulit
jenazah. Setelah pembusukan, lebam mayat berubah warnanya menjadi
merah, hijau, coklat dan hitam. Posisi lebam mayat dapat berubah bila
posisi jenazah diubah sebelum lebam mayat menetap. Lebam mayat
tidak begitu penting untuk memperkirakan waktu kematian tetapi
penting untuk membuktikan bahwa tubuh jenazah telah mengalami
perubahan posisi.9,13,14
Kaku mayat (rigor mortis)
Rigor mortis disebabkan sel-sel otot kekurangan oksigen akibat
kematian somatis. Selama metabolisme tingkat seluler masih berjalan
maka kelenturan otot dipertahankan yaitu dengan adanya pemecahan
cadangan glikogen otot untuk menghasilkan energi. Bila cadangan
glikogen dalam otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan
miosin menggumpal dan otot menjadi kaku. Waktu terjadinya kaku
mayat sangat bervariasi tergantung banyak faktor; diantaranya suhu
lingkungan, cadangan glikogen otot, aktifitas tubuh sebelum meninggal
serta umur. Dimaio berpendapat onset kaku mayat adalah 2-4 jam
setelah kematian dan maksimal 6-12 jam, namun Gradwohld
mengungkapkan banyaknya variasi yang ditemui karena berbagai faktor
pengaruh tersebut.15

30

Pembusukan (putrefaction, decomposition)


Pembusukan

disebabkan

oleh

proses

otolisa

dan

aktifitas

mikroorganisme. Mikroorganisme yang memegang peranan penting


dalam pembusukan adalah

Clostridium welchii. Onset terjadinya

pembusukan sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan tubuh


jenazah itu sendiri. Pengaruh suhu berhubungan dengan perkembangan
optimal dari bakteri. Menurut Simphson dan Bernard Knight
pembusukan mulai terjadi 3-4 hari pada temperatur kamar, sedang
Dimaio menulis 24-36 jam setelah kematian.7,14
b) Penentuan Waktu Kematian
Penentuan waktu kematian adalah yang penting dalam penyidikan,
walaupun tidak dapat ditentukan secara pasti. Waktu kematian secara pasti
hanya dapat ditentukan bila ada orang yang menyaksikan kematian
tersebut. Berbagai macam cara diteliti untuk dapat menentukan waktu
kematian secara akurat, namun adanya berbagai macam kondisi membuat
banyaknya kendala yang dihadapi. Para ahli memanfaatkan tanatologi
untuk menentukan waktu kematian pada periode awal kematian seperti
algor mortis, livor mortis, rigor mortis dan pembusukan. Temuan pada
jenazah seperti isi lambung, perubahan pada mata (segmentasi a. Centralis
retinae, reaksi iris terhadap obat, kekeruhan kornea), pertumbuhan kuku
dan rambut, dimanfaatkan pula. Perkembangan ilmu entomologi dan
biokimiawi tubuh seperti mengukur kadar kreatinin dan glukosa darah,
kadar kalium humor vitreus, perubahan sel pada sumsum tulang digunakan
untuk menjelaskan waktu kematian terjadi. Namun hasilnya belum juga
memuaskan. Hanya perubahan temperatur tubuh yang dinilai dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Keterbatasannya suhu lingkungan
haruslah rata-rata 25oC, hal yang tidak mungkin dapat dimanfaatkan untuk
wilayah diiklim tropis. Penggunaan berbagai metode secara kombinasi
meningkatkan nilai keakuratan perkiraan waktu kematian. Semakin lama
waktu kematian kesalahan untuk penentuan waktu semakin besar.7,13
3. ASFIKSIA

31

a. Definisi
Asfiksia berasal dari bahasaYunani, yaitu terdiri dari a yang
berarti tidak, dan sphinx yang artinya nadi. Jadi secara harfiah,
asfiksia diartikan sebagai tidak ada nadi atau tidak berdenyut.
Pengertian ini sering salah dalam penggunaannya.8,1
Asfiksia merupakan istilah yang sering digunakan untuk
menyatakan berhentinya respirasi yang efektif (cessation of effective
respiration) atau ketiadaan kembang kempis (absence of pulsation).
Asfiksia ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara
pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia)
disertai dengan peningkatan karbondioksida (hiperkapneu). Dengan
demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen dan terjadi
kematian. Secara klinis keadaan asfiksia sering disebut anoksia atau
hipoksia.8,16
b. Etiologi Asfiksia
Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut:11
1) Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran
pernapasan seperti laringitis difteri atau menimbulkan gangguan
pergerakan paru seperti fibrosis paru.
2) Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya
trauma yang mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak,
pneumotoraks bilateral; sumbatan atau halangan pada saluran napas,
penekanan leher atau dada, dan sebagainya.
3) Keracunan bahan kimiawi yang menimbulkan depresi pusat
pernapasan, misalnya karbon monoksida (CO) dan sianida (CN)
yang bekerja pada tingkat molekuler dan seluler dengan
menghalangi penghantaran oksigen ke jaringan.
c. Fisiologi Asfiksia
Secara klinis keadaan asfiksia sering disebut anoksia atau
hipoksia. Anoksia sendiri adalah suatu keadaan di mana tubuh sangat

32

kekurangan oksigen sehingga sel gagal melakukan metabolisme secara


efektif. Berdasarkan penyebabnya anoksia dibagi menjadi empat
kelompok, yakni:2,11,12
1) Anoksia anoksik
Yaitu keadaan anoksia yang disebabkan karena oksigen
tidak dapat mencapai darah sebagai akibat kurangnya oksigen yang
masuk paru-paru. Pada tipe ini oksigen tidak dapat masuk ke dalam
paru-paru karena:
-

Tidak ada atau tidak cukup oksigen. Bernafas dalam ruangan


tertutup, kepala di tutupi kantong plastik, udara yang kotor atau
busuk, udara lembab, bernafas dalam selokan tetutup atau di
pegunungan yang tinggi. Ini di kenal dengan asfiksia murni
atau sufokasi.

Hambatan mekanik dari luar maupun dari dalam jalan nafas


seperti pembekapan, gantung diri, penjeratan, pencekikan,
pemitingan atau korpus alienum dalam tenggorokan. Ini di
kenal dengan asfiksia mekanik.

2) Anoksia anemik
Yaitu keadaan anoksia yang disebabkan karena darah tidak
dapat menyerap oksigen, seperti pada keracunan karbonmonoksida
yang disebabkan afinitas karbon monoksida terhadap hemoglobin
jauh

lebih

tinggi

dibandingkan

afinitas

oksigen

dengan

hemoglobin. Di mana tidak cukup hemoglobin untuk membawa


oksigen. Keadaan ini juda didapati pada anemia berat dan
perdarahan yang tiba-tiba. Keadaan ini diibaratkan dengan
sedikitnya kendaraan yang membawa bahan bakar ke pabrik.

3) Anoksia stagnan
Yaitu keadaan anoksia yang disebabkan karena darah tidak
mampu membawa oksigen ke jaringan, seperti pada heart failure

33

atau embolis. Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa


oksigen. Ini bisa karena gagal jantung, syok dan sebagainya.
Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup tinggi, tetapi sirkulasi
darah tidak lancar. Keadaan ini diibaratkan lalu lintas macet
tersendat jalannya.
4) Anoksia histotoksik
Yaitu keadaan anoksia yang disebabkan karena jaringan
tidak mampu menyerap oksigen seperti pada keracunan sianida.
Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau
tubuh tidak dapat menggunakan oksigen secara efektif. Tipe ini
dibedakan atas:
a) Ekstraseluler
Anoksia yang terjadi karena gangguan di luar sel. Pada
keracunan Sianida terjadi perusakan pada enzim sitokrom
oksidase, yang dapat menyebabkan kematian segera. Pada
keracunan Barbiturat dan hipnotik lainnya, sitokrom dihambat
secara parsial sehingga kematian berlangsung perlahan.
b) Intraselular
Di sini oksigen tidak dapat memasuki sel-sel tubuh
karena penurunan permeabilitas membran sel, misalnya pada
keracunan zat anastetik yang larut dalam lemak seperti
kloform, eter dan sebagainya.
c) Metabolik
Di sini asfiksia terjadi karena hasil metabolik yang
mengganggu pemakaian O2 oleh jaringan seperti pada keadaan
uremia.
Ketiga jenis anoksia yang terakhir (yakni anoksia anemik,
stagnan dan histotoksik) disebabkan penyakit atau keracunan,
sedangkan anoksia yang pertama (yakni anoksia anoksik)
disebabkan kurangnya oksigen atau obstruksi pada jalan nafas baik
karena penyakit maupun sebab kekerasan (yang bersifat mekanik).

34

Asfiksia mekanik (mechanical asphixia) adalah jenis yang paling


sering dijumpai dalam kasus tindak pidana yang menyangkut
nyawa manusia. Dalam kedokteran forensik istilah asfiksia, sering
disebut dengan mati lemas.2,12
Asfiksia mekanik terjadi bila udara pernapasan terhalang
memasuki saluran pernapasan yang bersifat mekanik, misalnya:17
a) Penekanan dinding saluran pernapasan, seperti penjeratan
(strangulation), pencekikan (manual strangulation, throttling)
dan gantung (hanging).
b) Penutupan lubang saluran pernapasan bagian atas, seperti
pembekapan (smothering) dan penyumbatan (gagging &
choking).
c) Penekanan dinding dada dari luar (asfiksia traumatik).
d) Tenggelam (drowning) yaitu saluran napas terisi air.
d. Jenis-Jenis Trauma Penyebab Asfiksia
Adapun beberapa jenis kejadian yang dapat digolongkan
sebagai asfiksia, yaitu:12
1) Strangulasi
a) Gantung (Hanging)
b) Penjeratan (Strangulation by Ligature)
c) Pencekikan (Manual Strangulation)
2) Sufokasi
3) Pembengkapan (Smothering)
4) Penyumpalan (Choking/ Gagging)
5) Tenggelam (Drowning)
6) Crush Asphyxia
a) Tekanan pada dada oleh benda berat
b) Berdesakan
7) Keracunan CO dan SN
e. Patofisiologi Asfiksia
Kondisi-kondisi yang berkaitan dengan asfiksia adalah sebagai
berikut:

35

1) Gangguan pertukaran udara pernapasan.


2) Penurunan kadar oksigen (O2) dalam darah (hipoksia).
3) Peningkatan

kadar

karbondioksida

(CO2)

dalam

darah

(hiperkapnea).
4) Penurunan suplai oksigen (O2) ke jaringan tubuh.
Kerusakan akibat

asfiksia disebabkan oleh gagalnya sel

menerima atau menggunakan oksigen. Kegagalan ini diawali dengan


hipoksemia. Hipoksemia adalah penurunan kadar oksigen dalam darah.
Manifestasi kliniknya terbagi dua yaitu hipoksia jaringan dan
mekanisme kompensasi tubuh. Tingkat kecepatan rusaknya jaringan
tubuh bervariasi. Yang paling membutuhkan oksigen adalah sistem
saraf pusat dan jantung. Terhentinya aliran darah ke korteks serebri
akan menyebabkan kehilangan kesadaran dalam 10-20 detik. Jika
PO2 jaringan dibawah level kritis, metabolisme aerob berhenti dan
metabolisme

anaerob

berlangsung

dengan

pembentukan

asam

laktat.2,18,19
Tanda dan gejala hipoksemia dibagi menjadi 2 kategori yaitu
akibat ketidakseimbangan fungsi pusat vital dan dan akibat aktivasi
mekanisme kompensasi. Hipoksemia ringan menyebabkan sedikit
manifestasi yaitu gangguan ringan dari status mental dan ketajaman
penglihatan, kadang-kadang hiperventilasi. Hal ini karena saturasi Hb
masih sekitar 90% ketika PO2 hanya 60 mmHg.2,18,19
Hipoksemia yang lebih berat bisa menyebabkan perubahan
kepribadian, agitasi, inkoordinasi otot, euphoria, delirium, bisa sampai
stupor dan koma.
Pengerahan mekanisme kompensasi simpatis menyebabkan
takikardi, kulit menjadi dingin (oleh karena vasokonstriksi perifer),
diaphoresis dan peningkatan ringan dari tekanan darah. 2,18,19
Hipoksemia akut yang sangat berat bisa menyebabkan
konvulsi, perdarahan retina dan kerusakan otak permanent. Hipotensi
dan bradikardi biasanya merupakan stadium preterminal pada orang

36

dengan

hipoksemia,

mengindikasikan

kegagalan

mekanisme

kompensasi. 2,18,19
Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi
dalam 2 golongan, yaitu: 2,18,19
1) Primer (akibat langsung dari asfiksia)
Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak
tergantung pada tipe dari asfiksia. Sel-sel otak sangat sensitif
terhadap

kekurangan

oksigen. Bagian-bagian

otak

tertentu

membutuhkan lebih banyak oksigen, dengan demikian bagian


tersebut lebih rentan terhadap kekurangan oksigen. Perubahan yang
karakteristik terlihat pada sel-sel serebrum, serebellum, dan basal
ganglia.
Di sini sel-sel otak yang mati akan digantikan oleh jaringan
glial, sedangkan pada organ tubuh yang lain yakni jantung, paruparu, hati, ginjal dan yang lainnya perubahan akibat kekurangan
oksigen langsung atau primer tidak jelas.
2) Sekunder (berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi
dari tubuh)
Jantung

berusaha

mengkompensasi

keadaan

tekanan

oksigen yang rendah dengan mempertinggi outputnya, akibatnya


tekanan arteri dan vena meninggi. Karena oksigen dalam darah
berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja jantung, maka terjadi
gagal jantung dan kematian berlangsung dengan cepat. Keadaan ini
didapati pada:

Penutupan mulut dan hidung (pembekapan).

Obstruksi jalan napas seperti pada mati gantung, penjeratan,


pencekikan dan korpus alienum dalam saluran napas atau pada
tenggelam karena cairan menghalangi udara masuk ke paruparu.

Gangguan

gerakan

pernafasan

berdesakan (Traumatic asphyxia).


37

karena

terhimpit

atau

Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada


pusat pernafasan, misalnya pada luka listrik dan beberapa
bentuk keracunan.

f. Gejala Klinis
Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul 4 (empat)
Fase gejala klinis, yaitu:
1) Fase Dispnea
Pada stadium ini terjadi karena kekurangan O2 disertai
meningkatnya kadar CO2 dalam plasma akan merangsang pusat
pernafasan di medulla oblongata, sehingga gerakan pernafasan
lebih cepat dan berat, denyut nadi lebih cepat, tekanan darah
meningkat serta sianosis.. Bila keadaan ini berlanjut, maka masuk
ke fase konvulsi. Lama durasi pada fase ini sekitar 4 menit.12,19
2) Fase Konvulsi
Pada stadium ini

kadar CO2 yang naik menimbulkan

rangsangan susunan saraf pusat sehingga terjadi kejang (konvulsi),


yang mula-mula berupa kejang klonik tetapi kemudian menjadi
kejang tonik dan akhirnya timbul spasme opistotonik. Pupil
mengalami dilatasi, denyut jantung menjadi lebih lambat, dan
tekanan darah perlahan akan ikut menurun. Hal ini disebabkan
adanya paralisis pada pusat saraf yang letaknya lebih tinggi. Lama
durasi pada fase ini sekitar 2 menit. 12,19
3) Fase Apnea
Pada stadium ini depresi pusat pernafasan menjadi lebih
hebat. Otot pernapasan menjadi lemah, kesadaran menurun,
tekanan darah semakin menurun, pernafasan dangkal dan semakin
memanjang, akhirnya berhenti bersamaan dengan lumpuhnya
pusat-pusat kehidupan. Walaupun nafas telah berhenti dan denyut
nadi hampir tidak teraba, pada fase ini bisa dijumpai jantung masih
berdenyut beberapa saat lagi. Dan terjadi relaksasi sfingter yang

38

dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urin dan tinja secara


mendadak. Lama durasi pada fase ini sekitar 1 menit. 12,19
4) Fase Akhir
Pada stadium ini terjadi paralisis pusat pernapasan yang
komplit, jantung masih berdenyut saat postapneu. Pernafasan
berhenti setelah kontraksi otomatis otot pernafasan kecil pada
leher. 12,19
Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian
sangat bervariasi tergantung tingkat pengahalangan oksigen, bila tidak
100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia
akan lebih jelas dan lengkap.
g. Tanda-Tanda Umum Jenazah Yang Meninggal Akibat Asfiksia
Pada jenazah yang meninggal dunia akibat asfiksia akan dapat
ditemukan tanda-tanda umum, yaitu:
a) Tardieus spot (Petechial hemorrages)
Tardieus

spot

merupakan

gambaran

bintik-bintik

perdarahan yang terjadi karena peningkatan tekanan vena secara


akut yang menyebabkan overdistensi dan rupturnya dinding perifer
vena, terutama pada jaringan longgar, seperti kelopak mata,
dibawah kulit dahi, kulit dibagian belakang telinga, circumoral
skin, konjungtiva dan sklera mata. Selain itu juga bisa terdapat
dipermukaan jantung, paru dan otak. Bisa juga terdapat pada
lapisan viseral dari pleura, perikardium, peritoneum, timus,
mukosa

laring dan

faring, jarang pada

mesentrium

dan

intestinum.12,20
b) Oedema
Kekurangan

oksigen

yang

berlangsung

lama

akan

mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah kapiler sehingga


permeabilitasnya meningkat. Keadaan ini akan menyebabkan
timbulnya oedema, terutama oedema paru-paru.12,20
c) Sianosis

39

Kurangnya oksigen akan menyebabkan darah menjadi lebih


encer dan lebih gelap. Warna kulit dan mukosa terlihat lebih gelap,
demikian juga lebam mayat.
Perlu diketahui bahwa pada setiap proses kematian pada
akhirnya akan terjadi juga keadaan anoksia jaringan. Oleh sebab itu
keadaan sianosi dalam berbagai tingkat dapat juga terjadi pada
kematian yang tidak disebabkan karena asfiksia.
Pada kebanyakan kasus forensik dengan konstriksi leher,
sianosis hampir selalu diikuti dengan kongesti pada wajah, seperti
darah vena yang kandungan hemoglobinnya berkurang setelah
perfusi kepala dan leher dibendung kembali dan menjadi lebih biru
karena akumulasi darah. 12,20
d) Lebam mayat
Warna lebam mayat merah kebiruan gelap, terbentuk lebih
cepat, distribusi luas, akibat kadar CO2 yang tinggi dan akibat
fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan
mudah mengalir. 12,20
e)

Busa halus pada hidung dan mulut


Timbul akibat peningkatan aktivitas pernafasan pada fase
dispneu yang disertai sekresi selaput lendir bagian atas. Keluar
masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit, menimbulkan
busa yang kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler. 12,20

h. Gambaran Umum Post Mortem Asfiksia


1) Pemeriksaan Luar
Pada pemeriksaan luar jenazah didapatkan:1,12,21,22
a) Sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku.
b) Pembendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung
kanan merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia.
c) Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih
cepat. Distribusi lebam mayat lebih luas akibat kadar

40

karbondioksida yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalam


darah sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir.
d) Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat
peningkatan aktivitas pernapasan pada fase dispneu yang
disertai sekresi selaput lendir saluran napas bagian atas. Keluar
masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan
menimbulkan busa yang kadang-kadang bercampur darah
akibat pecahnya kapiler.
e) Kapiler yang lebih mudah pecah adalah kapiler pada jaringan
ikat longgar, misalnya pada konjungtiva bulbi, palpebra dan
subserosa lain. Kadang-kadang dijumpai pula di kulit wajah.
f) Gambaran pembendungan pada mata berupa pelebaran
pembuluh darah konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi
pada fase kejang. Akibatnya tekanan hidrostatik dalam
pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula dan
kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler
sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan
pecah dan timbul bintik-bintik perdarahan yang dinamakan
sebagai Tardieus spot.
2) Pemeriksaan Dalam
Pada pemeriksaan dalam (otopsi) jenazah didapatkan:1,12,21,22
a) Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin
darah yang meningkat paska kematian.
b) Busa halus di dalam saluran pernapasan.
c) Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh
sehingga menjadi lebih berat, berwarna lebih gelap dan pada
pengirisan banyak mengeluarkan darah.
d) Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium
pada

bagian

belakang

jantung

belakang

daerah

aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru terutama di lobus


bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala

41

sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglotis


dan daerah sub-glotis.
e) Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan
dengan hipoksia.
f) Kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti
fraktur laring langsung atau tidak langsung, perdarahan faring
terutama bagian belakang rawan krikoid (pleksus vena
submukosa dengan dinding tipis).
4. PENJERATAN
a. Definisi
Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat
pinggang, rantai, stagen, kawat, kabel, kaos kaki dan sebagainya,
melingkari atau mengikat leher yang makin lama makin kuat, sehingga
saluran nafas tertutup atau lilitan tali, ikat pinggang, rantai, stagen,
kawat, kabel, kaos kaki dan sebagainya, yang menjadi erat karena
tarikan kedua ujungnya oleh orang lain.11Berbeda dengan gantung diri
yang biasanya merupakan kasus bunuh diri, maka penjeratan biasanya
adalah kasus pembunuhan. Pada peristiwa gantung, kekuatan jeratnya
berasal dari berat tubuhnya, maka pada jeratan dengan tali kekuatan
jeratnya berasal dari tarikan pada kedua ujungnya. Dengan kekuatan
tersebut, pembuluh darah balik atau jalan nafas dapat tersumbat. Tali
yang dipakai sering disilangkan dan sering dijumpai adanya simpul.
Jeratan pada bagian depan leher hampir selalu melewati membran yang
menghubungkan tulang rawan hyoid dan tulang rawan thyroid.12
Jika bahan yang digunakan dari bahan yang lembek dan halus
maka jeratan tersebut sering tidak meninggalkan jejas pada leher.12 Alat
penjerat (tali, kawat dan lain-lain) biasanya berasal dari pelaku; alat
penjerat yang berasal dari korban sendiri biasanya dasi stocking,
selendang, atau kain yang dipakai. Jumlah lilitan umumnya satu,
dengan simpul mati.18

42

Terdapat 2 jenis simpul jerat, yaitu simpul hidup (lingkar jerat


dapat diperbesar atau diperkecil) dan simpul mati (lingkar jerat tidak
dapat diubah). Simpul harus diamankan dengan melakukan pengikatan
dengan benang agar tidak berubah pada waktu mengangkat jerat.11

Gambar 27. Pada Otopsi korban penjeratan, simpul alat yang digunakan
untuk menjerat tidak diperbolehkan untuk di lepas, tali jerat
harus dipotong menjauh dari simpulnya. 23
b. Penyebab Kematian Akibat Penjeratan
Ada 3 mekanisme kematian pada jerat , yaitu12,24 :
1) Obstruksi jalan nafas
Hal ini dapat terjadi akibat kompresi langsung laring atau trakea
atau akibat dari tertariknya laring kea rah atas sehingga pangkal
lidah menutupi jalan napas.Pangkal lidah menutupi palatum mole
dan langit-langit mulut.
2) Oklusi pembuluh balik / vena di leher
Oklusi terhadap pembuluh darah vena lebih mudah terjadi
dibandingkan oklusi pembuluh darah arteri, dikarenakan lebih
tipisnya lapisan pembuluh darah vena. Tetapi kematian secara
langsung akibat oklusi dari pembuluh darah vena jarang terjadi,
kecuali ada faktor lain yang menambahkan.
3) Kompresi atau oklusi dari pembuluh darah arteri carotis.

43

Oklusi pembuluh darah arteri karotis lebih susah dicapai karena


tingginya tekanan aliran darah dan tebalnya lapisan pembuluh
darah. Tetapi apabila hal ini terjadi, dapat menyebabkan kematian
yang secara langsung. Menurut Saukko dan knight, dalam waktu 4
menit setelah terjadinya oklusi pembuluh darah arteri carotis ,
tubuh akan mengalamai kerusakan otak/ brain damage.
4) Stimulasi Vagal reflex
Ketika terjadinya rangsang tekanan dari luar yang langsung
mengenai nervus vagus akan menyebabkan terjadinya bradicardi,
yang akan berlanjut menjadi asistol, atau di beberapa kasus
langsung menjadi asistole.
c. Cara Kematian pada Kasus Jerat
Untuk menentukan cara kematian perlu diperiksa dengan teliti.
Biasanya pada pembunuhan ditemukan lecet-lecet atau memar-memar
disekitar jejas karena korban berusaha melepas jeratan.Pada bunuh diri
biasanya terdapat simpul atau kalau tidak posisi tali disilangkan agar
supaya jeratan dapat terkunci dan berlangsung terus. Dalam hal tali
disilangkan tanpa simpul hendaknya diperhatikan apakah tali itu kasar
atau halus sebab jika tali tidak kasar maka jeratan akan mengendur jika
orang yang melakukan bunuh diri sudah mulai tidak sadar. Jeratan tali
juga dapat terjadi karena kecelakaan, seperti misalnya pada bayi yang
terlilit oleh pakaiaannya sendiri atau pada buruh pabrik yang
pakaiannya tersangkut mesin dan menjerat lehernya sendiri.11,12,23
Cara kematian pada kasus jerat diantaranya adalah:
1)

Pembunuhan (paling sering) Pembunuhan pada kasus jeratan


(strangulation

by

ligature)

dapat

kita

jumpai

pada

kejadianinfanticide dengan menggunakan tali pusat, psikopat yang


saling menjerat, dan hukuman mati(zaman dahulu).11,23
2)

Kecelakaan Kecelakaan pada kasus jeratan (strangulation by


ligature) dapat kita temukan pada bayi yangterjerat oleh tali

44

pakaian, pekerja yang sering memakai selendang dan tertarik


masuk ke mesin.11,23
3)

Bunuh diri Bunuh diri pada kasus jeratan (strangulation by


ligature) mereka lakukan dengan cara melilitkan tali secara
berulang dimana satu ujung difiksasi dan ujung lainnya ditarik.
Antara jeratan dan leher mereka masukkan tongkat lalu mereka
memutar tongkat tersebut.30 Hal ini sangat jarang dan menyulitkan
diagnosis. Pengikatan dilakukan sendiri oleh korban dengan simpul
hidup atau bahan yang dililitkan saja ,dengan jumlah lilitan lebih
dari satu.11

d. Gambaran Post Mortem Penjeratan


1) Pemeriksaan Luar Jenazah
Pada pemeriksaan luar hasil jerat didapatkan:
a)

Leher
(1) Jejas jerat 12:
(a) Tidak sejelas jejas gantung
(b) Arahnya horizontal
(c) Jejas biasanya terletak setinggi atau dibawah rawan
gondok.
(d) Kedalamannya regular (sama) ,tetapi jika ada simpul
atau tali disilangkan maka jejas jerat pada tempattempat tersebut lebih dalam atau lebih nyata.
(e) Tinggi kedua ujung jejas jerat tidak sama.
(f) Jumlah lilitan umumnya satu dengan simpul mati.
(g) Pola

jejas

dapat

dilihat

dengan

menempelkan

transparent scotch tape pada daerah jejas di leher,


kemudian ditempelkan pada kaca objek dan dilihat
dengan mikroskop atau dengan sinar ultra violet.

(2) Luka lecet 18:

45

(a) Dapat ditemukan luka lecet berbentuk bulan sabit yang


disebabkan oleh kuku, baik kuku sipenjerat atau kuku
korban sewaktu berusaha melepaskan jeratan tersebut
b)

Tanda-tanda Asfiksia11,12,18,23
Tanda-tanda umum asfiksia diantaranya adalah sianosis,
kongesti vena dan edema. Sering ditemukan adanya buih halus
pada jalan nafas. Tetapi apabila penyebabnya adalah reflex
vagal, maka tanda-tanda diatas tidak akan ditemukan.

c)

Lebam Mayat
Lokasi timbulnya lebam mayat tergantung dari posisi
tubuh korban setelah mati.

2) Pemeriksaan Dalam Jenazah


Pada pemeriksaan dalam akibat peristiwa jerat didapatkan11,12,18,23 :
a) Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami
laserasi ataupun ruptur.
b) Tanda-tanda Asfiksia
(1) Terdapat bintik perdarahan pada pelebaran pembuluh darah,
(2) Terdapat buih halus di mulut
(3) Didapatkan darah lebih gelap dan encer akibat kadar CO2
yang meninggi.
c) Terdapat resapan darah pada jaringan dibawah kulit dan otot
d) Terdapat memar atau ruptur pada beberapa keadaan. Kerusakan
otot ini lebih sering dihubungkan dengan tindak kekerasan.
e) Pada pemeriksaan paru-paru sering ditemui edema paru.
f) Jarang terdapat patah tulang hyoid atau kartilago cricoid.
5. Traumatologi
a. Definisi
Traumatologi berasal dari kata trauma dan logos. Trauma
berarti kekerasan atas jaringan tubuh yang masih hidup, sedangkan
logos berarti ilmu. Traumatologi adalah cabang ilmu kedokteran yang
mempelajari tentang trauma atau perlukaan, cedera serta hubungannya

46

dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), yang kelainannya terjadi pada


tubuh karena adanya diskontinuitas jaringan akibat kekerasan yang
menimbulkan jejas. Luka merupakan kerusakan atau hilangnya
hubungan antara jaringan (discontinuous tissue) seperti jaringan kulit,
jaringan lunak, jaringan otot, jaringan pembuluh darah, jaringan saraf
dan tulang.1
Waktu terjadinya kekerasan atau trauma merupakan hal yang
sangat penting bagi keperluan penuntutan oleh penuntut umum,
pembelaan oleh penasehat hukum terdakwa serta untuk penentuan
keputusan oleh hakim. Dalam banyak kasus, informasi tentang waktu
terjadinya kekerasan itu akan dapat digunakan sebagai bahan analisa
guna mengungkapkan banyak hal, terutama yang berkaitan dengan
alibi seseorang. Masalahnya ialah, tidak seharusnya seseorang dituduh
atau dihukum jika pada saat terjadinya tindak pidana ia berada
ditempat yang jauh dari tempat kejadian perkara. Dengan melakukan
pemeriksaan

yang

teliti,

akan dapat ditentukan

luka terjadi

antemortem/ intravital atau post mortem12


Tanda intravital itu sendiri pada hakekatnya merupakan tanda yang
menunjukkan bahwa :31
1) Terdapat tanda-tanda bahwa jaringan yang terkena trauma masih dalam
keadaan hidup ketika terjadi trauma antara lain:
a) Retraksi jaringan.
Terjadi karena serabut-serabut elastis di bawah kulit terpotong dan
kemudian mengkerut sambil menarik kulit di atasnya. Jika arah luka
memotong serabut secara tegak lurus maka bentuk luka akan
menganga, tetapi jika arah luka sejajar dengan serabut elastis maka
bentuk luka tak begitu menganga.
b) Reaksi vaskuler
Bentuk reaksi vaskuler tergantung dari jenis trauma, yaitu:

(1) Pada trauma suhu panas, bentuk reaksi intravitalnya berupa:


(a) Eritema (kulit berwarna kemerahan).
(b) Vesikel atau bulla.

(2) Pada trauma benda keras dan tumpul, bentuk intravital berupa:

47

(a) Kontusi atau memar.


c) Reaksi mikroorganisme (infeksi)*
d) Reaksi biokimiawi*
2) Terdapat tanda-tanda organ dalam (jantung atau paru-paru) masih dalam
keadaan berfungsi ketika terjadi trauma dengan tanda-tandanya antara
lain:
a) Perdarahan hebat (profuse bleeding):
Trauma yang terjadi pada orang hidup akan menimbulkan perdarahan
yang banyak sebab jantung masih bekerja sehingga terus-menerus
memompa darah keluar lewat luka.
Berbeda sekali dengan trauma yang terjadi sesudah mati sebab
keluarnya darah di sini secara pasif karena pengaruh gravitasi
sehingga jumlahnya tidak banyak.
Perdarahan pada luka intravital dibagi menjadi 2, yaitu:

(1) Perdarahan internal


Perdarahan internal mudah dibuktikan karena darah tertampung
di rongga badan (rongga perut, rongga dada, rongga panggul,
rongga kepala dan kantong perikardium) sehingga dapat diukur
pada waktu otopsi.

(2) Perdarahan eksternal


Perdarahan eksternal (darah tumpah di tempat kejadian) hanya
dapat disimpulkan jika pada waktu otopsi ditemukan tanda-tanda
anemis (muka dan organ-organ dalam pucat) disertai tanda-tanda
limpa melisut, jantung dan nadi utama tidak berisi darah.
b) Emboli udara*
c) Emboli lemak*
d) Pneumotorak*
e) Emfisema kulit (krepitasi kulit)*

b. LUKA MEMAR
1) DEFINISI
Luka memar (bruise / contussion) adalah jenis kekerasan
benda tumpul (blunt force injury) yang merusak atau merobek
48

pembuluh darah kapiler dalam jaringan subkutan sehingga darah


meresap ke jaringan sekitarnya.15
2) KARAKTERISTIK 14
Luka memar dikarakteristikkan sebagai luka yang tidak
merusak lapisan luar kulit, namun merusak atau merobek
pembuluh darah kapiler dalam jaringan subkutan sehingga darah
meresap

ke

jaringan

sekitar

dan

dapat

menyebabkan

pembengkakan.
3) MEKANISME 13
Terjadinya luka memar biasanya diawali oleh adanya suatu
benturan atau kekerasan dengan energi yang cukup untuk
mengganggu permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi
pembengkakan di sekitar daerah tubuh yang terkena benturan.
Pembengkakan ini ditimbulkan oleh ekstrafasasi cairan dari
intravaskuler ke ruang intertisiel. Mula-mula pembengkakan
timbul warna merah kebiruan lalu warnanya berubah menjadi biru
kehitaman pada hari ke-1 sampai hari ke-3. Setelah itu warnanya
berubah menjadi biru kehijauan kemudian coklat. Warna
menghilang pada minggu pertama sampai minggu ke-4.
Ada 4 faktor yang mempermudah terjadinya luka memar
(contusio), yaitu:
a) Jaringan lemak yang berada dibawah jaringan subkutan.
b) Kulit (epidermis) yang tipis.
c) Wanita lebih mudah mengalami luka memar (contusion)
daripada laki-laki.
d) Penyakit, seperti defisiensi vitamin K, penyakit kronis,
hemophilia, sirosis, dan lain-lain.

49

c. LUKA LECET
1) DEFINISI
Luka lecet adalah luka akibat kekerasan benda yang
memiliki permukaan yang kasar sehingga sebagian atau seluruh
lapisan epidermis hilang.14,15,25,26
2) KARAKTERISTIK
Luka lecet mengeluarkan serum, yang semakin mengeras
dan membentuk keropeng, namun luka lecet dapat juga berdarah
karena terkadang cukup dalam untuk mengenai papila vaskular
yang berada di bawah permukaan epidermis dan dalam hal ini juga
perdarahan dapat terjadi pada tahap awal. 14,15,25,26
Ciri luka lecet :28
a) Sebagian/seluruh epitel hilang
b) Permukaan tertutup exudasi yang akan mengering (krusta)
c) Timbul reaksi radang (Sel PMN)
d) Biasanya pada penyembuhan tidak meninggalkan jaringan
parut
Memperkirakan umur luka lecet:28
a) Hari ke 1 3 : warna coklat kemerahan karena eksudasi darah
dan cairan lymphe.
b) Hari ke 4 6 : warna pelan-pelan menjadi gelap dan lebih
suram.
c) Hari ke 7 14 : pembentukan epidermis baru
d) Beberapa minggu : terjadi penyembuhan lengkap
3) MEKANISME
Sesuai mekanisme terjadinya luka lecet dibedakan dalam 3 tipe :
a) Luka lecet gores (scratch)
Abrasi yang lebih superficial yang hampir tidak
merusak kulit dengan eksudasi sedikit atau tidak ada serum
(dan dengan demikian sedikit atau tidak ada pembentukan
keropeng) dapat disebut luka lecet gores. Diakibatkan oleh

50

benda runcing yang menggeser lapisan permukaan kulit. Dari


gambaran kedalaman luka pada kedua ujungnya dapat
ditentukan arah kekerasan yang terjadi. Salah satu jenis luka
lecet gores yang paling umum adalah abrasi linier atau yang
dikenal sebagai goresan. Luka lecet yang sama seperti luka
lecet gores dapat dihasilkan ketika tubuh korban diseret di atas
permukaan yang kasar. Penjeratan juga dapat menghasilkan
luka lecet gores. Hal ini sangat umum ditemukan dalam buku
tentang penumpukan epidermis pada ujung distal dari luka
lecet gores, memungkinkan seseorang untuk menentukan arah
gerakan dari benda tumpul atau tubuh pada permukaan kasar.
Hal tersebut merupakan fenomena yang lebih teoritis daripada
nyata

dan

biasanya

tidak

terjadi

pada

derajat

yang

8,14,25

signifikan.

b) Luka lecet serut (graze)/geser (friction abrasion)


Adalah luka lecet yang terjadi akibat persentuhan kulit
dengan permukaan badan yang kasar dengan arah kekerasan
sejajar/miring terhadap kulit. Arah kekerasan ditentukan
dengan melihat letak tumpukan epitel. Luka lecet ini
merupakan variasi dari luka lecet gores yang daerah
persentuhannya dengan permukaan kulit lebih lebar. Abrasi
kebanyakan disebabkan gerakan lateral daripada tekanan
vertikal. Ketika tanda abrasi ini ditemui, arah kekuatan dapat
ditentukan dari sisa epidermis yang terbawa sampai ujung
abrasi. Pemeriksaan visual, bila perlu menggunakan lensa,
dapat menunjukkan pergerakan dari tubuh.14,15,27
Luka lecet geser disebabkan oleh tekanan linear pada
kulit disertai gerakan bergeser, misalnya pada kasus gantung
atau jerat serta pada korban pecut. Luka lecet geser yang terjadi
semasa hidup mungkin sulit dibedakan dari luka lecet geser
yang terjadi segera pasca mati.14
c) Luka lecet tekan (impression, impact abrasion)

51

Luka lecet yang disebabkan oleh penekanan benda


tumpul secara tegak lurus terhadap permukaan kulit. Bentuk
luka lecet tekan umumnya sama dengan bentuk permukaan
benda tumpul tersebut. Kulit pada luka lecet tekan tarnpak
berupa daerah kulit yang kaku dengan warna lebih gelap dari
sekitarnya.Abrasi yang terjadi mengikuti pola obyek . tidak
hanya epidermis yang rusak, kulit dapat tertekan mengikuti
pola obyek, sehingga dapat terjadi memar intradermal.
Contohnya ketika ban motor melewati kulit, meninggalkan pola
pada kulit

dimana kulit juga tertekan mengikuti alur ban

tersebut.14,15,27
d) Luka lecet Crushing/ luka lecet berpola
Ketika penekanan vertikal pada permukaan kulit, tidak
ada goresan yang terjadi namun epidermis hancur dan obyek
yang menghantam tercetak. Jika hantaman tersebut kuat dan
daerah permukaan kontak kecil akan terjadi luka berlubang
kecil dan abrasi hantaman terjadi. Lecet tersebut cenderung
terlokalisir dan sering terlihat pada penonjolan tulang di mana
lapisan tipis kulit meliputi tulang. Kerusakan yang terjadi
berupa penekanan hingga depresi ringan dari permukaan atau
paling tidak memar atau tonjolan udem lokal. Abrasi ini salah
satu dari abrasi yang menunjukkan cetakan dari obyek yang
membuat luka.25,27
Di

dalam

kasus

penjeratan

dengan

tangan

(manual

strangulation), atau yang lebih dikenal dengan istilah pencekikan,


maka kuku jari pembunuh dapat menimbulkan luka lecet yang
berbentuk garis lengkung atau bulan sabit; dimana dari arah serta
lokasi luka tersebut dapat diperkirakan apakah pencekikan tersebut
dilakukan dengan tangan kanan, tangan kiri atau keduanya. Di
dalam penafsiran perlu hati-hati khususnya bila pada leher korban
selain didapatkan luka lecet seperti tadi dijumpai pula alat penjerat;

52

dalam kasus seperti ini pemeriksaan arah lengkungan serta ada


tidaknya kuku-kuku yang panjang pada jari-jari korban dapat
memberikan kejelasan apakah kasus yang dihadapi itu merupakan
kasus bunuh diri atau kasus pembunuhan, setelah dicekik
kemudian digantung.
d. LUKA IRIS
1)

DEFINISI
Luka iris adalah luka superfisial akibat permukaan benda tajam
yang ditekankan ringan sambil digeser secara tangensial pada
permukaan kulit. Luka iris dapat disebabkan oleh pisau dapur,
pisau cukur, box cutter atau benda bertepi tajam lain misalnya
pecahan kaca, logam, bahkan kertas. 8,26

2)

KARATERISTIK 8,26
Ciri utama luka iris dibanding luka akibat benda tajam lainnya
adalah
(a)

Panjangnya melebihi kedalamannya, sebab terjadi akibat


tekanan ringan benda tajam sewaktu digeserkan pada
permukaan kulit, seperti pada gambar di bawah ini. Dengan
demikian panjang dan dalam luka iris sama sekali tidak
menginformasikan ukuran benda tajam penyebab. 14

Gambar 28 Luka iris pada wajah, tampak panjang luka


melebihi kedalamannya

53

(b)

Ujung luka iris seringkali superfisial, kemudian agak dalam di


tengah, dan kembali superfisial pada ujung lainnya. Benda
tajam yang mengenai kulit secara oblik akan membentuk bevel
luka. Jika sudutnya jauh lebih ekstrim maka luka akan memiliki
flap. Bila irisan benda tajam mengenai permukaan kulit yang
tidak rata maka dengan sekali geser akan terbentuk banyak luka
dengan tepi terputus-putus disebut wrinkle wound. 14

Gambar 30 Wrinkle wound, pisau tergeser pada permukaan


kulit yang tidak rata
(c)

Luka iris menyerupai laserasi (luka robek), sehingga kerap sulit


dibedakan. Luka iris oleh permukaan yang tidak terlalu tajam
dan ireguler kadang menghasilkan luka yang juga disertai
abrasi dan kontusio, walaupun memang tidak ditemukan
jembatan jaringan14

(d)

Luka iris umumnya terjadi pada bagian tubuh yang mudah


terpapar misalnya kepala, leher, dan lengan. 14.

(e)

Luka iris pada leher umumnya merupakan akibat upaya


pembunuhan.14

3)

MEKANISME 8,25,26
Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen
yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih
(aseptik) biasanya tertutup oleh sutura setelah seluruh pembuluh
darah yang luka diikat (Ligasi).

54

e. LUKA ROBEK
1)

DEFINISI
Luka robek atau laserasi adalah luka terbuka yang disebabkan
karena persentuhan dengan benda tumpul dengan kekuatan yang
mampu merobek seluruh lapisan kulit dan jaringan di bawahnya.31

2)

KARATERISTIK
Ciricirinya sebagai berikut : 29
a. Bentuk garis batas luka tidak teratur dan tepi luka tak rata
b. Bila ditautkan tidak dapat rapat ( karena sebagaian jaringan
hancur )
c. Tebing luka tak rata serta terdapat jembatan jaringan
d. Di sekitar garis batas luka di temukan memar
e. Lokasi luka lebih mudah terjadi pada daerah yang dekat dengan
tulang ( misalnya daerah kepala, wajah atau ekstremitas )
Karena terjadinya luka disebabkan oleh robeknya jaringan
maka bentuk dari luka tersebut tidak menggambarkan bentuk dari
benda penyebabnya.
Perbedaan trauma tajam dan trauma tumpul 29

Trauma

Tajam

Tumpul

Bentuk luka

Teratur

Tidak teratur

Tepi luka

Rata

Tidak rata

Jembatan jaringan

Tidak ada

Ada

Rambut

Ikut terpotong

Tidak ikut terpotong

Dasar luka

Berupa garis atau titik

Tidak teratur

Sekitar luka

3)

Tidak ada luka lain


Ada luka lecet atau memar
Tabel 1 Perbedaan trauma tumpul dan tajam

MEKANISME

29

55

Luka robek atau laserasi merupakan luka terbuka yang


terjadi akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui
elastisitas kulit atau otot.
Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran
mukosa dan jaringan dibawahnya tidak sempurna dan terdapat
jembatan jaringan. Jembatan jaringan, tepi luka yang ireguler,
kasar dan luka lecet membedakan laserasi dengan luka oleh benda
tajam seperti pisau.
Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Laserasi
yang multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis dapat
menyebabkan perdarahan yang hebat sehingga dapat menyebabkan
kematian.
D. ANALISA KASUS
Dari hasil pemeriksaan saksi-saksi dan TKP polisi mencurigai bahwa
korban meninggal akibat penganiayaan yang dilakukan perampok yang
masuk ke dalam rumah korban untuk mengambil harta benda milik korban,
dimana saat perampokan terjadi korban sedang menonton televisi di ruang
keluarga. Untuk memperjelas perkara tersebut, maka penyidik meminta
bantuan dokter untuk memeriksa jenazah sehingga dapat diketahui penyebab
kematiannya.
Dari hasil pemeriksaan luar yang dilakukan pada pukul 11.15 WIB,
ditemukan lebam mayat pada daerah belakang(tengkuk, punggung, bokong,
paha, betis) yang masih hilang dengan penekanan dan kaku mayat belum
lengkap. Dari kedua fakta tersebut, dapat diperkirakan korban meninggal
dalam keadaan berbaring sehingga lebam mayat terdapat pada bagian bawah
tubuh, hal ini sesuai dengan lebam mayat yang ditemukan pada korban, dan
waktu terjadinya kematian kurang dari 8-12 jam dari pemeriksaan terhadap
jenazah. Dari hasil pemeriksaan luar dan dalam ditemukan kekerasan tumpul
berupa memar pada kedua kelopak mata, leher, bibir, lidah dan punggung
berwarna merah kebiruan, hal ini menunjukan bahwa terdapat tanda intravital

56

dimana saat terjadi kekerasan tumpul korban masih hidup. Selain memar pada
wajah ditemukan luka lecet pada dagu dan dada, luka iris pada pipi kanan dan
luka robek pada kelopak mata atas kiri dan tangan dimana terjadi retraksi
jaringan dan reaksi vaskuler yang merupakan tanda intravital sehingga
menandakan terjadinya pada saat korban masih dalam keadaan hidup.
Karakteristik luka pada pipi kanan koban berupa luka iris menunjukan senjata
yang digunakan adalah senjata tajam, dimana pada tempat kejadian perkara
ditemukan sebuah pisau dengan bercak darah. Luka pada tangan kiri korban
sesuai dengan karakteristik luka robek, dimana benda penyebabnya
merupakan benda tumpul yang harus dicari penyidik pada tempat kejadian
perkara sebagai barang bukti benda penyebab kekerasan tumpul berupa luka
robek tersebut. Memar pada leher, dan luka lecet pada dada bagian atas dan
dagu merupakan tanda keadaan jejas jerat yang digunakan lunak, pada tempat
kejadian perkara dan tubuh korban melingkar sweater hitam pada leher
korban dimana dicurigai sebagai alat yang digunakan untuk menjerat. Sebab
bila jerat lunak dan lebar seperti sweater, handuk, selendang sutera maka jejas
mungkin hanya sedikit ditemukan atau bahkan tidak ditemukan dan pada
otot-otot leher bagian dalam dapat atau tidak ditemukan sedikit resapan darah.
Hal tersebut ditemukan pada pemeriksaan dalam dimana jejas jerat berupa
resapan darah pada kulit dan otot leher hanya ditemukan sedikit.
Gambaran bintik-bintik perdarahan, jendalan darah dan pelebaran
pembuluh darah yang ditemukan pada pemeriksaan luar di selaput kelopak
mata, selaput biji mata, selaput bening mata, dan pada pemeriksaan dalam
yaitu ditemukan di jantung, dan pada pengirisan otak besar, otak kecil dan
batang otak merupakan kongesti yang khas. Sebagai akibat kongesti dari vena
maka akan tampak bintik bintik perdarahan (petechiae haemoragik atau
tardieu spot) bintik perdarahan ini akan mudah terjadi pada jaringan longgar
dan transparan. Pemeriksaan dalam pada tenggorokan ditemukan buih halus
dan lendir berwarna kuning kemerahan yang timbul akibat peningkatan
aktivitas pernafasan pada fase dyspneu yang disertai sekresi selaput lendir

57

bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit,
menimbulkan busa yang kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler.
(1) Pada jaringan dibawah kuku tangan dan kaki tampak Cyanosis dan darah
tampak gelap dan encer yang ditemukan pada pengirisan paru dan jantung.
Hal ini terjadi sebab kurangnya oksigen, kadar CO2 yang tinggi dan akibat
fibrinolisin dalam darah dimana akan menyebabkan darah sukar membeku
dan mudah mengalir sehingga warna lebam mayat merah kebiruan gelap,
terbentuk lebih cepat, distribusi luas. Tertutupnya jalan nafas oleh karena
jerat pada leher menyebabkan tubuh kekurangan oksigen dan terjadi
anoksia atau hipoksia anoksik yang diartikan keadaan anoksia yang
disebabkan kurangnya oksigen yang masuk paru-paru akibatnya oksigen
tidak mampu mencapai darah. Dari pandangan patologi, kematian akibat
asfiksia dapat digolongkan sebagai kematian akibat asfiksia sekunder
dimana Jantung berusaha mengkompensasi keadaan dimana tekanan
oksigen rendah dengan cara mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan
arteri dan vena meninggi. Karena oksigen dalam darah berkurang terus dan
tidak cukup untuk kerja jantung, maka terjadi gagal jantung dan kematian
akan berlangsung dengan cepat. Keadaan mati lemas didukung dengan
adanya sianosis pada jaringan di bawah kuku tangan dan kaki, ekimosis
atau bintik perdarahan yang pada dinding jantung, buih halus pada saluran
pernafasan, serta hasil pemeriksan Patologi Anatomi yang memberikan
gambaran Hiperemik disertai ekstravasasi eritrosit dan perdarahan pada
semua organ dimana Proses tersebut dalam keadaan intravital yang
diakibatkan asfiksia dengan akibat dapat mengakibatkan mati lemas. Pada
kasus ini, tersangka tindak pidana dapat dikenakan sangsi dengan landasan
pasal 338 KUHP. Yaitu Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa
orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling
lama lima belas tahun. Pelaku juga dikenai pasal 365 KUHP ayat (1) yang
berbunyi Diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun pencurian
yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman

58

kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk memepersiapkan atau


mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk
memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya atau untuk tetap
menguasai barang lainnya untuk dicuri. Pada ayat (3) berbunyi Jika
perbuatan mengakibatkan kematian maka diancam dengan tindakan
penjara paling lama 15 tahun. serta ayat (4) berbunyi Diancam dengan
pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu paling
lama 20 tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan
dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh
salah satu hal yang diterangkan dalam no. 1 dan 3
E. PENUTUP
Berdasarkan hasil olah TKP, keterangan para saksi, dan pemeriksaan
jenazah, dapat disimpulkan bahwa korban meninggal karena sumbatan jalan
nafas yang menyebabkan kurangnya oksigen yang masuk paru-paru akibatnya
oksigen tidak dapat mencapai darah sehingga menyebabkan mati lemas

59

DAFTAR PUSTAKA
1.

Apuranto, H dan Hoediyanto. 2010. Ilmu Kedokteran Forensik Dan


Medikolegal, Surabaya : Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal FK Unair.

2.

Amir A, Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik, ed 2, Bagian Ilmu Kedokteran


Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara, Medan, 2007

3.

Arun M. Methods of suicide : A medicolegal Perspective. JIAFM 2006: 28


(1).p.22-26

4.

Ernoehazy W. Hanging Injuries and strangulation. Cited April 24, 2006.


Available at: http://www.emedicine.com/emerg/topic227.htm

5.

Sharma B, Harish D, Sing VP, Sing P. Ligature mark on neck: how


Informative?. India: JIAFM.2005:27 (1).p.11-2. Available at:
http://medind.nic.in/jal/t05/i1/jalt05i1p10.pdf. Accessed on March 29,
2015.

6.

Prabowo KN. Gambaran kasus asfiksia mekanik yang ditangani di instalasi


kedokteran forensic rsup dr sardjito tahun 2007-2012. Available on
http://etd.ugm.ac.id/index.php?
mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&
buku_id=62982&obyek_id=4. Accessed on April 1st, 2015.

7.

Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Teknik Autopsi Forensik, edisi ke-4. Jakarta: Indonesia Univ Press.
2000.

8.

Knight, B.. Forensic Pathology, 2nd edition. London: Arnold. 1996.

9.

Wagner, SA.. Color Atlas of the Autopsy. London: CRC Press. 2004.

10. KUHP dan KUHAP. Surabaya: Kesindo Utama. 2007.


11. Budiyanto, A., Widiatmaka W., dkk.. Ilmu Kedokteran Forensik, edisi ke-1.
Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 1997.
12. Dahlan, S.. Ilmu Kedokteran Forensik: Pedoman bagi Dokter dan Penegak
Hukum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2000.
13. Dix, Jay, Graham M. Time of Death Decomposition and Identification: an
Atlas. London: CRC Press. 2000.
14. Richard, Shepherd. Simpsons Forensic Medicine, 12th ed. London: Arnold.
2003.

15. DiMaio, Dominick, Vincent JM DiMaio. Forensic Pathology, 2nd ed. London:
CRC Press. 2001.
16. Idries, Abdul Munim, 1997, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Binarupa
Aksara, Jakarta, Hal 170-190.
17. Budiyanto. Kematian Akibat Asfiksia Mekanik. Ilmu Kedokteran Forensik.
Edisi 1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997.
h55-70.
18. Martland HS. Traumatic Aphyxia: Strangulation. Legal Medicine Pathology
And Toxicology.
19. Graham MA. Pathology of Asphyxia Death: Mechanism of morbidity and
mortality.
Cina
SJ,
editor.
Available
on
http://www.emedicine.medscape.com/article/1988699overview#aw2aab6b4. Update November 21, 2013. Accessed on
Maret 29, 2015.
20. Ely SF, Hirsch CS. Asphyxial Deaths and Petechiae: A Review. J Forensic Sci
2000;45(6):12741277.
21. Chadha PV. Catatan Kuliah Ilmu Forensik dan Toksikologi. Jakarta: Widya
Medika. 1995.p.47-8
22. Porth CM. Alterations in Respiratory Function: Disorders of Gas Exchange.
In: : Essential of Pathophysiology, Concepts of Altered Health States.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2004.p:397
23. Saukko P, Knight B. Knights Forensic Pathology: Fatal pressure on the neck.
Great Britain: Edward Arnold Ltd. 3th, Ed.2004.p.379-82.
24. Stark MM,et al.Clinical Forensic Medicine: A Physician's Guide. Ed:2. New
Jersey: Humana Press,Totowa. 2005.p.339-42.
25. Tsokos, Michael. 2008. Forensic Pathology
Berlin,Germany;HumanaPress:139-149

Reviews.

Volume

5.

26. Shkrum M.J. , Ramsay D.R. 2007. Forensic Pathology Of Trauma. Totowa :
Humana Press.
27. Sharma RK. Concise textbook of forensic medicine and toxicology 3rd
edition. Global education consultants, Noida, 2011.
28. James JP, Jones R, Karch SB dan Manlove J. Simpsons forensic medicine
13th edition. Hodder arnold, London, 2011.
29. Basebeth Keren DR.SPF.DFM. Kematian Karena Luka Bakar. Available at:
http://deathduetofire.blogspot.com. Acceseed at April 20, 2015.

30. Pal Singh V, Sharma B.R, Harish D, Vij Krishan. A Critical Analysis of Stab
Wound On The Chest A Case Report. JIAFM, 2004; 26(2).
31. Gatot S, Santosa, Relawati R, Maryono, Pranarka K, Intarniati, Rahman A, et
al. Tanya Jawab Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang:Badan Penerbit
Universitas Diponegoro; 2009.

Anda mungkin juga menyukai