A. PENDAHULUAN
Dalam menjalankan profesinya dokter akan menangani penderita yang
masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia. Salah satu sebab kematian
yang sering adalah akibat asfiksia. Kematian asfiksia sering terjadi, baik
secara wajar maupun tidak wajar, sehingga tidak jarang dokter diminta
bantuannya oleh pihak polisi/ penyidik untuk membantu memecahkan kasuskasus kematian karena asfiksia terutama bila ada kecurigaan mati tidak
wajar.1
Asfiksia merupakan salah satu kasus penyebab kematian terbanyak
yang ditemukan dalam kasus kedokteran forensik. Asfiksia yang diakibatkan
adanya suatu obstruksi pada saluran nafas disebut asfiksia mekanik dan
asfiksia jenis inilah yang paling sering dijumpai dalam kasus tindak pidana
yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. 2 Korban kematian akibat
asfiksia termasuk yang sering diperiksa oleh dokter, umumnya urutan ke-3
sesudah kecelakaan lalu lintas dan trauma mekanik.2 Secara mekanik asfiksia
dapat disebabkan oleh proses penggantungan, pencekikan dan penjeratan.
Dalam rutinitas medikolegal perbedaan mekanisme ini sangat penting karena
kasus penggantungan dianggap bunuh diri sehingga dibuktikan sebaliknya
manakala kasus penjeratan dan pencekikan dianggap pembunuhan. 3
Mengetahui gambaran asfiksia, khususnya pada postmortem serta keadaan
1
antara lain ilmu kedokteran kehakiman. Bantuan ini dapat berupa permintaan
pemeriksaan dokter terhadap tubuh korban baik yang masih hidup maupun
sudah meninggal. Dalam kasus korban meninggal, pemeriksaan tersebut akan
berupa otopsi.
Otopsi forensiksendiri berkepentingan untuk membuktikan penyebab
kematian sebagai suatu fakta di persidangan, tentang kasus tindak pidana.
Sistem pelaporan pada kasus-kasus tindak pidana yang dikenal dengan istilah
Visum et Repertum (untuk selanjutnya disingkat VeR), merupakan bukti
pelaporan tentang hasil pemeriksaan korban, baik korban hidup maupun
korban mati / jenazah, yang akan diberikan oleh dokter kepada penyidik
Kepolisian untuk kepentingan penegakan hukum, termasuk visum maupun
pemeriksaan dalam yang dikenal dengan otopsi.
B. LAPORAN KASUS
Jenazah seorang wanita, inisial Ny. RS usia 86 tahun, ditemukan oleh
sahabatnya meninggal hari Sabtu di rumah, 27 Desember 2014 Pukul 07.00
WIB ketika ingin diajak ibadah natal di Gereja. Menurut penuturan
sahabatnya ketika berkunjung ke rumah korban ditemukan rumah dalam
keadaan terkunci namun terdengar suara televisi yang masih menyala, ketika
diketuk dan dipanggil namanya tidak terdengar suara jawaban sehingga
sahabat dan tetangganya mencoba membuka paksa rumah korban lalu
menemukan korban didekat dapur sudah terbujur kaku dengan leher
dikelilingi oleh baju hangat (sweater) dengan bercak darah disekitarnya.
Sahabat korban segera menghubungi keluarga (keponakan korban) dan
melaporkan kepada ketua RT dan Polisi (pihak yang berwajib), Polisi segera
tiba dan melakukan olah TKP. Menurut keterangan Polisi didapatkan rumah
korban dalam kondisi yang berantakan dengan kemungkinan terdapat
perlawanan dari korban terhadap pelaku, dan terdapat bercak darah yang
dicurigai korban diseret dari ruang keluarga ke dapur dan beberapa barang
yang hilang sehingga Polisi mencurigai terjadi suatu tindak pidana dibalik
kematian korban. Segera jenazah Ny. RS dibawa ke Instalasi Kamar Jenazah
RSUP. DR. KARIADI Semarang dan dilakukan pemeriksaan luar dan dalam
atas permintaan Polisi/ Penyidik
1. HASIL PEMERIKSAAN :
Dari pemeriksaan luar dan dalam atas tubuh jenazah tersebut diatas
didapatkan temuan-temuan sebagai berikut :
2. TEMUAN YANG BERKAITAN DENGAN IDENTITAS JENAZAH :
a. Identitas Umum Jenazah :
1)
Jenis Kelamin
: Perempuan
2)
Umur
3)
Berat Badan
4)
Panjang Badan
5)
Warna kulit
: Kuning langsat
6)
7)
Ciri rambut
8)
Keadaan Gizi
: Tidak ada
2) Jaringan parut
: Tidak ada
3) Tanda lahir
: Tidak ada
4) Cacat lahir
: Tidak ada
5)
Kantong Jenazah
bertuliskan
Jasa
Marga
Semarang
c. Pakaian :
1) Baju lengan panjang berkerah, warna biru tua, bahan wol, tanpa
merek dan tanpa ukuran
Kaku mayat
Pembusukan
: Tidak ada
8) Anggota gerak :
a) Anggota gerak atas :
(1) Kanan : Tidak ada kelainan, Ujung jari dan jaringan
dibawah kuku tampak kebiruan
(2) Kiri :
(a) Terdapat sebuah luka terbuka pada jari ketiga sampai ke
sela jari ketiga dan keempat, batas teratas Sembilan
sentimeter dibawah pergelangan tangan kiri, batas
terbawah tiga belas sentimeter dibawah pergelangan
tangan kiri, bentuk tidak teratur dengan ukuran panjang
lima sentimeter dan lebar tiga sentimeter, dalam satu
sentimeter, batas tidak tegas, tepi tidak rata, terdapat
jembatan jaringan, tebing luka tidak rata terdiri dari
kulit, lemak, otot, tulang, dasar luka tulang. Disekitar
luka terdapat memar
(b) Kiri
b) Bulu mata
c) Kelopak mata
kebiruan,
pembengkakan
10
dari
terdapat
kulit
sekitar.
sentimeter dan
ukuran
panjang
tujuh
bintik
perdarahan
pada
f)
g) Pupil mata
h) Pelangi mata
: warna hitam
11
a) bentuk hidung
3) Telinga :
a) Bentuk telinga
4) Mulut :
a) Bibir
teratur,
dengan
ukuran
dua
sentimeter
satu
dan
lebar
12
ukuran
panjang
satu
sentimeter
dan
lebar
satu
sentimeter
(1)
Rahang atas
: Tidak ada
(2)
d) Langit-langit mulut
b) Liang senggama
c. Tulang - Tulang :
1) Tulang tengkorak
2) Tulang belakang
3) Tulang-tulang dada
4) Tulang-tulang punggung
5) Tulang-tulang panggul
13
(A)
(B)
(C)
14
Gambar 8. Pada pengirisan otak besar (A), otak kecil (B) dan batang
otak (C) tampak bintik perdarahan
b. Leher bagian dalam :
1) Lidah : Terdapat beberapa memar pada lidah, bentuk tidak teratur,
batas tidak tegas, warna biru keunguan. Memar terbesar pada
ujung lidah sisi depan kiri, dengan ukuran panjang dua koma lima
sentimeter dan lebar satu setengah sentimeter. Memar terkecil
pada lidah sisi depan kanan, dengan ukuran satu koma lima
sentimeter dan lebar satu koma lima sentimeter.
2) Pada kulit leher bagian dalam: Terdapat resapan darah pada kulit
leher bagian dalam bawah sisi kanan, dengan ukuran panjang
enam sentimeter dan lebar dua sentimeter. Terdapat resapan darah
pada kulit leher bagian dalam bawah sisi kiri dengan ukuran
panjang empat sentimeter lebar dua kali sentimeter. Terdapat
resapan darah pada kulit leher bagian dalam atas sisi tengah
dengan ukuran panjang empat sentimeter lebar tiga kali sentimeter
3) Otot leher bagian dalam : terdapat resapan darah pada otot leher
bagian dalam sisi kanan, panjang tujuh sentimeter, lebar satu koma
lima sentimeter
4) Kerongkongan : Tidak ada kelainan
5) Tenggorokan : Terdapat buih halus dan lendir berwarna kuning
kemerahan
6) Tulang rawan cincin : tidak ada kelainan
7) Kelenjar gondok : tidak ada kelainan
(A)
15
(B)
(C)
(D)
Gambar 9. A. Memar pada lidah
B. Resapan darah pada kulit bagian dalam
C. Resapan darah pada otot leher bagian dalam
D. Buih halus dan lender warna kuning kemerahan di
tenggorokan
c. Rongga dada :
1) Otot dinding dada : tidak ada kelainan
2) Tulang dada : Tidak ada kelainan
3) Tulang-tulang rusuk : tidak ada kelainan
4) Paru :
16
a) Paru kanan
terdapat
perlengketan
terdapat
perlengketan
lebar
sembilan
sentimeter,
bawah,
ukuran
panjang
tujuh
sentimeter,
sentimeter, tebal
lebar
dua
enam
sentimeter,
belas
pada
17
jantung
kanan,
permukaan
Katub
pembuluh
nadi
utama
sembilan
sentimeter.
Katub
pembuluh
darah
jantung
tidak
ada
19
(A)
20
(B)
Gambar 11. Pada mikroskopik otak besar. A. parenkin otak besar
sembab. B. hiperemik disertai daerah mengalami gliosis
(A)
(B)
Gambar 12. Pada mikroskopik otak kecil. A. parenkim otak kecil
sembab dan hiperemik. B. ekstravasasi eritrosit ke
jaringan
21
22
eritrosit
ke
jaringan,
dan
sembab
hiperemik
23
(A)
24
(B)
Gambar 21. Pada mikroskopik kulit leher bagian dalam tampak :
A.sel-sel radang, epitel squamous komplek berkeratin.
B. lemak matur dan ektravasasi eritrosit
25
26
Gambar 26. Eritrosit manusia pada bercak yang terdapat di barang bukti
7. KESIMPULAN
Berdasarkan temuan-temuan yang ditemukan dari pemeriksaan atas
jenazah tersebut maka saya simpulkan bahwa telah diperiksa jenazah
seorang perempuan umur lebih dari tujuh puluh tahun, warna kulit kuning
langsat, kesan gizi cukup. Pada pemeriksaan didapatkan luka akibat
kekerasan tumpul berupa luka memar pada wajah, leher dan punggung;
luka lecet pada wajah, leher dan dada; luka robek pada wajah dan anggota
gerak atas. Luka akibat kekerasan tajam berupa luka iris dan tusuk wajah.
Didapatkan tanda-tanda mati lemas. Sebab kematian jerat yang
mengakibatkan mati lemas
C. TINJAUAN PUSTAKA
1. Aspek Medikolegal Otopsi
Asal kata otopsi yaitu autopsia yang diambil dari bahasa Yunani.
Autopsia terdiri dari kata auto yang artinya sendiri dan opsis yang
artinya melihat. Sedangkan yang dimaksud dengan otopsi adalah
pemeriksaan terhadap tubuh mayat, meliputi pemeriksaan terhadap bagian
luar maupun bagian dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan
atau adanya cidera, melakukan interprestasi atas penemuan-penemuan
tersebut, menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan sebagai
27
28
menjadi merah
30
disebabkan
oleh
proses
otolisa
dan
aktifitas
31
a. Definisi
Asfiksia berasal dari bahasaYunani, yaitu terdiri dari a yang
berarti tidak, dan sphinx yang artinya nadi. Jadi secara harfiah,
asfiksia diartikan sebagai tidak ada nadi atau tidak berdenyut.
Pengertian ini sering salah dalam penggunaannya.8,1
Asfiksia merupakan istilah yang sering digunakan untuk
menyatakan berhentinya respirasi yang efektif (cessation of effective
respiration) atau ketiadaan kembang kempis (absence of pulsation).
Asfiksia ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara
pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia)
disertai dengan peningkatan karbondioksida (hiperkapneu). Dengan
demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen dan terjadi
kematian. Secara klinis keadaan asfiksia sering disebut anoksia atau
hipoksia.8,16
b. Etiologi Asfiksia
Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut:11
1) Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran
pernapasan seperti laringitis difteri atau menimbulkan gangguan
pergerakan paru seperti fibrosis paru.
2) Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya
trauma yang mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak,
pneumotoraks bilateral; sumbatan atau halangan pada saluran napas,
penekanan leher atau dada, dan sebagainya.
3) Keracunan bahan kimiawi yang menimbulkan depresi pusat
pernapasan, misalnya karbon monoksida (CO) dan sianida (CN)
yang bekerja pada tingkat molekuler dan seluler dengan
menghalangi penghantaran oksigen ke jaringan.
c. Fisiologi Asfiksia
Secara klinis keadaan asfiksia sering disebut anoksia atau
hipoksia. Anoksia sendiri adalah suatu keadaan di mana tubuh sangat
32
2) Anoksia anemik
Yaitu keadaan anoksia yang disebabkan karena darah tidak
dapat menyerap oksigen, seperti pada keracunan karbonmonoksida
yang disebabkan afinitas karbon monoksida terhadap hemoglobin
jauh
lebih
tinggi
dibandingkan
afinitas
oksigen
dengan
3) Anoksia stagnan
Yaitu keadaan anoksia yang disebabkan karena darah tidak
mampu membawa oksigen ke jaringan, seperti pada heart failure
33
34
35
kadar
karbondioksida
(CO2)
dalam
darah
(hiperkapnea).
4) Penurunan suplai oksigen (O2) ke jaringan tubuh.
Kerusakan akibat
anaerob
berlangsung
dengan
pembentukan
asam
laktat.2,18,19
Tanda dan gejala hipoksemia dibagi menjadi 2 kategori yaitu
akibat ketidakseimbangan fungsi pusat vital dan dan akibat aktivasi
mekanisme kompensasi. Hipoksemia ringan menyebabkan sedikit
manifestasi yaitu gangguan ringan dari status mental dan ketajaman
penglihatan, kadang-kadang hiperventilasi. Hal ini karena saturasi Hb
masih sekitar 90% ketika PO2 hanya 60 mmHg.2,18,19
Hipoksemia yang lebih berat bisa menyebabkan perubahan
kepribadian, agitasi, inkoordinasi otot, euphoria, delirium, bisa sampai
stupor dan koma.
Pengerahan mekanisme kompensasi simpatis menyebabkan
takikardi, kulit menjadi dingin (oleh karena vasokonstriksi perifer),
diaphoresis dan peningkatan ringan dari tekanan darah. 2,18,19
Hipoksemia akut yang sangat berat bisa menyebabkan
konvulsi, perdarahan retina dan kerusakan otak permanent. Hipotensi
dan bradikardi biasanya merupakan stadium preterminal pada orang
36
dengan
hipoksemia,
mengindikasikan
kegagalan
mekanisme
kompensasi. 2,18,19
Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi
dalam 2 golongan, yaitu: 2,18,19
1) Primer (akibat langsung dari asfiksia)
Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak
tergantung pada tipe dari asfiksia. Sel-sel otak sangat sensitif
terhadap
kekurangan
oksigen. Bagian-bagian
otak
tertentu
berusaha
mengkompensasi
keadaan
tekanan
Gangguan
gerakan
pernafasan
karena
terhimpit
atau
f. Gejala Klinis
Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul 4 (empat)
Fase gejala klinis, yaitu:
1) Fase Dispnea
Pada stadium ini terjadi karena kekurangan O2 disertai
meningkatnya kadar CO2 dalam plasma akan merangsang pusat
pernafasan di medulla oblongata, sehingga gerakan pernafasan
lebih cepat dan berat, denyut nadi lebih cepat, tekanan darah
meningkat serta sianosis.. Bila keadaan ini berlanjut, maka masuk
ke fase konvulsi. Lama durasi pada fase ini sekitar 4 menit.12,19
2) Fase Konvulsi
Pada stadium ini
38
spot
merupakan
gambaran
bintik-bintik
laring dan
mesentrium
dan
intestinum.12,20
b) Oedema
Kekurangan
oksigen
yang
berlangsung
lama
akan
39
40
bagian
belakang
jantung
belakang
daerah
41
42
Gambar 27. Pada Otopsi korban penjeratan, simpul alat yang digunakan
untuk menjerat tidak diperbolehkan untuk di lepas, tali jerat
harus dipotong menjauh dari simpulnya. 23
b. Penyebab Kematian Akibat Penjeratan
Ada 3 mekanisme kematian pada jerat , yaitu12,24 :
1) Obstruksi jalan nafas
Hal ini dapat terjadi akibat kompresi langsung laring atau trakea
atau akibat dari tertariknya laring kea rah atas sehingga pangkal
lidah menutupi jalan napas.Pangkal lidah menutupi palatum mole
dan langit-langit mulut.
2) Oklusi pembuluh balik / vena di leher
Oklusi terhadap pembuluh darah vena lebih mudah terjadi
dibandingkan oklusi pembuluh darah arteri, dikarenakan lebih
tipisnya lapisan pembuluh darah vena. Tetapi kematian secara
langsung akibat oklusi dari pembuluh darah vena jarang terjadi,
kecuali ada faktor lain yang menambahkan.
3) Kompresi atau oklusi dari pembuluh darah arteri carotis.
43
by
ligature)
dapat
kita
jumpai
pada
44
Leher
(1) Jejas jerat 12:
(a) Tidak sejelas jejas gantung
(b) Arahnya horizontal
(c) Jejas biasanya terletak setinggi atau dibawah rawan
gondok.
(d) Kedalamannya regular (sama) ,tetapi jika ada simpul
atau tali disilangkan maka jejas jerat pada tempattempat tersebut lebih dalam atau lebih nyata.
(e) Tinggi kedua ujung jejas jerat tidak sama.
(f) Jumlah lilitan umumnya satu dengan simpul mati.
(g) Pola
jejas
dapat
dilihat
dengan
menempelkan
45
Tanda-tanda Asfiksia11,12,18,23
Tanda-tanda umum asfiksia diantaranya adalah sianosis,
kongesti vena dan edema. Sering ditemukan adanya buih halus
pada jalan nafas. Tetapi apabila penyebabnya adalah reflex
vagal, maka tanda-tanda diatas tidak akan ditemukan.
c)
Lebam Mayat
Lokasi timbulnya lebam mayat tergantung dari posisi
tubuh korban setelah mati.
46
yang
teliti,
luka terjadi
(2) Pada trauma benda keras dan tumpul, bentuk intravital berupa:
47
b. LUKA MEMAR
1) DEFINISI
Luka memar (bruise / contussion) adalah jenis kekerasan
benda tumpul (blunt force injury) yang merusak atau merobek
48
ke
jaringan
sekitar
dan
dapat
menyebabkan
pembengkakan.
3) MEKANISME 13
Terjadinya luka memar biasanya diawali oleh adanya suatu
benturan atau kekerasan dengan energi yang cukup untuk
mengganggu permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi
pembengkakan di sekitar daerah tubuh yang terkena benturan.
Pembengkakan ini ditimbulkan oleh ekstrafasasi cairan dari
intravaskuler ke ruang intertisiel. Mula-mula pembengkakan
timbul warna merah kebiruan lalu warnanya berubah menjadi biru
kehitaman pada hari ke-1 sampai hari ke-3. Setelah itu warnanya
berubah menjadi biru kehijauan kemudian coklat. Warna
menghilang pada minggu pertama sampai minggu ke-4.
Ada 4 faktor yang mempermudah terjadinya luka memar
(contusio), yaitu:
a) Jaringan lemak yang berada dibawah jaringan subkutan.
b) Kulit (epidermis) yang tipis.
c) Wanita lebih mudah mengalami luka memar (contusion)
daripada laki-laki.
d) Penyakit, seperti defisiensi vitamin K, penyakit kronis,
hemophilia, sirosis, dan lain-lain.
49
c. LUKA LECET
1) DEFINISI
Luka lecet adalah luka akibat kekerasan benda yang
memiliki permukaan yang kasar sehingga sebagian atau seluruh
lapisan epidermis hilang.14,15,25,26
2) KARAKTERISTIK
Luka lecet mengeluarkan serum, yang semakin mengeras
dan membentuk keropeng, namun luka lecet dapat juga berdarah
karena terkadang cukup dalam untuk mengenai papila vaskular
yang berada di bawah permukaan epidermis dan dalam hal ini juga
perdarahan dapat terjadi pada tahap awal. 14,15,25,26
Ciri luka lecet :28
a) Sebagian/seluruh epitel hilang
b) Permukaan tertutup exudasi yang akan mengering (krusta)
c) Timbul reaksi radang (Sel PMN)
d) Biasanya pada penyembuhan tidak meninggalkan jaringan
parut
Memperkirakan umur luka lecet:28
a) Hari ke 1 3 : warna coklat kemerahan karena eksudasi darah
dan cairan lymphe.
b) Hari ke 4 6 : warna pelan-pelan menjadi gelap dan lebih
suram.
c) Hari ke 7 14 : pembentukan epidermis baru
d) Beberapa minggu : terjadi penyembuhan lengkap
3) MEKANISME
Sesuai mekanisme terjadinya luka lecet dibedakan dalam 3 tipe :
a) Luka lecet gores (scratch)
Abrasi yang lebih superficial yang hampir tidak
merusak kulit dengan eksudasi sedikit atau tidak ada serum
(dan dengan demikian sedikit atau tidak ada pembentukan
keropeng) dapat disebut luka lecet gores. Diakibatkan oleh
50
dan
biasanya
tidak
terjadi
pada
derajat
yang
8,14,25
signifikan.
51
tersebut.14,15,27
d) Luka lecet Crushing/ luka lecet berpola
Ketika penekanan vertikal pada permukaan kulit, tidak
ada goresan yang terjadi namun epidermis hancur dan obyek
yang menghantam tercetak. Jika hantaman tersebut kuat dan
daerah permukaan kontak kecil akan terjadi luka berlubang
kecil dan abrasi hantaman terjadi. Lecet tersebut cenderung
terlokalisir dan sering terlihat pada penonjolan tulang di mana
lapisan tipis kulit meliputi tulang. Kerusakan yang terjadi
berupa penekanan hingga depresi ringan dari permukaan atau
paling tidak memar atau tonjolan udem lokal. Abrasi ini salah
satu dari abrasi yang menunjukkan cetakan dari obyek yang
membuat luka.25,27
Di
dalam
kasus
penjeratan
dengan
tangan
(manual
52
DEFINISI
Luka iris adalah luka superfisial akibat permukaan benda tajam
yang ditekankan ringan sambil digeser secara tangensial pada
permukaan kulit. Luka iris dapat disebabkan oleh pisau dapur,
pisau cukur, box cutter atau benda bertepi tajam lain misalnya
pecahan kaca, logam, bahkan kertas. 8,26
2)
KARATERISTIK 8,26
Ciri utama luka iris dibanding luka akibat benda tajam lainnya
adalah
(a)
53
(b)
(d)
(e)
3)
MEKANISME 8,25,26
Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen
yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih
(aseptik) biasanya tertutup oleh sutura setelah seluruh pembuluh
darah yang luka diikat (Ligasi).
54
e. LUKA ROBEK
1)
DEFINISI
Luka robek atau laserasi adalah luka terbuka yang disebabkan
karena persentuhan dengan benda tumpul dengan kekuatan yang
mampu merobek seluruh lapisan kulit dan jaringan di bawahnya.31
2)
KARATERISTIK
Ciricirinya sebagai berikut : 29
a. Bentuk garis batas luka tidak teratur dan tepi luka tak rata
b. Bila ditautkan tidak dapat rapat ( karena sebagaian jaringan
hancur )
c. Tebing luka tak rata serta terdapat jembatan jaringan
d. Di sekitar garis batas luka di temukan memar
e. Lokasi luka lebih mudah terjadi pada daerah yang dekat dengan
tulang ( misalnya daerah kepala, wajah atau ekstremitas )
Karena terjadinya luka disebabkan oleh robeknya jaringan
maka bentuk dari luka tersebut tidak menggambarkan bentuk dari
benda penyebabnya.
Perbedaan trauma tajam dan trauma tumpul 29
Trauma
Tajam
Tumpul
Bentuk luka
Teratur
Tidak teratur
Tepi luka
Rata
Tidak rata
Jembatan jaringan
Tidak ada
Ada
Rambut
Ikut terpotong
Dasar luka
Tidak teratur
Sekitar luka
3)
MEKANISME
29
55
56
dimana saat terjadi kekerasan tumpul korban masih hidup. Selain memar pada
wajah ditemukan luka lecet pada dagu dan dada, luka iris pada pipi kanan dan
luka robek pada kelopak mata atas kiri dan tangan dimana terjadi retraksi
jaringan dan reaksi vaskuler yang merupakan tanda intravital sehingga
menandakan terjadinya pada saat korban masih dalam keadaan hidup.
Karakteristik luka pada pipi kanan koban berupa luka iris menunjukan senjata
yang digunakan adalah senjata tajam, dimana pada tempat kejadian perkara
ditemukan sebuah pisau dengan bercak darah. Luka pada tangan kiri korban
sesuai dengan karakteristik luka robek, dimana benda penyebabnya
merupakan benda tumpul yang harus dicari penyidik pada tempat kejadian
perkara sebagai barang bukti benda penyebab kekerasan tumpul berupa luka
robek tersebut. Memar pada leher, dan luka lecet pada dada bagian atas dan
dagu merupakan tanda keadaan jejas jerat yang digunakan lunak, pada tempat
kejadian perkara dan tubuh korban melingkar sweater hitam pada leher
korban dimana dicurigai sebagai alat yang digunakan untuk menjerat. Sebab
bila jerat lunak dan lebar seperti sweater, handuk, selendang sutera maka jejas
mungkin hanya sedikit ditemukan atau bahkan tidak ditemukan dan pada
otot-otot leher bagian dalam dapat atau tidak ditemukan sedikit resapan darah.
Hal tersebut ditemukan pada pemeriksaan dalam dimana jejas jerat berupa
resapan darah pada kulit dan otot leher hanya ditemukan sedikit.
Gambaran bintik-bintik perdarahan, jendalan darah dan pelebaran
pembuluh darah yang ditemukan pada pemeriksaan luar di selaput kelopak
mata, selaput biji mata, selaput bening mata, dan pada pemeriksaan dalam
yaitu ditemukan di jantung, dan pada pengirisan otak besar, otak kecil dan
batang otak merupakan kongesti yang khas. Sebagai akibat kongesti dari vena
maka akan tampak bintik bintik perdarahan (petechiae haemoragik atau
tardieu spot) bintik perdarahan ini akan mudah terjadi pada jaringan longgar
dan transparan. Pemeriksaan dalam pada tenggorokan ditemukan buih halus
dan lendir berwarna kuning kemerahan yang timbul akibat peningkatan
aktivitas pernafasan pada fase dyspneu yang disertai sekresi selaput lendir
57
bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit,
menimbulkan busa yang kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler.
(1) Pada jaringan dibawah kuku tangan dan kaki tampak Cyanosis dan darah
tampak gelap dan encer yang ditemukan pada pengirisan paru dan jantung.
Hal ini terjadi sebab kurangnya oksigen, kadar CO2 yang tinggi dan akibat
fibrinolisin dalam darah dimana akan menyebabkan darah sukar membeku
dan mudah mengalir sehingga warna lebam mayat merah kebiruan gelap,
terbentuk lebih cepat, distribusi luas. Tertutupnya jalan nafas oleh karena
jerat pada leher menyebabkan tubuh kekurangan oksigen dan terjadi
anoksia atau hipoksia anoksik yang diartikan keadaan anoksia yang
disebabkan kurangnya oksigen yang masuk paru-paru akibatnya oksigen
tidak mampu mencapai darah. Dari pandangan patologi, kematian akibat
asfiksia dapat digolongkan sebagai kematian akibat asfiksia sekunder
dimana Jantung berusaha mengkompensasi keadaan dimana tekanan
oksigen rendah dengan cara mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan
arteri dan vena meninggi. Karena oksigen dalam darah berkurang terus dan
tidak cukup untuk kerja jantung, maka terjadi gagal jantung dan kematian
akan berlangsung dengan cepat. Keadaan mati lemas didukung dengan
adanya sianosis pada jaringan di bawah kuku tangan dan kaki, ekimosis
atau bintik perdarahan yang pada dinding jantung, buih halus pada saluran
pernafasan, serta hasil pemeriksan Patologi Anatomi yang memberikan
gambaran Hiperemik disertai ekstravasasi eritrosit dan perdarahan pada
semua organ dimana Proses tersebut dalam keadaan intravital yang
diakibatkan asfiksia dengan akibat dapat mengakibatkan mati lemas. Pada
kasus ini, tersangka tindak pidana dapat dikenakan sangsi dengan landasan
pasal 338 KUHP. Yaitu Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa
orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling
lama lima belas tahun. Pelaku juga dikenai pasal 365 KUHP ayat (1) yang
berbunyi Diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun pencurian
yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman
58
59
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Wagner, SA.. Color Atlas of the Autopsy. London: CRC Press. 2004.
15. DiMaio, Dominick, Vincent JM DiMaio. Forensic Pathology, 2nd ed. London:
CRC Press. 2001.
16. Idries, Abdul Munim, 1997, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Binarupa
Aksara, Jakarta, Hal 170-190.
17. Budiyanto. Kematian Akibat Asfiksia Mekanik. Ilmu Kedokteran Forensik.
Edisi 1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997.
h55-70.
18. Martland HS. Traumatic Aphyxia: Strangulation. Legal Medicine Pathology
And Toxicology.
19. Graham MA. Pathology of Asphyxia Death: Mechanism of morbidity and
mortality.
Cina
SJ,
editor.
Available
on
http://www.emedicine.medscape.com/article/1988699overview#aw2aab6b4. Update November 21, 2013. Accessed on
Maret 29, 2015.
20. Ely SF, Hirsch CS. Asphyxial Deaths and Petechiae: A Review. J Forensic Sci
2000;45(6):12741277.
21. Chadha PV. Catatan Kuliah Ilmu Forensik dan Toksikologi. Jakarta: Widya
Medika. 1995.p.47-8
22. Porth CM. Alterations in Respiratory Function: Disorders of Gas Exchange.
In: : Essential of Pathophysiology, Concepts of Altered Health States.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2004.p:397
23. Saukko P, Knight B. Knights Forensic Pathology: Fatal pressure on the neck.
Great Britain: Edward Arnold Ltd. 3th, Ed.2004.p.379-82.
24. Stark MM,et al.Clinical Forensic Medicine: A Physician's Guide. Ed:2. New
Jersey: Humana Press,Totowa. 2005.p.339-42.
25. Tsokos, Michael. 2008. Forensic Pathology
Berlin,Germany;HumanaPress:139-149
Reviews.
Volume
5.
26. Shkrum M.J. , Ramsay D.R. 2007. Forensic Pathology Of Trauma. Totowa :
Humana Press.
27. Sharma RK. Concise textbook of forensic medicine and toxicology 3rd
edition. Global education consultants, Noida, 2011.
28. James JP, Jones R, Karch SB dan Manlove J. Simpsons forensic medicine
13th edition. Hodder arnold, London, 2011.
29. Basebeth Keren DR.SPF.DFM. Kematian Karena Luka Bakar. Available at:
http://deathduetofire.blogspot.com. Acceseed at April 20, 2015.
30. Pal Singh V, Sharma B.R, Harish D, Vij Krishan. A Critical Analysis of Stab
Wound On The Chest A Case Report. JIAFM, 2004; 26(2).
31. Gatot S, Santosa, Relawati R, Maryono, Pranarka K, Intarniati, Rahman A, et
al. Tanya Jawab Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang:Badan Penerbit
Universitas Diponegoro; 2009.