MAKALAH
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
POLITIK DAN ETIKA PENDIDIKAN
Disusun Oleh :
1. Anis Mufidah
NIM : 2012791102026
2. Mutamimah
NIM : 2012791102094
3. Retno Esti
NIM : 2012791102114
NIM : 2012791102122
5. Saiful Amiroh
NIM : 2012791102123
DOSEN PEMBIMBING:
Moch. Zainal Abidin
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas
makalah ini guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Politik dan Etika Pendidikan dangan
judul Pendidikan dan Kesetaraan Gender Semester enam program studi PAI di Institut
Agama Islam Al-Khoziny (IAI Al-Khoziny) Buduran.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun saya menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi
dapat teratasi.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Bapak
Moch. Zainal Abidin selaku dosen pembimbing mata kuliah Politik dan Etika Pendidikan.
Tak lupa kami juga mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, banyak
kekurangan dan kekhilafan. Oleh karena itu, kami mengharap saran dan kritik yang bersifat
membangun untuk memperbaiki makalah ini di masa yang akan datang.
Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat serta wawasan yang lebih luas
khususnya bagi para mahasiswa Institut Agama Islam Al Khoziny terutama bagi penulis
dan bagi pembaca pada umumnya. Akhirnya kepada Allah jugalah semuanya kita
kembalikan.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
ii
iii
C. Tujuan .........................................................................................................................
A. Kesimpulan .................................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembicaraan
mengenai
gender
akhir-akhir
ini
semakin
hangat
dalam
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
C. Tujuan Pembahasan
1.
2.
3.
4.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Gender
Sebelum membahas bagaimana posisi gender dalam pendidikan. Perlu kita
ketahui terlebih dahulu pengertian dari gender itu sendiri.
Kata gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin. Dalam
Ensiklopedia Feminisme1 gender diartikan sebagai kelompok atribut dan perilaku yang
dibentuk secara kultural yang ada pada laki-laki atau perempuan. Perbedaan gender
antara manusia laki-laki dan perempuan telah terjadi melalui proses panjang. Mufidah
dalam Paradigma Gender2 mengungkapkan bahwa pembentukan gender ditentukan oleh
sejumlah faktor yang ikut membentuk, kemudian disosialisasikan, diperkuat, bahkan
dikonstruksi melalui sosial atau kultural, dilanggengkan oleh interpretasi agama dan
mitos-mitos seolah-olah telah menjadi kodrat laki-laki dan perempuan. Pembedaan lakilaki dan perempuan sesungguhnya tidak menjadi masalah. Pembedaan tersebut menjadi
bermasalah ketika menghasilkan ketidakadilan terhadap jenis kelamin tertentu. Ivan Illich
mendefinisikan gender dengan pembeda-bedaan tempat, waktu, alat-alat, tugastugas,
bentuk pembicaraan, tingkah laku dan persepsi yang dikaitkan dengan perempuan dalam
budaya sosial3.
Gender merupakan analisis yang digunakan dalam menempatkan posisi setara
antara laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan tatanan masyarakat sosial yang lebih
egaliter. Jadi, gender bisa dikategorikan sebagai perangkat operasional dalam melakukan
measure (pengukuran) terhadap persoalan laki-laki dan perempuan terutama yang terkait
dengan pembagian peran dalam masyarakat yang dikonstruksi oleh masyarakat itu sendiri.
Gender bukan hanya ditujukan kepada perempuan semata, tetapi juga kepada laki-laki.
Hanya saja, yang dianggap mengalami posisi termarginalkan sekarang adalah pihak
perempuan, maka perempuanlah yang lebih ditonjolkan dalam pembahasan untuk
mengejar kesetaraan gender yang telah diraih oleh laki-laki beberapa tingkat dalam peran
sosial, terutama di bidang pendidikan karena bidang inilah diharapkan dapat mendorong
perubahan kerangka berpikir, bertindak, dan berperan dalam berbagai segmen kehidupan
sosial.
Maggie. Humm, Ensiklopedia Feminisme. (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002), 177- 178.
Mufidah Ch. Paradigma Gender. (Malang: Bayumedia Publishing, 2003), 4-6
3
Ivan Illich, Gender, diterjemahkan oleh Omi Intan Naomi dengan judul Gender, cet. I (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1998), 3.
2
Akses
Yang dimaksud dengan akses adalah fasilitas pendidikan yang sulit dicapai.
Misalnya, banyak sekolah dasar di tiap-tiap kecamatan namun untuk jenjang
pendidikan selanjutnya seperti SMP dan SMA tidak banyak. Tidak setiap wilayah
memiliki sekolah tingkat SMP dan seterusnya, hingga banyak siswa yang harus
menempuh perjalanan jauh untuk mencapainya. Di lingkungan masyarakat yang
masih tradisional, umumnya orang tua segan mengirimkan anak perempuannya ke
sekolah yang jauh karena mengkhawatirkan kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu
banyak anak perempuan terpaksa tinggal di rumah. Belum lagi beban tugas rumah
tangga yang banyak dibebankan pada anak perempuan membuat mereka sulit
meninggalkan rumah. Akumulasi dari faktor-faktor ini membuat anak perempuan
banyak yang cepat meninggalkan bangku sekolah.
2.
Partisipasi
Aspek partisipasi dimana tercakup di dalamnya faktor bidang studi dan
statistik pendidikan. Dalam masyarakat kita di Indonesia, dimana terdapat sejumlah
nilai budaya tradisional yang meletakkan tugas utama perempuan di arena domestik,
seringkali anak perempuan agak terhambat untuk memproleh kesempatan yang luas
untuk menjalani pendidikan formal. Sudah sering dikeluhkan bahwa jika sumbersumber pendanaan keluarga terbatas, maka yang harus didahulukan untuk sekolah
adalah anak laki-laki. Hal yang harus didahulukan untuk sekolah adalah anak lakilaki. Hal ini umumnya dikaitkan dengan tugas pria kelak apabila sudah dewasa dan
berumah tangga, yaitu bahwa ia harus menjadi kepala rumah tangga dan pencari
nafkah.
3.
barisan, pelaksanaan upacara tidak terlepas dari hal tersebut. Siswa laki-laki selalu
ditempatkan dalam posisi yang lebih menentukan, misalnya memimpin organisasi
siswa, ketua kelas, diskusi kelompok, ataupun dalam penentuan kesempatan bertanya
dan mengemukakan pendapat, memimpin organisasi siswa, ketua kelas, diskusi
kelompok, ataupun dalam penentuan kesempatan bartanya dan mengemukakan
pendapat. Hal ini menunjukkan kesenjangan gender muncul dalam proses
pembelajaran di sekolah.
2.
3.
klasik, yang memungkinkan adanya penerimaan ilmu secara bulat (taken forgranted)
yang tak terbantahkan, yang memberi ruang gerak yang sempit bagi adanya dialog
dan diskusi kritis. Sementara itu, persoalan gender syarat dengan probematika
kultural yang sulit diselesaikan tanpa adanya dialog dan diskusi-diskusi. Metode
pembelajaran ini, jika diterapkan apa adanya, jelas tidak akan membuahkan hasil
yang beik. Oleh sebab itu harus diupayakan kesempatan untuk terjadinya dialog dan
diskusi-diskusi, agar konsep-konsep penting pendidikan gender dapat lebih mudah
terserap oleh para siswa.
4.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Gender adalah suatu konsep yang mengkaji tentang perbedaan antara laki-laki dan
perempuan sebagai hasil dari pembentukan kepribadian yang berasal dari masyarakat
(kondisi sosial, adat-istiadat dan kebudayaan yang berlaku).
2.
3.
a.
Akses
b.
Partisipasi
c.
4.
b.
c.
d.
DAFTAR PUSTAKA
Ivan Illich, Gender, diterjemahkan oleh Omi Intan Naomi dengan judul Gender, cet. I
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998)
Maggie. Humm, Ensiklopedia Feminisme. (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002)
Mufidah Ch. Paradigma Gender. (Malang: Bayumedia Publishing, 2003)