Anda di halaman 1dari 19

TAFSIR AYAT TENTANG ILMU PENGETAHUAN

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir

Dosen Pengampu :

Oleh :

Aji Nur Yusfianto (1204030010)

Dhifa Septiani (1204030025)

Diana Putri (1204030026)

Faizal Abdillah Kosasih (1204030035)

Fajri Adrian (1204030036)

Faris Aminur Rahman H (1204030038)

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SUNAN GUNUNG DJATI

2021 M / 1443 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah memberikan kesempatannya
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan karunia-Nya lah
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Makalah yang berjudul TAFSIR AYAT TENTANG ILMU PENGETAHUAN disusun untuk
memenuhi tugas Ilmu Akhlak di UIN Sunan Gunung Djati. Selain itu penulis juga berharap agar
makalah ini dapat memberikan wawasan bagi pembaca.

Penulis mengcapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada Bapak selaku dosen mata kuliah,
karena tugas yang diberikan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu terkait
penyusunan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 31 Mei 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Isi
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................3

BAB 1...........................................................................................................................................................4

A. Latar Belakang Masalah...................................................................................................................4

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................................4

BAB 2...........................................................................................................................................................4

1. Q.S Al Baqarah ayat 31....................................................................................................................4

2. Q.S Al Baqarah 32............................................................................................................................5

3. At Taubah 122.................................................................................................................................7

4. Az Zumar 9.......................................................................................................................................9

5. Al Mujadalah 11.............................................................................................................................11

6. Surat Al Alaq 1-5............................................................................................................................13

Bab 3..........................................................................................................................................................17
BAB 1

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan ilmu dan teknologi melalui penelitian terhadap gejala-gejala alam dan kehidupan,
sebenarnya sangat mengherankan kalau orang-orang yang lalai itu hanya berhenti pada batas
studi yang bersifat mekanis dan tidak menyeberang untuk menemukan rahasia-rahasia hukum
Tuhan serta memahami hikmah di balik ciptaan-Nya. Orang yang melihat langit hanya dari
warna yang biru, atau bumi dari tanahnya, ia tidak ubahnya hewan, bahkan lebih rendah dan
lebih sesat.

Sebagai makhluk yang diberi akal dan pikiran, manusia dituntut untuk berpikir serta
menggali ilmu karena Islam sendiri telah mewajibkan untuk menuntut ilmu pengetahuan.
Berbicara tentang Ilmu Pengetahuan dalam hubungannya dengan Al-Qur’an, ada persepsi bahwa
Al-Qur’an itu adalah kitab Ilmu Pengetahuan. Sekarang ini, di saat semua teknologi sudah
canggih, dunia membuktikan dengan banyaknya temuan-temuan terkini yang ternyata semuanya
sudah terdapat dalam Al-Qur’an. Penafsiran Al-Quran sendiri seolah tidak pernah selesai, karena
setiap saat bisa muncul sesuatu yang baru, sehingga Al-Quran terasa selalu segar karena dapat
mengikuti perkembangan zaman. Pada kesempatan ini penulis hendak sedikit mengulas tentang
ayat-ayat Al-Quran tentang ilmu pengetahuan beserta tafsir dan analisisnya. Semoga apa yang
penulis tulis dalam makalah ini sedikit membantu pembaca dalam memperoleh khazanah-
khazanah keislaman yang baru

B. Rumusan Masalah

1. Q.S Al baqarah ayat 31 dan Penafsirannya


2. Q.S Al Baqarah ayat 32 dan Penafsirannya
3. Q.S At Taubah ayat 122 dan Penafsirannya
4. Q.S Az Zumar ayat 9 dan Penafsirannya
5. Q.S Al Mujadalah ayat 11 dan Penafsirannya
6. Q.S Al Alaq ayat 1-5 dan penafsirannya

BAB 2

1. Q.S Al Baqarah ayat 31

ٰ ۡ‫ضهُمۡ َعلَى ۡال َم ٰلٓ ِٕٕٮِ] َك ِة فَقَا َل اَ ۢۡنبِـٔـُ] ُۡٔونِ ۡى بِا َ ۡس َمٓا ِء ٰهٓؤُٓاَل ِء اِ ۡن ُك ۡنتُم‬
َ‫ص ِدقِ ۡين‬ َ ‫َو َعلَّ َم ٰا َد َم ااۡل َ ۡس َمٓا َء ُكلَّهَا ثُ َّم َع َر‬

Wa 'allama Aadamal asmaaa'a kullahaa summa 'aradahum 'alal malaaa'ikati faqoola ambi'uunii
bias maaa'i haaa'ulaaa'i in kuntum saadiqiin

Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada
para malaikat, seraya berfirman, "Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang
benar!”

Tafsir

Salah satu sisi keutamaan manusia dijelaskan pada ayat ini. Dan Dia ajarkan kepada
Adam nama-nama semuanya, yaitu nama bendabenda dan kegunaannya yang akan bisa membuat
bumi ini menjadi layak huni bagi penghuninya dan akan menjadi ramai. Benda-benda tersebut
seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, dan benda-benda lainnya. Kemudian Dia perlihatkan benda-
benda tersebut kepada para malaikat dan meminta mereka untuk menyebutkan namanya seraya
berfirman, "Sebutkan kepada-Ku nama semua benda ini, jika kamu yang benar!" Allah ingin
menampakkan kepada malaikat akan kepatutan Nabi Adam untuk menjadi khalifah di bumi ini

Ayat ini menerangkan bahwa Allah swt mengajarkan kepada Adam a.s. nama-nama, tugas dan
fungsinya seperti Nabi dan Rasul, tugas dan fungsinya sebagai pemimpin umat. Manusia
memang makhluk yang dapat dididik (educable), bahkan harus dididik (educandus), karena
ketika baru lahir bayi manusia tidak dapat berbuat apa-apa, anggota badan dan otak serta akalnya
masih lemah. Tetapi setelah melalui proses pendidikan bayi manusia yang tidak dapat berbuat
apa-apa itu kemudian berkembang dan melalui pendidikan yang baik apa saja dapat dilakukan
manusia.

Adam sebagai manusia pertama dan belum ada manusia lain yang mendidiknya, maka
Allah secara langsung mendidik dan mengajarinya. Apalagi Adam dipersiapkan untuk menjadi
khalifah yaitu pemimpin di bumi. Tetapi cara Allah mendidik dan mengajar Adam tidak seperti
manusia yang mengajar sesamanya, melainkan dengan mengajar secara langsung dan
memberikan potensi kepadanya yang dapat berkembang berupa daya pikirnya sehingga
memungkinkan untuk mengetahui semua nama yang di hadapannya.

Setelah nama-nama itu diajarkan-Nya kepada Adam, maka Allah memperlihatkan benda-
benda itu kepada para malaikat dan diperintahkan-Nya agar mereka menyebutkan nama-nama
benda tersebut yang telah diajarkan kepada Adam dan ternyata mereka tidak dapat
menyebutkannya. Hal ini untuk memperlihatkan keterbatasan pengetahuan para malaikat itu dan
agar mereka mengetahui keunggulan Adam sebagai manusia terhadap mereka, dan agar mereka
mengetahui ketinggian hikmah Allah dalam memilih manusia sebagai khalifah. Hal ini juga
menunjukkan bahwa jabatan khalifah yaitu mengatur segala sesuatu dan menegakkan kebenaran
dan keadilan di muka bumi ini memerlukan pengetahuan yang banyak dan kemampuan serta
daya pikir yang kuat.

2. Q.S Al Baqarah 32

 ‫ك اَل ِع ۡل َم لَنَٓا اِاَّل َما عَلَّمۡ تَنَا ؕ اِنَّكَ اَ ۡنتَ ۡال َعلِ ۡي ُم ۡال َح ِك ۡي ُم‬ ۡ
َ َ‫قالواسب ٰحن‬

Qooluu subhaanaka laa 'ilma lanaaa illaa maa 'allamtanaaa innaka antal'aliimul hakiim

Mereka menjawab, "Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah
Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana."

Tafsir

Mereka, para malaikat, tidak sanggup menyebutkan nama bendabenda tersebut dan menjawab,
"Mahasuci Engkau dari segala kekurangan, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah
Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana".
Jawaban malaikat ini adalah jawaban yang penuh santun. Pertama, malaikat mengemukakan
ketidakmampuan mereka untuk menyebutkan nama-nama benda itu dengan ungkapan yang
menunjukkan kemahasucian Allah. Kedua, malaikat merasa bahwa pengetahuan mereka
sangatlah sedikit. Pengetahuan mereka adalah pemberian dari Allah semata. Ketiga, malaikat
memuji Allah dengan dua sifat yaitu Yang Maha Mengetahui segala sesuatu dan Mahabijaksana
dalam semua kebijakan dan seluruh pekerjaan-Nya, termasuk pemilihan Nabi Adam, manusia,
sebagai khalifah.
Setelah para malaikat menyadari kurangnya ilmu pengetahuan mereka, karena tidak dapat
menyebutkan sifat makhluk-makhluk yang ada di hadapan mereka, maka mereka mengakui terus
terang kelemahan diri mereka dan berkata kepada Allah bahwa Dia Mahasuci dari segala sifat-
sifat kekurangan, yang tidak layak bagi-Nya, dan mereka menyatakan tobat kepada-Nya. Mereka
pun yakin bahwa segala apa yang dilakukan Allah tentulah berdasarkan ilmu dan hikmah-Nya
yang Mahatinggi dan Mahasempurna, termasuk masalah pengangkatan Adam menjadi khalifah.
Mereka mengetahui bahwa ilmu pengetahuan mereka hanyalah terbatas kepada apa yang
diajarkan-Nya kepada mereka. Dengan demikian lenyaplah keragu-raguan mereka tentang
hikmah Allah dalam pengangkatan Adam menjadi khalifah di bumi.

Dari pengakuan para malaikat ini, dapatlah dipahami bahwa pertanyaan yang mereka ajukan
semula "mengapa Allah mengangkat Adam a.s. sebagai khalifah," bukanlah merupakan suatu
sanggahan dari mereka terhadap kehendak Allah, melainkan hanyalah sekadar pertanyaan
meminta penjelasan. Setelah penjelasan itu diberikan, mereka mengakui kelemahan mereka,
maka dengan rendah hati dan penuh ketaatan mereka mematuhi kehendak Allah, terutama dalam
pengangkatan Adam a.s., menjadi khalifah. Mereka memuji Allah swt, karena Dia telah
memberikan ilmu pengetahuan kepada mereka sesuai dengan kemampuan yang ada pada
mereka. Selanjutnya, mereka mengakui pula dengan penuh keyakinan, dan menyerah kepada
ilmu Allah yang Mahaluas dan hikmah-Nya yang Mahatinggi. Lalu mereka menegaskan bahwa
hanya Allah yang Maha Mengetahui dan Mahabijaksana.

Hal ini mengandung suatu pelajaran bahwa manusia yang telah dikaruniai ilmu pengetahuan
yang lebih banyak dari yang diberikan kepada para malaikat dan makhluk-makhluk lainnya,
hendaklah selalu mensyukuri nikmat tersebut, serta tidak menjadi sombong dan angkuh karena
ilmu pengetahuan yang dimilikinya, serta kekuatan dan daya pikirannya. Sebab, betapapun
tingginya ilmu pengetahuan dan teknologi manusia pada zaman kita sekarang ini, namun masih
banyak rahasia-rahasia alam ciptaan Allah yang belum dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuan
manusia, misalnya ialah hakikat roh yang ada pada diri manusia sendiri. Allah telah
memperingatkan bahwa ilmu pengetahuan yang dikaruniakan kepada manusia hanya sedikit
sekali dibandingkan ilmu Allah dan hakikat-Nya.

"¦dan tidaklah kamu diberi pengetahuan, melainkan sedikit." (a1-Isra'/17: 85)

Selama manusia tetap menyadari kekurangan ilmu pengetahuannya, tentu dia tidak akan menjadi
sombong dan angkuh, dan niscaya dia tidak akan segan mengakui kekurangan pengetahuannya
tentang sesuatu apabila dia benar-benar belum mengetahuinya, dan dia tidak akan merasa malu
mempelajarinya kepada yang mengetahui. Sebaliknya, apabila dia mempunyai pengetahuan
tentang sesuatu yang berfaedah, maka ilmunya itu tidak akan disembunyikannya, melainkan
diajarkan dan dikembangkannya kepada orang lain, agar mereka pun dapat mengambil
manfaatnya.

3. At Taubah 122

ۡ‫َو َما َكانَ ۡال ُم ۡؤ ِمنُ ۡونَ لِيَ ۡنفِر ُۡوا َكٓافَّ ‌ةً ؕ فَلَ ۡواَل نَفَ َر ِم ۡن ُك ِّل فِ ۡرقَ ٍة ِّم ۡنهُمۡ طَٓا ِٕٕٮِ]فَةٌ لِّيَـتَفَقَّه ُۡوا فِى الد ِّۡي ِن َو لِي ُۡن ِذر ُۡوا قَ ۡو َمهُم‬
َ‫َر َجع ُۡۤوا اِلَ ۡي ِهمۡ لَ َعلَّهُمۡ يَ ۡح َذر ُۡون‬

Wa maa kaanal mu'minuuna liyanfiruu kaaaffah; falaw laa nafara min kulli firqatim minhum
taaa'ifatul liyatafaqqahuu fiddiini wa liyunziruu qawmahum izaa raja'uuu ilaihim la'allahum
yahzaruun

Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa
sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan
agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali,
agar mereka dapat menjaga dirinya.

Tafsir

Pada ayat sebelumnya dijelaskan tentang pahala yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yang
berbuat baik. Pada ayat ini dijelaskan tentang pentingnya pembagian tugas kerja dalam
kehidupan bersama dengan penegasan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi
ke medan perang sehingga hal yang lainnya terabaikan. Mengapa tidak ada sebagian dari setiap
golongan di antara mereka yang pergi untuk bersungguh-sungguh memperdalam pengetahuan
agama mereka dan untuk memberi peringatan dengan menyebarluaskan pengetahuan tersebut
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali dari berperang atau tugas apa pun, pengetahuan
agama ini penting agar mereka dapat menjaga dirinya dan berhati-hati agar tidak melakukan
pelanggaran.

Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa tidak semua orang mukmin harus berangkat ke medan
perang, bila peperangan itu dapat dilakukan oleh sebagian kaum Muslimin saja. Tetapi harus ada
pembagian tugas dalam masyarakat, sebagian berangkat ke medan perang, dan sebagian lagi
harus menuntut ilmu dan mendalami agama Islam, supaya ajaran-ajaran agama itu dapat
diajarkan secara merata, dan dakwah dapat dilakukan dengan cara yang lebih efektif dan
bermanfaat sehingga kecerdasan umat Islam dapat ditingkatkan.

Perang bertujuan untuk mengalahkan musuh-musuh Islam serta mengamankan jalan dakwah
Islamiyah. Sedang menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama bertujuan untuk
mencerdaskan umat dan mengembangkan agama Islam, agar dapat disebarluaskan dan dipahami
oleh semua macam lapisan masyarakat.

Dengan demikian, ayat ini mempunyai hubungan yang erat dengan ayat-ayat yang lalu, karena
sama-sama menerangkan hukum berjihad, akan tetapi dalam bidang dan cara yang berlainan. 

Tugas ulama dalam Islam adalah untuk mempelajari agamanya, serta mengamalkannya dengan
baik, kemudian menyampaikan pengetahuan agama itu kepada yang belum mengetahuinya.
Tugas-tugas tersebut merupakan tugas umat dan setiap pribadi muslim, sesuai dengan
kemampuan dan pengetahuan masing-masing, karena Rasulullah saw telah bersabda:

Sampaikanlah olehmu (apa-apa yang telah kamu peroleh) dari padaku, walaupun hanya satu ayat
Al-Qur'an saja. (Riwayat al-Bukhari)

Akan tetapi, tidak setiap orang Islam mendapat kesempatan untuk menuntut dan mendalami ilmu
pengetahuan serta mendalami ilmu agama, karena sibuk dengan tugas di medan perang, di
ladang, di pabrik, di toko dan sebagainya. Oleh sebab itu harus ada sebagian dari umat Islam
yang menggunakan waktu dan tenaganya untuk menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama,
agar kemudian setelah mereka selesai dan kembali ke masyarakat, mereka dapat menyebarkan
ilmu tersebut, serta menjalankan dakwah Islamiyah dengan cara dan metode yang baik sehingga
mencapai hasil yang lebih baik pula.

Apabila umat Islam telah memahami ajaran agamanya, dan telah mengerti hukum halal dan
haram, serta perintah dan larangan agama, tentulah mereka akan lebih dapat menjaga diri dari
kesesatan dan kemaksiatan, dapat melaksanakan perintah agama dengan baik dan dapat menjauhi
larangan-Nya. Dengan demikian, umat Islam menjadi umat yang baik, sejahtera dunia dan
akhirat.

Di samping itu perlu diingat, bahwa apabila umat Islam menghadapi peperangan yang
memerlukan tenaga manusia yang banyak, maka dalam hal ini seluruh umat Islam harus
dikerahkan untuk menghadapi musuh. Tetapi bila peperangan itu sudah selesai, maka masing-
masing harus kembali kepada tugas semula, kecuali sejumlah orang yang diberi tugas khusus
untuk menjaga keamanan dan ketertiban, dalam dinas kemiliteran dan kepolisian.

Oleh karena ayat ini telah menetapkan bahwa fungsi ilmu adalah untuk mencerdaskan umat,
maka tidak dapat dibenarkan bila ada orang Islam yang menuntut ilmu pengetahuan hanya untuk
mengejar pangkat dan kedudukan atau keuntungan pribadi saja, apalagi untuk menggunakan
ilmu pengetahuan sebagai kebanggaan dan kesombongan diri terhadap golongan yang belum
menerima pengetahuan.

Orang-orang yang telah memiliki ilmu pengetahuan harus menjadi pelita dan pembimbing bagi
umatnya. Ia harus menyebarluaskan ilmunya, dan membimbing orang lain agar memiliki ilmu
pengetahuan pula. Selain itu, ia sendiri juga harus mengamalkan ilmunya agar menjadi contoh
dan teladan bagi orang-orang sekitarnya dalam ketaatan menjalankan peraturan dan ajaran-ajaran
agama.

Dengan demikian dapat diambil suatu pengertian, bahwa dalam bidang ilmu pengetahuan, setiap
orang mukmin mempunyai tiga macam kewajiban, yaitu: menuntut ilmu, mengamalkannya, dan
mengajarkannya kepada orang lain.

Menurut pengertian yang tersurat dari ayat ini, kewajiban menuntut ilmu pengetahuan yang
ditekankan di sisi Allah adalah dalam bidang ilmu agama. Akan tetapi agama adalah suatu sistem
hidup yang mencakup seluruh aspek dan segi kehidupan manusia. Setiap ilmu pengetahuan yang
berguna dan dapat mencerdaskan kehidupan mereka, dan tidak bertentangan dengan norma-
norma agama, wajib dipelajari. Umat Islam diperintahkan Allah untuk memakmurkan bumi ini
dan menciptakan kehidupan yang baik. Sedang ilmu pengetahuan adalah sarana untuk mencapai
tujuan tersebut. Setiap sarana yang diperlukan untuk melaksanakan kewajiban, adalah wajib pula
hukumnya. Dalam hal ini, para ulama Islam telah menetapkan suatu kaidah yang berbunyi:

Sesuatu yang diperlukan untuk melaksanakan yang wajib, maka ia wajib pula hukumnya.

Karena pentingnya fungsi ilmu dan para sarjana, maka beberapa negara Islam membebaskan
para ulama (sarjana) dan mahasiswa pada perguruan agama, dari wajib militer, agar pengajaran
dan pengembangan ilmu senantiasa dapat berjalan dengan lancar, kecuali bila negara sedang
menghadapi bahaya besar, yang harus dihadapi oleh segala lapisan masyarakat.

4. Az Zumar 9

‫ ًما يَّ ۡح َذ ُر ااۡل ٰ ِخ َرةَ َويَ ۡر ُج ۡوا َر ۡح َمةَ َربِّ ٖ‌هؕ قُلۡ هَلۡ يَ ۡستَ ِوى الَّ ِذ ۡينَ يَ ۡعلَ ُم ۡونَ َوالَّ ِذ ۡينَ اَل يَ ۡعلَ ُم ۡونَ‌ؕ اِنَّ َما‬Sِ‫سا ِجدًا َّوقَٓا ِٕٕٮ‬
َ ‫اَ َّم ۡن ه َُو قَانِتٌ ٰانَٓا َء الَّ ۡي ِل‬
ِ ‫يَتَ َذ َّك ُر اُولُوا ااۡل َ ۡلبَا‬
‫ب‬

Amman huwa qoonitun aanaaa’al laili saajidanw wa qooa’imai yahzarul Aakhirata wa yarjuu
rahmata Rabbih; qul hal yastawil laziina ya’lamuuna wallaziina laa ya’lamuun; innamaa
yatazakkaru ulul albaab

(Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah pada waktu
malam dengan sujud dan berdiri, karena takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat
Tuhannya? Katakanlah, ”Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang
tidak mengetahui?” Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran.

Juz ke-23

Tafsir

Wahai orang kafir, siapakah yang lebih mulia di sisi Allah; kamu yang memohon kepada-Nya
hanya saat tertimpa bencana ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dengan membaca
Al-Qur’an, salat, dan berzikir dalam sujud dan berdiri karena cemas dan takut kepada azab Allah
di akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Wahai Nabi Muhammad, katakanlah, “Apakah
sama orang-orang yang mengetahui, berilmu, berzikir, dan melaksanakan salat, dengan orang-
orang yang tidak mengetahui, tidak berilmu, dan selalu mengikuti nafsunya?” Sebenarnya hanya
orang yang berakal sehat dan berpikiran jernih yang dapat menerima pelajaran serta mampu
membedakan antara kebenaran dan kebatilan.

Kemudian Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar menanyakan kepada orang-orang kafir
Mekah, apakah mereka lebih beruntung daripada orang yang beribadah di waktu malam dengan
sujud dan berdiri dengan sangat khusyuk. Dalam melaksanakan ibadah itu, timbullah dalam
hatinya rasa takut kepada azab Allah di akhirat, dan memancarlah harapannya akan rahmat
Allah.

Perintah yang sama diberikan Allah kepada Rasul-Nya agar menanyakan kepada mereka apakah
sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui. Yang dimaksud
dengan orang-orang yang mengetahui ialah orang-orang yang mengetahui pahala yang akan
diterimanya, karena amal perbuatannya yang baik, dan siksa yang akan diterimanya apabila ia
melakukan maksiat. Sedangkan orang-orang yang tidak mengetahui ialah orang-orang yang sama
sekali tidak mengetahui hal itu, karena mereka tidak mempunyai harapan sedikit pun akan
mendapat pahala dari perbuatan baiknya, dan tidak menduga sama sekali akan mendapat
hukuman dari amal buruknya.

Di akhir ayat, Allah menyatakan bahwa hanya orang-orang yang berakal yang dapat mengambil
pelajaran. Pelajaran tersebut baik dari pengalaman hidupnya atau dari tanda-tanda kebesaran
Allah yang terdapat di langit dan di bumi serta isinya, juga yang terdapat pada dirinya atau
teladan dari kisah umat yang lalu.

Sumber: kemenag.go.id

Keterangan mengenai QS. Az-Zumar

Surat Az Zumar terdiri ataz 75 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah, diturunkan
sesudah surat Saba’. Dinamakan Az Zumar (Rombongan-rombongan) karena perkataan Az
Zumar yang terdapat pada ayat 71 dan 73 ini. Dalam ayat-ayat tersebut diterangkan keadaan
manusia di hari kiamat setelah mereka dihisab, di waktu itu mereka terbagi atas dua rombongan;
satu rombongan dibawa ke neraka dan satu rombongan lagi dibawa ke syurga. Masing- masing
rombongan memperoleh balasan dari apa yang mereka kerjakan di dunia dahulu. Surat ini
dinamakan juga Al Ghuraf (kamar-kamar) berhubung perkataan ghuraf yang terdapat pada ayat
20, dimana diterangkan keadaan kamar-kamar dalam syurga yang diperoleh orang-orang yang
bertakwa.

5. Al Mujadalah 11

ۤ‫شز ُۡوا يَ ۡرفَ ِع هّٰللا ُ الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُ ۡوا‬


ُ ‫شز ُۡوا فَا ْن‬ُ ‫ح هّٰللا ُ لَـ ُكمۡ‌ ۚ َواِ َذا قِ ۡي َل ا ْن‬ َ ‫س ُح ۡوا يَ ۡف‬
ِ ‫س‬ َ ‫س فَ ۡاف‬
ِ ِ‫س ُح ۡوا فِى ۡال َم ٰجل‬ َّ َ‫اَيُّ َها الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُ ۡۤوا اِ َذا قِ ۡي َل لَـ ُكمۡ تَف‬
‫هّٰللا‬
‫ت‌ؕ َو ُ بِ َما ت َۡع َملُ ۡونَ َخبِ ۡي ٌر‬ ٍ ‫ِم ۡن ُكمۡ ۙ َوالَّ ِذ ۡينَ اُ ۡوتُوا ۡال ِع ۡل َم َد َر ٰج‬

Yaaa ayyuhal laziina aamanuu izaa qiila lakum tafassahuu fil majaalisi fafsahuu yafsahil laahu
lakum wa izaa qiilan shuzuu fanshuzuu yarfa’il laahul laziina aamanuu minkum wallaziina uutul
’ilma darajaat; wallaahu bimaa ta’maluuna khabiir
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, ”Berilah kelapangan di dalam
majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan
apabila dikatakan, ”Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat)
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan
Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.

Juz ke-28

Tafsir

Pada ayat yang lalu Allah memerintahkan kaum muslim agar menghindarkan diri dari perbuatan
berbisik-bisik dan pembicaraan rahasia, karena akan menimbulkan rasa tidak enak bagi muslim
lainnya. Pada ayat ini, Allah memerintahkan kaum muslim untuk melakukan perbuatan yang
menimbulkan rasa persaudaraan dalam semua pertemuan. Wahai orang-orang yang beriman
apabila dikatakan kepadamu, dalam berbagai forum atau kesempatan, “Berilah kelapangan di
dalam majelis-majelis, agar orang-orang bisa masuk ke dalam ruangan itu,” maka lapangkanlah
jalan menuju majelis tersebut, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu dalam berbagai
kesempatan, forum, atau majelis. Dan apabila dikatakan kepada kamu dalam berbagai tempat,
“Berdirilah kamu untuk memberi penghormatan,” maka berdirilah sebagai tanda kerendahan
hati, niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antaramu karena
keyakinannya yang benar, dan Allah pun akan mengangkat orang-orang yang diberi ilmu, karena
ilmunya menjadi hujah yang menerangi umat, beberapa derajat dibandingkan orang-orang yang
tidak berilmu. Dan Allah Mahateliti terhadap niat, cara, dan tujuan dari apa yang kamu kerjakan,
baik persoalan dunia maupun akhirat.

Ayat ini memberikan penjelasan bahwa jika di antara kaum Muslimin ada yang diperintahkan
Rasulullah saw berdiri untuk memberikan kesempatan kepada orang tertentu untuk duduk, atau
mereka diperintahkan pergi dahulu, hendaklah mereka berdiri atau pergi, karena beliau ingin
memberikan penghormatan kepada orang-orang itu, ingin menyendiri untuk memikirkan urusan-
urusan agama, atau melaksanakan tugas-tugas yang perlu diselesaikan dengan segera.

Dari ayat ini dapat dipahami hal-hal sebagai berikut:

1.Para sahabat berlomba-lomba mencari tempat dekat Rasulullah saw agar mudah mendengar
perkataan yang beliau sampaikan kepada mereka.

2.Perintah memberikan tempat kepada orang yang baru datang merupakan anjuran, jika
memungkinkan dilakukan, untuk menimbulkan rasa persahabatan antara sesama yang hadir.
3.Sesungguhnya tiap-tiap orang yang memberikan kelapangan kepada hamba Allah dalam
melakukan perbuatan-perbuatan baik, maka Allah akan memberi kelapangan pula kepadanya di
dunia dan di akhirat.

Memberi kelapangan kepada sesama Muslim dalam pergaulan dan usaha mencari kebajikan dan
kebaikan, berusaha menyenangkan hati saudara-saudaranya, memberi pertolongan, dan
sebagainya termasuk yang dianjurkan Rasulullah saw. Beliau bersabda:

Allah selalu menolong hamba selama hamba itu menolong saudaranya. (Riwayat Muslim dari
Abu Hurairah)

Berdasarkan ayat ini para ulama berpendapat bahwa orang-orang yang hadir dalam suatu majelis
hendaklah mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam majelis itu atau mematuhi perintah
orang-orang yang mengatur majelis itu.

Jika dipelajari maksud ayat di atas, ada suatu ketetapan yang ditentukan ayat ini, yaitu agar
orang-orang menghadiri suatu majelis baik yang datang pada waktunya atau yang terlambat,
selalu menjaga suasana yang baik, penuh persaudaraan dan saling bertenggang rasa. Bagi yang
lebih dahulu datang, hendaklah memenuhi tempat di muka, sehingga orang yang datang
kemudian tidak perlu melangkahi atau mengganggu orang yang telah lebih dahulu hadir. Bagi
orang yang terlambat datang, hendaklah rela dengan keadaan yang ditemuinya, seperti tidak
mendapat tempat duduk. Inilah yang dimaksud dengan sabda Nabi saw:

Janganlah seseorang menyuruh temannya berdiri dari tempat duduknya, lalu ia duduk di tempat
tersebut, tetapi hendaklah mereka bergeser dan berlapang-lapang.” (Riwayat Muslim dari Ibnu
’Umar)

Akhir ayat ini menerangkan bahwa Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman, taat dan
patuh kepada-Nya, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, berusaha menciptakan
suasana damai, aman, dan tenteram dalam masyarakat, demikian pula orang-orang berilmu yang
menggunakan ilmunya untuk menegakkan kalimat Allah. Dari ayat ini dipahami bahwa orang-
orang yang mempunyai derajat yang paling tinggi di sisi Allah ialah orang yang beriman dan
berilmu. Ilmunya itu diamalkan sesuai dengan yang diperintahkan Allah dan rasul-Nya.

Kemudian Allah menegaskan bahwa Dia Maha Mengetahui semua yang dilakukan manusia,
tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. Dia akan memberi balasan yang adil sesuai dengan
perbuatan yang telah dilakukannya. Perbuatan baik akan dibalas dengan surga dan perbuatan
jahat dan terlarang akan dibalas dengan azab neraka.

Keterangan mengenai QS. Al-Mujadilah

Surat Al Mujaadilah terdiri atas 22 ayat, termasuk golongan surat Madaniyyah, diturunkan
sesudah surat Al Munaafiquun. Surat ini dinamai dengan Al Mujaadilah (wanita yang
mengajukan gugatan) karena pada awal surat ini disebutkan bantahan seorang perempuan,
menurut riwayat bernama Khaulah binti Tsa’labah terhadap sikap suaminya yang telah
menzhiharnya. Hal ini diadukan kepada Rasulullah s.a.w. dan ia menuntut supaya beliau
memberikan putusan yang adil dalam persoalan itu. Dinamai juga Al Mujaadalah yang berarti
perbantahan.

6. Surat Al Alaq 1-5

َ ۚ َ‫ك الَّ ِذ ۡى َخل‬


‌‫ق‬ ۡ ِ‫اِ ۡق َر ۡا ب‬
َ ِّ‫اس ِم َرب‬

Iqra bismi rab bikal lazii khalaq

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,

Juz ke-30

Tafsir

Wahai Nabi, bacalah apa yang Allah wahyukan kepadamu dengan terlebih dahulu menyebut
nama Tuhanmu yang menciptakan segala sesuatu dengan keesaan-Nya.

Allah memerintahkan manusia membaca (mempelajari, meneliti, dan sebagainya.) apa saja yang
telah Ia ciptakan, baik ayat-ayat-Nya yang tersurat (qauliyah), yaitu Al-Qur'an, dan ayat-ayat-
Nya yang tersirat, maksudnya alam semesta (kauniyah). Membaca itu harus dengan nama-Nya,
artinya karena Dia dan mengharapkan pertolongan-Nya. Dengan demikian, tujuan membaca dan
mendalami ayat-ayat Allah itu adalah diperolehnya hasil yang diridai-Nya, yaitu ilmu atau
sesuatu yang bermanfaat bagi manusia.

Ayat 2
ٍ َ‫ق ااۡل ِ ۡن َسانَ ِم ۡن َعل‬
‫ق‬ َ َ‫خَ ل‬

Khalaqal insaana min ‘alaq

Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

Tafsir

Dia telah menciptakan manusia yang sempurna bentuk dan pengetahuannya dari segumpal darah,
sebagai kelanjutan dari fase nutfah. Setelah itu berturut-turut akan terbentuk sekepal daging,
tulang, pelapisan tulang dengan daging, dan peniupan roh.

Allah menyebutkan bahwa di antara yang telah Ia ciptakan adalah manusia, yang menunjukkan
mulianya manusia itu dalam pandangan-Nya. Allah menciptakan manusia itu dari ‘alaqah
(zigot), yakni telur yang sudah terbuahi sperma, yang sudah menempel di rahim ibu. Karena
sudah menempel itu, maka zigot dapat berkembang menjadi manusia. Dengan demikian, asal
usul manusia itu adalah sesuatu yang tidak ada artinya, tetapi kemudian ia menjadi manusia yang
perkasa. Allah berfirman:

Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian
tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak. (ar-Rum/30: 20)

Asal usulnya itu juga labil, zigot itu bisa tidak menempel di rahim, atau bisa terlepas lagi dari
rahim itu, sehingga pembentukan manusia terhenti prosesnya. Oleh karena itu, manusia
seharusnya tidak sombong dan ingkar, tetapi bersyukur dan patuh kepada-Nya, karena dengan
kemahakuasaan dan karunia Allah-lah, ia bisa tercipta. Allah berfirman menyesali manusia yang
ingkar dan sombong itu:

Dan tidakkah manusia memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setetes mani, ternyata
dia menjadi musuh yang nyata! (Yasin/36: 77)

Menurut kajian ilmiah, ‘alaqah merupakan bentuk perkembangan pra-embrionik, yang terjadi
setelah percampuran sel mani (sperma) dan sel telur. Moore dan Azzindani menjelaskan bahwa
‘alaqah dalam bahasa Arab berarti lintah (leech) atau suatu suspensi (suspended thing) atau
segumpal darah (a clot of blood). Lintah merupakan binatang tingkat rendah, berbentuk seperti
buah per, dan hidup dengan cara menghisap darah. Jadi ‘alaqah merupakan tingkatan (stadium)
embrionik, yang berbentuk seperti buah per, di mana sistem kardiovaskuler (sistem pembuluh-
jantung) sudah mulai tampak, dan hidupnya tergantung dari darah ibunya, mirip dengan lintah.
‘Alaqah terbentuk sekitar 24-25 hari sejak pembuahan. Jika jaringan pra-embrionik ‘alaqah ini
diambil keluar (digugurkan), memang tampak seperti segumpal darah (a blood clot like). Lihat
pula telaah ilmiah pada penjelasan Surah Nuh/71 ayat 14.

Sumber: kemenag.go.id

Keterangan mengenai QS. Al-‘Alaq

Surat Al ‘Alaq terdiri atas 19 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyah. Ayat 1 sampai
dengan 5 dari surat ini adalah ayat-ayat Al Quran yang pertama sekali diturunkan, yaitu di waktu
Nabi Muhammad s.a.w. berkhalwat di gua Hira’. Surat ini dinamai Al ‘Alaq (segumpal darah),
diambil dari perkataan Alaq yang terdapat pada ayat 2 surat ini. Surat ini dinamai juga dengan
Iqra atau Al Qalam.

Ayat 3

َ ُّ‫اِ ۡق َر ۡا َو َرب‬
‫ك ااۡل َ ۡك َر ۙ ُم‬

Iqra wa rab bukal akram

Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia,

Juz ke-30

Tafsir

Wahai Nabi, bacalah firman yang Allah turunkan kepadamu, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia.
Dia membagi kemurahan-Nya kepada semua makhluk. Di antara kemurahan-Nya adalah
menjadikan manusia bisa membaca, menulis, dan mempelajari ilmu pengetahuan.

Allah meminta manusia membaca lagi, yang mengandung arti bahwa membaca yang akan
membuahkan ilmu dan iman itu perlu dilakukan berkali-kali, minimal dua kali. Bila Al-Qur'an
atau alam ini dibaca dan diselidiki berkali-kali, maka manusia akan menemukan bahwa Allah itu
pemurah, yaitu bahwa Ia akan mencurahkan pengetahuan-Nya kepadanya dan akan
memperkokoh imannya.

sumber: kemenag.go.id

Keterangan mengenai QS. Al-'Alaq


Surat Al 'Alaq terdiri atas 19 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyah. Ayat 1 sampai
dengan 5 dari surat ini adalah ayat-ayat Al Quran yang pertama sekali diturunkan, yaitu di waktu
Nabi Muhammad s.a.w. berkhalwat di gua Hira'. Surat ini dinamai Al 'Alaq (segumpal darah),
diambil dari perkataan Alaq yang terdapat pada ayat 2 surat ini. Surat ini dinamai juga dengan
Iqra atau Al Qalam.

Ayat 4

‫الَّ ِذ ۡى َعلَّ َم بِ ۡالقَلَ ۙ ِم‬

Al lazii 'allama bil qalam

Yang mengajar (manusia) dengan pena.

Juz ke-30

Tafsir

Tuhanmu itulah yang mengajar manusia menulis dengan perantaraan pena atau alat tulis lain.
Tulisan berguna untuk menyimpan dan menyebarkan pesan serta ilmi pengetahuan kepada orang
lain.

Di antara bentuk kepemurahan Allah adalah Ia mengajari manusia mampu menggunakan alat
tulis. Mengajari di sini maksudnya memberinya kemampuan menggunakannya. Dengan
kemampuan menggunakan alat tulis itu, manusia bisa menuliskan temuannya sehingga dapat
dibaca oleh orang lain dan generasi berikutnya. Dengan dibaca oleh orang lain, maka ilmu itu
dapat dikembangkan. Dengan demikian, manusia dapat mengetahui apa yang sebelumnya belum
diketahuinya, artinya ilmu itu akan terus berkembang. Demikianlah besarnya fungsi baca-tulis.

Ayat 5

ؕ ۡ‫عَلَّ َم ااۡل ِ ۡن َسانَ َما لَمۡ يَ ۡعلَم‬

'Al lamal insaana ma lam y'alam

Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.

Juz ke-30

Tafsir

Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. Manusia adalah makhluk yang potensial
untuk berkarya melalui ilmu pengetahuan yang diperolehnya dari Allah. Manusia belajar baik
dari alam sekitar yang merupakan ciptaan-Nya maupun dari wahyu yang Allah sampaikan
melalui para rasul.
Di antara bentuk kepemurahan Allah adalah Ia mengajari manusia mampu menggunakan alat
tulis. Mengajari di sini maksudnya memberinya kemampuan menggunakannya. Dengan
kemampuan menggunakan alat tulis itu, manusia bisa menuliskan temuannya sehingga dapat
dibaca oleh orang lain dan generasi berikutnya. Dengan dibaca oleh orang lain, maka ilmu itu
dapat dikembangkan. Dengan demikian, manusia dapat mengetahui apa yang sebelumnya belum
diketahuinya, artinya ilmu itu akan terus berkembang. Demikianlah besarnya fungsi baca-tulis.

Keterangan mengenai QS. Al-'Alaq


Surat Al 'Alaq terdiri atas 19 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyah. Ayat 1 sampai
dengan 5 dari surat ini adalah ayat-ayat Al Quran yang pertama sekali diturunkan, yaitu di waktu
Nabi Muhammad s.a.w. berkhalwat di gua Hira'. Surat ini dinamai Al 'Alaq (segumpal darah),
diambil dari perkataan Alaq yang terdapat pada ayat 2 surat ini. Surat ini dinamai juga dengan
Iqra atau Al Qalam.

Bab 3

Kesimpulan

Islam adalah agama yang menjunjung tinggi peran akal dalam mengenal hakikat segala sesuatu.
Begitu pentingnya peran akal, sehingga bahkan dikatakan bahwa tak ada agama bagi orang
yang tak berakal, dengan akal yang telah sempurna itulah maka Islam diturunkan ke alam
semesta.Allah akan meninggikan tempat bagi orang-orang yang berilmu disurganya dan
menjadikan mereka di dalam surga termasuk orang-orang yang berbakti tanpa kekhawatiran
dan kesedihan. Mencari ilmu adalah sebuah kewajiban bagi umat manusia dan
mengamalkannya juga merupakan ibadah.Semakin tinggi ilmu yang dikuasai, semakin takut
pula kepada Allah SWT sehingga dengan sendirinya akan mendekatkan diri kepada-Nya

Anda mungkin juga menyukai