Anda di halaman 1dari 33

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Central Venous Pressure (CVP) atau Tekanan Vena Sentral adalah tekanan

di dalam atrium kanan atau vena-vena besar dalam rongga toraks. Pemantauan
tekanan vena sentral merupakan pedoman untuk pengkajian fungsi jantung kanan
dan dapat mencerminkan fungsi jantung kiri apabila tidak terdapat penyakit
kardiopulmonal (Hudak, 2006). Tekanan Vena Sentral pada beberapa penanganan
kasus sangat diperlukan untuk mendukung diagnosa, mengetahui kondisi pasien,
serta monitoring resusitasi. CVP adalah suatu hasil dari pengukuran tekanan vena
sentral dengan jalan memasang suatu alat Central Venous Catheter (CVC). CVC
tersebut dapat dipasang pada beberapa lokasi seperti vena jugularis interna, vena
subklavia, vena basilika, vena femoralis. Dimana masing masing lokasi tersebut
memiliki keuntungan dan kerugian dalam hal tingkat kesulitan pemasangan,
kenyamanan pasien, perawatan CVC, juga ketersediaan jenis CVC yang sesuai
dengan lokasi pemasangan CVC tersebut.
CVC ini merupakan salah satu teknik yang bersifat invasif. Sehingga risiko
risiko tindakan invasif secara umum, juga menjadi pertimbangan tenaga medis
dalam melakukan pemasangan ataupun insersi CVC ini. Seperti pada kasus luka
bakar dimana area insersi terkena oleh luka bakar. Dimana insersi yang dilakukan
dapat menambah risiko terjadinya bakterimia. Sehingga petugas kesehatan harus
lebih cermat dalam pemilihan lokasi insersi. Atau juga pada kasus diamana pasien
sudah mengalami suatu gangguan koagulasi.
Pada kasus lain, terjadi distensibilitas vena vena di leher dapat
memperlihatkan adanya perubahan volume dan tekanan di dalam atrium kanan.
Terdapat 2 buah vena jugularis pada leher yaitu vena jugularis interna dan vena
jugularis eksterna (Waskito, 2008). Pemeriksaan JVP (Jugular Venous Pressure)
merupakan pemeriksaan pada leher untuk melihat vena jugularis yang dapat
memberikan gambaran tentang aktifitas jantung. Perubahan aktifitas jantung dapat
memberikan gambaran pada vena dengan cara menyebabkan perubahan tekanan
vena-vena perifer, bendungan pada vena-vena perifer dan perubahan pada bentuk

pulsus vena (Tim Pelaksana Skills lab FK-Unand, 2009). Pemeriksaan


kardiovaskuler biasanya dimulai dengan pemeriksaan frekuensi denyut jantung
dan tekanan darah. Kemudian diperiksa pulsasi arteri, pulsasi vena jugularis, dan
akhirnya baru pemeriksaan jantung.
Dengan pertimbangan harga dan risiko yang besar, maka dilakukan metode
non-invasif

dengan

menggunakan

vena jugularis

(externa

dexter)

sebagai pengganti sphygmomanometer dengan titik nol (zero point) di tengah


atrium kanan. Oleh karena itu penulis akan membahas mengenai prosedur
penatalaksanaan dan pemeriksaan CVP Central Venous Pressure dan JVP serta
konsep mengenai Central Venous Pressure (CVP) dan Jugular Venous Pressure
(JVP).
1.2

Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Mengetahui Penatalaksanaan Pengukuran CVP (Central Venous Pressure)
dan JVP (Jugular Venous Presuure).
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui konsep CVP (Central Venous Pressure).
2. Mengetahui konsep JVP (Jugular Venous Presuure).
1.3

Manfaat

1.3.1. Manfaat Teoritis


Manfaat penulisan makalah secara teoritis yaitu untuk memberikan
pengetahuan tentang Central Venous Pressure (CVP) atau Tekanan Vena
Sentral yang merupakan tekanan di dalam atrium kanan atau vena-vena
besar dalam rongga toraks. JVP (Jugular Venous Pressure) merupakan
pemeriksaan pada leher untuk melihat vena jugularis yang dapat
memberikan gambaran tentang aktifitas jantung.
1.3.2. Manfaat Praktis
Secara praktis makalah ini dapat dijadikan sebagai pedoman untuk
penatalaksanaan pengukuran CVP dan JVP pada pasien dengan penyakit
yang menyertainya.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Konsep CVP (Central Venous Pressure)

2.1.1 Pengertian
Central Venous Pressure (CVP) atau Tekanan Vena Sentral adalah tekanan
di dalam atrium kanan atau vena-vena besar dalam rongga toraks. Pemantauan
tekanan vena sentral merupakan pedoman untuk pengkajian fungsi jantung kanan
dan dapat mencerminkan fungsi jantung kiri apabila tidak terdapat penyakit
kardiopulmonal (Hudak, 2006).
Central Venous Pressure (CVP) merupkan tekanan intravaskuler di dalam
vena cava torakal. Tekanan vena sentral menggambarkan banyaknya darah yang
kembali ke dalam jantung dan kemampuan jantung untuk memompa darah ke
dalam sistem arterial. Perkiraan yang baik dari tekanan atrium kanan, yang mana
merupakan faktor yang menentukan dari volume akhir diastolik ventrikel kanan.
Tekanan vena sentral menggambarkan keseimbangan antara volume intravaskuler,
venous capacitance,

dan fungsi ventrikel kanan. Pengukuran CVP sering

digunakan sebagai panduan untuk mementukan status volume pasien dan


kebutuhan cairan dan untuk memeriksa adanya temponade (Rokhaeni, 2009).
2.1.2 Pemantauan Tekanan Vena Sentral (CVP)
Darah dari vena sistemik masuk ke atrium kanan sehingga pengukuran
tekanan pada atrium kanan dapat dilakukan. CVP ditentukan oleh fungsi sebelah
kanan jantung dan tekanan darah vena di vena kava. Dalam situasi normal,
peningkatan venous return menyebabkan peningkatan cardiac output tanpa
perubahan tekanan vena. Namun bila fungsi ventricular kanan berkurang atau
pada sirkulasi pulmonol yang terobstruksi, tekanan atrium kanan akan meningkat.
Kehilangan volume darah ataupun dilatasi menyeluruh juga menyebabkan
berkurangnya venous return dan tekanan atrium kanan turun. Tekanan vena
sentral menggambarkan preload ventrikel kanan / tekanan akhir diastolik ventrikel
kanan sehingga dapat memberikan informasi tentang volume darah, gambaran
ventrikel kanan, serta kapasitas vena. Pengukuran tekanan vena sentral dilakukan

pada percabangan vena cava & atrium kanan. Hal ini sama pada bayi, anak, &
orang dewasa. Pemasangan kateter vena sentral dapat dilakukan melalui vena
jugularis interna, vena antekubiti, vena brakialis, vena subclavia, serta vena
femoralis. Pada pasien kecil, vena subclavia & jugularis interna lebih mudah
digunakan.
Pengukuran tekanan vena sentral dilakukan dengann pemasangan jarum /
kateter pada vena & dihubungkan dengann suatu transduser. Biasanya dipasang
pada saat operasi setelah induksi anestesi / intubasi sedangkan pada ruang rawat
intensif dilakukan dgn sedasi & anestesi lokal. Pemasangannya harus dipandu
dengann pemeriksaan EKG untuk mendeteksi terjadinya aritmia. Kateter yg
digunakan bervariasi sesuai dgn usia anak, yaitu nomor 3 untuk anak dgn berat
badan minus dari 3 kg, nomor 4 untuk berat badan minus dari 10 kg, nomor 5
untuk berat badan 10 sampai 20 kg, serta nomor 6 untuk berat badan lebih dari 20
kg.
Tekanan vena sentral diukur dengan transduser tekanan dalam milimeter air
raksa (mmHg) / manometer air (cm H2O). Untuk mengkonversi air raksa ke air,
nilai air raksa dikalikan 1,36 (mmHg x 1,36); untuk mengkonversi air ke air raksa,
nilai air dibagi 1,36 (cm H2O : 1,36). Tekanan vena sentral pada bayi yg sehat
antara -2 sampai +4 mmHg, & anak yg menderita kelainan jantung bawaan antara
48 mmHg. Pada pasien yg memakai ventilator nilainya antara 26 mmHg &
sering tidak toleran dengann tekanan yang rendah antara 03 mmHg. Nilai
tekanan vena sentral yang lebih dari 8 mmHg biasanya sering diikuti dengan
disfungsi miokard / tekanan dlm torak yang meninggi seperti pada pneumotorak,
tamponade jantung, regurgitasi trikuspid, hipertensi pulmonal, atau gagal
ventrikel.
Nilai normal CVP 5 10 cm H2O, dan pada orang yang menggunakan
ventilator naik 3 5 cm H2O. Menurut Gardner dan Woods nilai normal tekanan
vena sentral adalah 3 8 cmH2O atau 2 6 mmHg. Sementara menurut Sutanto
(2004) nilai normal CVP adalah 4 10 mmHg. CVP bukan merupakan suatu
parameter klinis yang berdiri sendiri, harus dinilai dengan parameter yang lainnya
seperti : Denyut nadi, Tekanan darah, Volume darah. CVP mencerminkan jumlah
volume darah yang beredar dalam tubuh penderita, yang ditentukan oleh kekuatan
4

kontraksi otot jantung. Misal : syock hipovolemik yang menunjukkan CVP


rendah. Jika peninggian nilai tekanan vena sentral minus 3 mmHg setelah
pemberian cairan, misalnya 50200 cc, maka tambahan cairan masih dapat
diberikan. Sedangkan bila peninggian tekanan lebih dari 7 mmHg, berarti cairan
yg diberikan telah maksimal.
Pada beberapa keadaan, didapatkan penurunan tekanan vena sentral, preload
ventrikel kanan, serta curah jantung. Sistem kardiopulmonal yang lain normal,
seperti pada dehidrasi berat, sepsis, perdarahan, diabetik ketoasidosis, dan lainlain. Pada kasus-kasus yang berat, penanganannya sebaiknya dipandu dengan
pemasangan tekanan vena sentral sehingga didapatkan data tentang kebutuhan
cairan yg baik untuk membantu curah jantung.
Kelemahan pemeriksaan tekanan vena sentral sebagai indikator preload otot
jantung adalah bahwa tekanan vena sentral hanya mengukur tekanan sisi kanan
saja sehingga tidak menggambarkan tekanan sistemik. Kelemahan pemeriksaan
tekanan vena sentral dibandingkan dengan tekanan baji pada diagnosa tiada
gangguan jantung dan lebih jelek lagi pada yg ada gangguan jantung. Menurut
LeMone & Burke tahun 2006, memperlihatkan bahwa pemeriksaan tekanan vena
sentral dan parameter non-invasif yang lain seperti frekuensi jantung, EKG, serta
urine output sama tidak adekuatnya untuk mendeteksi gagal sirkulasi.
Ekstraksi oksigen (SvO2) merujuk kepada saturasi oksigen pada vena dan
menggambarkan aliran darah kembali ke jantung kanan. Normalnya saturasi ini
berada dalam jangkauan 60% ke 80%. Apabila tubuh berada pada keadaan
istirahat, 600ml/min per m2 diantar ke jaringan dan konsumsi jaringan terjadi
sebanyak 150ml/min per m2, yang menggambarkan kadar metabolisme basal.
Seelah itu, aliran darah kembali ke jantung dengan kadar 450 ml/min per m2.
Maka dapat ditentukan bahwa pengantaran oksigen 4 kali lebih banyak dari
konsumsi oksigen; dengan keseimbangan antara suplai dan kebutuhan adalah 4:1,
dengan ekstraksi oksigen sebanyak 25%.
Tekanan vena sentral (CVP)
Tekanan vena sentral (central venous pressure) adalah tekanan darah di
vena kava. Ini merujuk kepada tiga parameter; volume darah, keefektifan jantung
5

sebagai pompa, dan tonus vaskuler. Tekanan vena sentral dibedakan dari tekanan
vena perifer, yang hanya memberi gambaran tentang tekanan lokal.
Tekanan arteri pulmonalis
Tekanan arteri pulmonalis merupakana tekanan di ventrikel kiri pada
akhir diastolik.
Tekanan atrium kiri
Tekanan ventrikel kanan
Curah jantung
Curah jantung (CO) adalah jumlah darah yang dipompakan ke sirkulasi
perifer oleh jantung per menit. Curah jantung sama dengan stroke volume
(SV) dikalikan laju jantung (HR)
CO = SV HR
Laju jantung dipengaruhi oleh sistem saraf sentral dan otonom, dan isi
sekuncup dipengaruhi oleh "preload","afterload", dan kontraktilitas miokard.
Faktor-faktor yang mengontrol curah jantung meliputi curah balik, resistensi
vaskuler, kebutuhan oksigen jaringan perifer, volume darah, posisi tubuh, pola
respirasi, laju jantung dan kontraktilitas miokard.
Tekanan arteri sistemik
1. Pemantauan Tekanan Non Invasif
Pengkajian non invasif sangat tergantung dari keadaan klinik dan pada
kondisi tertentu tidak dapat menjelaskan kondisi pasien secara spesifik
dan akurat. Pemantauan hemodinamik non invasive dapat dilakukan
dengan cara :
Pengukuran tekanan vena sentral / CVP : Mengukur tekanan vena jugularis
Memposisikan pasien berbaring setengah duduk
Perhatikan denyut vena jugularis interna, denyut ini tidak bisa diraba tetapi hanya
bisa dilihat. Akan tampak gelombang a (kontraksi atrium), gelombang c (awal
kontraksi ventrikel-katup trikuspid menutup), gelombang v (pengisian atriumkatup trikuspid masih menutup)
Normalnya terjadi penggembungan vena setinggi manubrium sterni
6

Apabila ditemukan penggembungan vena yang lebih tinggi dari manubrium sterni,
maka terjadi peningkatan tekanan hidrostatik atrium kanan
Pengukuran tekanan arteri sistemik secara manual menggunakan manometer.
2.

Pemantauan Tekanan Invasif


Pemantauan tekanan invasif dilakukan dengan tujuan untuk mengukur
dan mengetahui gelombang tekanan dalam ruang-ruang jantung.
Kelebihan teknik invasif yaitu dapat digunakan sebagai salah satu cara
dalam pengambilan sampel darah, pemeriksaan laboratorium, pemberian
obat-obatan/cairan dan pemasangan pacu jantung. Beberapa teknik
pengukuran hemodinamik invasif yaitu:
a. Pemantauan Tekanan Darah Arteri
Tekanan darah arteri adalah tekanan darah yang dihasilkan oleh ejeksi
ventrikel kiri ke aorta dan ke sistemik arteri (Debra et al, 2001).
Tekanan arteri sistemik terdiri dari:

Tekanan sistolik adalah tekanan darah maksimal ketika darah dipompakan dari
ventrikel kiri. Range normal berkisar 100-130 mmHg
Tekanan diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung relaksasi, tekanan
diastolik menggambarkan tahanan pembuluh darah yang harus dihadapi oleh
jantung. Range normal berkisar 60-90 mmHg
Mean Arterial Pressure atau tekanan arteri rata-rata selama siklus jantung. MAP
dapat diformulasikan dengan rumus :
Sistolik + 2. Diastolik x 1/3. MAP menggambarkan perfusi aliran
darah ke jaringan
Pengukuran tekanan darah arteri secara invasif dilakukan dengan
memasukkan kateter ke lumen pembuluh darah arteri dan disambungkan
ke sistem transducer. Tekanan intra arteri melalui kateter akan dikonversi
menjadi sinyal elektrik oleh tranducer lalu disebar dan diteruskan pada
osciloskope, kemudian diubah menjadi gelombang dan nilai digital yang
tertera pada layar monitor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan arteri :
7

Curah jantung

Volume darah

Umur

Resistensi perifer

Viskositas darah

Aktivitas

Elastisitas pembuluh arteri

Berat badan

Emosi

Indikasi pemantauan tekanan darah arteri secara invasif


Pemantauan tekanan darah invasif diperlukan pada pasien dengan kondisi kritis
atau pada pasien yang akan dilakukan prosedur operasi bedah mayor sehingga
apabila ada perubahan tekanan darah yang terjadi mendadak dapat secepatnya
dideteksi dan diintervensi, atau untuk evaluasi efek dari terapi obat-obat yang
telah diberikan
prosedur operasi bedah mayor seperti : CABG, bedah thorax, bedah saraf, bedah
laparotomy, bedah vascular
pasien dengan status hemodinamik tidak stabil
pasien yang mendapat terapi vasopressor dan vasodilator
pasien yang terpasang IABP
pasien yang tekanan intrakranialnya dimonitor secara ketat
pasien dengan hipertensi krisis, dengan overdiseksi aneurisma aorta
Pemeriksaan serial Analisa Gas Darah
pasien dengan gagal napas
pasien yang terpasang ventilasi mekanik
pasien dengan gangguan asam basa (asidosis/ alkalosis)
pasien yang sering dilakukan pengambilan sampel arteri secara rutin
Kontra indikasi relatif pada pemantauan tekanan darah arteri secara invasif
Pasien dengan perifer vascular disease
Pasien yang mendapat terapi antikoagulan atau terapi trombolitik
Penusukan kanulasi arteri kontraindikasi relatif pada area yang mudah terjadi
infeksi, seperti area kulit yang lembab, mudah berkeringat, atau pada area yang
sebelumnya pernah dilakukan bedah vascular
b.

Pemantauan Tekanan Vena Sentral


Tekanan vena sentral merupakan tekanan pada vena besar thorak yang
menggambarkan aliran darah ke jantung (Oblouk, Gloria Darovic,
8

2002).Tekanan vena sentral merefleksikan tekanan darah di atrium


kanan atau vena kava (Carolyn, M. Hudak, et.al, 1998). Pada
umumnya jika venous return turun, CVP turun, dan jika venous return
naik, CVP meningkat.
Indikasi pemantauan tekanan vena sentral
Mengetahui fungsi jantung
Pengukuran CVP secara langsung mengukur tekanan atrium kanan (RA) dan
tekanan end diastolic ventrikel kanan. Pada pasien dengan susunan jantung dan
paru normal, CVP juga berhubungan dengan tekanan end diastolik ventrikel
kiri.
Mengetahui fungsi ventrikel kanan
CVP biasanya berhubungan dengan tekanan (pengisisan) diastolik akhir
ventrikel kanan. Setelah ventrikel kanan terisi, maka katup tricuspid terbuka
yang memungkinkan komunikasi terbuka antara serambi dengan bilik jantung.
Apabila tekanan akhir diastolik sama dengan yang terjadi pada gambaran
tekanan ventrikel kanan, CVP dapat menggambarkan hubungan antara volume
intravascular, tonus vena, dan fungsi ventrikel kiri.
Menentukan fungsi ventrikel kiri
Pada orang-orang yang tidak menderita gangguan jantung, CVP berhubungan
dengan tekanan diastolik akhir ventrikel kiri dan merupakan sarana untuk
mengevaluasi fungsi ventrikel kiri.
Menentukan dan mengukur status volume intravaskuler.
Pengukuran CVP dapat digunakan untuk memeriksa dan mengatur status
volume intravaskuler karena tekanan pada vena besar thorak ini berhubungan
dengan volume venous return.
Memberikan cairan, obat obatan, nutrisi parenteral
Pemberian cairan hipertonik seperti KCL lebih dari 40 mEq/L melalui vena
perifer dapat menyebabkan iritasi vena, nyeri, dan phlebitis. Hal ini
disebabkan kecepatan aliran vena perifer relatif lambat dan sebagai akibatnya
penundaan pengenceran cairan IV. Akan tetapi, aliran darah pada vena besar
9

cepat dan mengencerkan segera cairan IV masuk ke sirkulasi. Kateter CVP


dapat digunakan untuk memberikan obat vasoaktif maupun cairan elektrolit
berkonsentrasi tinggi.
Kateter CVP dapat digunakan sebagai rute emergensi insersi pacemaker
sementara.
Kontraindikasi pemasangan kateter vena sentral
Adapun kontraindikasi termasuk adanya :
infeksi pada tempat insersi,
renal cell tumor yang menyebar ke atrium kanan, atau
large tricuspid valve vegetatious (sangat jarang).

c.

Pemantauan Tekanan Arteri Pulmonal

Pemantauan hemodinamik secara invasif melalui pembuluh vena dengan


menggunakan sistem tranduser tekanan yang digunakan untuk mengetahui
tekanan di arteri pulmonal.

2.1.3 Tujuan Tindakan


1.

Sebagai pedoman untuk penggantian cairan pada klien dengan

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

kondisi penyakit yang serius


Memperkirakan kekurangan volume darah
Menentukan tekanan dalam atrium kanan dan vena sentral
Mengevaluasi kegagalan sirkulasi
Mengetahui tekanan vena sentralis (TVS)
Untuk mengambil darah vena
Untuk memberikan obat-obatan secara intra vena
Memberikan cairan dalam jumlah banyak dalam waktu singkat
Dilakukan pada penderita gawat

2.1.4 Kompetensi Dasar yang Harus Diketahui


1.

Lokasi vena untuk CVP :


a.

Vena femoralis

b.

Vena cephalika

c.

Vena basalika
10

d.

Vena subclavia

e.

Vena jugularis eksterna

f.
2.

Vena jugularis interna

Manajemen Keperawatan pada pasien yang terpasang CVP :


a.

CVP digunakan untuk mengukur tekanan pengisian jantung bagian


kanan

b.

Pada saat diastolic, dimana katub tricuspid membuka, darah mengalir


dari atrium kanan ke ventrikel kanan, pada saat ini CVP merefleksikan
sebagai Right Ventricular End Diastolic Pressure (RVEDP).

c.

Menurut Gardner dan Woods nilai normal tekanan vena sentral adalah 3
8 cmH2O atau 2 6 mmHg.

d.

Bila hasil pengukuran CVP dibawah normal, biasanya terjadi pada


kasus hipovolemi, menandakan tidak adekuatnya volume darah di
ventrikel pada saat akhir diastolic untuk menghasilkan stroke volume
yang adekuat. Untuk mengkompensasinya guna meningkatkan cardiac
output, maka jantung nmeningkatkan heart ratenya, meyebabkan
tachycardi, dan akhirnya juga akan meningkatkan konsumsi O2
miokard.

e.

Bila hasil pengukuran CVP diatas normal, biasanya terjadi pada kasus
overload, untuk mengkompensasinya jantung harus lebih kuat
berkontraksi yang juga akan meningkatkan konsumsi O2 miokard.

f.

Standar pengukuran CVP bisa menggunakan ukuran mmHg atau


cmH2O, dimana 1 mmHg = 1,36 cmH2O.

3.

Lokasi Pemantauan
a.

Vena Jugularis interna kanan atau kiri (lebih umum pada kanan)

b.

Vena subklavia kanan atau kiri, tetapi duktus toraks rendah pada kanan

c.

Vena brakialis, yang mungkin tertekuk dan berkembang menjadi


phlebitis

d.

Lumen proksimal kateter arteri pulmonalis, di atrium kanan atau tepat


di atas vena kava superior.

4.

Gelombang CVP

11

Bentuk gelombang CVP mencermminkan perubahan perubahan pada


tekanan atrium kanan selama siklus jantung. Gelombang CVP terdiri dari
(Mancini E. Mary. 2012):
a. Gelombang A
Kontraksi atrium kanan (gelombang P pada EKG). Jika kelompok A
naik, maka pasien mungkin mengalami kegagalan ventrikel kanan dan
stenosis trikuspid
b. Gelombang C
Penutupan katup trikuspid (mengikuti komplek QRS pada EKG). Jarak
dari A- C harus berhubungan dengan PR pada EKG.
c. Gelombang V
Tekanan yang terjadi pada atrium kanan selama kontraksi ventrikel,
walaupun katup trikuspid telah tertutup (bagian akhir gelombang T pada
EKG). Jika gelombang V naik, maka pasien mungkin memiliki penyakit
katup trikuspid.
2.1.5 Indikasi Pemantauan Vena Sentral
1. Pemantauan tekanan Vena Sentral pada pasien akut
Hal ini memungkinkan pemberi perawatan untuk memiliki wawasan
status keseimbangan cairan pasien. CVP tinggi akan menunjukkan
overload cairan atau gagal jantung. CVP rendah akan menunjukkan
tingkat dehidrasi atau kehilangan darah. Status cairan yang tepat hanya
dapat dievaluasi dengan menghubungkan Hb. Jantung berfungsi dan
semua hasil laboratorium dan sejarah klinis pasien.
2. Jumlah total parenteral Gizi
Ketika pasien akut yang saluran pencernaan tidak mampu menyerap
nutrisi maka tim pengobatan dapat memutuskan untuk memberikan
nutrisi pasien. Hal ini disebut Total Perenteral Nutrition (TPN) dan
TPN dapat diberikan secara aman hanya melalui jalur CVP atau garis
sentral perifer dimasukkan (PICC). Umumnya TPN diberikan melalui
kateter intravena pusat yang dimasukkan dalam vena subklavia atau
jugularis. Dasar pemikiran untuk menggunakan vena dalam yang besar
adalah kenyataan bahwa TPN menyebabkan flebitis pada vena perifer

12

karena mengandung komponen kaustik banyak. Contohnya termasuk


Klorida Kalsium dan Potasium Klorida.
3. Obat
Obat obat tertentu dapat diberikan secara aman hanya melalui saluran
pusat. Oleh kaena itu CVP mungkin dimasukkan untuk tujuan ini. Obat
yang kemungkinan akan menyebabkan flebitis mencakup agen
kemoterapi digunakan dalam pengobatan dan pengelolaan kondisi
ganas. Selain itu, dapat digunakan untuk pasien yang mendapatkan obat
vasoaktif per-drip (tetesan) dan obat inotropic.
4. Kurangnya akses perifer
5. Pada beberapa pasien akut, ketika tidak ada akses vena perifer,
kemudian garis CVP dapat dimasukkan. Hal ini biasaya dilakukan
untuk tujuan rehidrasi, admininstrasi pengobatan, produk darah, serta
dapat pula sebagai jalan masuk vena bila semua IV lainnya lemah.
6. Mengkaji efek pemberian obat diuretic pada kasus overloaad cairan.
7. Kegagalan sirkulasi akut
8. Curiga adanya temponade
9. Pasien dengan gagal jantung
10. Pasien yang mengalami gangguan keseimbangan cairan
11. Digunakan sebagai pedoman penggantian cairan pada kasus hipovolemi
12. Pengukuran oksigenasi vena sentral
2.1.6 Kontraindikasi Pemasangan CVP
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Nyeri dan inflamasi pada area penusukan


Bekuan darah karena tertekuknya kateter
Perdarahan: ekimosis atau perdarahan besar bila jarum lepas
Tromboplebitis
Microshock
Disritmia jantung
Pembedahan leher
Insersi kawat pacemaker

2.1.7 Komplikasi
Pemasangan CVC dapat mengakibatkan timbulnya beberapa hal antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Perdarahan
Bakteriemi
Emboli udara
Hematoma local
Pneumothoraks
Erosi (pengikisan) vaskuler. Cirinya terjadi 1 7 hari setelah
insersi kateter. Cairan IV atau darah terakumulasi di
mediastinum atau rongga pleura.
13

7.

Infeksi lokal atau sistemik. Biasanya kebanyakan kontaminasi

mikroorganisme, seperti s.epidermis, gram negatif.


8. Disritmia, Aritmia ventrikel atau supraventrikel
9. Tamponade perikard
10. Overload cairan
2.1.8 Faktor faktor yang mempengaruhi Penilaian CVP
1.

Volume darah
a. Volume darah total
b. Volume darah yang terdapat di dalam vena
c. Kecepatan pemberian tranfusi/cairan
2. Kegagalan jantung dan insufisiensi jantung
3. Konstriksi pembuluh darah vena yang disebabkan oleh faktor neurologi
4. Penggunaan obat-obatan vasopressor
5. Peningkatan tekanan intraperitonial dan tekanan intrathoracal, missal:
a. Post operasi illeus
b. Hematothoraks
c. Pneumothoraks
d. Penggunaan ventilator mekanik
e. Emphysema mediastinum
6. Emboli paru-paru
7. Hipertensi arteri pulmonal
8. Vena cava superior sindrom
9. Penyakit paru-paru obstruksi menahun
10. Pericarditis constrictiva
11. Artevac: tersumbatnya kateter, ujung kateter berada di dalam vena
jugularis inferior

2.1.9 Faktor yang Dapat Meningkatkan CVP


Tabel 2.1 Faktor Yang Meningkatkan CVP
Faktor yang meningkatkan CVP
1.
2.
3.
4.

Penurunan cardiac output


Peningkatan volume darah
Penyempitan vena
Berubah dari berdiri ke terlentang

postur tubuh
5. Dilatasi arteri
6. Ekspirasi paksa (misalnya, valsava)
7. Kontraksi otot (perut dan anggota
tubuh)
14

Perubahan pada volume (V)


atau compliance (C)
volume (V)
volume (V)
compliance (C)
volume (V)
volume (V)
compliance (C)
volume (V) & compliance (C)

2.1.10 Prosedur Pemasangan CVP


1.

Persiapan Untuk Pemasangan


a.

Persiapan pasien
Memberikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang:
1) Tujuan pemasangan,
2) Daerah pemasangan,
3) Prosedur yang akan dikerjakan

b.

Persiapan alat pemasangan

Gambar 2.1 Alat Pemasangan CVP


1) Kateter CVP
2) Set CVP
3) Spuit 2,5 cc
4) Antiseptik
5) Obat anaestesi local
6) Sarung tangan steril
7) Bengkok
8) Cairan NaCl 0,9% (25 ml)
9) Plester
c.

Persiapan alat pengukuran dengan transducer


1) Monitor
2) Tranduser
3) Alat flush
15

4) Kantong tekanan
5) Cairan NaCl 0,9% (1 kolf)
6) Heparin
7) Manometer line
8) Spuit 1 cc
9) Three way stopcock
10) Penyanggah tranduser/standar infus
11) Pipa U
12) Infus set
2.

Perawatan Alat CVP


Tidak ada perawatan khusus pada CVP, karena sebagian besar alat yang
digunakan hanya sekali pakai dan bersifat steril.

3.

Cara merangkai
a. Mengambil heparin sebanyak 500 unit kemudian memasukkannya ke
dalam cairan infuse
b. Menghubungkan cairan tersebut dengan infuse
c. Mengeluarkan udara dari selang infuse
d. Memasang cairan infus pada kantong tekanan
e. Menghubungkan tranduser dengan alat infuse
f. Memasang three way stopcock dengan alat flush
g. Menghubungkan bagian distal selang infus dengan alat flush
h. Menghubungkan manometer dengan three way stopcock
i. Mengeluarkan udara dari seluruh sistem alat pemantauan (untuk
memudahkan beri sedikit
j. tekanan pada kantong tekanan)
k. Memompa kantong tekanan sampai 300 mmHg
l. Menghubungkan kabel transduser dengan monitor
m. Menghubungkan manometer dengan kateter yang sudah terpasang
n. Melakukan kalibrasi alat sebelum pengukuran

4.

Cara melakukan kalibrasi


a. Lavelling, adalah mensejajarkan letak jantung (atrium kanan) dengan
skala pengukur / tansduser.
16

b. Menutup threeaway ke arah pasien dan membuka threeway ke arah


udara
c. Mengeluarkan cairan ke udara
d. Menekan tombol kalibrasi sampai pada monitor terlihat angka nol
e. Membuka threeway kearah klien dan menutup ke arah udara
f. Memastikan gelombang dan nilai tekanan terbaca dengan baik
5.

Langkah pemasangan
a.

Daerah yang Dipasang :


1) Vena femoralis
2) Vena cephalika
3) Vena basalika
4) Vena subclavia
5) Vena jugularis eksterna
6) Vena jugularis interna

Gambar 2.2 Penempatan Perifer pemasangan CVC


b.

Langkah Pemasangan :
1)

Siapkan alat

2)

Lakukan cuci tangan steril

3)

Gunakan sarung tangan steril

17

4)

Tentukan daerah yang akan dipasang: vena yang biasa digunakan


sebagai tempat pemasangan adalah vena subklavia atau internal
jugular.

5)

Posisikan pasien trendelenberg, atur posisi kepala agar vena


jugularis interna maupun vena subklavia lebih terlihat jelas, untuk
mempermudah pemasangan.

6)

Lakukan desinfeksi pada daerah penusukan dengan cairan


antiseptic

7)

Pasang duk lobang yang steril pada daerah pemasangan.

8)

Sebelum penusukan jarum / kateter, untuk mencegah terjadinya


emboli udara, anjurkan pasien untuk bernafas dalam dan menahan
nafas.

Gambar 2.3 Pemasangan Alat CVC


9)

Masukkan jarum / kateter secara gentle, ujung dari kateter harus


berada pada vena cava, jangan sampai masuk ke dalam jantung.
Teknik pemasangan yang sering digunakan adalah teknik Seldinger,
caranya adalah dengan menggunakan mandarin yang dimasukkan
melalui jarum. Jarum kemudian dilepaskan, dan kateter CVP
dimasukkan melalui mandarin tersebut. Juika kateter sudah
18

mencapai atrium kanan, mandarin ditarik, dan terakhir kateter


disambungkan pada IV set yang telah disiapkan dan lalukan
penjahitan daerah inersi.
10)

Setelah selesai pemasangan sambungkan dengan selang yang


menghubungkan dengan IV set dan selang untuk mengukur CVP.

11)

Lakukan fiksasi / dressing pada daerah pemasangan, agar posisi


kateter terjaga dengan baik.

12)

Rapikan peralatan dan cuci tangan kembali.

13)

Catat laporan pemasangan, termasuk respon klien (tanda tanda


vital dan kesadaran), lokasi pemasangan, petugas yang memasang,
dan hasil pengukuran CVP serta cairan yang dugunakan.

14)

Setelah dipasang. Sebaiknya dilaukan foto rontgen dada untuk


memastikan

posisi

ujung

kateter

yang

dimasukkan,

serta

memastikan tidak adanya hemothorak atau pneumothorak sebagai


akibat dai pemasangan.
2.1.11 Prosedur kerja Pemantauan dan Pengukuran CVP (Central Venous
Pressure)
Terdapat dua macam metode pemantauan CVP:
1) Sistem manometer: memungkinkan permbacaan intermitten dan
kurang akurat dibandingkan sistem transduser dan lebih jarang
digunakan.
2) Sistem transduser: memungkinkan pembacaan secara kontinu
yang ditampilkan di monitor.
1.

Pengkajian
Yang perlu dikaji pada pasien yang terpasang CVP adalah tanda-tanda
komplikasi yang ditimbulkan oleh pemasangan alat.
a.

Kaji akan kebutuhan pemasangan CVP dan pengukuran CVP

b.

Keluhan nyeri, napas sesak, rasa tidak nyaman

c.

Frekuensi verbal adanya kelelahan atau kelemahan

d.

Frekuensi napas, suara napas

e.

Tanda-tanda kemerahan/pus pada lokasi pemasangan

f.

Adanya gumpalan darah/gelembung udara pada kateter


19

2.

g.

Kesesuaian posisi jalur infuse set

h.

Tanda-tanda vital

Pemantauan dan Pengukuran dengan Manometer


a.

Persiapan alat ukur (menggunakan Manometer)


3) Sarung tangan disposable
4) Piala ginjal/bengkok
5) Perlak
6) Skala pengukur
7) Selang penghubung (manometer line)
8) Standar infus
9) Set infus

b.

b.

Tree way stopcock

c.

Pipa U

d.

Alat tulis

Cara merangkai
1) Menghubungkan set infus dg cairan NaCl 0,9%
2) Mengeluarkan udara dari selang infuse
3) Menghubungkan skala pengukuran dengan threeway stopcock
4) Menghubungkan three way stopcock dengan selang infuse
5) Menghubungkan manometer line dgn three way stopcock
6) Mengeluarkan udara dari manometer line
7) Mengisi cairan ke skala pengukur sampai 25 cmH2O
8) Menghubungkan manometer line dengann kateter yang sudah
terpasang

c.

Cara Pengukuran
1)

Perawat mencuci tangan

2)

Memakai sarung tangan

3)

Dekatkan alat yang digunakan

4)

Posisi pasien supinasi dengan kepala tempat tidur rata /


tinggikan 300

5)

Tandai lokasi sudut phlebostatic (axis mid-axillaris dengan ICS


4, titik 0) untuk membaca hasil pengukuran. Lokasi ini sejajar
20

dengan atrium kanan. Pengukuran harus dilakukan pada posisi


yang sama, kalau perlu tandai permukaan kulit.
6)

Stopcock off ke manometer. Isi selang dengan cairan infus

7)

Sambungkan selang manometer ke jalur vena sentral lalu


dialirkan untuk cek kepatenan

Gambar 2.4 Jalur Vena Sentral


8)

Letakkan manometer sejajar titik 0, yaitu ICS 4 linea


midaxillaris.

9)

Stopcock off kearah pasien, isi manometer dengan cairan infus


sampai dengan 25 cm. hati-hati jangan sampai berlebihan karena
akan mengkontaminasi manometer.

10)

Stopcock off ke infus sehingga cairan akan turun fluktuasi


sesuai dengan pernapasan

11)

Ukur CVP saat cairan berhenti (stabil). Perhatikan cara melihat


ukuran sejajar mata saat akhir ekspirasi.

12)

Menentukan nilai CVP, dengan memperhatikan undulasi pada


manometer dan nilai dibaca pada akhir ekspirasi.

13)

Stopcock off ke manometer untuk mencegah aliran cairan


manometer ke pasien, alirkan infus kembali ke jalur vena sentral

14)

Catat hasil dan posisi pasien.

21

3.

Pemantauan dan Pengukuran dengan Transduser

Gambar 2.5 Pemantauan dengan Transduser


a.

Dilakukan pada CVP, arteri pulmonal, kapiler arteri pulmonal, dan


tekanan darah arteri sistemik.
1) Persiapan untuk pemantauan
a)

Monitor

b) Tranduser
c)

Alat flush

d) Kantong tekanan
e)

Cairan NaCl 0,9% (1 kolf)

f)

Heparin

g) Manometer line
h) Spuit 1 cc
i)

Three way stopcock

j)

Penyanggah tranduser/standar infus

k) Pipa U
l)

Infus set

2) Cara Merangkai
22

a) Mengambil

heparin

sebanyak

500

unit

kemudian

memasukkannya ke dalam cairan infuse


b) Menghubungkan cairan tersebut dengan infuse
c)

Mengeluarkan udara dari selang infuse

d) Memasang cairan infus pada kantong tekanan


e)

Menghubungkan tranduser dengan alat infuse

f)

Memasang three way stopcock dengan alat flush

g) Menghubungkan bagian distal selang infus dengan alat


flush
h) Menghubungkan manometer dengan three way stopcock
i)

Mengeluarkan udara dari seluruh sistem alat pemantauan


(untuk memudahkan beri sedikit

j)

tekanan pada kantong tekanan)

k)

Memompa kantong tekanan sampai 300 mmHg

l)

Menghubungkan kabel transduser dengan monitor

m) Menghubungkan manometer dengan kateter yang sudah


terpasang
n) Melakukan kalibrasi alat sebelum pengukuran
3) Cara Kalibrasi
a)

Lavelling, adalah mensejajarkan letak jantung (atrium


kanan) dengan skala pengukur / tansduser.

b) Menutup threeaway ke arah pasien dan membuka threeway


ke arah udara
c)

Mengeluarkan cairan ke udara

d) Menekan tombol kalibrasi sampai pada monitor terlihat


angka nol
e)

Membuka threeway kearah klien dan menutup ke arah


udara

f)

Memastikan gelombang dan nilai tekanan terbaca dengan


baik

2.1.12 Keuntungan Pemasangan di Daerah Vena Subclavia


a.

Mudah dilaksanakan (diameter 1,5 cm 2,5 cm)


23

b.

Fiksasi mudah

c.

Menyengkan penderita

d.

Tidak mengganggu perawatan rutin dapat dipertahankan sampai 1


minggu

2.1.13 Penilaian CVP dan Arti Klinisnya


Cara penilaian CVP yaitu :
1) Kateter, infus, manometer dihubungkan dengan stopcock : amati
infus lancar atau tidak
2) Penderita terlentang
3) Cairan infus kita naikkan ke dalam manometer sampai dengan
angka tertinggi, jaga jangan sampai cairan keluar
4) Cairan infus kita tutup, dengan memutar stopcock hubungkan
manometer akan masuk ke tubuh penderita
5) Permukaan cairan di manometer akan turun dan terjadi undulasi
sesuai irama nafas, turun (inspirasi), naik (ekspirasi)
6) Undulasi berhenti
7) Nilai pada angka 7

disitu batas terahir

nilai CVP

nilai CVP 7 cmH2O

8) Infus dijalankan lagi setelah diketahui nilai CVP


CVP sangat berarti pada penderita yang mengalami shock dan
penilaiannya adalah sebagai berikut :
4.

2.

CVP rendah (< 4 cmH2O)


a.

Beri darah atau cairan dengan tetesan cepat.

b.

Bila CVP normal, tanda shock hilang : shock hipovolemik

c.

Bila CVP normal, tanda tanda shock bertambah : shock septik

CVP normal (4 14 cmH2O)


15)

Bila darah atau cairan dengan hati hati dan dipantau pengaruhnya
dalam sirkulasi.

16)

Bila CVP normal, tanda tanda shock negatif : shock hipovolemik

17)

Bila CVP bertambah naik, tanda shock positif : septik shock,


cardiogenik shock

3.

CVP tinggi (> 15 cmH2O)


2.

Menunjukkan adanya gangguan kerja jantung (insufisiensi kardiak)


24

3.

Terapi : obat kardiotonika (dopamin).

2.1.14 Hal Penting Yang Harus Diperhatikan Oleh Perawat


1.

Sebelum Pemasangan
a. Mempersiapkan alat untuk penusukan dan alat alat untuk
pemantauan
b. Mempersiapkan
pemantauan,

dan

pasien;

memberikan

mengatur

posisi

penjelasan,

sesuai

dengan

tujuan
daerah

pemasangan
2.

Saat Pemasangan
a. Memelihara alat-alat selalu steril
b. Memantau tanda dan gejala komplikasi yang dapat terjadi pada saat
pemasangan seperti gangguan irama jantung, dan perdarahan
c. Membuat klien merasa nyaman dan aman selama prosedur
dilakukan

3.

Setelah Pemasangan
a. Mendapatkan nilai yang akurat dengan cara:
1) Zelakukan Zero Balance: menentukan titik nol/letak atrium,
yaitu pertemuan antara garis ICS IV dengan midaksila
2) Zero balance: dilakukan pada setiap pergantian dinas, atau
gelombang tidak sesuai dengan kondisi klien
3) Melakukan kalibrasi untuk mengetahui fungsi monitor /
transduser, setiap shift, ragu terhadap gelombang.
b. Mengkorelasikan nilai yang terlihat pada monitor dengan keadaan
klinis klien.
c. Mencatat

nilai

tekanan

dan

kecenderungan

perubahan

hemodinamik.
d. Memantau perubahan hemodinamik setelah pemberian obat-obatan.
e. Mencegah terjadi komplikasi & mengetahui gejala & tanda
komplikasi (seperti : Emboli udara, balon pecah, aritmia, kelebihan
25

cairan, hematom, infeksi,penumotorak, rupture arteri pulmonalis,


dan infark pulmonal).
f. Memberikan rasa nyaman dan aman pada klien.
g. Memastikan letak alat alat yang terpasang pada posisi yang tepat
dan cara memantau gelombang tekanan pada monitor dan
melakukan pemeriksaan foto toraks (CVP, Swan gans).
2.1.15 Hal Penting Yang Harus Didokumentasikan
1.

Tingkat kesadaran klien

2.

Pernapasan klien

3.

Suhu klien

4.

Penampakan fisik klien, dilihat keabnormalan yang tejadi missal


edema

5.

Hasil pengukuran, tekanan bilateral yang diperoleh

6.

Jam dan tanggal

26

BAB 3
PEMBAHASAN
1.1

Pengaruh Positive End Expiratory Pressure Terhadap Nilai Central


Venous Pressure
1. Tahun terbit

: 2012

2. Penulis

Titin Mulyati, Sari Fatimah, dan Fransisca Sri Susilaningsih


3. Tujuan Penelitian

Untuk menentukan dampak dari PEEP dalam meningkatkan nilai CVP,


dan khususnya untuk mengetahui nilai-nilai perbedaan rata-rata CVP
pada pasien yang diberi PEEP 5,10, dan 15 cm H2O.
4. Latar Belakang
Pengukuran central venous pressure (CVP) menggambarkan
tekanan di atrium kanan, yang sekaligus dapat memberi gambaran
tentang tekanan pengisian ventrikel untuk menentukan curah jantung,
status volume, dan dapat dipakai untuk menuntun pemberian inotropik
seperti pada kasus gagal jantung kanan.2 Untuk menentukan pasien
responsif atau tidak terhadap pemberian cairan bisa juga dinilai dari
perubahan tekanan vena sentral. Pengukuran CVP hanya sekali tidaklah
cukup karena yang lebih penting adalah trend perubahan nilai yang
terjadi. Pengukuran nilai CVP, dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
menggunakan manometer air dengan satuan cmH2O, dan dengan
menggunakan sistem transduser yang langsung dapat dilihat di bed side
monitor dengan menggunakan satuan mmHg. Nilai normal CVP dengan
menggunakan sistem transduser adalah 8 sampai dengan 12mmHg.
Positive end expiratory pressure (PEEP), mempengaruhi tekanan
vena sentral sehingga pengukuran tekanan vena sentral secara invasif
menjadi lebih tinggi dari pada yang sebenarnya.4 Peneliti lain bahwa

27

tekanan vena sentral meningkat secara signifikan seiring dengan


peningkatan PEEP pada pasien dengan pemasangan ventilator. PEEP

28

29
berfungsi untuk mempertahankan tekanan positif jalan napas pada
tingkatan tertentu selama fase ekspirasi. PEEP hanya digunakan pada
fase ekspirasi.6 Pasien dengan ketergantungan pada ventilator, di akhir
pernapasan umumnya terjadi kolaps ruang udara bagian distal sehingga
sering menyebabkan timbulnya atelektasis yang dapat mengganggu
pertukaran gas dan memperberat gagal napas yang sudah ada.
Pada pasien dengan pemasangan ventilator, perubahan tekanan
intratorak dapat dilihat, salah satunya dari peningkatan nilai CVP yang
disebabkan oleh PEEP.7 Penggunaan PEEP sangat bervariasi dari mulai
5 sampai dengan 15cmH2O, atau lebih tergantung dari status oksigenasi
pasien. Setting PEEP yang bervariasi ini akan mempengaruhi nilai CVP,
sehingga untuk mendapatkan nilai CVP yang akurat pada pasien dengan
pemasangan ventilator harus ada suatu konversi antara nilai CVP dengan
PEEP yang diberikan.
Pengaruh tekanan positif ventilasi mekanik (ventilator) terhadap
curah jantung tergantung pada preload atau afterload yang lebih
menonjol. Bila volume intravaskular normal dan tekanan intratorakal
tidak terlalu besar, maka penurunan afterload yang lebih menonjol dan
ventilasi bertekanan positif meningkatkan curah jantung, suatu
fenomena yang disebut sebagai reverse pulsus paradoxus. Pada keadaan
ini dapat menjelaskan efek yang menguntungkan dari penekanan
dinding dada untuk meningkatkan curah jantung saat henti jantung .
Sebaliknya bila volume intravaskular berkurang, efek yang lebih
menonjol akibat tekanan positif intratorakal adalah penurunan
ventricular preload yang selanjutnya akan menurunkan curah jantung.
Hal ini menekankan betapa pentingnya usaha untuk menghindari
hipovolemi pada pasien dengan ketergantungan pada ventilator atau
ventilator dependent.
5. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah eksperimental semu Quasi-Experimental Research
yang tujuannya untuk memperoleh informasi dari eksperimen yang tidak
memungkinkan untuk dikontrol dan/ atau dimanipulasikan semua

30
variabel yang relavan. Desain penelitian pada studi ini menggunakan
one group pre-test post-test design, yaitu eksperimen yang dilaksanakan
pada satu kelompok saja tanpa kelompok pembanding. Pengamatan
dilakukan pada kondisi awal sebelum perlakuan (pre-test) dan sesudah
mendapat perlakuan (post-test). Tujuan tes awal untuk mengetahui
pasti besarnya efek dari eksperimen ini.
6. Hasil
PEEP dapat meningkatkan nilai CVP pada pasien yang berada di
ventilator. Mean nilai CVP sebelum meningkatkan PEEP (5cmH2O)
adalah 7,22 mmHg dan setelah meningkatkan PEEP I dan II (10cmH2O
dan 15cmH2O) yang 9.22mmHg, dan 11,37 mmHg, masing-masing.
Nilai-nilai perbedaan rata-rata CVP antara PEEP 5 cmH2O dan PEEP
10cmH2O, PEEP 10 cmH2O dan PEEP 15cmH2O yang 2.0 mmHg dan
2.148mmHg, masing-masing dengan p nilai-nilai <0,05.
7. Pembahasan
PEEP dapat menyebabkan pengisian ventrikel menurun melalui
beberapa mekanikme. Pertama, tekanan positif intratorakal menurunkan
gradien tekanan vena ke toraks, meskipun inflasi paru bertekanan positif
dapat

mengakibatkan

peningkatan

tekanan

intraabdominal

dan

cenderung untuk tetap mempertahankan aliran vena ke toraks. Kedua,


tekanan positif mendesak permukaan luar jantung menyebabkan
berkurangnya distensibilitas jantung sehingga dapat menurunkan
pengisian ventrikel selama fase diastol. Secara umum penekanan
pembuluh darah pulmonal dapat meningkatkan resistensi pembuluh
darah pulmonal (pulmonary vascular resistance) dan hal ini dapat
mengganggu stroke output ventrikel kanan. Pada keadaan ini, ventrikel
kanan berdilatasi dan menekan septum ke arah ventrikel kiri sehingga
menyebabkan pengurangan ukuran ruang ventrikel dan pengisian
ventrikel kiri.
8. Kesimpulan

31
Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan
bahwa PEEP dapat meningkatkan nilai CVP pada pasien dengan
pemasangan ventilator.
Membedakan Vena dan Pulsasi Arteri
Fitur yang menunjukkan vena daripada pulsasi arteri dicatatkan
oleh Wood lebih dari 50 tahun yang lalu dan masih relevan saat ini. Ini
termasuk denyut nadi internal yang:
1) Lembut, menyebar, undulant
2) Apakah tidak teraba
3) Memiliki dua puncak dan dua palung per siklus jantung
4) Memiliki puncak yang tidak bertepatan dengan pulsa Palpasi
karotid (pengecualian dapat dilihat dengan waktu sistolik
gelombang regurgitasi trikuspid)
5) Memiliki tekanan yang lebih tinggi di ekspirasi, lebih rendah
di inspirasi (pengecualian dapat dilihat ketika Kussmaul
fisiologi hadir)
6) Memiliki tekanan yang meningkat dengan tekanan perut
7) Apakah dilenyapkan oleh tekanan ringan di pangkal leher.
Selain kriteria di atas, gelombang yang gerakan didominasi
keturunan hampir selalu vena pembuluh darah di leher
Keadaan Khusus
1)

Adanya jalur intravena di leher


Jalur intravena di leher akan sering menghalangi pengamatan
tekanan vena jugularis. Jika garis vena dapat sementara terputus,
tekanan vena sentral dapat diukur secara langsung. Mengamati
variasi jantung dan pernapasan kecil dari meniskus menegaskan
komunikasi bebas dengan vena sentral. Melampirkan baris ke
transducer merupakan pilihan lain, tetapi memerlukan waktu yang
cukup lama, dan kesulitan untuk menentukan titik nol akurat sering
terjadi. Perbedaan tersebut dijelaskan sebelumnya antara tekanan

32
vena jugularis dan tekanan vena sentral harus dipertimbangkan
ketika menarik kesimpulan dari pengukuran ini.
2)

Elevasi Tekanan Intratoraks


Ventilasi

tekanan

positif

akan

meningkatkan

tekanan

intratoraks (termasuk tekanan atrium kanan) dan karenanya tekanan


vena jugularis, membuat interpretasi sulit. efusi pleura besar atau
pneumotoraks mungkin memiliki efek yang sama.
3)

Sindrom Vena Kava Superior


Tekanan vena jugularis secara mencolok meningkat di sini
terkait dengan denyut tidak ada atau sangat berkurang, karena
obstruksi kava telah menghilangkan komunikasi dengan atrium
kanan. Terkait sejumlah papil edema dan distensi vena superfisial
di atas dinding dada sering akan mengkonfirmasi diagnosis ini.
Gelombang
Sedangkan tujuan utama

melihat

vena leher

adalah

menetapkan tekanan. Informasi yang bermanfaat seringkali dapat


diperoleh

dengan

menilai

gelombang.

Adanya

kelainan

mencerminkan aritmia, hemodinamik jantung kanan, atau penyakit


perikardial. Perubahan mungkin halus dan sulit untuk dideteksi,
tetapi beberapa pola dapat cukup mudah diapresiasi (Gambar 3.2).

33
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

CVP (central venous pressure) adalah tekanan darah di vena kava yang
memberikan informasi tentang tiga parameter volume darah, keefektifan jantung
sebagai pompa, dan tonus vascular untuk mengkaji status cairan intravaskuler
pasien

dengan nilai normal CVP 5 10 cm H 2O, dan pada orang yang

menggunakan ventilator naik 3 5 cm H2O.


4.2

Saran
Dalam pelaksanaan pemeriksaan CVP sebaiknya dilakukan secara hati-hati

dan cermat agar manfaat yang dapat diperoleh oleh pasien dapat dirasakan dengan
baik.

Anda mungkin juga menyukai