Anda di halaman 1dari 10

KASMAWATI C012171001

HAYYU SITORESMI C012171003


NURSANTI ANWAR C012171054

PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL (CVP)

A. Pendahuluan
Pemantauan hemodinamik adalah suatu pengukuran terhadap sistem
kardiovaskuler yang dapat dilakukan baik invasif atau noninvasive.
Pemantauan memberikan informasi mengenai keadaan pembuluh darah,
jumlah darah dalam tubuh dan kemampuan jantung untuk memompakan
darah. Pengkajian secara noninvasif dapat dilakukan melalui pemeriksaan,
salah satunya adalah pemeriksaan vena jugularis (jugular venous pressure).
Pemantauan hemodinamik secara invasif, yaitu dengan memasukkan kateter
ke dalam ke dalam pembuluh darah atau rongga tubuh. Prosedur pemasukan
kateter kedalam pembuluh darah atau rongga tubuh dapat dilakukan dengan
pemasangan CVP (Central Venous Pressure). Pemantauan tekanan vena
sentral merupakan pedoman untuk pengkajian fungsi jantung kanan dan dapat
mencerminkan fungsi jantung kiri apabila tidak terdapat penyakit
kardiopulmonal. Tekanan vena sentral secara langsung merefleksikan tekanan
pada atrium kanan. Secara tidak langsung menggambarkan beban awal
jantung kanan atau tekanan ventrikel kanan pada akhir diastol. Tekanan vena
central dibedakan dari tekanan vena perifer, yang dapat merefleksikan hanya
tekanan lokal.
B. Tujuan
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa mampu:
1. Mengetahui pengertian, indikasi, tujuan dan lokasi pemantauan CVP
2. Mengetahui prosedur pemasangan CVP dan mampu mempraktikannya
3. Menentukan tekanan dalam atrium kanan dan vena sentral

C. Tinjauan Umum
Tekanan vena central (Central Venous Pressure) adalah tekanan darah
di atrium kanan atau vena cava dengan menggunakan akses CVC (Central
Venous Catheter). Pemasangan CVC ditujukan untuk mengindikasi ataupun
memanajemen pemberian cairan, vasopressor, inotropik, dan untuk
melakukan pengukuran CVP (Vincent et al., 2015). Tekanan vena sentral
(CVP) memberikan informasi tentang tiga parameter volume darah,
keefektifan jantung sebagai pompa, dan tonus vascular. Dari metaanalisis
yang dilakukan oleh Marik & Cavallazzi (2013), hasil pengukuran CVP dapat
dijadikan dasar dalam pemberian cairan baik itu di ruang operasi, ICU,
maupun UGD. Pemantauan tekanan vena sentral merupakan pedoman untuk
pengkajian fungsi jantung kanan dan dapat mencerminkan fungsi jantung kiri
apabila tidak terdapat penyakit kardiopulmonar. Pengukuran CVP dilakukan
untuk menilai tingkat kegagalan sirkulasi (disertai gambaran klinis pasien),
untuk menentukan besarnya tekanan di dalam atrium kanan dan vena sentral,
sebagai pedoman dalam melakukan jumlah cairan yang dibutuhkan oleh
pasien gawat. Peningkatan hasil tekanan vena sentral dapat mengindikasikan
adanya gangguan ginjal akut ditandai dengan adanya kongesti vena sehingga
dengan melakukan pengukuran kita dapat mengetahui keefektifan
penggunaan diuretik pada pasien dengan kondisi kritis (Chen et al., 2016).
Tekanan vena sentral diukur dalam sentimeter air atau air raksa.
Tekanan normal dalam atrium kanan kurang dari 8 cmH2O, dan tekanan
dalam vena kava kurang lebih 5 – 8 cmH2O (Hudak & Gallo, 2008).
Kecenderungan naik atau turunya CVP harus dikombinasikan dengan
pengkajian klinis pada pasien sehingga dapat menentukan interpretasi yang
tepat. Kadang-kadang pemberian cairan disesuaikan dengan CVP pasien dan
haluaran urin. Selama haluaran urin adekuat dan CVP tidak berubah secara
bermakna, ini menandakan bahwa jantung dapat menampung jumlah cairan
yang diberikan. Jika CVP mulai tinggi dan haluaran urin turun, ini
menandakan penurunan curah jantung, beban kerja sirkulasi harus
diperhatikan dan divalidasi dengan gambaran simtomatologi klinis lain.
Beberapa situasi secara umum menghasilkan peninggian CVP. Ini meliputi
gagal jantung kongestif, bila jantung tidak lagi secara efektif mengatasi aliran
balik vena, tamponade janung, status vasokonstriktif, atau status peningkatan
volume darah seperti transfusi berlebihan atau kelebihan hidrasi. CVP yang
rendah biasanya menyertai status hipovolemik yang berhubungan dengan
kehilngan darah atau cairan atau induksi obat vasodilatasi. Dalam
penelitiannya Vincent et al., (2015) mengungkapkan status hipovolemik dapat
ditandai dengan rendahnya hasil pengukuran CVP dengan nilai < 6 mmHg.
Peningkatan kecepatan pemberian cairan atau penggantian kehilangan darah
ditandai oleh situasi ini. Nilai CVP sendiri juga akan berbeda bila pasien
menggunakan ventilator mekanik dan biasanya lebih tinggi dari nilai normal
(Stawicki et al., 2014).
1. Lokasi Pemantauan Vena untuk CVP
a. Vena Jugularis interna kanan atau kiri (lebih umum pada kanan)
b. Vena subklavia kanan atau kiri, tetapi duktus toraks rendah pada
kanan
c. Vena brakialis, yang mungkin tertekuk dan berkembang menjadi
phlebitis
d. Lumen proksimal kateter arteri pulmonalis, di atrium kanan atau
tepat di atas vena kava superior

Posisi pasien saat pengukuran tekanan vena sentral

2. Indikasi Pemasangan CVP


Pengukuran CVP dapat digunakan untuk mengkaji :
a. Terapi penggantian volume
b. Gagal jantung kanan (gagal ventrikel kiri akut akhirnya
meningkatkan CVP, tetapi edema paru sudah terjadi)
c. Respon terhadap obat vasoaktif intravena (IV)

3. Gelombang CVP

Gelombang CVP terdiri dari, gelombang:


a : kontraksi atrium kanan
c : dari kontraksi ventrikel kanan
x : enggambarkan relaksasi atrium triskuspid
v : penutupan katup trikuspid
y : pembukaan katup trikuspid

Posisi Zero point

4. Cara Pengukuran CVP

Pengukuran CVP secara nonivasif dapat dilakukan dengan cara


mengukur tekanan vena jugularis. Secara invasif dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu:

a. Memasang kateter CVP yang ditempatkan pada vena kava superior


atau atrium kanan, teknik pengukuran dapat menggunakan
manometer air atau transduser
b. Melalui bagian proksimal kateter arteri pulmonalis. Pengukuran ini
hanya dapat dilakukan dengan menggunakan sistem transduser.

5. Tekanan Vena Jugularis


Pasien dalam posisi berbaring setengah duduk, kemudian
perhatikan :
a. Denyut vena jugularis interna, denyut ini tidak bisa diraba tetapi
bisa dilihat. Akan tampak gel a (kontraksi atrium), c (awal
kontraksi ventrikel-katup trikuspid menutup), gel v (pengisian
atrium-katup trikuspid masih menutup),
b. Normal bila pengembungan vena setinggi manubrium sterni,
c. Bila lebih tinggi bearti tekanan hidrostatik atrium kanan
meningkat, misal pada gagal jantung karena dalam keadaan
normal vena jugularis tidak pernah membesar, bila tekanan atrium
kanan (CVP) naik sampai 10 mmHg vena jugulais akan mulai
membesar. Tinggi CVP = reference point tinggi atrium kanan ke
angulus ludovici ditambah garis tegak lurus, jadi CPV= 5 + n
cmH2O.

6. Peralatan dan Prosedur


a. Peralatan :
1) Set infus dan cairan yang akan dipakai
2) Triway
3) Standar infus
4) Manometer
5) Plester
6) Garisan carpenter (waterpass)
7) Monitor EKG
b. Prosedur
1) Prainteraksi
2) Cuci tangan
3) Kaji status klien
4) Siapkan Alat
5) Orientasi
6) Jelaskan tujuan dan prosedur pengukuran tekanan vena
sentral kepada klien dan keluarganya
7) Menempatkan klien pada posisi datar yang diinginkan untuk
mendapatkan titik nol
8) Menentukan titik nol manometer sesuai dengan tinggi atrium
kanan yang diperkirakan.
9) Titik tersebut setinggi area intercostal keempat. Ketinggian
ini tepat pada garis
10) Mid axilla pasien dan dapat ditentukan dengan pengukuran
sekitar 5 cm di bawah sternum.
11) Memutar triway sehingga cairan infus mengalir ke dalam
manometer sampai batas 20 – 25 cmH2O.
12) Memutar triway sehingga cairan dalam manometer mengalir
ke arah/ke dalam pembuluh darah klien.
13) Mengamati fluktuasi cairan yang terdapat dalam manometer.
14) Menentukan besar tekanan vena sentral dimana cairan
bergerak stabil. Ini adalah tekanan vena sentral.
15) Mengembalikan klien ke posisi semula. Mencatat nilai
tekanan vena sentral pada posisi klien pada saat pengukuran.
Tekanan normal berkisar 5-12 cm H2O
16) Menilai kondisi klinis klien sebelum dan setelah pengukuran
tekanan vena sentral
17) Mengobservasi tanda-tanda komplikasi
18) Mempertahankan kesterilan lokasi insisi
19) Mendokumentasikan prosedur dan respon klien pada catatan
klien

7. Komplikasi Pemasangan CVP


Adapun komplikasi dari pemasangan kanulasi CVP antara lain :

a. Nyeri dan inflamasi pada lokasi penusukan


b. Bekuan darah karena tertekuknya kateter
c. Perdarahan : ekimosis atau perdarahan besar bila jarum terlepas
d. Tromboplebitis (emboli thrombus,emboli udara, sepsis)
e. Microshock
f. Disritmia jantung

8. Peran Perawat pada Pemasangan CVP


a. Sebelum Pemasangan :
1) Mempersiapkan alat untuk penusukan dan alat-alat untuk
pemantauan
2) Mempersiapkan pasien; memberikan penjelasan, tujuan
pemantauan, dan mengatur posisi sesuai dg daerah
pemasangan
b. Saat Pemasangan :
1) Memelihara alat-alat selalu steril
2) Memantau tanda dan gejala komplikasi yang dapat terjadi pada
saat pemasangan seperti gangguan irama jantung dan
perdarahan
3) Membuat klien merasa nyaman dan aman selama prosedur
dilakukan.
c. Setelah Pemasangan
1) Mendapatkan nilai yang akurat dengan cara :
a) Melakukan Zero Balance: menentukan titik nol/letak
atrium, yaitu pertemuan antara garis ICS IV
dengan midaksila,
b) Zero balance: dilakukan pd setiap pergantian dinas , atau
gelombang tidak sesuai dg kondisi klien,
c) melakukan kalibrasi untuk mengetahui
fungsi monitor/transduser, setiap shift, ragu terhadap
gelombang.
2) Mengkorelasikan nilai yg terlihat pada monitor dengan
keadaan klinis klien.
3) Mencatat nilai tekanan dan kecenderungan perubahan
hemodinamik.
4) Memantau perubahan hemodinamik setelah pemberian obat-
obatan.
5) Mencegah terjadi komplikasi & mengetahui gejala & tanda
komplikasi (seperti emboli udara, balon pecah, aritmia,
kelebihan cairan, hematom, infeksi, pneumotoraks, rupture
arteri pulmonalis, dan infark pulmonal).
6) Memberikan rasa nyaman dan aman pada klien.
7) Memastikan letak alat-alat yang terpasang pada posisi yang
tepat dan cara memantau gelombang tekanan pada monitor dan
melakukan pemeriksaan foto toraks (CVP dan Swan gans).
DAFTAR PUSTAKA

Chen, K. P., Cavender, S., Lee, J., Feng, M., Mark, R. G., Celi, L. A., …
Danziger, J. (2016). Peripheral Edema, Central Venous Pressur , and Risk of
AKI in Critical Illness. Journal American Society of Nephrology, 11(4), 1–7.
https://doi.org/10.2215/CJN.08080715
Hudak, C. & Gallo, B. 2008. Keperawatan kritis : Pendekatan Holistik Vol. 1
Editor:Monika Ester. Jakarta : EGC.
Marik, P. E., & Cavallazzi, R. (2013). Does the Central Venous Pressure Predict
Fluid Responsiveness? An Updated Meta-Analysis and a Plea for Some
Common Sense*. Critical Care Medicine, 41(7), 1774–1781.
https://doi.org/10.1097/CCM.ObOI 3e31828a25fd
Stawicki, S. P. A., Adkins, E. J., Eiferman, D. S., Evans, D. C., Ali, N. A., Njoku,
C., … Bahner, D. P. (2014). Prospective evaluation of intravascular volume
status in critically ill patients : Does inferior vena cava collapsibility correlate
with central venous pressure ? Journal Trauma Acute CAre Surgery, 76(4),
956–964. https://doi.org/10.1097/TA.0000000000000152
Vincent, J., Pelosi, P., Pearse, R., Payen, D., Perel, A., Hoeft, A., … Rhodes, A.
(2015). Perioperative cardiovascular monitoring of high-risk patients : a
consensus of 12. Critical Care, 19(224), 1–12.
https://doi.org/10.1186/s13054-015-0932-7

Anda mungkin juga menyukai