Anda di halaman 1dari 32

Skenario1

Kekurangan Oksigen pada Pecinta Alam

Disusun oleh:
KELOMPOK B-5
Ketua
Sekertaris
Anggota

: Nadya Noor MP
: Nadira
: Nadira Nursandi
Nadya Muthia Risky
Najla Quratu'ain
Namira Rahma Simatupang
Nanda Kusuma Yuda
Nandi Rusnandi
Naufal Bahira
Nerissa Arviana Rahadianthi

(1102013204)
(1102013201)
(1102013202)
(1102013203)
(1102013205)
(1102013206)
(1102013207)
(1102013208)
(1102013209)
(1102013210)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2013/2014

SKENARIO
Kekurangan Oksigen pada Pecinta Alam
Desi, 19 tahun adalah anggota muda pecinta alam sebuah Universitas di Jakarta. Pekan
lalu Desi mengikuti pelatihan tehnik mendaki gunung. Saat ini dijelaskan oleh instruktur bahwa
untuk mengikuti pelatihan ini tiap peserta harus berada dalam kondisi kesehatan yang prima.
Disamping itu untuk mendaki gunung diperlukan latihan dan adaptasi dengan perubahan tekanan
oksigenyang semakin berkurang seiring dengan ketinggian tempat diatas permukaan laut (dpl).
Pada ketinggian tertentu dapat terjadi kelelahan otot dan sesak nafas karena kekurangan oksigen.
Oleh karena itu, diwajibkan menggunakan sungkup oksigen agar terhindar dari keadaan hipoksia
seluler yang apabila terus berlanjut dapat mengakibatkan kematian sel.

1. Identifikasi kata-kata sulit :


a. Hipoksia Seluler : Penurunan Suplai O kejaringan dibawah tingkat fisiologis,
meskipun perfusi yang cukup dari jaringan darah. (Dorland)
b. Kelelahan otot : Keadaan yang terjadi akibat kontraksi yang lama
c. Sesak Napas
: Kesusahan bernafas saat terjadi aktifitas (KBBI)
d. Kematian Sel
: Jika ada pengaruh buru pada sebuah sel dan berlangsung
lama, maka sel dapat lanjut metabolisme (Patafisiologi)
e. Sungkup O
: Alat pemberian O kontinu/selang-selanging dengan
konsentrasi 40-60%.
2. Brainstorming Problem :
a. Apa peran O2 dalam tubuh?
b. Mengapa kekurangan O2 kelelahan otot dapat seperti menyebabkan sesak
nafas?
c. Mengapa tekanan Oksigen dipengaruhi ketinggian?
d. Apa saja gejala-gejala hipoksia?
e. Bagaimana mekanisme hipoksia?
f. Mengapa kematian sel bisa terjadi?
g. Bagaimana patofisiologi hipoksia?
h. Bagaimana adaptasi dengan Oksigen ?
i. Fungsi sungkup Oksigen ?
j. Bagaimana cara penanganan hipoksia?
3. Analisa Masalah
a. Untuk respirasi sel kelangsungan metabolisme komponen penting dalam
menghasilkan ATP.
b. Kekurangan oksigen yang menyebabkan kelelahan otot karena asam laktat
meningkat dan menggunakan respirasi anaerob, kurangnya oksigen yang
diikat oleh hemoglobin lalu disebarkan ke jaringan atau sel sebagai
menghasilkan . Dan jika Kekurangan oksigen menyebabkan sesak napas
karrna tubuh meningkatkan frekuensi pernapasan
c. Karna semakin tinggi tempatnya, tekanan O berkurang karna kerapatan O
semakin merenggang.
d. Penurunan kesadaran, mual, euphotia, kelelahan, sakit kepala, kejang,
kelelahan otot, nafas cepat.
e. Kurang O saat beraktifitas lama ventilasi spontan berenti hipoksia.
f. Karna sel tidak mendapatkan O2 sebagai bahan bakar / kebutuhan.

g. Fosforilasi oksidatif menghilang ATP di mitokondria merangsang


fosforilasi dan fruktokinase glikolisasi aerob menyusupnya glikogen
3


As.laktat &fosfat
anorganikterbentuk

Penurunan Ph intrasel
h. Tubuh beradaptasi sesuai tempat atau lingkungan dan meningkatkan eritrosit
sel darah merah.
i. Untuk membantu pernapasan.
j. Dengan terapi oksigen ,pembrian asetozalamid terapi oksigen
hiperbarik(penneian oksigen 100%).
4. Hipotesa
Pada perubahan ketinggian ,kekurangan oksigen menyebabkan pembentukanATP dalam
sel dan terhambat .Dan terjadilah hipoksia seluler. Adapi=un gejala-gejala seperti sesak
napas , kelelahan otot yang dapat ditangani dengan terapi oksigen , pemberian
asetozolamid, terapi oksigen hiperbaric.
5. Sasaran Belajar (Learning Objective )
LI. 1 Memahami dan Menjelaskan Peran Oksigen di Dalam Tubuh
LO. 1.1 Memahami dan menjelaskan definisi oksigen
LO. 1.2 Memahami dan menjelaskan sruktur oksigen
LO. 1.3 Memahami dan menjelaskan peran oksigen
LO. 1.4 Memahami dan menjelaskan cara memperoleh oksigen
LO. 1.5 Respirasi sel
LO. 1.6 Fungsi oksigen dalam membangkitkan energy
LI .2 Memahami dan Menjelaskan Peran Hemoglobin
LO. 2.1 Definisi Hemoglobin
LO. 2.1 Struktur hemoglobin
LO. 2.2 Jenis-jenis hemoglobin
LO. 2.3 Fungsi hemoglobin dalam pengangkutan oksigen
LO. 2.4 Kurva disosiasi oksigen pada hemoglobin
LO. 3.3 Memahami dan menjelaskan peran hemoglobin
LO. 3.4 Memahami dan menjelaskan mekanisme pada pengikatan oksigen
LI. 3 Memahami dan Menjelaskan Bahaya dari Hipoksia
LO. 3.1 Definisi Hipoksia
LO. 3.2 Jenis-jenis hipoksia
LO. 3.3 Mekanisme hipoksia
LO. 3.4 Memahami dan menjelaskan gejala hipoksia
LO. 3.5 Memahami dan menjelaskan penyebab hipoksia
LO. 3.6 Memahami dan menjelaskan pencegahan hipoksia
LO. 3.6 Memahami dan menjelaskan akibat hipoksia
LO. 3.7 Penanganan terhadap hipoksia
4

LI. 1 Memahami dan Menjelaskan Peran Oksigen di Dalam Tubuh


LO. 1.1 Definisi oksigen
Oksigen adalah gas tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa yang mengisi 20%
dari udara yang kita hirup (dan setidaknya setengah dari berat seluruh kerak bumi yang padat).
Oksigen bergabung dengan sebagian besar unsur-unsur lain
untuk
membentuk oksida. Oksigen sangat penting untuk manusia, hewan dan tumbuhan. Unsur yang
mempunyai rumus O2 dengan nomor atom 8 dan bobot atom 15,9994.
LO. 1.2 Struktur oksigen
Bagi manusia, oksigen adalah zat yang penting sekaligus toksik. Struktur elektronik
oksigen (O2, dioksigen) merupakan penyebab paradoks ini karena struktur tersebut mendorong
terjadinya reduksi oksigen dalam langkah elektron tunggal. Reduksi yang bertahap ini
memperlambat penggabungan langsung oksigen dengan senyawa organik (pembakaran spontan)
dan memungkinkan sel mengoksidasi bahan bakar melalui kerja dehidrogenase, yang akhirnya
menggabungkan daya reduksi oksigen dengan pembentukan ATP dalam rantai transpor elektron.
Di pihak lain, struktur oksigen juga menyebabkan terbentuknya radikal oksigen dan spesies
oksigen reaktif lain yang mampu menyebabkan cedera sel. Metabolisme oksigen yang normal
dengan tiada hentinya mengubah O2 menjadi spesies oksigen reaktif (ROS), dapat
menyebabkan cedera sel. Berbagai rangsangan, misalnya radiasi, peradangan, penuaan, dan
tekanan parsial oksigen (PO2) yang lebih tinggi daripada normal, meningkatkan pembentukan
ROS.
Tidak adanya O2 karena penurunan aliran darah akibat penurunan pasokan oksigen
sehingga pembentukan ATP berkurang (iskemia) juga menyebabkan cedera sel. Masuknya
kembali oksigen (reperfusi) meningkatkan cedera sel akibat ROS. Pada temperatur dan tekanan
standar, oksigen berupa gas tak berwarna dan tak berasa dengan rumus kimia O2, di mana dua
atom oksigen secara kimiawi berikatan dengan konfigurasi elektron triplet spin. Ikatan ini
memiliki orde ikatan dua dan sering dijelaskan secara sederhana sebagai ikatan ganda ataupun
sebagai kombinasi satu ikatan dua elektron dengan dua ikatan tiga elektron.
Oksigen triplet merupakan keadaan dasar molekul O2. Konfigurasi elektron molekul ini
memiliki dua elektron tak berpasangan yang menduduki dua orbital molekul yang berdegenerasi.
Kedua orbital ini dikelompokkan sebagai antiikat (melemahkan orde ikatan dari tiga menjadi
dua), sehingga ikatan oksigen diatomik adalah lebih lemah daripada ikatan rangkap tiga nitrogen.
Dalam bentuk triplet yang normal, molekul O2 bersifat paramagnetik oleh karena spin momen
magnetik elektron tak berpasangan molekul tersebut dan energi pertukaran negatif antara
molekul O2 yang bersebelahan. Oksigen cair akan tertarik kepada magnet, sedemikiannya pada
percobaan laboratorium, jembatan oksigen cair akan terbentuk di antara dua kutub magnet kuat.
Oksigen singlet, adalah nama molekul oksigen O2 yang kesemuaan spin elektronnya
berpasangan. Ia lebih reaktif terhadap molekul organik pada umumnya. Secara alami, oksigen
singlet umumnya dihasilkan dari air selama fotosintesis. Ia juga dihasilkan
di
troposfer
melalui fotolisis ozon oleh sinar berpanjang gelombang pendek, dan
oleh sistem kekebalan
tubuh sebagai sumber oksigen aktif. Karotenoid pada
organisme
yang
berfotosintesis
(kemungkinan juga ada pada hewan) memainkan peran yang penting dalam menyerap oksigen
singlet dan mengubahnya menjadi berkeadaan dasar tak tereksitasi sebelum ia menyebabkan
kerusakan pada jaringan.
LO. 1.3 Memahami dan menjelaskan peran oksigen
5

Oksigen memegang peranan penting dalam semua proses tubuh secara fungsional. Tidak
adanya oksigen akan menyebabkan tubuh, secara fungsional, mengalami kemunduran
atau
bahkan dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu, kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan
yang paling utama dan sangat vital bagi tubuh. Kebutuhan tubuh terhadap oksigen merupakan
kebutuhan yang sangat mendasar dan mendesak. Tanpa oksigen dalam waktu tertentu, sel tubuh
akan mengalami kerusakan yang menetap dan menimbulkan kematian. Otak merupakan organ
yang sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen. Otak masih mampu menoleransi kekurangan
oksigen antara tiga sampai lima menit. Apabila kekurangan oksigen berlangsung lebih dari
lima menit, dapat terjadi kerusakan sel otak secara permanen. (Kozier dan Erb 1998)
Sel tubuh manusia membutuhkan oksigen untuk mempertahankan kelangsungan
metabolisme sel dan menyelamatkan nyawa. Oksigen merupakan komponen yang
sangat
penting di dalam memproduksi ATP secara normal. ATP adalah sumber bahan bakar untuk sel
agar dapat berfungsi secara optimal. ATP memberikan energi yang dibutuhkan oleh sel untuk
melakukan keperluan berbagai aktivitas untuk memelihara efektivitas segala fungsi tubuh.
Bila oksigen yang tersedia banyak maka mitokondria akan memproduksi ATP. Tanpa
oksigen, mitokondria tidak akan membuat ATP. Jika oksigen dalam jumlah yang sedikit,tubuh
akan tetap menghasilkan ATP pada sitosol melalui proses glikolisis dan merupakan
reaksi
anaerob. Tapi jumlah yang dihasilkan tidak sebanyak yang dihasilkan mitokondria. Oleh karena
itu, jika tubuh terus menerus dalam keadaan
tanpa oksigen maka sel akan kehilangan
fungsinya.
LO. 1.4 Memahami dan menjelaskan cara memperoleh oksigen
Oksigen dapat dibuat dalam skala besar di industri dan dapat juga dalam skala kecil di
laboratorium. Dalam skala besar di industri, pembuatan oksigen diperoleh dari destilasi
bertingkat udara cair. Prosesnya, mula-mula udara disaring untuk menghilangkan debu lalu
dimasukkan ke dalam kompresor. Pada kompresi ini suhu udara akan naik, kemudian
didinginkan dalam pendingin. Udara dingin mengembang melalui celah, dan hasilnya adalah
udara yang suhunya lebih dingin, cukup untuk menyebabkannya mencair. Udara cair disaring
untuk memisahkan karbondioksida dan air yang telah membeku. Kemudian udara cair itu
memasuki bagian puncak kolom di mana nitrogen, komponen yang paling mudah menguap,
keluar sebagai gas. Pada pertengahan kolom, gas argon keluar dan selanjutnya oksigen cair.
Komponen lain yang paling sulit menguap akan terkumpul di dasar. Berturut-turut titik didih
normal nitrogen, argon, dan oksigen adalah -195,8, -185,7, dan -183,0C.
LO. 1.5 Respirasi sel
Respirasi sel adalah proses sel memperoleh energi dalam bentuk ATP, dari reaksi terkendali
hidrogen dengan oksigen, untuk membentuk air . Proses respirasi berlangsung di dalam matriks
mitokondria melalui suatu rangkaian reaksi yang disebut rantai pernapasan. Respirasi sel
merupakan jalur-jalur katabolik respirasi aerob dan anaerob yang menguraikan molekul
organik untuk menghasilkan ATP.
a. Respirasi Aerob
Respirasi aerob merupakan serangkaian reaksi enzimatis yang mengubah glukosa secara
sempurna menjadi CO2, H2O, dan menghasilkan energi sebesar 38 ATP. Pada pernapasan
ini, pembebasan energi menggunakan oksigen bebas dari udara. Pada tumbuhan, oksigen
yang dibutuhkan diperoleh dari udara melalui mulut daun dan lentisel. Zat organik

terutama karbohidrat dipecahkan. Dalam respirasi aerob, glukosa dioksidasi oleh oksigen,
dan reaksi kimianya dapat digambarkan sebagai berikut:
matahari
C6H12O6+ 6 H2O + 6 O2---> 6 CO2 + 12 H2O + 675 kal
klorofil
Dalam k enyataan, reaksi yang terjadi tidak sesederhana itu. Banyak tahapan reaksi yang terjadi dari awal
hingga terbentuknya energi. Reaksi-reaksi itu dapat dibedakan menjadi tiga tahapan, yaitu: glikolisis, siklus
Krebs, dan transpor elektron (lihat Gambar)

1. Glikolisis
Glikolisis adalah jalur utama dari metabolism glukosa yang melibatkan fruktosa,
galaktosa dan karbohidrat lain dalam makanan.reaksi glikolisis terletak di
sitoplasma.pada tahap ini terjadi pengubahan senyawa glukosa dari 6 atom c menjadi 2
senyawa asam piruvat dengan 3 atom c serta NADH dan ATP. Glikolisis yang terjadi atas
10 reaksi dapat disimpulkan dalam 2 tahap
a. Reaksi penambahan gugus fosfat, pada tahap ini digunakan 2 molekul ATP
b. Gliseraldehid 3 fosfat diubah menjadi asam piruvat selain itu dihasilkan 4 molekul
ATP dan 2 molekut NADH.

Asam piruvat yang dihasilkan akan memasuki mitokondria untuk melakukan siklus
Krebs. Namun sebelum memasuki siklus Krebs, asam piruvat (3C) ini diubah terlebih dahulu
menjadi asetil koA (2C) di dalam matriks mitokondria melalui proses dekarboksilasi oksidatif.
Senyawa selain glukosa, misalnya fruktosa, manosa, galaktosa, dan lemak dapat pula mengalami
metabolisme melalui jalur glikolisis dengan bantuan enzim-enzim tertentu.
2. Siklus Krebs
Dua molekul asam piruvat hasil dari glikolisis ditransportasikan dari sitoplasma kedalam
mitokondria, tempat terjadinya siklus krebs. Akan tetapi, asam piruvat sendiri tidak akan
memasuki reaksi siklus krebs. Asam piruvat tersebut akan memasuki asetil-KoA. Tahap
pengubahan asam piruvat menjadi asetil koA ini disebut tahap transisi.
Pada siklus Krebs dihasilkan energi dalam bentuk ATP dan molekul pembawa hidrogen,
yaitu : NADH dan FADH2. Hidrogen yang terdapat dalam NADH dan FADH2
7

tersebut akan dibawa ke sistem transpor elektron. Seluruh tahapan reaksi dalam siklus Krebs
terjadi di dalam mitokondria. Dalam siklus ini, asetil koA dioksidasi secara sempurna menjadi
CO2.
3. Transpor Elektron
Transpor elektron adalah serangkaian reaksi pemindahan elektron melalui proses reaksi
redoks (reduksi-oksidasi). Tahap ini terjadi pada ruang inter membran dari mitokondria hidrogen
yang terdapat pada molekul NADH serta FADH2 ditranspor dalam serangkaian reaksi redoks
yang melibatkan enzim, sitokrom, quinon, pirodoksin, dan flavoprotein. Pada akhir transport
elektron, oksigen akan mengoksidasi elektron dan ion H menghasilkan air (H20). Transport
elektron terjadi pada membran dalam mitokondria.
Fosforilasi Oksidatif
Ranti respirasi terjadi di dalam mitokondria sebagai pusat tenaga. Di dalam mitokondria
inilah sebagian besar peristiwa penangkapan energi yang berasal dari oksidasi respiratorik
berlangsung. Sistem respirasi dengan proses pembentukan intermediat berenergi tinggi (ATP) ini
dinamakan fosforilasi oksidatif. Fosforilasi oksidatif memungkinkan organisme aerob
menangkap energi bebas dari substrat respiratorik dalam proporsi jauh lebih besar daripada
organisme anaerob.NADH dan FADH2 yang terbentuk pada reaksi oksidasi dalam glikolisis,
reaksi oksidasi asam lemak dan reaksi-reaksi oksidasi dalam siklus asam sitrat merupakan
molekul tinggi energi karena masing-masing molekul tersebut mengandung sepasang elektron
yang mempunyai potensial transfer tinggi.
Bila elektron-elektron ini diberikan pada oksigen molekuler, sejumlah besar energi bebas
akan dilepaskan dan dapat digunakan untuk menghasilkan ATP. Fosforilasi oksidatif merupakan
proses pembentukan ATP akibat transfer electron dari NADH atau FADH 2 kepada O2 melalui
serangkaian pengemban electron. Proses ini merupakan sumber utama pembentukan ATP pada
organisme air. Sebagai contoh, fosforilasi oksidatif menghasilkan 26 dari 30 molekul ATP yag
terbentuk pada oksidasi sempurna glukosa menjadi CO2 dan H2O.
Aliran electron dari NADH atau FADH2 ke O2 melalui kompleks-kompleks protein,
yang terdapat pada membran dalam mitokondria, akan menyebabkan proton terpompa keluar
dari matriks mitokondria. Akibatnya, terbentuk kekuatan daya gerak proton yang terdiri dari
gradient ph dan potensial listrik trans membran. Sintesis ATP teradi bila proton mengalir kembali
kedalam matriks mitokondria melalui suatu kompleks enzim. Jadi, oksidasi dan fosforilasi
terangkai melalui gradient proton melintasi membran dalam mitokondria.
Proses fosforilasi oksidatif
Organisme kemotrop memperoleh energi bebas dari oksidasi molekul bahan bakar,
misalnya glukosa dan asam lemak. Pada organisme aerob, akseptor elektron terakhir adalah
oksigen. Namun elektron tidak langsung ditransfer langsung ke oksigen, melainkan dipindah ke
pengemban-pengemban khusus antara lain nikotinamida adenin dinukleotida (NAD+) dan flavin
adenin dinukleotida (FAD).
8

Pengemban tereduksi ini selanjutnya memindahkan elektron ke oksigen melalui rantai


transport elektron yang terdapat pada sisi dalam membran mitokondriaGradien proton yang
terbentuk sebagai hasil aliran elektron ini kemudian mendorong sintesis ATP dari ADP dan Pi
dengan bantuan enzim ATP sintase. Proses tersebut dinamakan fosforilasi oksidatif. Dalam hal
ini energi dipindahkan dari rantai transport elektron ke ATP sintase oleh perpindahan proton
melintasi membran. Proses ini dinamakan kemiosmosis.
Secara ringkas fosforilasi oksidatif, terdiri atas 5 proses dengan dikatalisis oleh kompleks
enzim, masing-masing kompleks I, kompleks II, kompleks III, kompleks IV dan kompleks V
Tabel 1 Informasi tentang enzim yang berperan dalam fosforilasi oksidatif
NamaPenyusun kDaPolypeptidesKompleks INADH dehydrogenase (or)
NADH-coenzyme Q reductase80025Kompleks IISuccinate dehydrogenase (or)
Succinate-coenzyme Q reductase1404Kompleks IIICytochrome C coenzyme Q
oxidoreductase2509-10Kompleks IVCytochrome oxidase17013Kompleks VATP synthase3801214Dalam fosforilasi oksidatif, daya gerak elektron diubah menjadi daya gerak proton dan
kemudian menjadi potensial fosforilasi. Fase pertama adalah peran komplek enzym sebagai
pompa proton yaitu NADH-Q reduktase, sitokrom reduktase dan sitokrom oksidase. Komplekkomplek transmembran ini mengandung banyak pusat oksidasi reduksi seperti flavin, kuinon,
besi-belerang, heme dan ion tembaga. Fase kedua dilaksanakan oleh ATP sintase, suatu susunan
pembentuk ATP yang digerakkan melalui aliran balik proton kedalam matriks mitokondria.
Transport electron dan fosforilasi oksidatif terjadi pada Membran Mitokondria sebelah
dalam
Pada sel eukariotik, hampir semua dehidrogenasa spesifik yang diperlukan pada oksidasi
piruvat dan bahan bakar lain melalui siklus asam sitrat terletak pada bagian sebalah dalam
mitokondria, yaitu matriks. Molekul pemindahan elektron dari rantai respirasi dan molekul
enzim yang melakukan sitesa ATP dari ADP dan fosfat terbenam dalam membran sebelah dalam.
Bahan bakar siklus asam sitrat seperti piruvat, harus dipindahkan dari sitosol ( tempat
dilakukannya sintesi molekul-molekul tersebut) melalui membran mitokondria kedalam bagian
matrik disebelah dalam sebagai tempat aktivitas dehidrogenase. Demikian pula, ADP yang
dibentuk dari ATP selama aktivitas yang memerlukan energy didalam sitosol harus dipindahkan
didalam metrics mitokondria, untuk mengikat posfat kembali menjadi ATP. ATP baru yang
terbentuk harus dikembalikan kesitosol. Sistem transport membran yang khusus pada membrane
mitokondria sebah dalam tidak hanya melangsungkan masuknya piruvat dan bahan bakar lain
kedalam mitokondria, tetapi juga masuknya posfat dan ADP. Dan keluarnya ATP selama
fosforilasi oksidatif. Jadi, membrana mitokondria sebalah dalam merupakan sruktur komplek
yang mengandung molekul pembawa electron, sejumlah enzim, dan beberapa sistem transport
membran. Yang bersama-sama menyusun sampai 75% atau lebih berat total membrane, sisanya
merupakan lipida. Struktur membrane sebelah dalam amat komplek, berliku-liku, dan bersifat
mosaic; integritas membran ini penting bagi pembentukan ATP yang menunjang aktivitas hidup.

Dekarboksilasi Oksidatif
Dekarboksilasi Oksidatif atau disingkat dengan DO adalah proses Perubahan Piruvatmenjadi
Asetilkoezim A. Proses ini berlangsung karboksilasi Oksidatif ini di membran luar mitocondria
sebagai fase antara sebelum Siklus Krebs ( Pra Siklus Krebs ) sehingga DO sering dimasukkan
langsung dalam Siklus krebs. Reaksi oksidasi piruvat hasil glikolisis menjadi asetil koenzim-A,
merupakan tahap reaksi penghubung yang penting antara glikolisis dengan jalur metabolisme
lingkar asam trikarboksilat (daur Krebs). Reaksi yang diaktalisis oleh kompleks piruvat
dehidrogenase dalam matriks mitokondria melibatkan tiga macam enzim (piruvatdehidrogenase,
dihidrolipoil transasetilase, dan dihidrolipoil dehidrogenase), lima macam koenzim
(tiaminpirofosfat, asam lipoat, koenzim-A, flavin adenin dinukleotida, dan nikotinamid
adeninedinukleotida) dan berlangsung dalam lima tahap reaksi.
Keseluruhan reaksi dekarboksilasi ini irreversibel, dengan G 0 = - 80 kkal per
mol. Reaksi ini merupakan jalan masuk utama karbohidrat kedalam daur Krebs. Tahap reaksi
pertama dikatalis oleh piruvat dehidrogenase yang menggunakan tiamin pirofosfat sebagai
koenzimnya.Dekarboksilasi piruvat menghasilkan senyawa -hidroksietil yang terkait pada
gugus cincin tiazol dari tiamin pirofosfat.
Pada tahap reaksi kedua -hidroksietil didehidrogenase menjadi asetil yang kemudian
dipindahkan dari tiamin pirofosfat ke atom S dari koenzim yang berikutnya, yaitu asam lipoat,
yang terikat pada enzim dihidrolipoil transasetilase.
Dalam hal ini gugus disulfida dari asam lipoat diubah menjadi bentuk reduksinya, gugus
sulfhidril. Pada tahap reaksi ketiga, gugus asetil dipindahkan dengan perantara enzim dari gugus
lipoil pada asam dihidrolipoat, kegugus tiol (sulfhidril pada koenzim-A).
Kemudian asetil ko-A dibebaskan dari sistem enzim kompleks piruvat
dehidrogenase. Pada tahap reaksi keempat gugus tiol pada gugus lipoil yang terikat pada
dihidrolipoil transasetilase dioksidasi kembali menjadi bentuk disulfidanya dengan enzim
dihidrolipoil dehidrogenase yang berikatan dengan FAD (flavin adenin dinukleotida).

Akhirnya (tahap reaksi kelima) FADH + (bentuk reduksi dari FAD) yang tetap terikat
pada enzim, dioksidasi kembali oleh NAD + (nikotinamid adenin dinukleotida) manjadi FAD,
sedangkan NAD + berubah menjadi NADH (bentuk reduksi dari NAD +).
b. Respirasi Anaerob
Respirasi anaerob merupakan serangkaian reaksi enzimatis yang memecah glukosa secara
tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Pada manusia, respirasi anaerob menghasilkan asam
laktat sehingga menyebabkan rasa lelah, sedangkan pada tumbuhan, ragi, reaksi ini
menghasilkan CO2 dan alkohol. Respirasi anaerob hanya menghasilkan sedikit energi, yaitu
2ATP.
Fermentasi adalah proses metabolisme yang menghasilkan energi dari gula dan molekul
organik lain serta tidak memerlukan oksigen. Fermentasi alkohol merupakan proses respirasi
anaerob, yang tidak memerlukan oksigen setelah glukosa diubah menjadi asam piruvat, melalui
proses glikolisis pada bakteri asam piruvat dapat diubah menjadi produk fermentasi. Contohnya,
jika membuat tape, singkong yang telah ditaburi dengan ragi tersebut disimpan dalam ruang
tertutup yang tidak atau sedikit mengandung udara. Misalnya setelah singkong beragi tersebut
ditaruh dalam panci, kemudian panci tersebut dibungkus rapat dengan kain agar kondisinya
10

menjadi anaerob. Terdapat 2 fermentasi penting yaitu fermentasi alkohol dan fermentasi asam
laktat.
a. Fermentasi alkohol ,beberapa organism seperti khamir melakukan fermentasi alkohol.
Organisme ini mengubah glukosa melalui fermentasi menjadi alkohol. Pada fermentasi
alkohol asam piruvat diubah menjadi etanol melalui pembebasan CO2 dari asam piruvat
kemudian diubah menjadi asetil dehidan selanjutnya reaksi reduksi asetil dehida oleh
NADH menjadi etanol .
b. Fermentasi asam laktat , fermentasi ini dimulai dengan tahap glikolisis fermentasi asam
laktat dilakukan oleh sel otot dan beberapa sel lainnya serta beberapa bakteri asam laktat.
Pada otot, proses ini dapat menyediakan energi yang dibutuhkan secara cepat. Glukosa
akan dipecah menjadi 2 molekul asam piruvat melalui glikolisis, membentuk 2 ATP dan 2
NADH. NADH diubah kembali menjadi NAD+ Saat pembentukan asam laktat dari asam
piruvat. Fermentasi asam laktat tidak menghasilkan CO2.
Bahan baku respirasi anaerobik pada peragian adalah glukosa, disamping itu juga
terdapat fruktosa, galaktosa, dan manosa. Hasil akhirnya adalah alkohol, karbondioksida, dan
energi. Alkohol bersifat racun bagi sel-sel ragi. Sel-sel ragi hanya tahan terhadap alkohol pada
kadar 9-18%. Lebih tinggi dari kadar tersebut, proses alkoholisasi (pembuatan alkohol) terhenti.
Hal tersebut merupakan suatu kendala pada industri pembuatan alkohol. Oleh karena glukosa
tidak terurai lengkap menjadi air dan karbon dioksida, maka energi yang dihasilkan lebih kecil
dibandingk an respirasi aerobik. Pada respirasi aerobik dihasilkan 675kal, sedangkan pada
respirasi anaerobik hanya dihasilkan 21 kal. seperti reaksi dibawah ini:
C6H12O6 > 2 C2H5OH + 2 CO2+ 21 kal.
Dari persamaan reaksi tersebut terlihat bahwa oksigen tidak diperlukan. Bahkan, bakteri
anaerobik seperti Clostridium tetani (penyebab tetanus) tidak dapat hidup jika berhubungan
dengan udara bebas. Infeksi tetanus dapat terjadi jika luka dalam atau tertutup sehingga memberi
kemungkinan bakteri Clostridium tersebut tumbuh subur karena dalam lingkungan anaerob.
LO.1.2 Fungsi oksigen dalam membangkitkan energi
Oksigen penting untuk makhluk hidup karena merupakan unsur penting dari DNA dan hampir
semua bahan biologis penting lainnya.
Dua per tiga tubuh manusia terdiri dari oksigen. Sel manusia membutuhkan oksigen
untuk mempertahankan kelangsungan metabolisme, karena oksigen merupakan komponen
penting pada pembentukan Adenosin Trifosfat (ATP). ATP adalah sumber energi untuk
melakukan aktivitas seluler secara maksimal dan memelihara efektivitas segala fungsi tubuh.
Kebutuhan tubuh terhadap oksigen merupakan kebutuhan yang sangat mendasar dan mendesak.
Tanpa oksigen dalam waktu tertentu, sel tubuh akan mengalami kerusakan yang menetap dan
menimbulkan kematian. Otak merupakan organ yang sangat sensitif terhadap kekurangan
oksigen. Otak masih mampu menoleransi kekurangan oksigen antara tiga sampai lima menit.
Apabila kekurangan oksigen berlangsung lebih dari lima menit, dapat terjadi kerusakan sel otak
secara permanen (Kozier dan Erb 1998).
Bila oksigen yang tersedia banyak maka mitokondria akan memproduksi ATP. Tanpa
oksigen, mitokondria tidak akan membuat ATP. Jika oksigen dalam jumlah yang sedikit, tubuh
akan tetap menghasilkan ATP pada sitosol melalui proses glikolisis dan merupakan reaksi
anaerob. Tapi jumlah yang dihasilkan tidak sebanyak yang dihasilkan mitokondria. Oleh karena
11

itu, jika tubuh terus menerus dalam keadaan tanpa oksigen maka sel akan kehilangan fungsinya.
O2 memiliki peranan yang sangat penting dalam semua proses di dalam tubuh secara fungsional.
Tidak adanya O2 akan menyebabkan tubuh mengalami kemunduran bahkan sampai kematian.
Pemenuhan kebutuhan O2 ini tidak terlepas dari kondisi sistem pernapasan secara fungsional,
bila terjadi gangguan pada salah satu sistem respirasi atau sumbatan pada saluran pernapasan .
maka kebutuhan O2 akan mengalami gangguan. Selain O2, keberlangsungan fungsional tubuh
juga dipengaruhi oleh keseimbangan asam dan basa.
Keseimbangan asam dan basa dipengaruhi oleh berbagai mekanisme. Otak merupakan
organ yang sangat membutuhkan O2 jika otak kekurangan O2 lebih dari 5 menit maka sel otak
akan mengalami kerusakan permanen. Selain otak O2 juga sangat dibutuhkan untuk
kelangsungan metabolisme. O2 merupakan komponen yang sangat penting dalam memproduksi
molekul Adenosin Trifosfat (ATP). ATP adalah sumber bahan bakar untuk sel agar dapat
berfungsi secara optimal. ATP memberikan energi yang diperlukan oleh sel untuk melakukan
keperluan berbagai aktivitas di dalam tubuh. Bila oksigen tersedia di dalam tubuh secara optimal,
maka mitokondria akan memproduksi ATP. Tanpa oksigen, mitokondria tidak dapat membuat
ATP. Walaupun dalam kondisi kekurangan oksigen akan diproduksi ATP melalui proses glikolisis
di dalam sitosol, akan tetapi ATP yang dihasilkan tidak sebanyak di dalam mitokondria.
Mahluk hidup memerlukan energi yang akan digunakan untuk pertumbuhan, sintesis biomolekul
dan lain sebagainya.
Dalam rangka menghasilkan energi, bahan-bahan seperti karbohidrat, lipid, asam amino
akan melalui jalur metabolisme yang berbeda kemudian dipecah dan menghasilkan sejumlah
molekul pembawa energi yang selanjutnya akan melalui proses oksidasi biologi. Oksidasi biologi
akan selalu disertai reduksi elektron. Enzim yang terlibat dalam proses oksidasi dan reduksi
dinamakan oksidoveduktase. Enzim ini dibagi menjadi 4 kelompok :
1. Enzim oksidase
Sebagai pengkatalisis pengeluaran hidrogen dari substrat dengan menggunakan oksigen sebagai
akseptor hidrogennya. Enzim-enzim tersebut membentuk air atau hidrogen peroksida sebagai
produk reaksi.
2. Enzim dehidrogenase
Enzim ini tidak menggunakan oksigen sebagai akseptor hidrogennya. Terdapat sejumlah enzim
dalam kelompok ini yang benar-benar menjalankan dua fungsi utama yaitu, pemindahan
hidrogen dari satu substrat ke substrat yang lainnya dalam reaksi oksidasi-reduksi berpasangan,
dan sebagai komponen dalam ranti respirasi pengangkutan elektron dari substrat ke oksigen.
3. Enzim hidroperoksidase
Enzim ini menggunakan hidrogen peroksida / peroksida organik sebagai substrat. Ada dua tipe
enzim yang masuk dalam kategori ini yaitu, peroksidase dan katalase. Enzim hidroperoksidase
ini melindungi tubuh terhadap senyawa peroksida yang berbahaya.
4. Enzim oksigenase
Sebagai pengkatalisis pemindahan langsung dan inkorporasi oksigen ke dalam molekul substrat.
Peristiwa ini berlangsung dua tahap yaitu, pengikatan enzim pada tapak aktif kemudian reaksi
saat oksigen yang terikat direduksi / dipindahkan kepada substrat.
LI.2 Memahami dan Menjelaskan Peran Hemoglobin
LO. 2.1 Definisi dan Struktur hemoglobin
Hemoglobin adalah metaloprotein dalam sel darah merah yang mengantarkan oksigen
dari paru- paru ke jaringan di seluruh tubuh dan mengambil karbondioksida dari jaringan
12

tersebut dibawa ke paru untuk dibuang ke udara bebas. Molekul hemoglobin terdiri dari globin,
apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi. Terdapat
sekitar 300 molekul Hb dalam setiap sel darah merah. Hemoglobin merupakan protein tetramer
(mengandung 4 subunit protein) yang tersusun dari pasangan-pasangan dua buah polipeptida
yang berbeda.
Hemoglobin adalah metaloprotein pengangkut oksigen yang mengandung besi dalamsel
merah dalam darah mamalia dan hewan lainnya. Hemoglobin adalah suatu protein dalamsel
darah merah yang mengantarkan oksigen dari paru-paru ke jaringan di seluruh tubuh
danmengambil karbondioksida dari jaringan tersebut dibawa ke paru untuk dibuang ke
udarabebas.Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme,
suatumolekul organik dengan satu atom besi.
Mutasi pada gen protein hemoglobin mengakibatkansuatu golongan penyakit menurun
yang disebut hemoglobinopati, di antaranya yang palingsering ditemui adalah anemia sel sabit
dan talasemia.Hemoglobin tersusun dari empat molekul protein (globulin chain) yang
terhubungsatu sama lain. Hemoglobin normal orang dewasa (HbA) terdiri dari 2 alpha-globulin
chainsdan 2 beta-globulin chains, sedangkan pada bayi yang masih dalam kandungan atau
yangsudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan molekul hemoglobinnya terbentuk dari
2rantai alfa dan 2 rantai gama yang dinamakan sebagai HbF. Pada manusia dewasa,hemoglobin berupa tetramer
(mengandung 4 subunit protein), yang terdiri dari masing-masing dua subunit alfa dan beta yang
terikat secara nonkovalen. Subunit-subunitnya miripsecara struktural dan berukuran hampir
sama. Tiap subunit memiliki berat molekul kuranglebih 16,000 Dalton, sehingga berat molekul
total tetramernya menjadi sekitar 64,000 Dalton.

Pada pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin
yangmenahan satu atom besi; atom besi ini merupakan situs/loka ikatan oksigen. Porfirin
yangmengandung besi disebut heme Tiap subunit hemoglobin mengandung satu heme,
sehinggasecara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen. Pada
molekulheme inilah zat besi melekat dan menghantarkan oksigen serta karbondioksida melalui
13

darah,zat ini pula yang menjadikan darah kita berwarna merah.HB02 adalah oksihemoglobin yg
membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuhtermaksud otak.
Jenis yang paling umum dari hemoglobin normal adalah:
1. Hemoglobin F (hemoglobin pada janin).
Tipe ini biasanya ditemukan pada janin dan bayi baru lahir. hemoglobin F diganti dengan
hemoglobin A (hemoglobin dewasa) setelah lahir, hanya jumlah yang sangat kecil dari
hemoglobin F yang dibuat setelah lahir. Beberapa penyakit, seperti penyakit sel sabit,
anemia aplastik, dan leukemia, memiliki tipe abnormal hemoglobin dan jumlah yang
lebih tinggi dari hemoglobin F.
2. Hemoglobin A
Merupakan jenis yang paling umum dari hemoglobin normal ditemukan pada orang
dewasa. Beberapa penyakit, seperti thalassemia, dapat menyebabkan level hemoglobin A
menjadi rendah dan kadar hemoglobin F akan tinggi.
3. Hemoglobin A2
Merupakan jenis normal hemoglobin yang ditemukan dalam jumlah kecil pada orang
dewasa. Lebih dari 400 jenis hemoglobin abnormal telah ditemukan, tetapi yang paling
umum adalah:
a. Hemoglobin S. Jenis hemoglobin hadir dalam penyakit sel sabit.
b. Hemoglobin C. Jenis hemoglobin tidak membawa oksigen dengan baik.
c. Hemoglobin E. Jenis hemoglobin ditemukan pada orang keturunan Asia Tenggara.
d. Hemoglobin D. Jenis hemoglobin hadir dalam gangguan sel sabit.
e. Hemoglobin H (hemoglobin berat). Jenis hemoglobin dapat hadir dalam beberapa jenis
thalassemia.
(Marks et al, 1996, Biokimia Kedokteran Dasar :Sebuah Pendekatan Klinik,hal.86.
EGC.Jakarta)
LO. 2.3 Fungsi hemoglobin dalam pengangkutan oksigen
Peran utama dari hemoglobin adalah untuk membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan
dan mengembalikan karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru. Ini adalah membawa komponen
oksigen dari sel darah merah. Oksigen mengikat hemoglobin dengan afiniitas tinggi dalam
lingkungan yang kaya oksigen dan meninggalkan hemoglobin dalam lingkungan dimana tidak
cukup oksigen. (www.interactive-biology.com)
Fungsi hemoglobin selain transportasi oksigen:
1. Hb sebagai transduser molekul panas melalui siklus oksigenasi-deoksigenasi
2. Hb sebagai modulator metabolisme eritrosit
3. Oksidasi Hb sebagai onset dari penuaan eritrosit
4. hemoblobin dan implikasinya dalam perlawanan geneting untuk malaria
5. Aktivitas enzimatik hemoglobin dan interaksi dengan obat-obatan
(informahealthcare.com)
Hemoglobin dalam darah membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan
membawa kembali karbondioksida dari seluruh sel ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh
sebanyak kurang lebih 80% besi tubuh berada didalam Hb(junita,2001).
Menurut Depkes RI , fungsi Hemoglobin antara lain :
1. Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida didalam jaringan tubuh
14

2. Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa keseluruh jaringan tubuh untuk
dipakai sebagai bahan bakar.
3. Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme ke
paru- paru untuk dibuang, untuk mengetahui apakah seseorang kekurangan darah atau
tidak, dapat diketahui dengan pengukuran kadar Hb yang disebut dengan anemia
(widayanti,2008)
LO 2.4. Faktor yang memengaruhi Hemoglobin
1. Kecukupan Besi dalam Tubuh
Menurut Parakkasi, Besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin, sehingga anemia gizi
besi akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dan kandungan
hemoglobin yang rendah. Besi juga merupakan mikronutrien essensil dalam memproduksi
hemoglobin yang berfungsi mengantar oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, untuk
dieksresikan ke dalam udara pernafasan, sitokrom, dan komponen lain pada sistem enzim
pernafasan seperti sitokrom oksidase, katalase, dan peroksidase. Besi berperan dalam sintesis
hemoglobin dalam sel darah merah dan mioglobin dalam sel otot.
Kandungan 0,004 % berat tubuh (60-70%) terdapat dalam hemoglobin yang disimpan
sebagai ferritin di dalam hati, hemosiderin di dalam limpa dan sumsum tulang.
Kurang lebih 4% besi di dalam tubuh berada sebagai mioglobin dan senyawa senyawa besi
sebagai enzim oksidatif seperti sitokrom dan flavoprotein. Walaupun jumlahnya sangat kecil
namun mempunyai peranan yang sangat penting. Mioglobin ikut dalam transportasi oksigen
menerobos sel-sel membran masuk kedalam sel-sel otot. Sitokrom, flavoprotein, dan senyawasenyawa mitokondria yang mengandung besi lainnya, memegang peranan penting dalam proses
oksidasi menghasilkan Adenosin Tri Phosphat (ATP) yang merupakan molekul berenergi tinggi.
Sehingga apabila tubuh mengalami anemia gizi besi maka terjadi penurunan kemampuan
bekerja. Pada anak sekolah berdampak pada peningkatan absen sekolah dan penurunan prestasi
belajar
Menurut Kartono J dan Soekatri M, Kecukupan besi yang direkomendasikan adalah
jumlah minimum besi yang berasal dari makanan yang dapat menyediakan cukup besi untuk
setiap individu yang sehat pada 95% populasi, sehingga dapat terhindar kemungkinan anemia
kekurangan besi 14
2. Metabolisme Besi dalam Tubuh
Menurut Wirakusumah, Besi yang terdapat di dalam tubuh orang dewasa sehat berjumlah
lebih dari 4 gram. Besi tersebut berada di dalam sel-sel darah merah atau hemoglobin (lebih dari
2,5 g), myoglobin (150 mg), phorphyrin cytochrome, hati, limpa sumsum tulang (> 200-1500
mg). Ada dua bagian besi dalam tubuh, yaitu bagian fungsional yang dipakai untuk keperluan
metabolik dan bagian yang merupakan cadangan. Hemoglobin, mioglobin, sitokrom, serta enzim
hem dan nonhem adalah bentuk besi fungsional dan berjumlah antara 25-55 mg/kg berat badan.
Sedangkan besi cadangan apabila dibutuhkan untuk fungsi-fungsi fisiologis dan jumlahnya 5-25
mg/kg berat badan. Ferritin dan hemosiderin adalah bentuk besi cadangan yang biasanya terdapat
dalam hati, limpa dan sumsum tulang. Metabolisme besi dalam tubuh terdiri dari proses absorpsi,
pengangkutan, pemanfaatan, p penyimpanan dan pengeluaran.
3. Pengaturan produksi sel darah merah
15

a. Produksi eritrosit diatur eritroprotein, hormon glikoprotein yang merangsang eritropoiesis


terutama oleh ginjal. Kecepatan eritroprotein berbanding terbalik dengan kadar O2 dalam
jaringan.
b. Faktor yang mempengaruhi jaringan menenrima volume oksigen:
1) Kehilangan darah akibat hemoragi, mengakibatkan peningkatan produksi sel darah
merah.
2) Tinggal di dataran tinggi dengan kandungan oksigen yang rendah dalam jangka waktu
yang lama.
3) Gagal jantung, yang mengurangi aliran darah ke jaringan, atau penyakit paru yang
mengurangi O2 yang diabsorpsi darah.
LO. 2.4 Kurva disosiasi oksigen pada hemoglobin Kurva disosiasi hemoglobin
Kurva disosiasai oksigen adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara saturasi
oksigen atau kejenuhan hemoglobin terhadap oksigen dengan tekanan parsial oksigen pada
ekuilibrium yaitu pada keadaan suhu 37oC, pH 7.40 dan Pco2 40 mmHg. memiliki bentuk
sigmoid yang khas akibat interkonversi kedudukan tegangan dengan kedudukan relaksasi (T-R).
Pengikatan oleh gugus heme pertama pada satu molekul Hb akan meningkatkan afinitas gugus
heme kedua terhadap, dan oksigenasi gugus kedua lebih meningkatkan afinitas gugus ketiga,dst.
Sehingga afinitas Hb terhadap molekul keempat berlipat kali lebih besar dibandingkan reaksi
pertama. Afinitas hemoglobin terhadap oksigen dan kurva disosiasi oksigen-hemoglobin
dipengaruhi oleh:
1. Ph
2. Temperature
3. Konsentrasi 2,3 difosfogliserat
Kurva disosiasi oksihemoglobin terdiri dari dua bagian kurva, yaitu bagian curam (PO2 0-60
mmHg) dan bagian mendatar (PO2 >60 mmHg). Perbedaan dua bagian ini adalah pada
bagian kurva curam perubahan kecil pada PO2 menghasilkan perubahan besar pada saturasi
oksigen. Sebaliknya, pada bagian kurva yang mendatar, perubahan besar pada PO2 hanya
menghasilkan perubahan kecil pada SaO2.
Kurva disosiasi oksihemoglobin juga dibagi menjadi bagian asosiasi dan bagian disosiasi.
Penggabungan oksigen dan hemoglobin terjadi di paru dimana PO2 meningkat dari 40 mmHg
pada pembuluh darah vena menjadi 100 mmHg. Oleh karena akhir dari proses ini adalah
masuknya oksigen ke dalam darah yang terjadi pada fase kurva yang mendatar, maka bagian ini
sering disebut juga bagian asosiasi. Sebaliknya, bagian curam kurva ini sering disebut juga
bagian disosiasi, karena merupakan kurva bagian akhir pelepasan oksigen yang terjadi ketika
PO2 turun dari 100 mmHg menjadi 40 mmHg pada kapiler sistemik. (Malley, 1990)

Kurva oksihemoglobin tergeser kekanan apbila pH darah menurun atau PC02 meningkat.
Dalam keadaan ini pada P02 tertantu afinitas hemoglobin terhadap oksigen berkurang sehingga
oksigen dapat ditranspor oleh darah berkurang. Pergaseran kurva sedikit ke kanan akan
membantu pelepasan oksigen kejaringan-jaringan. Pergeseran ini dikenal dengan nama Efek
16

bohr. Sebaliknya, penigkatan pH darah (alkalosis) atau penurunan PCO2, suhu, dan 2,3- DPG
akan menyebabkan pergeseran kurva disosiasi oksihomoglobin kekiri. Pergeseran kekiri
menyebabkan peningkatan afinitas hemoglobin terhadap oksigen. Akibatnya uptake oksigen
dalam paru-paru meningkat apabila terjadi pergaseran kekiri, tetapi pelepasan oksigen ke
jaringan-jaringan terganggu.
Peningkatan temperature yang terjadi dalam uisinitas sel-sel yang bermetabolis aktif juga
akan menggerakkan kurva ke kanan dan meningkatkan penghantaran oksigen ke otot yang
bergerak Kurva Disosiasi Oksigen yang berbentuk sigmoid ini secara fisiologis menguntungkan
karena bagian puncak kurva yang mendatar memungkinkan jumlah oksigen arteri tetap tinggi
dan stabil walaupun terjadi perubahan tekanan parsial oksigen. Sebaliknya bagian tengah dari
kurva yang terlihat curam memungkinkan penglepasan oksigen dengan mudah pada perubahan
tekanan parsial oksigen yang kecil.
Faktor-faktor yang Menggeser Kurva Disosiasi Oksigen-Hemoglobin
Efektifitas ikatan hemoglobin dan oksigen dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor ini
juga yang kemudian mengubah kurva disosiasi. Pergeseran kurva ke kanan disebabkan oleh
peningkatan suhu, peningkatan 2,3-DPG, peningkatan PCO2, atau penurunan pH. Untuk kondisi
sebaliknya, kurva bergeser ke kiri. Pergeseran kurva ke kanan menyebabkan penurunan afinitas
hemoglobin terhadap oksigen. Sehingga hemoglobin sulit berikatan dengan oksigen
(memerlukan tekanan parsial yang tinggi bagi hemoglobin untuk mengikat oksigen).(Nielufar,
2000)
Pergeseran kurva ke kiri dan peningkatan afinitas tampak memberikan manfaat bagi pasien
karena hemoglobin dapat mengikat oksigen lebih mudah. Bagaimanapun, hemoglobin telah
tersaturasi 97 % dengan afinitas yang normal,sehingga tidak terdapat penambhan oksigen yang
cukup bermakna dengan adanya pergeseran kurva ke kiri. Bahkan, peningkatan afinitas Hb-O ini
dapat mengganggu pelepasan oksigen ke dalam jaringan dan pada umumnya menimbulkan
dampak yang merugikan. (Malley, 1990)
Di sisi lain, penurunan afinitas Hb-O dan pergeseran kurva ke kanan, biasanya meningkatkan
pelepasan oksigen ke jaringan dan sering merupakan mekanisme kompensasi yang berharga.
Pergeseran kurva ke kanan menyebabkan seseorang dengan PO2 90 mmHg mampu
meningkatkan pelepasan oksigen hingga 60 %. Namun, pergeseran ini akan memiliki dampak
yang merugikan ketika seseorang memiliki PO2 kurang dari 60 mmHg. Ketika terjadi
hipoksemia, pergeseran kurva ke kanan dapat menurunkan masuknya oksigen ke dalam darah
dengan cukup bermakna. Kerugian ini sepertinya lebih berat daripada manfaatnya. (Malley,
1990)
DPG normal dalam darah mempertahankan kurva disosiasi oksigen-hemoglobin sedikit bergeser
ke kanan setiap saat. Tetapi, pada keadaan hipoksia yang berlangsung lebih dari beberapa jam,
jumlah DPG akan meningkat, dengan demikian, menggeser kurva disosiasi oksigen-hemoglobin
lebih ke kanan. Ini menyebabkan oksigen dilepaskan ke jaringan pada tekanan oksigen 10 mmHg
lebih besar daripada keadaan tanpa peningkatan DPG ini. Oleh karena itu, pada beberapa
keadaan, hal ini dapat menjadi suatu mekanisme penting untuk menyesuaikan diri terhadap
hipoksia, khususnya terhadap hipoksia akibat aliran darah jaringan yang kurang baik. Namun,
adanya kelebihan DPG juga akan menyulitkan hemoglobin untuk bergabung dengan oksigen
dalam paru bila PO2 alveolus dikurangi, dengan demikian kadang-kadang menimbulkan resiko

17

juga selain manfaat. Oleh karena itu pergeseran kurva disosiasi DPG memberi manfaat pada
keadaan tertentu tetapi merugikan pada keadaan lain. (Brandis, 2006)
Pergeseran kurva disosiasi oksigen-hemoglobin sebagai respon terhadap perubahan karbon
dioksida dan ion hidrogen memberi pengaruh penting dalam meninggikan oksigenasi darah
dalam paru serta meningkatkan pelepasan oksigen dari darah dalam jaringan. Ini disebut Efek
Bohr, dan dapat dijelaskan sebagai berikut: Ketika darah melalui paru, karbon dioksida berdifusi
dari darah ke dalam alveoli.Ini menurunkan PCO2 darah dan konsentrasi ion hidrogen sebagai
akibat penurunan asam karbonat darah. Efek dari dua keadaan ini menggeser kurva disosiasi
oksigen-hemoglobin ke kiri dan ke atas. Oleh karena itu, jumlah oksigen yang berikatan dengan
hemoglobin menyebabkan PO2 alveolus meningkat, dengan demikian transpor oksigen ke
jaringan lebih besar. Bila darah mencapai jaringan kapiler, terjadi efek yang tepat berlawanan.
Karbon dioksida yang memasuki darah dari jaringan menggeser kurva ke kanan, memindahkan
oksigen dari hemoglobin ke jaringan dengan PO2 yang lebih tinggi daripada seandainya tidak
terjadi demikian. (Brandis, 2006)
Faktor-faktor lain yang bisa menyebabkan pergeseran kurva disosiasi :
Effects of carbon dioxide. Carbon dioxide mempengaruhi kurva dengan 2 cara : pertama,
dengan mempengaruhi intracellular pH (the Bohr effect), dan kedua, akumulasi CO2
menyebabkan penggunaan carbamine. Penurunan carbamin akan menggeser kurva ke kiri.
(Brandis, 2006)
Carbon Monoxide. Karbon monoksida mengikat hemoglobin 240 kali lebih kuat daripada
dengan oksigen, oleh karena itu keberadaan karbon monoksida dapat mempengaruhi ikatan
hemoglobin dengan oksigen. Selain dapat menurunkan potensi ikatan hemoglobin dengan
oksigen, karbon monoksida juga memiliki efek dengan menggeser kurva ke kiri. Dengan
meningkatnya jumlah karbon monoksida, seseorang dapat menderita hipoksemia berat pada saat
mempertahankan PO2 normal. (Brandis, 2006)
Effects of Methemoglobinemia (bentuk hemoglobin yang abnormal). Methemoglobinemia
menyebabkan pergeseran kurva ke kiri.6
Fetal Hemoglobin. Fetal hemoglobin (HbF) berbeda secara struktur dari normal hemoglobin
(Hb). Kurva disosiasi fetal cenderung bergerak ke kiri dibanding dewasa. Umumnya, tekanan
oksigen arteri pada fetal rendah, sehingga pengaruh pergeseran ke kiri adalah peningkatan uptake
oksigen melalui plasenta. (Brandis, 2006)
LI. 3 Memahami dan Menjelaskan dari Hipoksia
LO. 3.1 Definisi Hipoksia
Dorland: Penurunan suplai oksigen dalam jarinagn sampai di bawah tingkat fisiologis meskipun
perfusi jaringan oleh darah memadai.
Webster: kekurangan kadar oksigen yang mencapai jaringan pada tubuh.
Stedman: Penurunan tingkat oksigen di bawah normal pada gas yang terinspirasi, darah di arteri,
atau jaringan, kependekan dari anoxia.
Ganong: Kekurangan O2 di tingkat jaringan.
Intinya, hipoksia adalah penurunan suplai oksigen di bawah normal pada jaringan tubuh.
Istilah hipoksia lebih tepat dibandingkan dengan anoksia karena ketiadaan O2 di jaringan jarang
dijumpai.
LO. 3.2 Jenis-jenis hipoksia
18

Jenis-jenis hipoksia dilihat dari tingkatanya ada dua hipoksia, yaitu :


1.Hipoksia Fulminan
Hipoksia ini terjadi dimana pernafasan menjadi sangat cepat dikarenakan paru-paru
menghirup udara tanpa adanya oksigen. Biasanya orang yang mengalami ini akan pingsan
setelah beberapa saat kemudian.
2.Hipoksia Akut
Hipoksia ini terjadi pada udara yang tertutup akibat keracunan karbon monoksida.
Misalnya terjadi pada seorang pendaki gunung yang tiba-tiba panik tak kala udara belerang
datang menyergap. Udara bersih akan tergantikan oleh gas beracun, dan akhirnya paru-paru tidak
sanggup untuk menyaring udara tersebut kemudian mengalami jatuh pingsan mendadak.
No.
1.

Jenis Hipoksia
Hipoksemia
.Hipotonik
. -.Isotonik

2.

Hipoksia Hipokinetik
-. Ischemic
-.Kongestif

3.

Overventilasi Hipoksia

4.

Hipoksia Histotoksik

Penyebab
1 Kekurangan oksigen di darah arteri
-. Tekanan oksigen darah arteri rendah karena
karbondioksida dalam darah tinggi
-.Oksgen normal, tetapi jumlah oksigen yang dapat
diikat Hb sedikit
Adanya bendungan atau sumbatan
-. Kekurangan oksigen pada jaringan disebabkan
karena kurangnya suplai darah ke jaringan akibat
penyempitan arteri
-. Penumpukan darah secara berlebihan/abnormal baik
lokal maupun umumyang mengakibatkan suplai
oksigen ke jaringan terganggu
Karena aktivitas berlebihan sehingga kemampuan
penyediaan oksigen lebih rendah dari penggunaannya
Bila jumlah oksigen yang diantarkan ke jaringan
memadai, tetapi oleh karena kerja suatu agen toksik,
sel jaringan tidak mampu menggunakan oksigen yang
diantarkan. Hipoksia yang disebkan oleh hambatan
proses oksidasi jaringanpaling sering diakibatkan oleh
keracunan sianida. Sianida menghambat sitokrom .
oksidase serta mungkin beberapa enzim lain. Biru
metilen atau nitrit digunakan untuk mengobati
keracunan sianida. Zat-zat tersebut bekerja membentuk
methemoglobin yang akan bereaksi dengan sianida
menghasilkan sianmethemoglobin, suatu senyawa
nontoksik.

LO. 3.3 Mekanisme hipoksia


19

Pembentukan Hemoglobin
Hemoglobin mulai diproduksi selama tahap proerythroblast dalam siklus sel darah merah.
Sintesis berlangsung di mitokondria dan ribosom oleh serangkaian reaksi biokimia.
Dalam mitokondria, sintesis bagian heme dari hemoglobin terjadi. Disini, sintesis heme
dimulai dengan kondensasi glisin & suksinil-coA untuk membentuk aminolevulinin acid
(ALA). ALA kemudian meninggalkan mitokondria dan membentuk porfobilinogen melalui
serangkaian bentuk reaksi coproporphyrinogen. Molekul ini kemudian kembali ke mitokondria
dan menghasilkan protoporfirin.
Protoporfirin kemudian dikombinasikan dengan besi untuk membentuk heme. Heme
kemudian keluar dari mitokondria dan menggabungkan dengan molekul globin yang disintesis
dalam ribosom. Sebuah gangguan pada setiap titik dalam sintesis hemoglobin dapat
mengakibatkan: anemia defisiensi besi, keracunan timbal, thalassenia, anemia sideroblastik.
(interactive-biology.com)
Reaksi Hemoglobin
Pengiriman oksigen ke dalam jaringan
Pengiriman oksigen ke dalam jaringan membutuhkan kerjasama antara sistem respirasi
dengan sistem kardiovaskular. Banyaknya oksigen yang dapat didistribusikan ke dalam jaringan
tertentu ditentukan oleh banyaknya O2 yang memasuki paru-paru, pertukaran gas paru yang
adekuat, aliran darah ke dalam jaringan, dan kemampuan darah untuk membawa O2. Aliran
darah ditentukan oleh derajat konstriksi vascular bed dan cardiac output sedangkan banyaknya
O2 dalam darah ditentukan oleh jumlah O2 terlarut, hemoglobin dan afinitas hemoglobin untuk
O2. 2
Reaksi Hemoglobin dan Oksigen
Hemoglobin merupakan pembawa O2 yang baik. Hemoglobin merupakan protein yang
tersusun dari empat subunit yang masing-masing berisi heme yang separuhnya menempel pada
rantai polipeptida. Pada orang dewasa yang normal, kebanyakan hemoglobin berisi dua rantai
alfa dan dua rantai beta. Heme merupakan komplek cincin porfirin yang meliputi satu atom
ferrous besi. Masing-masing atom besi tersebut secara reversibel dapat mengikat satu molekul
oksigen. Besi tersebut selalu dalam bentuk ferrous sehingga reaksi tersebut dinamakan
oksigenasi, bukan oksidasi. Reaksi hemoglobin dengan oksigen adalah Hb+O2 HbO2.
Karena berisi empat deoksihemoglobin , molekul hemoglobin juga direpresentasikan sebagai
Hb4, dan sebenarnya bereaksi dengan empat molekul O2 untuk membentuk Hb4O8.Reaksi
tersebut berlangsung dengan sangat cepat, hanya kurang dari 0,01 detik. Begitu juga dengan
deoksigenasi Hb4O8 juga berlangsung dengan sangat cepat. 2Struktur kuarter hemoglobin
tersebut menentukan afinitasnya untuk O2 . Pada deoksihemoglobin, unit globin terikat secara
kuat pada tense (T) configuration, yang mengurangi afinitas molekul terhadap O2. Saat O2
pertama terikat, ikatan yang menahan unit globin dilepaskan, menghasilkan relaxed (R)
configuration, yang mengekspos lebih banyak tempat ikatan O2.
Hasilnya, afinitasnya dapat meningkat sampai 500 kali. Pada jaringan, reaksi ini berbalik,
yaitu terjadi pelepasan oksigen. Transisi dari satu keadaan ke keadaan lainnya diperkirakan
terjadi sampai 108 kali sepanjang masa hidup sel darah merah.Hemoglobin sangat penting
fungsinya dalam mengatur jumlah oksigen yang diambil dari paru-paru dan dikeluarkan pada
jaringan. Jika kadarnya turun sampai 50% seperti pada penderita anemia, kapasitas pembawaan
oksigennya juga akan turun sebesar 50% meskipun PO2 normal 100mmHg dan saturasi Hbnya
97%. 3Oxygen-hemoglobin dissociation curve menghubungkan persentase saturasi kekuatan
20

pembawaan hemoglobin dengan PO2. Kurva ini ditandai dengan bentuk sigmoid karena ada
interkonversi antara T dan R. Kombinasi heme pertama pada molekul Hb dengan O2
meningkatkan afinitas heme kedua, begitu juga seterusnya. Oleh karena itu, afinitas Hb yang
keempat jauh lebih banyak dari yang pertama.Saat darah berada dalam kesetimbangan 100%
O2 (PO2=760 mmHg), hemoglobin normal menjadi tersaturasi 100%. Dalam keadaan tersaturasi
penuh, tiap hemoglobin berisi 1.39 ml O2. Meskipun begitu, darah normalnya berisi sedikit
turunan hemoglobin yang tidak aktif, dan nilai pengukuran in vivo lebih rendah. Biasanya
nilainya 1,34 mL O2. Konsentrasi hemoglobin dalam darah normal adalah sekitar 15 g/dL (14
g/dL pada wanita dan 16 g/dL pada pria). Oleh karena itu, 1 dL darah berisi 20.1 mL (1.34 mL X
15) O2 terikat pada hemoglobin saat hemoglobin tersaturasi 100%. Jumlah O2 terlarut tergambar
dalam fungsi linear PO2. 2 In vivo, hemoglobin dalam darah pada ujung kapiler pulmonary
tersaturasi 97,5% dengan O2 (PO2 =97 mmHg). Karena ada sedikit pencampuran dengan darah
vena bronkialis yang mem-by pass kapiler pulmonary (aliran fisiologis), hemoglobin dalam
darah arteri sistemik hanya tersaturasi 97%. Pencampuran darah tersebut disebut venous
admixture of blood. 1,2 Darah arteri berisi total 19.8 mL O2 tiap dL: 0.29 mL terlarut, dan 19.5
mL terikat pada hemoglobin. Pada ujung vena, hemoglobin tersaturasi 75% dan total konten
O2sekitar 15.2 mL/dL: 0.12 mL dalam larutan dan 15.1 mL terikat pada hemoglobin. Oleh
karena itu, pada saat istirahat dapat diperkirakan bahwa jaringan mengambil sekitar 4.6 mL
O2 tiap dL darah yang melewatinya; 0.17 mL merepresentasikan O2 yang terlarut dalam darah
dan sisanya yang terikat hemoglobin. Dengan cara ini, 250 mL O2 per menit ditransportasikan
dari darah ke jaringan dalam keadaan istirahat.2 Oksigen yang terikat pada Hb tidak
mempengaruhi PO2. Oleh karena itu, PO2 tidak diukur berdasarkan jumlah total oksigen dalam
darah, melainkan hanya bagian yang terlarut saja. Olahraga berat akan meningkatkan pemakaian
oksigen sampai 20 kali. Peningkatan curah jantung menurunkan waktu darah berada di kapiler
paru kurang dari setengah normal. Namun, darah tetap dapat jenuh oleh oksigen ketika
meninggalkan paru karena terjadi peningkatan kapasitas difusi dan transit time safety factor.
Kapasitas difusi oksigen dapat meningkat hampir tiga kali lipat saat olahraga, terutama
karena terjadi peningkatan luas permukaan kapiler dan rasio ventilasi-perfusi yang mendekati
ideal di bagian atas paru. Sementara itu, dalam keadaan normal, sebenarnya darah sudah
mengalami kejenuhan oleh oksigen pada sepertiga pertama kapiler paru. Dalam keadaan itu,
darah berada selama tiga kali lebih lama dari waktu yang dibutuhkan untuk mengalami
kejenuhan. Oleh karena itu, meskipun aliran darah semakin kencang saat olahraga berat, darah
masih tetap tersaturasi penuh.
PO2 jaringan ditentukan oleh laju pengangkutan oksigen ke jaringan dan laju pemakaian
oksigen oleh jaringan. Jika aliran darah dalam suatu jaringan meningkat, lebih banyak oksigen
yang diangkut ke jaringan dalam periode tertentu sehingga PO2 meningkat. Sementara
penggunaan oksigen untuk metabolisme jaringan akan menurunkan nilai PO2 cairan interstitium.
PO2 di bagian-bagian awal kapiler adalah 95 mmHg dan PO2 di cairan interstitium di sekitar sel
jaringan adalah sekitar 40mmHg. Karena terdapat perbedaan tekanan inilah, oksigen berdifusi
cepat dari darah ke dalam jaringan dan PO2 darah yang meninggalkan kapiler juga menjadi
sekitar 40 mmHg.

Faktor yang mempengaruhi afinitas hemoglobin untuk oksigen


21

Meskipun PO2 merupakan faktor terpenting yang menentukan persentase saturasi oksigen
hemoglobin, ada beberapa faktor yang mempengaruhi afinitas pengikatan oksigen terhadap O2.
Ada empat kondisi penting yang mempengaruhi kurva disosiasi oksigen-hemoglobin, yaitu pH,
tekanan parsial karbon dioksida, suhu, dan konsentrasi 2,3-bifosfogliserat (2,3-BPG).
Peningkatan suhu atau penurunan pH akan menggeser kurva ke kanan. Pada keadaan ini,
semakin tinggi PO2 yang dibutuhkan hemoglobin untuk mengikat oksigen. 2,4
Peningkatan keasaman akan meningkatkan pelepasan oksigen dari hemoglobin. Asam utama
yang dihasilkan jaringan yang aktif secara metabolik di antaranya adalah asam laktat dan asam
karbonat. Pengurangan afinitas hemoglobin saat pH turun disebut efek bohr. 3,4 Efek Bohr
bekerja dengan dua jalur yaitu peningkatan H+ dalam darah akan menyebabkan O2 terlepas dari
hemoglobin dan pengikatan oksigen ke hemoglobin menyebabkan pelepasan H+ dari
hemoglobin. Dengan begitu, hemoglobin juga bisa berfungsi sebagai buffer. Namun, jika
berikatan dengan asam amino dalam hemoglobin, H+ akan mengubah struktur dari hemoglobin
sehingga kemampuannya dalam membawa oksigen turun. (4)
Efek Bohr berkaitan dengan fakta bahwa hemoglobin yang terdeoksigenasi mengikat H+ lebih
aktif daripada hemoglobin yang teroksigenasi. Selain itu, pH akan turun saat kadar
CO2 meningkat sehingga saat PCO2 meningkat, kurva juga akan bergeser ke kanan dan
P50 meningkat (P50 merupakan PO2 saat hemoglobin tersaturasi setengah dengan O2). 2,4
2,3-BPG dibentuk dari 3-fosfogliseraldehid yang merupakan produk glikolisis melalui jalur
Embden-Meyerhof . Molekul banyak terkandung di dalam sel darah merah. Ini merupakan anion
bermuatan tinggi yang mengikat rantai deoksihemoglobin. Satu mol deoksihemoglobin
mengikat 1 mol 2,3-BPG. Rumusnya adalah HbO2 + 2,3-BPG Hb 2,3-BPG + O2
Pada kesetimbangan ini, pengingkatan konsentrasi 2,3-BPG akan menggeser reaksi ke kanan
menyebabkan lebih banyak oksigen dilepaskan. Karena asidosis menghambat glikolisis sel darah
merah, kadar 2,3-BPG turun saat pH rendah. Sebaliknya, hormon tiroid, hormon pertumbuhan
dan androgen dapat menginkatkan konsentrasi 2,3-BPG dan P50.
Olahraga dilaporkan menghasilkan peningkatan 2-3-BPG dalam 60 menit. Namun, pada atlet
yang terlatih, dapat saja tidak terjadi peningkatan. P50 juga akan meningkat karena terjadi
peningkatan suhu pada jaringan yang aktif dan peningkatan CO2 maupun metabolit lainnya yang
akan menurunkan pH. Banyak oksigen yang dilepaskan dari masing-masing darah menuju
jaringan yang aktif karena tekanan oksigen oksigen di jaringan berkurang. Akhirnya, pada nilai
PO2 yang rendah, kurva disosiasi oxygen-hemoglobin akan berbentuk curam. 2
Myoglobin
Myoglobin merupakan pigmen berisi besi yang ditemukan pada otot rangka. Tugas dari
mioglobin adalah menyimpan oksigen di dalam sel otot sehingga oksigen tersedia untuk oksidasi
bahan bakar yang menghasilkan energi bagi kontraksi otot.5
Myoglobin mirip dengan hemoglobin, hanya saja mengikat 1 mol O2 per mole. Kurva
disosiasinya berbentuk hiperbola, berbeda dengan hemoglobin yang bentuknya adalah sigmoid.
Karena kurvanya lebih ke kiri daripada kurva hemoglobin, myoglobin mengambil O2 dari
hemoglobin di darah. Myoglobin melepaskan O2 hanya pada saat nilai PO2 nya rendah. Pada
saat berolahraga, nilai PO2 nya bahkan hampir mendekati nol. Mioglobin ini sangat penting
untuk menjaga kontraksi otot. Aliran darah dapat terhambat selama kontraksi tersebut dan
mioglobinlah yang akan menyediakan O2 saat aliran darah terhambat. 2,5

22

Transport Karbon Dioksida


Dalam keadaan istirahat, sekitar 4 mililiter karbon dioksida diangkut dari jaringan ke paru
dalam setiap 100 mililiter darah. Sekitar 70 % karbon dioksida diangkut dalam bentuk ion
bikarbonat, 23 % dalam ikatan dengan hemoglobin dan protein plasma serta 7% dalam cairan
darah.1
Kelarutan karbondioksida dalam darah sekitar 20 kali dari pada oksigen. Karena adanya
karbonat anhidrase, karbondioksida yang berdifusi ke dalam sel darah merah akan segera
dihidrasi menjadi H2CO3. H2CO3 tersebut nantinya akan dipecah menjadi H+ dan HCO3- .
H+ akan bereaksi dengan hemoglobin sementara ion bikarbonat akan berdifusi ke plasma.
Karbon dioksida bereaksi secara langsung dengan berbagai radikal amin pada molekul
hemoglobin dan protein plasma untuk membentuk senyawa karbaminohemoglobin (CO2Hb).
Kombinasi karbon dioksida dan hemoglobin ini adalah suatu reaksi reversibel yang membentuk
ikatan longgar sehingga karbon dioksida mudah dilepaskan ke dalam alveolus yang PCO2nya
lebih rendah daripada di kapiler jaringan.
Jumlah karbon dioksida yang dapat ditransportasikan di dalam darah dipengaruhi oleh
persentase saturasi hemoglobin dengan oksigen. Semakin sedikit jumlah oksihemoglobin,
semakin tinggi kapasitas darah dalam membawa CO2. Hubungan itulah yang disebut efek
Haldane. Selain lebih mampu mengikat oksigen daripada bentuk oksihemoglobin,
deoksihemoglobin juga mengikat lebih banyak H+ sehingga H+ pada larutan dikurangi dan
terjadi promosi konversi CO2 menjadi HCO3-Konsekuensinya, darah vena membawa banyak
CO2 daripada darah arteri. Pengambilan CO2 dibantu oleh jaringan sementara pelepasannya
dibantu oleh paru-paru. 4,2
Sisanya, sekitar 0,3 mL karbon dioksida tiap 100 mL darah (atau sekitar 7%) semua karbon
dioksida yang diangkut akan dibawa dalam bentuk karbon dioksida terlarut.
Pergeseran Klorida
Karena peningkatan konten HCO3- sel darah merah lebih besar daripada di plasma saat
darah memasuki kapiler, sekitar 70% HCO3- yang dibentuk di dalam sel darah merah memasuki
plasma dan bertukaran dengan Cl-. Proses ini difasilitasi oleh anion exchanger 1 (AE1, atau yang
juga disebut sebagai band 3) yang merupakan sebuah protein utama di dalam sel darah merah.
Oleh karena itu, kadar Cl- dalam sel darah merah vena lebih banyak daripada arteri. Pergeseran
klorida ini berlangsung dengan cepat dan lengkap dalam waktu 1 detik. 2
Untuk setiap molekul CO2 yang ditambahkan ke dalam sel darah merah, terdapat peningkatan
satu partikel osmotik aktif dalam sel, baik HCO3 maupun Cl- . Oleh karena itu, sel darah merah
mengambil air dan meningkatkan ukurannya. Alasan tersebut mendasari fakta bahwa terdapat
lebih sedikit cairan dalam darah arteri yang kembali melalui jalur limfatik daripada vena.
Hematokrit darah vena normalnya 3% lebih besar daripada arteri. Pada paru, Cl- keluar dari sel,
dan sel kembali mengkerut. 2
Afinitas oksigen pada hemoglobin fetal dibandingkan dewasa
Hemoglobin fetal (Hb-F) berbeda dengan hemoglobin orang dewasa (adult=HbA) dalam struktur
dan afinitasnya terhadap oksigen. Hb-F memiliki afinitas yang lebih tinggi untuk oksigen karena
kurang mengikat BPG dibanding Hb-A. Saat PO2 rendah, Hb-F dapat mengangkut 30% oksigen
lebih banyak dibandingkan Hb-A maternal. Transfer oksigen terjadi di plasenta. Sementara itu,
PO2 di plasenta sangat rendah sehingga Hb-F sangat penting untuk mencegah janin mengalami
hipoksia. 4

23

Hemoglobin janin terdiri dari 2 rantai alfa globulin dan 2 rantai gamma globulin. Dalam
beberapa minggu setelah kelahiran, barulah HbF tersebut digantikan dengan HbA (alfa2 dan
beta2). Perbedaan rantai tersebut yang menyebabkan perbedaan kemampuan afinitas terhadap
2,3-BPG berbeda. (medicinesia.com)
Mula-mula hipoksia menyebabkan hilangnya fosforilasi oksidatif dan pembentukan ATP
oleh mitokondria. Penurunan ATP merangsang fruktokinase dan fosforilasi, menyebabkan
glikolisis aerobic. Glikogen dapat menyusut, asam laktat dan fosfat anorganik terbentuk sehingga
menurunkan Ph intrasel. Pada saat istirahat rata-rata laki-laki dewasa membutuhkan kira-kira
225-250 ml oksigen per menit, dan meningkat sampai 10 kali saat beraktivitas. Jaringan akan
mengalami hipoksia apabila aliran oksigen tidak adekuat dalam memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan, hal ini dapat terjadi kira-kira 4-6 menit setelah ventilasi spontan berhenti.
Berdasarkan mekanismenya, penyebab hipoksia jaringan dibagi dalam 3 kategori, yaitu:
1.Hipoksemia arteri.
2. Berkurangnya aliran oksigen karena adanya kegagalan transport tanpa adanya hipoksemia
arteri, dan
3.Penggunaan oksigen yang berlebihan di jaringan.
Jika aliran oksigen ke jaringan berkurang, atau jika penggunaan berlebihan di jaringan maka
metabolisme akan berubah dari aerobik ke metabolisme anaerobik untuk menyediakan energi
yang cukup untuk metabolisme. Apabila ada ketidakseimbangan, akan mengakibatkan produksi
asam laktat berlebihan, menimbulkan asidosis dengan cepat, metabolisme seluler terganggu dan
mengakibatkan kematian sel. Pemeliharaan oksigenasi jaringan tergantung pada 3 sistem organ,
yaitu:
1.Sistem kardiovaskular.
2.Hematologi
3.Respirasi
Walaupun pada hipoksemia biasanya berhubungan dengan rendahnya PaO2
yang merupakan gangguan fungsi paru, namun kegagalan pengangkutan oksigen dapat
disebabkan oleh kelainan sistem kardiovaskular atau sistem hematologi.
LI 3.4. Patofisiologi Hipoksia Seluler
Pada keadaan dengan penurunan kesadaran misalnya pada tindakan anestesi, penderita
trauma kepal/karena suatu penyakit, maka akan terjadi relaksasi otot-otot termasuk otot lidah dan
sphincter cardia akibatnya bila posisi penderita terlentang maka pangkal lidah akan jatuh ke
posterior menutup orofaring, sehingga menimbulkan sumbatan jalan napas. Sphincter cardia
yang relaks, menyebabkan isi lambung mengalir kembali ke orofaring (regurgitasi). Hal ini
merupakan ancaman terjadinya sumbatan jalan napas oleh aspirat yang padat dan aspirasi
pneumonia oleh aspirasi cair, sebab pada keadaan ini pada umumnya reflek batuk sudah menurun
atau hilang.
Kegagalan respirasi mencakup kegagalan oksigenasi maupun kegagalan ventilasi.
Kegagalan oksigenasi dapat disebabkan oleh:
(1) ketimpangan antara ventilasi dan perfusi.
(2) hubungan pendek darah intrapulmoner kanan-kiri.
(3) tegangan oksigen vena paru rendah karena inspirasi yang kurang, atau karena tercampur
darah yang mengandung oksigen rendah.
(4) gangguan difusi pada membran kapiler alveoler.

24

(5) hipoventilasi alveoler.


Kegagalan ventilasi dapat terjadi bila PaCO2 meninggi dan pH kurang dari 7,35. Kegagalan
ventilasi terjadi bila minut ventilation berkurang secara tidak wajar atau bila tidak dapat
meningkat dalam usaha memberikan kompensasi bagi peningkatan produksi CO2 atau
pembentukan rongga tidak berfungsi pada pertukaran gas (dead space). Kelelahan otot-otot
respirasi /kelemahan otot-otot respirasi timbul bila otot-otot inspirasi terutama diafragma
tidak mampu membangkitkan tekanan yang diperlukan untuk mempertahankan ventilasi
yang sudah cukup memadai. Tanda-tanda awal kelelahan otot-otot inspirasi seringkali
mendahului penurunan yang cukup berarti pada ventilasi alveolar yang berakibat kenaikan
PaCO2. Tahap awal berupa pernapasan yang dangkal dan cepat yang diikuti oleh aktivitas
otot-otot inspirasi yang tidak terkoordinsiberupa alterans respirasi (pernapasan dada dan
perut bergantian), dan gerakan abdominal paradoxal (gerakan dinding perut ke dalam pada
saat inspirasi) dapat menunjukan asidosis respirasi yang sedang mengancam dan henti
napas.9
Jalan napas yang tersumbat akan menyebabkan gangguan ventilasi karena itu langkah yang
pertama adalah membuka jalan napas dan menjaganya agar tetap bebas. Setelah jalan napas
bebas tetapi tetap ada gangguan ventilasi maka harus dicari penyebab lain.penyebab lain yang
terutama adalah gangguan pada mekanik ventilasi dan depresi susunan syaraf pusat. Untuk
inspirasi agar diperoleh volume udara yang cukup diperlukan jalan napas yang bebas, kekuatan
otot inspirasi yang kuat, dinding thorak yang utuh, rongga pleura yang negatif dan susunan
syaraf yang baik.Bila ada gangguan dari unsur-unsur mekanik diatas maka akan terjadi
hipoventilasi yang mengakibatkan hiperkarbia dan hipoksemia. Hiperkarbia menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah otak yang akan meningkatkan tekanan intrakranial, yang dapat
menurunkan kesadran dan menekan pusat napas bila disertai hipoksemia keadaan akan makin
buruk. Penekanan pusat napas akan menurunkan ventilasi. Lingkaran ini harus dipatahkan
dengan memberikan ventilasi dan oksigensi. Gangguan ventilasi dan oksigensi juga dapat terjadi
akibat kelainan di paru dan kegagalan fungsi jantung. Parameter ventilasi : PaCO2 (N: 35-45
mmHg), ETCO2 (N: 25-35mmHg), parameter oksigenasi : Pa O2 (N: 80-100 mmHg), Sa O2 (N:
95-100%)..
LI 3.5 Memahami dan menjelaskan penyebab hipoksia
Di dalam tubuh manusia terdapat suatu sistem kesetimbangan yang berperan dalam
menjaga fungsi fisiologis tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Salah satu proses
adaptasi yang dilakukan oleh tubuh manusia adalah beradaptasi terhadap perubahan ketinggian
yang tiba-tiba. Jika seseorang yang bertempat tinggal di Jakarta dengan ketinggian 0 km dari
permukaan laut (dpl) pergi dengan pesawat terbang ke Mexico City dengan ketinggian 2,3 km
dpl, maka setelah tiba di Mexico City akan merasa pusing, mual, atau rasa tidak nyaman lainnya.
Oleh karena itu, kasus Hypoxia ini tidak terjadi pada penduduk setempat yang sudah
terbiasa hidup di daerah dataran tinggi tersebut dan bagi pendaki gunung diperlukan pos-pos
pemberhentian agar tubuh selalu dapat beradaptasi secara baik terus-menerus.
Penyebab hipoksia antara lain :
Perhentian jantung
Sebuah serangan jantung atau serangan jantung terjadi ketika arteri koroner mensuplai darah
berhenti yang kaya oksigen ke jantung. Oksigen yang dibawa melalui darah yang mengalir dalam
25

arteri koroner perlu mencapai jantung untuk berfungsi tepat. Jika ada penyumbatan di arteri,
maka akan mengakibatkan serangan jantung. Kekurangan oksigen menyebabkan hipoksia.
Asma
Asma adalah penyakit yang sangat umum terlihat terutama pada anak-anak, tetapi juga pada
orang dewasa. Kadang-kadang alveoli dan bronkiolus, dua saluran udara bertanggung jawab
untuk membawa oksigen ke darah menjadi meradang atau bengkak, sehingga mengarah ke blok
dalam perjalanan udara. Kurang oksigen dalam darah akan menyebabkan hipoksia.
Pencekikan
Mencekik menyiratkan kompresi daerah leher. Kompresi menyebabkan blok di bagian
udara. Seseorang yang tercekik pertama menderita sesak napas dan kemudian dari hipoksia
karena terbatas atau tidak ada pasokan oksigen.
Dari asupan Karbon Monoksida
Karbon monoksida adalah gas beracun. Ketika karbon monoksida memasuki paru-paru kita,
menggabungkan dengan oksigen untuk membentuk karbon dioksida. Seperti karbon monoksida
lebih banyak dan lebih banyak dihirup, jumlah oksigen dalam tubuh mengurangi lebih lanjut,
sehingga menyebabkan hipoksia.
Hipoventilasi
Ada saat ketika Anda merasa tercekik karena kekurangan udara di sekitar Anda. Ketika udara
kurang mencapai alveoli paru dalam sistem pernafasan manusia, itu mengarah ke
hipoventilasi. Ini adalah suatu kondisi yang pada akhirnya menyebabkan hipoksia karena
kekurangan oksigen dalam sistem kami.
Tinggi ketinggian
Ketinggian yang lebih tinggi, lebih rendah jumlah oksigen di udara. Kurang oksigen akan berarti
bahwa Anda secara bertahap bergerak menuju keadaan hipoksia.
Emboli paru
Ini adalah suatu kondisi di mana pembuluh darah mencapai jantung menjadi tersumbat karena
beberapa alasan. Alasan paling umum untuk pembuluh darah tersumbat adalah gumpalan
darah. Bekuan bertindak seperti penghalang dalam bagian darah yang kaya oksigen. Hasilnya
adalah bahwa tubuh secara bertahap mulai menderita kekurangan oksigen ke penyewaan
hipoksia.
Awal Pneumonia
Selama tahap awal dari pneumonia, gejala yang paling umum adalah iritasi yang terjadi di paruparu akibat infeksi bakteri. Hal ini menyebabkan peradangan pada saluran udara dan dengan
demikian, menyebabkan penurunan tingkat oksigen mencapai jantung melalui darah yang
mengalir dalam arteri. Kadar oksigen menyebabkan hipoksia pencelupan.

26

LI 3.6 Memahami dan menjelaskan gejala hipoksia


Gejala yang timbul pada hipoksia sangat individual, sedang berat ringannya gejala tergantung
ada lamanya berada di daerah itu, cepatnya mencapai ketinggian tersebut, kondisi badan orang
yang menderitanya dan lain sebagainya. Gejala-gejala ini dapat dikelompokkan dalam dua
golongan, yaitu :
1. Gejala-gejala Obyektif, meliputi :
a) Air hunger, yaitu rasa ingin menarik napas panjang terus-menerus
b) Frekuensi nadi dan pernapasan naik
c) Gangguan pada cara berpikir dan berkonsentrasi
d) Gangguan dalam melakukan gerakan koordinatif misalnya memasukkan paku ke
dalam lubang yang sempit
e) Cyanosis, yaitu warna kulit, kuku dan bibir menjadi biru
f) Lemas
g) Kejang-kejang
h) Pingsan dan sebagainya.
2. Gejala-gejala Subyektif, meliputi :
a) Malas
b) Ngantuk
c) Euphoria yaitu rasa gembira tanpa sebab dan kadang-kadang timbul rasa sok jagoan. Rasa ini
yang harus mendapat perhatian yang besar pada awak pesawat, karena euphoria ini banyak
membawa korban akibat tidak adanya keseimbangan lagi antara kemampuan yang mulai mundur
dan kemauan yang meningkat
LI 3.7 Memahami dan menjelaskan akibat hipoksia
Akibat hipoksia adalah terjadinya perubahan pada system saraf pusat, khususnya di
pusat pusat otak yang lebih tinggi, merupakan akibat yang penting artinya. Hipoksia akut akan
mengakibatkan gangguan judgement, inkoordinasi motoric dan gambaran klinis yang
menyerupai gambaran pada alkoholisme akut. Kalau keadaan hipoksia berlangsung lama, gejala
keletihan, pusing, apatis, gangguan daya konsentrasi, kelambatan waktu reaksi dan penurunan
kapasitas kerja akan terjadi. Begitu hipoksia bertambah parah, pusat batang otak terkena dan
kematain biasanya disebabkan oleh gagal pernapasan. Dengan penurunan pa02, resistensi serebro
vaskuler meningkat, aliran darah berkurang dan hipoksia bertambah. Dibandingkan dengan
otak, medulla spinalis yang lebih tua secara filogenetik dan saraf perifer relative tidak sensitive
terhadap hipoksia. Hipoksia juga menyebabkan konstriksi arteri pulmonalis, yang melayani
fungsi penting darah yang dipintas menjauhi area diventilasi buruk ke arah bagian paru yang
27

diventilasi lebih baik. Bagaimanapun hipoksia mempunyai kerugian yang menyebabkan


peningkatan resistensi vaskuler pulmoner dan peningkatan afterload ventrikel kanan.
Gangguan kompleks fungsi seluler disebabkan oleh efek metabolic hipoksia akut berat.
Di hepar dan otot, metabolism bahan makanan primer, karbohidrat didapat dengan normal secara
anaerobic ( seperti tanpa oksidasi) ke stadium pembentukan asam piruvat. Penghancuran piruvat
memerlukan oksigen, dan bila mengalami defisiensi, meningkatkan proporsi piruvat terhadap
asam laktat berkurang, yang tidak dapat dihancurkan lebih lanjut. Sebab itu, terdapat
peningkatan laktat darah, dengan pengurangan asidosis metabolic yang berhubungan dan
bikarbonat. Dalam keadaan ini, energy total yang didapatkan dari penghancuran bahan makanan
sangat berkurang, dan jumlah energi yang tersedia untuk melanjutkan resintesis komponen fosfat
kaya energy menjadi tidak adekuat, menyebabkan gangguan kompleks fungsi seluler.
Hipoksia yang lama atau berat juga dapat mengganggu fungsi hepar dan ginjal. Salah satu
mekanisme kompensasi yang penting untuk mengimbangi hipoksia yang lama adalah
peningkatan konsentrasi hemoglobin. Keadaan ini bukan disebabkan oleh stimulasi langsung
sumsum tulang tetapi terjadi akibat kerja eritropoitin. Kadar eritropoitin yang dapat diukur akan
meningkat karena hipoksia, dan produksinya ternyata diatur oleh keseimbangan antara pasokan
dan kebutuhan oksigen jaringan (braunwald Eugene, Isselbacher kurt, Wilson jean et all.(1999) .
Harrison prinsip prinsip ilmu penyakit dalam Volume 1. Yogyakarta:Penerbit buku
Kedokteran).
Pada saat sel kekurangan ATP, sel tersebut tidak dapat lagi mempertahankan fungsi
selularnya, termasuk fungsi transport natrium dan kalium melalui pompa natrium kalium. Tanpa
pemompaan natrium kalium, sel akan mulai menimbun natrium karena natrium berdifusi ke
dalam sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi dan gradient listrik. Potensial listrik yang
melintasi membrane mulai turun seiring dengan penumpukan natrium sebuah ion positif, intrasel.
Tekanan osmotic didalam sel. Sel iskemik ( yang mengalami kekurangan oksigen atau suplai
darah) mulai membengkak sehingga terjadi dilatasi reticulum endoplasma, penurunan fungsi
mitokondria, dan peningkatan permeabilitas membrane intrasel.
Akibat lain dari hipoksia adalah pembentukan asam laktat yag terjadi selama glikolisis
anaeron. Peningkatan asam laktat menyebabkan PH dalam sel dan darah menurun. Penurunan
PH(peningkatan keasaman) intrasel menyebabkan kerusakan struktur struktur inti, membrane sel,
dan mikrofilamen. Perubahan PH dapat juga memengaruhi potensial listrik yang melintasi
membrane.
Efek hipoksia bersifat reversible apabila oksigen dipulihkan dalam periode waktu
tertentu, yang jumlahnya bervariasi dan bergantung pada jenis janringan. Akan tetapi,
pembengkakan sel dapat menyebabkan pecahnya vesikel lisosom sehingga melepaskan enzim
enzim mereka dan lisis (terurainya) sel. Kematian sel ditandai peningkatan kadar enzim-enzim
intrasel yang melebihi normal didalam sirkulasi umum
(Corwin J Elizabeth (2009). Buku Saku Patofisiologi .Yogyakarta:Penerbit buku Kedokteran.)
LI 3.8 Pencegahan Hipoksia Seluler
1. Jangan menggunakan helikopter ketika menuju dataran tinggi dan usahakan jalan ke puncak
mulai dari ketinggian dibawah 3000m.
2. Hindari merokok, minum alkohol, obat anti depresan karena dapat memperlambat laju
pernafasan.
3. Menjaga asupan nutrisi, terutama zat besi, folat, vitamin B-12 dan B-6
28

LI.3.9 Penanganan Hipoksia Seluler


Ada beberapa cara untuk menangani Hipoksia,yaitu:
A .Terapi Oksigen (O2)
Terapi oksigen merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan okasigenasi
jaringan yang adekuat. Secara klinis tujuan utama pemberian oksigen adalah untuk mengatasi
keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah, dan untuk menurunkan kerja nafas
dan menurunkan kerja miokard. Syarat-syarat pemberian oksigen meliputi : Konsentrasi oksigen
udara inspirasi dapat terkontrol, Tidak terjadi penumpukan CO2, mempunyai tahanan jalan nafas
yang rendah,efisien dan ekonomis, dan nyaman untuk pasien. Metode-metode yang digunakan
dalam terapi oksigen:
1. Kateter nasal Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikanoksigen secara kontinu
dengan aliran 1 6 L/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%.
Keuntungan : Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan
nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.
Kerugian : Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 45%, tehnik memasuk
kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi
selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan
mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat.
2.Kanula nasal Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinu
dengan aliran 1 6 L/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter nasal. Keuntungan :
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,mudah memasukkan
kanul disbanding kateter, klien bebas makan,bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan
nyaman.
Kerugian : Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen
berkurang bila klien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm,
mengiritasi selaput lendir.
3.Sungkup muka sederhana Merupakan alat pemberian oksigen kontinu atau selang seling
5 8 L/mnt dengan konsentrasi oksigen 40 60%.
Keuntungan : Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal,
sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat
digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
Kerugian : Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat menyebabkan
penumpukan CO2 jika aliran rendah.
4.Sungkup muka dengan kantong rebreathing Suatu tehinik pemberian oksigen dengan
konsentrasi tinggi yaitu 60 80% dengan aliran 8 12 L/mnt.
Keuntungan : Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lendir.
Kerugian : Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat
menyebabkan penumpukan CO2, kantong oksigen bisa terlipat.

29

5.Sungkup muka dengan kantong non rebreathing Merupakan tehinik pemberian oksigen
dengan Konsentrasi oksigen mencapai 99% dengan aliran 8 12 L/mnt dimana udara inspirasi
tidak bercampur dengan udara ekspirasi.
Keuntungan : Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan
selaput lendir.
Kerugian : Kantong oksigen bisa terlipat.
B .Terapi Oksigen Hiperbarik Suatu bentuk terapi dengan memberikan 100% oksigen kepada
pasien dalam suatu hyperbaric chamber yaitu ruangan yang memiliki tekanan lebih dari udara
atmosfir normal.
C. Pemberian Asetozolamid Obat ini menghambat karbonat anhidrase menyebabkan
peningkatan ekresi HCO3 di urin merangsang pernapasan, meningkatkan PCO2 dan mengurangi
pembentukan cairan serebrospinal.

30

DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 1999. Konsep Prosedural dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta:EGC
Asmadi.2008.Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.Jakarta:
Salemba Medika
Corwin, E.J. 2000. Patofisiologi. Jakarta:EGC
Dorland. 2010. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 31. Jakarta:EGC
Marks D, dkk. Biokimia Kedokteran Dasar.

Murray, R.K. et al. 2002. Biokimia Harper. Edisi 25. Jakarta:EGC


Murray, R.K. et al. 2009. Biokimia Harper. Edisi 27. Jakarta:EGC
Ganong,W.F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.. Jakarta: EGC
Ganong,W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Sloane E. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula.
Pierson David J. Pathophysiology and Clinical Effects of Chronic Hypoxia
https://Docs.Google.Com/Usu
http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/2090620-pengertian-oksigen/#ixzz1gMwyCQhQ
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/2026989-hipoksiakekurangan-oksigen/#ixzz1gYANSPia
http://3rr0rists.net/medical/hipoksia.html
http://www.google-book.com/-Teknik Prosedural Konsep & Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien

http://www.bio.davidson.edu/Courses/Molbio/MolStudents/spring2005/Heiner/hemoglobin.html
http://www.elp.manchester.ac.uk/pub_projects/2001/MNQC7NDS/haemoglobin_structure.htm
http://www.webmd.com/a-to-z-guides/hemoglobin-electrophoresis
Isselbacher,braunwald,wilson. 2005. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, vol.1.Bandung
journal.unissula.ac.id
staff.ui.ac.id
lontar.ui.ac.id
31

32

Anda mungkin juga menyukai