Anda di halaman 1dari 51

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Dalam melakukan aktivitas sehari-hari, manusia tentunya memerlukan energi
yang cukup dari proses metabolisme dalam tubuh, oleh karena itu tubuh manusia
harus memiliki suplai oksigen yang cukup. Oksigen merupakan kebutuhan mutlak
organisme aerob yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan sel.
Selain itu, sel-sel dalam tubuh manusia menjalankan berbagai reaksi kimia dengan
menggunakan oksigen untuk menghasilkan energi bagi sel dalam bentuk ATP.8
Apabila terjadi kekurangan suplai oksigen pada jaringan (hipoksia), tubuh
memiliki kemampuan untuk merespon dan mengatasi perubahan kadar oksigen
melalui mekanisme penginderaan oksigen (oxygen sensing) yang mampu menjaga
28,29
homeostasis sekaligus untuk beradaptasi terhadap kondisi hipoksia. Tetapi
apabila terjadi hipoksia berat, sel-sel dalam tubuh tidak lagi mampu untuk
beradaptasi sehingga hipoksia mengakibatkan cedera sel bahkan kematian sel.2
Hal tersebut merupakan akibat peningkatan produksi Reactive Oxygen Species
(ROS) oleh mitokondria selama terpapar hipoksia.3
Stress oksidatif terjadi akibat ketidakseimbangan antara pembentukan dan
eliminasi radikal bebas.2 Radikal bebas ialah molekul atau atom yang sangat tidak
stabil sehingga berusaha untuk menstabilkan diri dengan mengambil elektron
molekul lain.3 Oksigen merupakan suatu biradikal yang memiliki kecenderungan
untuk membentuk ROS yang toksik (misalnya radikal hidroksil, superoksida, dan
hidrogen peroksida) yang merupakan penyebab terjadinya cedera sel. Tetapi,
radikal-radikal bebas tersebut mampu dieliminasi atau dibuang melalui
mekanisme pertahanan yang dimiliki oleh sel. Mekanisme pertahanan ini meliputi
sejumlah enzim (superoksida dismutase (SOD), glutation peroksidase dan
katalase) dan vitamin antioksidan, misalnya vitamin C, vitamin A, dan vitamin
E.2,6
Antioksidan, salah satunya Glutation, disintesis didalam sitoplasma sel,
terutama pada sel hati. Glutation merupakan antioksidan penting yang dapat

Universitas Tarumanagara 1
mengikat ROS dan mempertahankan keseimbangan redoks intrasel dan menjaga
jaringan dari pengaruh stress oksidatif.12,13,16
Dari penelitian ini dapat diketahui lebih mendalam mengenai pengaruh
hipoksia sistemik terhadap kadar antioksidan khususnya glutation dalam hati dan
darah, dimana penelitian ini nantinya dapat digunakan sebagai dasar untuk
penelitian selanjutnya.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah dapat disimpulkan beberapa rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah paparan hipoksia sistemik mempengaruhi kadar glutation (GSH)
pada hati dan darah tikus?
2. Apakah kadar glutation pada hati dan darah tikus mengalami perubahan yang
bermakna sejalan dengan durasi paparan hipoksia?

1.3 Hipotesis Penelitian


Paparan hipoksia sistemik akan menyebabkan perubahan kadar glutation
(GSH) pada hati dan darah tikus.

1.4 Tujuan Penelitian


1. Diketahui adanya pengaruh hipoksia sistemik terhadap kadar glutation (GSH)
pada hati dan darah tikus.
2. Diketahuinya kadar glutation (GSH) pada hati dan darah tikus akibat paparan
hipoksia sistemik.

1.5 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam ilmu
kedokteran yang berkaitan dengan glutation akibat paparan hipoksia sistemik pada
hati tikus. Informasi mengenai peranan glutation pada hati tikus akibat hipoksia
sistemik diharapkan dapat berguna untuk perkembangan penelitian yang baru.

Universitas Tarumanagara 2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelusuran Literatur


2.1.1 Hipoksia
Oksigen merupakan kebutuhan yang paling penting dalam hidup manusia.
Rantai transpor elektron menggunakan lebih dari 90% konsumsi oksigen total,
dan semua reaksi lain yang memerlukan oksigen didalam tubuh hanya
mengunakan 5-10%.6
Hipoksia adalah suatu keadaan dimana terjadi kekurangan oksigen ditingkat
jaringan yang dapat menyebabkan cedera sel bahkan kematian sel. Hipoksia
terbagi atas 4 jenis yaitu: 1) Hipoksia hipoksik, yaitu apabila PO2 darah arteri
berkurang (pada kasus penyakit pulmoner atau pada ketinggian). 2) Hipoksia
anemik, yaitu bila PO2 darah arteri normal tetapi jumlah hemoglobin yang tersedia
untuk mengangkut O2 berkurang. 3) Hipoksia stagnan atau iskemik, yaitu bila
aliran darah menuju jaringan sangat rendah sehingga tidak cukup O2 diantarkan ke
jaringan, meskipun PO2 dan konsentrasi hemoglobin normal. 4) Hipoksia
histotoksik, yaitu bila jumlah O2 yang dihantarkan ke jaringan memadai, tetapi
oleh karena kerja suatu agen toksik, sel jaringan tidak mampu menggunakan O2
yang diberikan.1
Pengaruh hipoksia bergantung pada jaringan yang terkena serta berpotensi
mempengaruhi ekspresi sekitar 1-2% gen dalam genom.7 Dalam keadaan hipoksia
terjadi peningkatan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) oleh mitokondria,
kondisi hipoksia menurunkan konsumsi oksigen sehingga terjadi akumulasi ROS.3
Salah satu respon sel terhadap kondisi hipoksia adalah peningkatan kadar
protein Hypoxia-inducible factor-1 (HIF-1). HIF-1 adalah faktor transkripsi yang
memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan oksigen baik pada
tingkat seluler maupun tingkat sistemik. HIF-1α diinduksi secara khusus sebagai
respon adaptasi terhadap keadaan hipoksia, dipercaya sebagai regulator utama
homeostasis oksigen sehingga terdapat peningkatan HIF-1α pada hipoksia.33

Universitas Tarumanagara 3
2.1.2 Hati
Hati adalah organ terbesar didalam tubuh, berat 1.200- 1.500 g serta
membentuk seperlima puluh berat badan dewasa total. Terlindung iga dalam
kuadran kanan atas, ia berbentuk seperti piramid yang apeksnya mencapai
xiphisternum, batas atas terletak sekitar setinggi puting susu. Terdapat dua lobus,
dexter yang sekitar enam kali ukuran sinister. 5
Fungsi hati bersangkutan dengan metabolisme tubuh, khususnya mengenai
pengaruhnya atas makanan dan darah. Hati merupakan pabrik kimia terbesar
dalam tubuh dalam hal bahwa ia menjadi pengantara metabolisme artinya ia
mengubah zat makanan yang diabsorpsi dari usus dan yang disimpan didalam
tubuh menjadi energi dalam bentuk ATP.5
Oleh karena hati merupakan organ yang bersifat aerobik maka viabilitasnya
bergantung pada ketersediaan oksigen. Konsumsi oksigen pada hati sekitar 100
sampai 150 mol O2 / jam/ gram berat hati. Hati mempunyai suplai darah ganda
yang berasal dari vena porta hepatika dan arteri hepatika dextra dan sinistra.
Akibat sistem aliran darah di jaringan hati bersifat satu arah dari vena porta dan
arteri hepatika ke arah vena sentralis, maka terbentuk gradien oksigen pada zona-
zona hati (zona 1, 2, 3) (gambar2.1). Hepatosit yang terdapat di daerah periportal
(zona 1) memiliki tekanan oksigen ± 50-55 mmHg dan menurun menjadi ± 40-45
mmHg di daerah perivenous / pericentral (zona 3). Metabolisme di zona 3 lebih
bersifat anaerob dibanding dengan zona 1 sehingga lebih rentan terhadap
hipoksia.27 Telah diketahui bahwa kondisi hipoksia menyebabkan konsumsi
oksigen dalam jaringan berkurang sehingga mengakibatkan penurunan fosforilasi
oksidatif pada mitokondria yang menyebabkan penurunan produksi ATP pada
sel.2,26

Universitas Tarumanagara 4
Gambar 2.1. Zona - zona hati (periportal, midzonal, dan pericentral) dan
arah aliran darah pada lobulus hati.

Kondisi hipoksia yang berkelanjutan dapat menimbulkan sindroma hepatitis


iskemik yang ditandai dengan peningkatan yang tajam serum transaminase. Pada
proses metabolisme normal, molekul molekul oksigen reaktif yang tereduksi
(ROS) dihasilkan dalam jumlah kecil sebagai produk sampingan respirasi
mitokondrial.2,26 Karena hati merupakan tempat metabolisme utama, maka jumlah
ROS yang terbentuk di hati akan lebih banyak dibandingkan yang terdapat dalam
jantung dan darah.3

2.1.3 Darah
Darah merupakan cairan yang terdapat dalam tubuh yang berfungsi untuk
mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel tubuh. Selain mengangkut oksigen,
darah juga berfungsi untuk mengangkut hormon, nutrisi dan zat sisa metabolisme
dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Komponen darah
berupa sel darah (45%) yang tersuspensi didalam plasma (55%). Sel darah terdiri
dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan trombosit.

Universitas Tarumanagara 5
Sedangkan plasma darah sebagian besar terdiri dari air dan sisanya berupa protein,
mineral, hormon, antibodi, faktor pembekuan darah, dan nutrien.38
Darah berperan sebagai alat transportasi, khususnya oksigen (O2), yang
dibawa dari paru- paru dan diedarkan ke seluruh tubuh dan kemudian mengangkut
sisa pembakaran (CO2) dari jaringan untuk dibuang keluar melalui paru- paru.
Fungsi pertukaran O2 dan CO2 ini dilakukan oleh hemoglobin, yang terkandung
dalam sel darah merah.41
Eritrosit merupakan sel yang tidak memiliki inti dan organel sel, misalnya
mitokondria, lisosom atau aparatus Golgi. Pembentukan eritrosit diregulasi oleh
eritropoetin (Epo) yaitu suatu hormon glikoprotein yang merupakan regulator
utama produksi eritrosit sebagai respons terhadap penurunan oksigenasi jaringan.
Produksi Epo terutama terjadi di ginjal dan sebagian kecil di hati, tetapi semua sel
pada dasarnya memiliki kemampuan mentranskripsi gen Epo dalam kondisi
hipoksia.39,40

2.1.4 Reactive Oxygen Species (ROS) dan Stress Oksidatif

ROS merupakan metabolit oksigen utama yang termasuk didalamnya


radikal bebas, yang dihasilkan melalui reduksi satu-elektron oksigen yang berupa
anion superoksida, radikal hidroksil (OH-), dan bentuk oksigen yang tereduksi
secara parsial, hidrogen peroksida (H2O2). Peningkatan produksi ROS dapat
dipicu oleh kondisi hipoksia. Radikal bebas mampu bereaksi tanpa pandang bulu
dengan setiap molekul yang berkontak dengannya, menarik elektron, dan
membentuk radikal bebas yang baru dalam reaksi berantai oksidatif sitotoksik.

Tabel 2.1. Reactive Oxygen Species (ROS).6


Molekul Karakteristik
- Membentuk radikal bebas melalui reaksi dengan
Hidrogen peroksida Fe2+ yang disebut dengan reaksi fenton
(H2O2) - Dapat berdifusi kedalam dan menembus membran
sel
Anion Superoksida - Dihasilkan oleh rantai transpor elektron dan
(O2-) beberapa reaksi sitosolik

Universitas Tarumanagara 6
- Menghasilkan ROS lainnya tetapi tidak dapat
berdifusi jauh dari tempat asal
- Dihasilkan oleh H2O2 dengan adanya Fe2+ (reaksi
Radikal hidroksil fenton)
(OH˙) - Radikal intraseluler yang paling reaktif dalam
menyerang molekul biologis
- Dibentuk melalui reaksi dari nitrit oksida (NO)
Peroksinitrit (ONOO˙) dengan anion superoksida (O2-) yang merusak
molekul biologis
Radikal peroksida lipid - Suatu radikal organik yang terbentuk sewaktu
(RCOO˙) degradasi lemak
- Dihasilkan oleh makrofag dan neutrofil sewaktu
Asam hipoklorit
ledakan pernapasan yang menyertai proses
(HOCl)
fagositosis

Pada kondisi normal, anion superoksida biasanya akan diubah oleh


superoksida dismutase (SOD) menjadi hidrogen peroksida (H2O2), yang kemudian
akan dipecah oleh katalase atau glutation peroksidase menjadi H2O.
Hidrogen peroksida, walaupun sebenarnya bukan suatu radikal, adalah zat
pengoksidasi dan, dengan adanya Fe2+ atau logam transisi lainnya, menghasilkan
radikal hidroksil melalui reaksi Fenton (gambar 2.2). Karena larut lemak,
hidrogen peroksida dapat menimbulkan kerusakan membran lokal yang
mengandung Fe2+ yang terletak jauh dari tempat pembentukannya. Hidrogen
peroksida setelah terbentuk juga harus dikeluarkan untuk mencegah pembentukan
radikal yang sangat reaktif yaitu radikal hidroksil. Untuk melaksanakan hal
tersebut melibatkan dekomposisi hidrogen peroksida menjadi air oleh katalase dan
glutation peroksidase. 6

Universitas Tarumanagara 7
Gambar 2.2. Reaksi Fenton. 6

Pada membran dalam mitokondria, proses pembentukan ATP melibatkan


proses transpor elektron dengan bantuan empat kompleks enzim, yang terdiri dari
kompleks I (NADH dehidrogenase), kompleks II (suksinat dehidrogenase),
kompleks III (koenzim Q – sitokrom C reduktase), kompleks IV (sitokrom C
oksidase). Pada tahap akhir rantai pernapasan di mitokondria, O2 membutuhkan
empat buah elektron agar terjadi reduksi sempurna, sehingga terbentuk molekul
air. Pada proses transfer elektron kepada O2 dalam rantai pernapasan dapat
dihasilkan ROS sebagai zat antara.29
Pada kadar yang fisiologis, ROS dapat berperan sebagai second messenger
pada berbagai fungsi selular. Namun pada kondisi patologis, misalnya hipoksia,
terjadi peningkatan produksi ROS yang dapat menyebabkan kondisi yang disebut
dengan stress oksidatif. Jika produksi ROS melebihi kapasitas daripada
antioksidan, maka ROS akan bereaksi dengan makromolekul seperti lipid, protein
dan DNA melalui aktivasi sinyal-sinyal kaskade yang mengatur respon stress
termasuk protein kinase, sitokin, dan faktor-faktor transkripsi yang nantinya dapat
merangsang respon-respon inflamasi bahkan sampai menyebabkan disfungsi dan
kematian sel..9,10,21,22
Sel memiliki mekanisme untuk mencegah kerusakan akibat ROS yang
dikenal sebagai sistem antioksidan yang berupa enzim antioksidan (superoksida

Universitas Tarumanagara 8
dismutase (SOD), glutation (GSH), katalase dan vitamin antioksidan (vitamin E,
vitamin C, dan karotenoid).6
Hati merupakan organ yang memiliki konsentrasi GSH tertinggi daripada
organ yang lain. Konsentrasi GSH yg tinggi juga didukung oleh aktivitas HMP
shunt yang tinggi pada jaringan hati. 11,13

2.1.5 Glutation (GSH)


Glutation merupakan suatu tripeptida, yaitu γ-L-glutamil-L-sisteinil-glisin
(gambar 2.3), ditemukan pada semua jaringan manusia namun terdapat paling
banyak di hati.

Gambar 2.3. Struktur Glutation.32

Glutation dapat berupa molekul tiol tereduksi (GSH) dan disulfida


teroksidasi (GSSG).23 GSH merupakan bentuk predominan, yang memiliki
konsentrasi dalam milimolar pada sebagian besar sel (pada hati sekitar 5-10 mM).
Didalam sel, hampir 90% GSH terdapat pada sitosol, 10% pada mitochondria
dan sebagian kecil terdapat pada retikulum endoplasma.24,25 Ikatan peptida
menghubungkan glutamat dan sistein pada GSH melalui γ-carboxyl pada glutamat
dibandingkan dengan α-carboxyl group. Bentuk glutation yang teroksidasi
(GSSG) dapat didaur ulang menjadi bentuk glutation tereduksi (GSH) melalui
katalisasi oleh glutation reduktase dan didukung oleh NADPH yang berasal dari
Heksosa Monofosfat Shunt (HMP shunt).4,13
Universitas Tarumanagara 9
Sintesis GSH oleh asam amino, yakni L-glutamate, L-cysteine, dan L-
glycine, melalui dua tahap reaksi enzimatik yang memerlukan ATP. Tahapan
reaksi pembentukan GSH sebagai berikut (gambar 2.4):
1.) L-glutamate + L-cysteine + ATP  γ-glutamyl-L-cysteine + ADP + Pi
2.) γ-glutamyl-L-cysteine + L-glycine + ATP  GSH + ADP + Pi

Gambar 2.4. Tahapan sintesis GSH. Tahap pertama, yaitu pembentukan g-


glutamylcystein dari glutamat dan sistein, dikatalisis oleh enzim γ-
glutamylcysteine synthetase (GCS). Kemudian dilanjutkan dengan tahapan kedua,
yaitu pembentukan GSH yang dikatalisis oleh glutation synthetase (GS), yang
menggunakan γ-glutamylcystein dan glisin sebagai substratnya.37

Pembentukan γ-glutamylcystein disebut sebagai pembatas laju reaksi (rate-


limiting reaction) pada sintesis GSH dan proses ini dapat dihambat oleh GSH
sendiri melalui mekanisme feedback negatif, dimana mekanisme inilah yang
bertanggung jawab atas regulasi kadar GSH.37
Glutation synthetase dalam jumlah yang berlebih tidak meningkatkan
kadar GSH sehingga bukan merupakan subjek feedback negatif oleh GSH. Disisi
lain, GCS yang berlebihan dapat meningkatkan kadar GSH, sehingga GCS
merupakan subjek feedback negatif oleh GSH. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa
GCS merupakan “rate-limiting enzyme” dalam sintesis GSH. Berbagai agen
misalnya hidrogen peroksida, sitokin, buthionine sulfoximine (BSO), tert-
butylhydroquinone, diethyl maleate (DEM), 4-hydroxy-2-nonenal, dan radiasi ion,
dapat menyebabkan stress oksidatif pada sel, menyebabkan terjadinya
peningkatan aktivitas dan transkripsi gen GCS sehingga dapat meningkatkan
kadar GSH.32

Universitas Tarumanagara 10
Glutation merupakan antioksidan penting yang dapat mengikat ROS dan
mempertahankan keseimbangan redoks intrasel dan menjaga jaringan dari stress
oksidatif. Glutation mengikat efek toksik dari ROS dengan menggunakan
glutation peroksidase, yaitu enzim yang mereduksi hidrogen peroksida (gambar
2.5) dan peroksida organik termasuk lipid peroksida.12,13,16 GSH pada mitokondria
merupakan suatu mekanisme pertahanan yang penting terhadap stress oksidatif
fisiologis maupun patologis.20

Gambar 2.5. Reaksi Glutation, Katalase, dan Superoksida Dismutase.6

GSH memiliki beberapa fungsi, yaitu: 1) detoksifikasi; 2) mempertahankan


status tiol dengan mencegah terjadinya oksidasi pada -SH atau reduksi pada ikatan
disulfida, yang diinduksi oleh stress oksidatif; 3) mengikat radikal bebas; 4)
menyediakan reservoir untuk sistein; and 5) memodulasi proses seluler seperti
sintesis DNA, proses yang terkait mikrotubular, dan fungsi imun.17,18,19

2.2 Kerangka Teori

Peningkatan Stress Penurunan


Hipoksia Produksi oksidatif kadar GSH
ROS

Universitas Tarumanagara 11
2.3 Kerangka Konsep

Sel normal
Hipoksia sistemik
dengan menggunakan
hypoxic chamber
Sel mengalami hipoksia

Kebutuhan oksigen tidak


mencukupi

Penurunan fosforilasi oksidatif


pada mitokondria

Peningkatan produksi ROS Penurunan produksi ATP

Keruskan membran sel


Peningkatan kadar GSH
sebagai mekanisme
kompensasi

Paparan hipoksia lebih lanjut

Penurunan kadar GSH

Universitas Tarumanagara 12
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen in vivo, pengaruh hipoksia
sistemik terhadap kadar glutation pada hati dan darah tikus Sprague Dawley.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Departemen Biokimia dan Biologi
Molekuler dari Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta.
Penelitian berlangsung sekitar 18 bulan, mulai bulan Januari 2014 sampai dengan
Juni 2015.

3.3 Hewan Percobaan


Penelitian ini menggunakan tikus (Rattus sp. Strain Sprague Dawley) jantan
yang sehat berumur 6 – 8 bulan dengan berat badan 180-220 gram. Sebelum dan
selama pemberian perlakuan, kesehatan tikus dijaga agar tidak sakit. Tikus diberi
makan standar termasuk vitamin dan minum secara ad libitum. Kandang dan
hypoxic chamber (sungkup hipoksia) dijaga kebersihannya, serta dijaga suhu dan
kelembabannya. Disamping itu diperhatikan pula hal-hal lain sesuai kode etik
komisi penanganan dan penggunaan hewan coba.

3.4 Perkiraan Besar Sampel


Penetapan jumlah ulangan sampel tikus pada tiap kelompok dilakukan
berdasarkan rumus Federer.31 Apabila t adalah jumlah kelompok perlakuan yakni
kelompok P1-P7, dan n adalah jumlah tikus setiap kelompok perlakuan.
Maka n dapat dihitung dengan rumus:
(t-1) (n-1) ≥ 15
(7-1)(n-1) ≥ 15
6n-6 ≥ 15
n ≥ 21/6
n ≥ 3.5 atau 4

Universitas Tarumanagara 13
Jadi jumlah ulangan sampel (n) yang dapat digunakan adalah empat ekor tikus
untuk tiap kelompok.

3.5 Instrumen Penelitian


3.5.1 Bahan Penelitian
- Sampel jaringan hati
- Gas campuran khusus dalam tangki gas yang mengandung oksigen 8% dan
nitrogen 92%.
- Bahan kimia: TCA 5%
Dapar Fosfat pH 7,0 dan pH 8,0
DTNB
GSH standart
3.5.2 Alat Penelitian
- Sungkup hipoksia (Hypoxic Chamber) ukuran besar, kapasitas enam ekor
tikus. (Gambar 3.1)

Gambar 3.1 Sungkup – Hipoksia dan Perlengkapannya.

Universitas Tarumanagara 14
- Tissue grinder (Homogenizer), Wheaton Science, Millville, NJ-USA.
(Gambar 3.2)
- Alat bedah (minor set).
- Digital Oxygen meter, OX – 12B, No 05231, MIEI Shanghai, P.R. China.
- Spectrophotometer double beam, model UV.210 A, Hitachi, Jepang
- Alat sentrifugasi berkecepatan tinggi, model 20PR-5, Hitachi – Jepang.
- MaxiMix vortex mixer, thermolyne, USA.
- Micropipette semiotomatik ependorf, ukuran 20uL – 1000uL.
- Analytical and precision balances seri pioneer, OHAUS, NJ-USA.
- Alat keperluan laboratorium standart yang digunakan di laboratorium
Biokimia dan Biologi Molekuler: pencatat waktu, alat putar (rotator), rak
beserta tabung reaksi, pipet tetes, labu takar, labu erlenmeyer, gelas kimia,
spatula, botol semprot, batang pengaduk dan sendok logam.

Gambar 3.2. Tissue Grinder (Homogenizer)

Universitas Tarumanagara 15
3.6 Cara Kerja Penelitian
3.6.1 Cara Perlakuan pada Hewan Coba
Tikus dibagi menjadi tujuh kelompok perlakuan. Kelompok pertama adalah
kelompok kontrol tanpa perlakuan, sedangkan tujuh kelompok lainnya merupakan
kelompok perlakuan. Enam kelompok perlakuan (P2-P7) secara berurutan
dipaparkan hipoksia (8% O2, 92% N2), masing-masing selama 1 jam, 3 jam, 6
jam, 12 jam, 24 jam, 72 jam dalam sungkup yang disebut dengan Hypoxic
Chamber. Di lantai sungkup terdapat kipas angin (fan) yang dapat dikontrol dari
luar, sehingga sirkulasi udara berlangsung secara homogen. Disamping itu udara
ekspirasi yang mengandung CO2 dialirkan keluar melalui suatu pipa karet dan
ditangkap dengan suatu botol (water seal bottle) yang mengandung larutan
kalsium hidroksida jenuh (soda lime) dan selanjutnya melalui suatu pipa, botol
tersebut dihubungkan dengan udara-luar.
Pelaksanaan perlakuan pada semua kelompok (P2 s/d P7) dimulai dengan
tahap persiapan, yaitu optimasi kondisi sungkup. Sungkup dalam keadaan bersih
lantainya dilapisi dengan karpet plastik dan diatasnya dibubuhi serbuk gergaji
sehingga kondisinya menyerupai kandang alamiah. Pakan dan minuman disiapkan
secukupnya dan dimasukkan pada tempatnya masing-masing dalam sungkup.
Selanjutnya pintu sungkup ditutup, dihubungkan dengan tangki-gas serta
campuran gas dialirkan dengan kecepatan 3ml/menit selama 15 menit kemudian
akan diturunkan menjadi 2ml/menit pada saat kondisi telah stabil. Setelah itu, 4
tikus dalam setiap kelompok perlakuan yang sudah ditimbang, dimasukkan
dengan cepat dan waktu dicatat sebagai jam atau hari. Selama perlakuan kondisi
tikus dan sungkup diamati. Kadar oksigen sungkup dipertahankan dengan cara
diukur menggunakan oxygen meter yang dihubungkan di bagian atas sungkup.
Kondisi sungkup yang optimal ditandai dengan kadar oksigen dan kecepatan
aliran oksigen yang stabil. Sirkulasi udara yang baik ditandai dengan dinding
sungkup yang tidak bermbun dan gelembung udara CO2 dapat diamati dalam
botol yang mengandung larutan Ca(OH)2 atau soda lime.
Pada akhir masa perlakuan satu persatu tikus dikeluarkan dari sungkup dan
segera ditimbang. Tikus kemudian dipindahkan kedalam sungkup kecil yang
sudah dioptimasi sebelumnya. Dalam sungkup tersebut tikus dimatikan dengan

Universitas Tarumanagara 16
menggunakan eter. Setelah dimatikan, tikus dibedah dengan cara membuka
rongga dada dengan melakukan seksi pada midsternum kemudian sampel darah
diambil dengan menggunakan jarum semprit dari aorta, setelah itu dilakukan
pengambilan organ hati dari masing-masing tikus.
Tikus kelompok kontrol (P1) dipelihara dalam kandang dengan kondisi
yang mirip dengan kelompok perlakuan, bedanya menggunakan udara atmosfir
sebagai sumber udara pernapasan. Pada hari ke-3, tikus tersebut ditimbang,
kemudian dimatikan dengan eter lalu dibedah untuk mengambil sampel darah dan
organ hati.7 Sisa tubuh yang tidak digunakan akan dijahit kembali lalu kemudian
dikubur.
Dibawah ini merupakan gambar skema diagram pemberian perlakuan pada
hewan coba.

P2 P3 P4 P5 P6 P7/P1

1 jam

3 jam

6 jam

12 jam

24 jam

72 jam

Gambar 3.3. Skema diagram pemberian perlakuan pada hewan coba.


Keterangan: tikus dimatikan.

3.6.2 Pembuatan Homogenat Hati


Sampel jaringan hati yang telah diambil dari tikus percobaan dipotong
menjadi ukuran-ukuran kecil kemudian ditimbang. Kemudian dibuat homogenat
dengan menambahkan PBS pada sampel dengan perbandingan sampel:PBS = 1:1
secara bertahap sambil sampel terus dihaluskan menggunakan tissue grinder

Universitas Tarumanagara 17
(homogenizer). Setelah itu, homogenat yang telah dibuat disentifugasi
menggunakan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit untuk memisahkan
supernatan dengan pelet (struktur-struktur lebih besar yang setelah disentrifugasi
akan mengendap dibawah tabung sentrifuge). Setelah selesai disentrifugasi,
supernatan yang sudah terpisah dari pelet dapat diambil dan siap untuk digunakan.

3.6.3 Pengukuran Kadar GSH Hati


Kadar GSH diukur dengan menggunakan dithiobisnitrobenzoate (DTNB).
Dengan pemeriksaan duplo, pada masing-masing tabung dimasukkan sebanyak 50
μL homogenat supernatan hati kemudian ditambahkan 200 μL larutan TCA 5%
untuk mengendapkan protein. Setelah itu disentrifugasi menggunakan kecepatan
3500 rpm selama 10 menit, lalu supernatan diambil dan dimasukkan ke dalam
tabung yang baru. Sebanyak 25 μL DTNB ditambahkan pada homogenat
supernatan hati, kemudian ditambahkan sebanyak 1750 μL dapar fosfat pH 8,0.
Campur dan diinkubasi pada suhu ruang tanpa cahaya selama 1 jam. Serapan
warna kuning yang berasal dari TNB diukur pada λ 412nm kemudian kadar
glutation pada hati dihitung dengan menggunakan standar GSH dengan kadar 1;
2; 4; 5; 10 ug/mL. Kadar GSH pada jaringan hati dinyatakan dalam ug/mL.14,15,30
Reaksi GSH dengan DTNB:
2 GSH + DTNB  GSSG + 2 TNB

3.7 Keterangan Lolos Kaji Etik


Penelitian ini telah memperoleh lolos kaji etik (ethical clearance) dengan nomor
354/UN2.FI/ETIK/2015 dati tim penilai etik penelitian Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

3.8 Variabel Penelitian


3.8.1 Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah durasi perlakuan hipoksia terhadap
tikus.

Universitas Tarumanagara 18
3.8.2 Variabel Tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah kadar GSH hati dan darah.

3.9 Definisi Operasional


3.9.1 Definisi
1. Hipoksia adalah keadaan rendahnya konsentrasi oksigen di dalam sel atau
jaringan yang dapat menimbulkan cedera bahkan kematian sel.
2. Glutation adalah suatu senyawa antioksidan yang berupa tripeptida intrasel
yang terdiri dari γ-L-glutamil-L-sisteinil-glisin.

3.9.2 Alat Ukur


UV Spectrophotometer

3.9.3 Cara Ukur


Setiap isi tabung dipindahkan ke dalam kuvet kemudian diukur absorbannya
menggunakan spectrophotometer dengan panjang gelombang λ412nm.
Pengukuran absorban setiap tabung harus menggunakan kuvet yang sama.

3.9.4 Hasil Ukur


Numerik

3.9.5 Skala Ukur


Interval

3.10 Pengumpulan Data


Data dicatat dan dikumpulkan dalam bentuk tabel dan grafik setelah
memeriksa kadar glutation (GSH) pada organ hati tikus dengan menggunakan
spektrofotometer UV.

3.11 Analisis Data


Uji statistik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak program
statistik GraphPad Prism v.5.0, La Jolla, California, USA. Data yang didapat dari

Universitas Tarumanagara 19
setiap parameter, dinyatakan dalam nilai rerata (average) ± SEM dan ditampilkan
dalam bentuk tabel dan grafik. Untuk data yang membandingkan 2 kelompok
yakni kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan, dilakukan Uji Mann-
Whitney. Sedangkan untuk menilai hubungan antar parameter digunakan uji
korelasi pearson dan regresi linear. Semua hasil uji statistik dalam penelitian ini
disajikan secara khusus dalam lampiran uji statistik.

3.12 Alur Penelitian

Tikus penelitian

KELOMPOK KELOMPOK
PERLAKUAN KONTROL
(KELOMPOK I)
Kondisi hipoksia
(8% O2) Kondisi O2 normal.

KELOMPOK II (1 jam hipoksia)

KELOMPOK III (3 jam hipoksia)

KELOMPOK IV (6 jam hipoksia)

KELOMPOK V (12 jam hipoksia)

KELOMPOK VI (24 jam hipoksia)

KELOMPOK VII (72 jam hipoksia)

Pengambilan sampel jaringan hati


dan darah

Pengukuran kadar GSH


menggunakan spektrofotometer UV

Universitas Tarumanagara 20
3.13 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Jadwal pelaksanaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Tahun 2013
Bulan
Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Menentukan topik
Studi literature
Proposal
Persetujuan proposal
Tahun 2014
Bulan
Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Persiapan alat dan bahan
Pengajuan kaji etik
penelitian
Pelaksanaan penelitian
Tahun 2015
Bulan
Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pelaksanaan penelitian
Analisis data penelitian
Penyusunan dan
penyajian hasil penelitian
Publikasi

Universitas Tarumanagara 21
BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Gas Darah dan Hematologi


Hipoksia mengakibatkan perubahan berbagai parameter pada pemeriksaan
analisa gas darah dan hematologi yang dapat dilihat pada tabel 4.1. Nilai yang
tercantum pada tabel dinyatakan sebagai nilai rerata ± SEM (standart error of
mean) dan perubahan yang bermakna dinyatakan berdasarkan uji Mann-Whitney
dengan p<0.05. Hasil uji Mann-Whitney antara kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan dapat dilihat pada lampiran uji statistik-1.

Tabel 4.1 Hasil Analisa Gas Darah dan Hematologi Hewan Coba
Hipoksia
Parameter Normoksia 12 24 72
1 jam 3 jam 6 jam
jam jam jam
7.43± 7.42 ± 7.41 ± 7.40 ± 7.40 ± 7.39 ±
pH 7.43 ± 0.02
0.01 0.01 0.02 0.01* 0.03* 0.02*
pCO2, 39.2± 38.3± 36.4 ± 35.7 ± 32.5 ± 30.2 ±
40.7 ± 2.7
mmHg 2.2* 2.2* 3.3* 2.4* 3.6* 3.4*
pO2, 87.2± 72.3± 68.6 ± 57.3 ± 53.1 ± 48.7 ±
97.8 ± 4.8
mmHg 6.1* 5.2* 4* 3.1* 7.4* 2.6*
22.2± 20.4± 17.9 ± 21.4 ± 19.3 ± 18.2 ±
HCO3 24.8 ± 2.5
2.3* 1.7* 1.2* 1.1* 2.8* 2.1*
Sat O2, 89.7± 80.2± 71.3 ± 65.7 ± 54.7 ± 58.2 ±
95.8 ± 3.1
% 6.2* 5.5* 5.4* 8.6* 8.6* 5.4*
Hemoglobin 120.7 123.2 126.6 133.4 148.6 162.5
120.1 ± 1.6
, g/L ± 3.1 ± 3.7* ± 5.5* ± 3.9* ± 4.4* ± 5.2*
Hematokrit, 45.6± 47.1 ± 48.3 ± 51.2 ± 53.4 ± 55.8 ±
45.2 ± 2.5
% 3.6 5.1* 2.7* 2.6* 5.4* 4.3*
SDM, 6.8± 7.0 ± 7.2 ± 7.8 ± 8.15 8.3 ±
6.7 ± 0.1
/µL/1000 0.2 0.2 0.5* 0.5* ±0.4* 0.8*
Nilai rerata ± SEM, *perbedaan bermakna dibanding normoksia (P<0.05, Uji Mann-Whitney)

Pada tabel, terlihat pH darah yang tidak mengalami perubahan yang


bermakna sampai pada perlakuan 6 jam hipoksia, namun perubahan yang
bermakna mulai terlihat pada perlakuan 12 jam hipoksia dan terjadi sampai pada
akhir perlakuan hipoksia yaitu pada perlakuan 72 jam.

Universitas Tarumanagara 22
PO2, pCO2, serta saturasi O2 arteri telah mengalami penurunan sejak
perlakuan 1 jam sampai dengan perlakuan 72 jam hipoksia. Penurunan parameter
tersebut terjadi bermakna sejalan dengan lamanya perlakuan hipoksia. Kadar
HCO3 juga terlihat menurun secara bermakna sampai pada akhir perlakuan
hipoksia.
Sementara itu, konsentrasi hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan jumlah
sel darah merah (SDM) mengalami peningkatan sebagai akibat dari hipoksia.
Peningkatan konsentrasi Hb dan Ht yang bermakna baru mulai terlihat pada
perlakuan 3 jam hipoksia sedangkan jumlah sel darah merah mulai meningkat
secara bermakna pada perlakuan 6 jam hipoksia.
Grafik berikut ini menggambarkan pengaruh hipoksia sistemik terhadap
masing-masing parameter analisa gas darah.

7.48
pH darah
7.46
7.44
pH

7.42
7.40 * *
*
7.38

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Kelompok Perlakuan

Gambar 4.1. Pengaruh Hipoksia terhadap pH darah


*Perbedaan bermakna dibanding normoksia (p<0,05 uji Mann-Whitney)

Universitas Tarumanagara 23
50
PCO2 arteri
40 * *
PaCO2 (mmHg) * *
30 ** *

20

10

0
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Kelompok Perlakuan

Gambar 4.2. Pengaruh hipoksia terhadap PaCO2


*Perbedaan bermakna dibanding normoksia (p<0,05 uji Mann-Whitney)

120
PO2 arteri
100
*
PaO2 (mmHg)

80
* *
60 * * *
40
20
0
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Kelompok Perlakuan

Gambar 4.3. Pengaruh Hipoksia terhadap PaO2


*Perbedaan bermakna dibanding normoksia (p<0,05 uji Mann-Whitney)

Universitas Tarumanagara 24
28
HCO3
26

HCO3 (mmol/l) 24
22 *
*
20
*
*
18 * *

16
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Kelompok Perlakuan

Gambar 4.4. Pengaruh Hipoksia terhadap HCO3


*Perbedaan bermakna dibanding normoksia (p<0,05 uji Mann-Whitney)

120
Sat O2
100
*
*
Sat O2 (%)

80
* *
60 * *
40
20
0
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Kelompok Perlakuan

Gambar 4.5. Pengaruh Hipoksia terhadap Saturasi O2


*Perbedaan bermakna dibanding normoksia (p<0,05 uji Mann-Whitney)

Universitas Tarumanagara 25
180
Hemoglobin
160
*
*
Hb (g/L) 140
*
* *
120

100
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Kelompok Perlakuan
Gambar 4.6. Pengaruh Hipoksia terhadap Hemoglobin
*Perbedaan bermakna dibanding normoksia (p<0,05 uji Mann-Whitney)

60
* * Hematokrit
50 * *
*
40
Ht (%)

30
20
10
0
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Kelompok Perlakuan
Gambar 4.7. Pengaruh Hipoksia terhadap Hematokrit
*Perbedaan bermakna dibanding normoksia (p<0,05 uji Mann-Whitney)

Universitas Tarumanagara 26
10
Sel darah merah
* *
8 *

SDM (/l/1000)
*
6

0
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Kelompok Perlakuan
Gambar 4.8. Pengaruh Hipoksia terhadap Jumlah Sel Darah Merah
*Perbedaan bermakna dibanding normoksia (p<0,05 uji Mann-Whitney)

4.2 Penentuan Kurva Standart GSH


Absorban standart GSH dengan kadar 1; 2; 4; 5; 10 ug/mL diukur
menggunakan spektrofotometri kemudian dicatat dalam bentuk tabel (Tabel 4.2).
Setelah itu dengan menggunakan persamaan regresi linier, kurva standart GSH
(Gambar 4.9) dibuat dan dicari nilai R2 nya. Nilai R atau koefisien determinasi
merupakan angka yang nilainya dari 0 sampai 1, yang menunjukkan seberapa
dekat nilai perkiraan untuk analisis regresi yang mewakili data sebenarnya.
Semakin besar nilai R2 yaitu mendekati satu atau sama dengan satu maka analisis
regresi dapat dipercaya. Dari hasil kurva standart GSH, diperoleh nilai R2 sebesar
0,988 untuk digunakan dalam perhitungan kadar GSH hati dan darah.

Tabel 4.2 Absorban GSH Standart

Kadar GSH Standart (ug/mL) Absorban λ 412

1 0,046
2 0,102
4 0,156
5 0,198
10 0,450

Universitas Tarumanagara 27
0.5

Absorban GSH Standart


0.4
y = 0,044x - 0,004
R² = 0,988
0.3

0.2

0.1

0.0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kadar GSH Standart

Gambar 4.9 Kurva GSH Standart

4.3 Kadar GSH Hati


Untuk menentukan kadar GSH pada hati, dilakukan pengukuran
absorbansi homogenat yang dibaca menggunakan spektrofotometri pada panjang
gelombang λ412 nm. Hasil pengukuran dicatat dan data selengkapnya dapat
dilihat pada lampiran 1. Kadar GSH dapat dihitung dengan menggunakan rumus
persamaan y = 0,044x - 0,004 yang didapat dari kurva standar GSH. Hasil
perhitungan didapatkan dengan memasukkan nilai absorban pada variabel y, dan
kemudian mencari nilai x yang merupakan kadar GSH pada hati tikus. Tabel
dibawah ini (tabel 4.3) menunjukkan kadar GSH hati rata-rata yang kemudian
diplot kedalam bentuk grafik. (gambar 4.10)
Dari grafik dapat terlihat terjadi peningkatan kadar GSH pada hati tikus
pada perlakuan 1 jam (P2), yaitu 1,869 μg/ml, dibandingkan dengan kadar GSH
pada tikus kontrol (P1), yaitu 1,767 μg/ml namun tidak mengalami peningkatan
yang bermakna saat diuji menggunakan uji statistik Mann-Whitney. Hasil uji
statistik selengkapnya dapat dilihat pada lampiran uji statistik-2. Peningkatan
yang bermakna baru mulai terlihat pada perlakuan 3 jam (P3), yaitu 1,994 μg/ml.

Universitas Tarumanagara 28
Kadar GSH meningkat terus secara berangsur sampai pada perlakuan 3 hari (P7)
yaitu 3,216 μg/ml.

Tabel 4.3 Rerata Kadar GSH Hati

Kadar GSH Hati


Kelompok Perlakuan
(ug/mL)
1 1,767
2 1,869
3 1,994
4 2,168
5 2,557
6 3,003
7 3,216

4 P1: Kontrol
P2: 1 jam
P3: 3 jam
3.216* P4: 6 jam
Kadar GSH Hati (g/mL)

3.003* P5: 12 jam


3 P6: 24 jam
2.557* P7: 72 jam
2.168*
1.994*
2 1.767
1.869

0
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Kelompok Perlakuan Hipoksia

Gambar 4.10 Grafik Kadar GSH Hati


*Perbedaan bermakna dibanding normoksia (p<0,05 uji Mann-Whitney)

Universitas Tarumanagara 29
4.4 Kadar GSH darah
Sama halnya dengan hati, kadar GSH pada darah juga dapat diukur dengan
menggunakan rumus persamaan yang didapat dari kurva standart GSH dan dicatat
dalam bentuk tabel (tabel 4.4) kemudian diplot kedalam bentuk grafik (gambar
4.11). Data selengkapnya disajikan pada lampiran-2. Pada penelitian, didapatkan
peningkatan yang bermakna kadar GSH pada darah sejak perlakuan hipoksia 1
jam (P2), yaitu 1,710 ug/mL, dibandingkan dengan kontrol (P1), yaitu 1,452
ug/mL.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan perbedaan kadar GSH dalam darah
dan dalam hati dimana kadar GSH darah lebih rendah daripada kadar GSH dalam
hati baik pada tikus kontrol maupun tikus yang diinduksi hipoksia. Perbandingan
kadar GSH yang terdapat pada hati dan darah dalam tiap kelompok perlakuan
dapat dilihat dalam grafik (gambar 4.12)
Kadar GSH hati tikus pada perlakuan 1 jam hipoksia (P2) sebesar 1,869
ug/mL sedangkan kadarnya pada darah hanya sebesar 1,452 ug/mL. Perbedaan
kadar GSH pada hati dan darah, dimana kadarnya pada darah lebih rendah
daripada hati, terlihat pada semua kelompok perlakuan. Dengan menggunakan uji
korelasi pearson, menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang kuat antara kadar
GSH darah dan hati (pearson r = 0,9917). Hasil pengujian statistik terdapat pada
lampiran uji statistik-5.

Tabel 4.4 Rerata Kadar GSH Darah

Kadar GSH Darah


Kelompok Perlakuan
(ug/mL)
1 1,452
2 1,710
3 1,855
4 2,040
5 2,273
6 2,801
7 3,094

Universitas Tarumanagara 30
4 P1: Kontrol
P2: 1 jam
P3: 3 jam
Kadar GSH Darah (g/mL)

3.094*
P4: 6 jam
P5: 12 jam
3 2.801* P6: 24 jam
P7: 72 jam
2.273*
2.040*
2 1.855*
1.710*
1.452

0
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Kelompok Perlakuan Hipoksia

Gambar 4.11. Grafik Kadar GSH Darah


*Perbedaan bermakna dibanding normoksia (p<0,05 uji Mann-Whitney)

4 P1: Kontrol
P2: 1 jam
P3: 3 jam
P4: 6 jam
3
Kadar GSH (g/mL)

P5: 12 jam
P6: 24 jam
P7: 72 jam

2 Kadar GSH Hati


Kadar GSH Darah

0
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Kelompok Perlakuan

Gambar 4.12 Perbedaan Kadar GSH hati dan Darah. Uji korelasi pearson
menunjukkan korelasi kuat (pearson r = 0,9917)
Universitas Tarumanagara 31
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh Hipoksia terhadap Hati dan Darah


Hati memiliki kapasitas regenerasi yang besar. Pemulihan struktur dan
fungsi hati yang terjadi setelah paparan hipoksia dapat terjadi jika perfusi hati
pulih. Kekurangan oksigen pada kondisi hipoksia menyebabkan metabolisme
berlangsung tidak sempurna sehingga menimbulkan gangguan pada
keberlangsungan hidup sel. Jika paparan hipoksia terjadi secara terus-menerus
dapa menimbulkan kerusakan hati yang kronis bahkan menjurus pada kematian
sel.
Kerusakan jaringan yang diinduksi oleh hipoksia ditandai dengan
rendahnya konsentrasi oksigen dalam jaringan yang dapat diketahui melalui
pemeriksaan analisa gas darah. Hipoksia menyebabkan terjadinya penurunan pO2,
pCO2, dan saturasi oksigen, hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Witt et al, yang mengatakan bahwa perlakuan hipoksia selama 1 jam sudah dapat
menyebabkan perubahan pada parameter gas darah. Dari hasil analisa gas darah
juga dapat terlihat adanya penurunan pH. Hal ini menyebabkan terjadinya asidosis
yang dapat berujung pada kematian sel hati. Asidosis yang terjadi, dapat berupa
respiratorik atau metabolik. Hal ini ditentukan dengan melihat kadar pCO2 dan
HCO3.
Pada hasil analisa gas darah, didapatkan penurunan kadar HCO3 dan
disertai pH yang rendah menunjukkan bahwa asidosis yang terjadi bersifat
metabolik. Penurunan pCO2 yang terjadi disebabkan karena sistem respirasi
merespon dengan cepat terjadinya asidosis metabolik dengan cara hiperventilasi.
Dengan demikian, pada penelitian ini didapatkan kondisi asidosis metabolik
dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
Pengaruh hipoksia pada darah yaitu terjadi peningkatan jumlah sel darah
merah dan konsentrasi hematokrit karena hipoksia menyebabkan terjadinya
peningkatan hormon eritropoietin yang diproduksi di ginjal dan juga sel hati, yang
berfungsi untuk merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel darah merah.
Hematokrit merupakan presentasi volume sel darah merah dalam darah.

Universitas Tarumanagara 32
Hemoglobin yang meningkat dikarenakan oleh usaha tubuh untuk mengompensasi
terjadinya kondisi hipoksia dengan cara memproduksi hemoglobin sebanyak-
banyaknya agar transport O2 dapat ditingkatkan.

5.2 Perubahan Kadar GSH Hati dan Darah Akibat Hipoksia


Kadar GSH hati dan darah tikus yang diinduksi hipoksia terlihat
mengalami peningkatan sejak perlakuan 1 jam, namun pada hati peningkatan pada
1 jam perlakuan hipoksia dinyatakan belum bermakna dengan menggunakan uji
Mann-Whitney. Hal ini mungkin disebabkan oleh jumlah ROS yang dihasilkan
oleh mitokondria masih sedikit.
Peningkatan bermakna kadar GSH yang ditimbulkan oleh kondisi hipoksia
mengakibatkan peningkatan pembentukan ROS di dalam sel, yang terutama
berasal dari mitokondria dan aktivitas enzim NADP(H) oksidase dan xantin
oksidase. Peningkatan pembentukan ROS menyebabkan sel membentuk senyawa,
yang disebut sebagai antioksidan, yang berfungsi untuk melawan pembentukan
ROS sehingga sel tidak langsung jatuh kedalam kondisi stress oksidatif. Hal ini
yang disebut sebagai mekanisme kompensasi sel terhadap peningkatan ROS.35,36
Namun apabila terjadi peningkatan ROS yang berlebihan sehingga
melebihi kemampuan sel untuk melawan terbentuknya ROS, menyebabkan
terjadinya penumpukan senyawa pro-oksidan dan penurunan pembentukan
senyawa antioksidan. Keadaan inilah yang disebut sebagai stress oksidatif berupa
kondisi terjadinya ketidakseimbangan antara senyawa pro-oksidan dan
antioksidan, dimana pro-oksidan yang berlebihan akan bereaksi dengan lemak,
protein dan asam nukleat seluler, sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan sel
ke tahap yang berat dan dapat bersifat irreversibel. Pada kasus yang lebih berat,
kematian sel dapat terjadi.34
Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa telah terjadi mekanisme
kompensasi pada hati tikus untuk melawan pembentukan ROS yang diinduksi
oleh kondisi hipoksia sistemik (oksigen 8%, nitrogen 98%) sampai hari ke-3, yang
ditandai dengan peningkatan kadar GSH yang berarti bahwa proses tereduksinya
GSSG menjadi GSH masih dapat berlangsung meskipun telah terjadi
ketidakseimbangan kadar hidrogen peroksida di dalam sel. Penelitian ini serupa

Universitas Tarumanagara 33
dengan penelitian yang dilakukan oleh Asni E et.al, yang menemukan bahwa
hipoksia selain menimbulkan peningkatan terhadap konsentrasi ROS, juga akan
meningkatkan pembentukan antioksidan dalam sel.36
Hasil uji korelasi pearson memperlihatkan korelasi negatif antara nilai pO2
darah arteri dengan kadar GSH hati (pearson r = -0,9205) serta kadar GSH darah
(pearson r = -0,9316), artinya makin rendah pO2, makin tinggi kadar GSH hati
maupun darah. PO2 yang rendah memberikan petunjuk bahwa oksigenasi darah
arteri tidak cukup sedangkan peningkatan kadar GSH diduga karena mekanisme
kompensasi terhadap pembentukan ROS yang diinduksi hipoksia. Hipoksia
menyebabkan penurunan pemakaian oksigen pada kompleks IV mitokondria
sehingga menyebabkan akumulasi elektron pada kompleks sebelumnya.
Akumulasi seperti ini akan meningkatkan produksi ROS pada kompleks III
sehingga menginduksi terbentuknya GSH.12
Pada uji korelasi pearson antara kadar GSH hati dan darah didapatkan
korelasi positif yang kuat (pearson r = 0,9917) dan uji regresi linear (r2 = 0,9835),
artinya apabila kadar GSH hati meningkat, maka kadar GSH darah juga
meningkat meskipun lebih rendah daripada kadar GSH hati. Hal ini disebabkan
karena GSH lebih banyak diproduksi di dalam hati.
Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan sehingga dapat
berpengaruh kepada hasil penelitian, yaitu hanya dilakukan penelitian mengenai
kadar GSH sehingga untuk mengetahui pengaruh hipoksia yang lebih mendalam,
diperlukan pemeriksaan parameter stress oksidatif yang lain selain GSH yakni
MDA, katalase, dan SOD. Selain itu, durasi penelitian ini tergolong singkat,
dimana perlakuan hipoksia yang paling lama hanya berlangsung sampai 72 jam
sehingga diperlukan durasi hipoksia yang lebih lama agar dapat
mempresentasikan kadar GSH yang sebenarnya.

Universitas Tarumanagara 34
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
1. Kadar GSH hati dan darah meningkat secara bertahap sejalan dengan
lamanya paparan hipoksia
2. Kadar GSH hati lebih tinggi daripada kadar GSH dalam darah
3. Peningkatan kadar GSH merupakan mekanisme kompensasi terhadap
paparan hipoksia

6.2 Saran
1. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh hipoksia terhadap
kadar GSH
2. Dilakukan penelitian petanda stress oksidatif yang lain seperti MDA,
katalase, dan SOD untuk mengetahui pengaruh hipoksia terhadap hati
dan darah

Universitas Tarumanagara 35
DAFTAR PUSTAKA
1. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC;2008
2. Nugroho PW. Aktivitas spesifik katalase jaringan hati tikus yg diinduksi
hipoksia hipobarik akut berulang [skripsi]. Fakultas Kedokteran. Jakarta:
Universitas Indonesia; 2009.
3. Zainuri M, Wanandi SI. Aktivitas spesifik manganese superoxide dismutase
(MnSOD) dan katalase pada hati tikus yang diinduksi hipoksia sistemik:
hubungannya dengan kerusakan oksidatif. Media litbang kesehatan 2012
Juni;22:87-5
4. Halliwell B, Gutteridge JMC. 2007. Antioxidant Defences Endogenous and
Diet Derived. In Free radicals in biology and medicine. 4th ed. London:
Oxford. University Press;:79-186.
5. Pearce EC. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: Gramedia;2005
6. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Biokimia kedokteran dasar: sebuah
pendekatan klinis. Jakarta: EGC; 2000.
7. Ferdinal F. Model gagal jantung eksperimental pada tikus yang diinduksi
hipoksia kronik dan perubahan ekspresi gen BNP-45 pada tingkat translasi.
Ebers Papyrus 2009 April;15:9-9
8. Sherwood L. Fisiologi manusia. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2001.
9. Giaccia AJ, Simon MC, Johnson R. The biology of hypoxia: the role of
oxygen sensing in development, normal function, and disease. Genes and
Development 2004; 18: 2183-94.
10. Giordano FJ. Oxygen, oxidative stress, hypoxia and heart failure. J. Clin.
Invest. 2005; 115: 500-8.
11. Halliwell B, Gutteridge JMC. Oxygen is a Toxic Gas: An Introduction to
Oxygen Toxicity and Reactive Species. In: Halliwell B & Gutteridge JMC
editor. Free Radicals in Biology and Medicine. 4th ed. London: Oxford
University Press, 2007; 21-22.
12. Haddad JJ. Oxygen sensing mechanism and the regulation of redox-
responsive transcription factors in development and pathophysiology. Respir
Res. 2002; 3: 26-53.
13. Smith C, Marks A, Lieberman M. Basic Medical Biochemistry. A Clinical
Approach. 2nd ed.Maryland: Lippincott Williams & Wilkins, 2005; 842-861.
14. Hanafiah KA. Rancangan Percobaan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2005.
15. Ellman GL. Tissue sulfhydryl groups. Arch of Bioch & Biophys. 1959; 82:
70-77.
16. Hermes-Lima M. Oxygen in Biology and Biochemistry: Role of Free
Radicals. In: Storey KB, editor. Functional Metabolism: Regulation and
Adaptation. New Jersey: Wiley–Liss, Inc. Hoboken, 2004; 319-368.
17. DeLeve, L., and Kaplowitz, N. (1991) Glutathione metabolism and its role in
hepatotoxicity. Pharmacol. Ther. 52, 287–305
18. Meister, A. (1988) Glutathione. In The Liver: Biology and Pathobiology,
Second Edition (Aria, I. M., Jakoby, W. B., Popper, H., Schachter, D., and
Shafritz, D. A., eds) pp. 401–417, Raven Press, New York

Universitas Tarumanagara 36
19. Peng XX, Currin RT, Thurman RG, et al. Protection by pentoxifylline against
normothermic liver ischemia/reperfusion in rats. Transplantation
1995;59:1537–1541.
20. Garcia-Ruiz C, Fernández-Checa JC. Mitochondrial glutathione:
hepatocellular survival-death switch. J Gastroenterol Hepatol 2006;21:S3–6.
[PubMed: 16958667]
21. Mittler, R.; Vanderauwera, S.; Suzuki, N.; Miller, G.; Tognetti, V.B.;
Vandepoele, K.; Gollery, M.; Shulaev, V.; Van Breusegem, F. ROS
signaling: the new wave? Trends Plant. Sci. 2011, 16, 300–309.
22. Desikan, R.; Hancock, J.; Neill, S. Reactive Oxygen Species as Signalling
Molecules.
23. Kaplowitz N, Aw TY, Ookhtens M. The regulation of hepatic GSH. Ann Rev
Pharm Toxicol 1985;25:714–744.
24. Hwang C, Sinsky AJ, Lodish HF. Oxidized redox state of glutathione in the
endoplasmic reticulum. Science 1992;257:1496–1502. [PubMed: 1523409]
25. Meredith MJ, Reed DJ. Status of the mitochondrial pool of glutathione in the
isolated hepatocyte. J Biol Chem 1982;257:3747–3753. [PubMed: 7061508]
26. Kumar V, Abbas AA, Fausto N, editors. Robins and cotran pathologic basis
of disease. 7th ed Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005. P. 11-24, 74-5.
27. Stroka D, Candinas D. Hypoxia-Inducible factor-1 Signaling System. In
dufour J-F, Clavien P-A, Trautwein C, Graf R: Signaling Pathways in Liver
Disease Part II. Springer-Berlin Heidelberg. 2005; Chapter 26; pp311-323.
28. Wanandi SI, Dewi S, Paramita R. Peran protein Hypoxia Inducible Factor-1α
(HIF-1α) terhadap regulasi gen manganase superoxide dismutase (MnSOD)
pada induksi hipoksia sistemik. Fakultas kedokteran. Jakarta: Universitas
Indonesia; 2007
29. Hendrawan S. Ekspresi gen Hypoxia Inducible Factor-1α (HIF-1α) dan
apoptosis pada jantung yang diinduksi hipoksia sistemik. Fakultas
kedokteran. Jakarta: Universitas Indonesia; 2008
30. Akerboom TPM, Sies H. Assay of glutathione, glutathione disulfide, and
glutathione mixed disulfides in biological samples. Methods Enzymol
1981;77: 373-382.
31. Srigondo B. Jumlah ulangan dalam percobaan, dalam rancangan percobaan.
Semarang: Universitas Diponegoro Press;1981.
32. Lu S. Regulation of hepatic glutathione synthesis: current concepts and
controversies. The Faseb Journal. 1999 Jul;13:1169-1183.
33. Wanandi SI, Dewi S, Paramita R. Ekspresi relatif mRNA HIF-1α pada
jantung, otak, dan darah tikus selama induksi hipoksia sistemik. Makara
Sains. 2009 Nov; 13:185-188.
34. Asni E, Harahap IP, Prijanti AR, Wanandi SI, Jusman SW, Sadikin M.
Pengaruh hipoksia berkelanjutan terhadap kadar malondialdehid, glutation
tereduksi dan aktivitas katalase ginjal tikus. Majalah Kedokteran Indonesia.
2009 Des; 59:595-600.
35. Taylor CT, Pouyssegur JP. Oxygen, Hypoxia, and Stress. Ann NY Acad Sci
2007;1113:87-94.
36. Kerr ME, Bender CM, Monti EJ. An introduction to oxygen free radicals.
Heart Lung. 1996 May-Jun;25(3):200-9; quiz 10-1.

Universitas Tarumanagara 37
37. Mari M, Morales A, Colell A, Ruiz CG, Fernandez JC. Mitochondrial
Glutathione, a Key Survival Antioxidant. Mary Ann Liebert, Inc. 2009;
11:2685-2700
38. Hoffbrand V, Moss P. Essential Haematology. 6th ed. John Willey & Sons;
2011
39. Fisher JW, Koury S, Ducey T, Mendel S. Erythropoietin production by
interstitial cell of hypoxic monkey kidneys. British Journal of Haematology
1996 October; 95(1):27-32
40. Jelkmenn W. Erythropoietin after a century of research: younger than ever.
Eur J Haematol 2007; 78(3):183-205
41. Behnke BJ, Barstow TJ, Kindig CA, McDonough P, Musch TI, Poole DC.
Dynamics of oxygen uptake following execise onset in rat skeletal muscle.
Respir Physiol & Neurobiol 2002; 133:229-39

Universitas Tarumanagara 38
LAMPIRAN

Lampiran 1: Tabel Hasil Serapan serta Kadar GSH Hati

Absorban Arsorban
Kelompok Perlakuan Sampel Kadar
A B rata-rata
Tikus 1 0,076 0,080 0,078 1,864
Tikus 2 0,071 0,067 0,069 1,659
P1 Normoksia
Tikus 3 0,075 0,073 0,074 1,773
Tikus 4 0,072 0,076 0,074 1,773

Tikus 1 0,075 0,080 0,078 1,852


Tikus 2 0,079 0,077 0,078 1,864
P2 Hipoksia 1 jam
Tikus 3 0,080 0,078 0,079 1,886
Tikus 4 0,077 0,080 0,079 1,875

Tikus 1 0,087 0,089 0,088 2,091


Tikus 2 0,085 0,086 0,086 2,034
P3 Hipoksia 3 jam
Tikus 3 0,080 0,083 0,082 1,943
Tikus 4 0,081 0,079 0,080 1,909

Tikus 1 0,083 0,081 0,082 1,955


Tikus 2 0,081 0,082 0,082 1,943
P4 Hipoksia 6 jam
Tikus 3 0,091 0,101 0,096 2,273
Tikus 4 0,110 0,102 0,106 2,500

Tikus 1 0,101 0,100 0,101 2,375


Tikus 2 0,118 0,130 0,124 2,909
P5 Hipoksia 12 jam
Tikus 3 0,102 0,113 0,108 2,534
Tikus 4 0,104 0,100 0,102 2,409

Tikus 1 0,120 0,128 0,124 2,909


Tikus 2 0,137 0,135 0,136 3,182
P6 Hipoksia 24 jam
Tikus 3 0,138 0,127 0,133 3,102
Tikus 4 0,121 0,119 0,120 2,818

Tikus 1 0,115 0,109 0,112 2,636


Tikus 2 0,151 0,157 0,154 3,591
P7 Hipoksia 72 jam
Tikus 3 0,126 0,122 0,124 2,909
Tikus 4 0,161 0,159 0,160 3,727

Universitas Tarumanagara 39
Lampiran 2: Tabel Hasil Serapan serta Kadar GSH Darah

Absorban Absorban
Kelompok Perlakuan Sampel Kadar
A B rata-rata
Tikus 1 0,061 0,064 0,063 1,520
Tikus 2 0,053 0,058 0,056 1,361
P1 Normoksia
Tikus 3 0,057 0,055 0,056 1,373
Tikus 4 0,066 0,062 0,064 1,555

Tikus 1 0,071 0,066 0,069 1,648


Tikus 2 0,065 0,070 0,068 1,625
P2 Hipoksia 1 jam
Tikus 3 0,075 0,079 0,077 1,841
Tikus 4 0,073 0,071 0,072 1,727

Tikus 1 0,081 0,077 0,079 1,886


Tikus 2 0,075 0,080 0,078 1,852
P3 Hipoksia 3 jam
Tikus 3 0,079 0,074 0,077 1,830
Tikus 4 0,083 0,072 0,078 1,852

Tikus 1 0,093 0,088 0,091 2,148


Tikus 2 0,086 0,078 0,082 1,955
P4 Hipoksia 6 jam
Tikus 3 0,088 0,081 0,085 2,011
Tikus 4 0,083 0,089 0,086 2,045

Tikus 1 0,101 0,094 0,098 2,307


Tikus 2 0,099 0,106 0,103 2,420
P5 Hipoksia 12 jam
Tikus 3 0,089 0,096 0,093 2,193
Tikus 4 0,095 0,088 0,092 2,170

Tikus 1 0,116 0,124 0,120 2,818


Tikus 2 0,121 0,118 0,120 2,807
P6 Hipoksia 24 jam
Tikus 3 0,118 0,112 0,115 2,705
Tikus 4 0,120 0,125 0,123 2,875

Tikus 1 0,128 0,132 0,130 3,045


Tikus 2 0,136 0,140 0,138 3,227
P7 Hipoksia 72 jam
Tikus 3 0,127 0,132 0,130 3,034
Tikus 4 0,133 0,129 0,131 3,068

Universitas Tarumanagara 40
Lampiran Uji Statistik-1. Analisis Statistik Gas Darah dan Hematologi

1. Nilai Rerata & Uji Mann-Whitney untuk Perbedaan pH Darah


Col. Stats P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Mean 7,43 7,43 7,42 7,41 7,4 7,4 7,39
Std. Deviation 0,014 0,018 0,018 0,012 0,008 0,008 0,008
Std. Error 0,007 0,009 0,009 0,006 0,004 0,004 0,004
P1 P1 P1 P1 P1 P1
Mann-whitney test vs vs vs vs vs vs
P2 P3 P4 P5 P6 P7
P value 1 0,559 0,0907 0,0294 0,0294 0,0294
Are medians signif. different?
ns ns ns Yes Yes Yes
(P < 0.05)
Two- Two- Two- Two- Two- Two-
One- or two-tailed P value?
tailed tailed tailed tailed tailed tailed

2. Nilai Rerata & Uji Mann-Whitney untuk Perbedaan pCO2


Col. Stats P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Mean 40,7 39,2 38,3 36,4 35,7 32,5 30,2
Std. Deviation 0,141 0,082 0,082 0,082 0,141 0,141 0,141
Std. Error 0,071 0,041 0,041 0,041 0,071 0,071 0,071
P1 P1 P1 P1 P1 P1
Mann-whitney test vs vs vs vs vs vs
P2 P3 P4 P5 P6 P7
P value 0,0294 0,0294 0,0294 0,0294 0,0294 0,0294
Are medians signif. different?
Yes Yes Yes Yes Yes Yes
(P < 0.05)
Two- Two- Two- Two- Two- Two-
One- or two-tailed P value?
tailed tailed tailed tailed tailed tailed

3. Nilai Rerata & Uji Mann-Whitney untuk Perbedaan pO2


Col. Stats P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Mean 97,8 87,2 72,3 68,6 57,3 53,1 48,7
Std. Deviation 6,327 0,825 0,753 0,483 1,023 0,356 0,927
Std. Error 3,163 0,412 0,376 0,242 0,512 0,178 0,464
P1 P1 P1 P1 P1 P1
Mann-whitney test vs vs vs vs vs vs
P2 P3 P4 P5 P6 P7
P value 0,0286 0,0286 0,0286 0,0286 0,0286 0,0286
Are medians signif. different?
Yes Yes Yes Yes Yes Yes
(P < 0.05)
Two- Two- Two- Two- Two- Two-
One- or two-tailed P value?
tailed tailed tailed tailed tailed tailed

Universitas Tarumanagara 41
4.Nilai Rerata & Uji Mann-Whitney untuk Perbedaan HCO3
Col. Stats P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Mean 24,8 22,2 20,4 17,9 21,4 19,3 18,2
Std. Deviation 0,497 0,258 0,141 0,408 0,424 0,141 0,294
Std. Error 0,248 0,129 0,071 0,204 0,212 0,071 0,147
P1 P1 P1 P1 P1 P1
Mann-whitney test vs vs vs vs vs vs
P2 P3 P4 P5 P6 P7
P value 0,0286 0,0286 0,0286 0,0286 0,0286 0,0286
Are medians signif. different?
Yes Yes Yes Yes Yes Yes
(P < 0.05)
Two- Two- Two- Two- Two- Two-
One- or two-tailed P value?
tailed tailed tailed tailed tailed tailed

5. Nilai Rerata & Uji Mann-Whitney untuk Perbedaan Sat O2


Col. Stats P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Mean 95,8 89,7 80,2 71,3 65,7 54,7 58,2
Std. Deviation 0,258 0,392 0,316 0,392 0,392 0,497 0,572
Std. Error 0,129 0,196 0,158 0,196 0,196 0,248 0,286
P1 P1 P1 P1 P1 P1
Mann-whitney test vs vs vs vs vs vs
P2 P3 P4 P5 P6 P7
P value 0,0286 0,0286 0,0286 0,0286 0,0286 0,0286
Are medians signif. different?
Yes Yes Yes Yes Yes Yes
(P < 0.05)
Two- Two- Two- Two- Two- Two-
One- or two-tailed P value?
tailed tailed tailed tailed tailed tailed

6. Nilai Rerata & Uji Mann-Whitney untuk Perbedaan Hemoglobin


Col. Stats P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Mean 120,1 120,7 123,2 126,6 133,4 148,6 162,5
Std. Deviation 0,440 0,365 0,408 0,392 0,469 0,572 0,548
Std. Error 0,220 0,183 0,204 0,196 0,235 0,286 0,274
P1 P1 P1 P1 P1 P1
Mann-whitney test vs vs vs vs vs vs
P2 P3 P4 P5 P6 P7
P value 0,1465 0,0286 0,0286 0,0286 0,0286 0,0286
Are medians signif. different?
ns Yes Yes Yes Yes Yes
(P < 0.05)
Two- Two- Two- Two- Two- Two-
One- or two-tailed P value?
tailed tailed tailed tailed tailed tailed

Universitas Tarumanagara 42
7. Nilai Rerata & Uji Mann-Whitney untuk Perbedaan Hematokrit
Col. Stats P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Mean 45,2 45,6 47,1 48,3 51,2 53,4 55,8
Std. Deviation 0,497 0,216 0,408 0,949 0,483 0,294 0,245
Std. Error 0,248 0,108 0,204 0,474 0,242 0,147 0,123
P1 P1 P1 P1 P1 P1
Mann-whitney test vs vs vs vs vs vs
P2 P3 P4 P5 P6 P7
P value 0,2454 0,0286 0,0286 0,0286 0,0286 0,0286
Are medians signif. different?
ns Yes Yes Yes Yes Yes
(P < 0.05)
Two- Two- Two- Two- Two- Two-
One- or two-tailed P value?
tailed tailed tailed tailed tailed tailed

8. Nilai Rerata & Uji Mann-Whitney untuk Perbedaan Sel Darah Merah
Col. Stats P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Mean 6,7 6,8 7 7,2 7,8 8,15 8,3
Std. Deviation 0,216 0,163 0,141 0,183 0,216 0,129 0,258
Std. Error 0,108 0,082 0,071 0,091 0,108 0,065 0,129
P1 P1 P1 P1 P1 P1
Mann-whitney test vs vs vs vs vs vs
P2 P3 P4 P5 P6 P7
P value 0,6573 0,0545 0,0286 0,0286 0,0286 0,0286
Are medians signif. different?
ns ns Yes Yes Yes Yes
(P < 0.05)
Two- Two- Two- Two- Two- Two-
One- or two-tailed P value?
tailed tailed tailed tailed tailed tailed

Universitas Tarumanagara 43
Lampiran Uji Statistik-2. Kadar GSH Hati dan Darah

1. Nilai Rerata & Uji Mann-Whitney untuk Perbedaan Kadar GSH hati
Col. Stats P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Mean 1,767 1,869 1,994 2,168 2,557 3,003 3,216
Std. Deviation 0,084 0,015 0,083 0,269 0,245 0,168 0,527
Std. Error 0,042 0,007 0,042 0,135 0,122 0,084 0,263
P1 P1 P1 P1 P1 P1
Mann-whitney test vs vs vs vs vs vs
P2 P3 P4 P5 P6 P7
P value 0,0796 0,0294 0,0294 0,0294 0,0294 0,0294
Are medians signif. different?
Ns Yes Yes Yes Yes Yes
(P < 0.05)
Two- Two- Two- Two- Two- Two-
One- or two-tailed P value?
tailed tailed tailed tailed tailed tailed

2. Nilai Rerata & Uji Mann-Whitney untuk Perbedaan Kadar GSH Darah
Col. Stats P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
Mean 1,452 1,710 1,855 2,040 2,273 2,801 3,094
Std.
0,100 0,098 0,023 0,081 0,115 0,071 0,090
Deviation
Std. Error 0,050 0,049 0,012 0,041 0,058 0,035 0,045
P1 P1 P1 P1 P1 P1
Mann-whitney test vs vs vs vs vs vs
P2 P3 P4 P5 P6 P7
P value 0,0286 0,0286 0,0286 0,0286 0,0286 0,0286
Are medians signif. different?
Yes Yes Yes Yes Yes Yes
(P < 0.05)
Two- Two- Two- Two- Two- Two-
One- or two-tailed P value?
tailed tailed tailed tailed tailed tailed

Universitas Tarumanagara 44
Lampiran Uji Statistik-3. Korelasi antara Tekanan O2 arteri dan Kadar
GSH Hati

1. Tekanan O2 arteri dan Kadar GSH Hati


Table format: X A
XY PaO2 (mmHg) Kadar GSH Hati (ug/mL)
X Y
1 P1 97,8 1,767
2 P2 87,2 1,869
3 P3 72,3 1,994
4 P4 68,6 2,168
5 P5 57,3 2,557
6 P6 53,1 3,003
7 P7 48,7 3,216

2. Grafik Regresi Linear antara Tekanan O2 arteri dan Kadar GSH Hati

4.0

3.5
y = - 0.0289x + 4.372
Kadar GSH Hati (g/mL)

3.0 r2= 0.847

2.5

2.0

1.5

1.0

0.5

0.0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
PaO2 arteri (mmHg)

Universitas Tarumanagara 45
3. Uji Regresi Linear antara Tekanan O2 arteri dan Kadar GSH Hati
A
Linear reg.
Kadar GSH Hati (ug/mL)
Y
1 Best-fit values
2 Slope -0.02892 ± 0.005492
3 Y-intercept when X=0.0 4.372 ± 0.3915
4 X-intercept when Y=0.0 151,1
5 1/slope -34,57
6 95% Confidence Intervals
7 Slope -0.04304 to -0.01481
8 Y-intercept when X=0.0 3.365 to 5.378
9 X-intercept when Y=0.0 123.5 to 230.0
10 Goodness of Fit
11 r² 0,8473
12 Sy.x 0,2439
13 Is slope significantly non-zero?
14 F 27,74
15 DFn, DFd 1.000, 5.000
16 P value 0,0033
17 Deviation from zero? Significant
18 Data
19 Number of X values 7
20 Maximum number of Y replicates 1
21 Total number of values 7
22 Number of missing values 0

4. Uji Korelasi Pearson antara Tekanan O2 arteri dan Kadar GSH Hati
A
Correlation
Kadar GSH Hati (ug/mL)
Y
1 Number of XY Pairs 7
2 Pearson r -0,9205
3 95% confidence interval -0.9884 to -0.5455
4 P value (two-tailed) 0,0033
5 P value summary **
6 Is the correlation significant? (alpha=0.05) Yes
7 R squared 0,8473

Universitas Tarumanagara 46
Lampiran uji statistik-4. Korelasi antara Tekanan O2 arteri dan Kadar GSH
Darah

1. Tekanan O2 arteri dan Kadar GSH Darah


Table format: X A
XY PaO2 (mmHg) Kadar GSH Darah (ug/mL)
X Y
1 P1 97,8 1,452
2 P2 87,2 1,71
3 P3 72,3 1,855
4 P4 68,6 2,04
5 P5 57,3 2,273
6 P6 53,1 2,801
7 P7 48,7 3,094

2. Grafik Regresi Linear antara Tekanan O2 arteri dan Kadar GSH Darah

4.0
y = - 0.0304x + 4.284
3.5 r2 = 0,8678
Kadar GSH Darah (g/mL)

3.0

2.5

2.0

1.5

1.0

0.5

0.0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
PaO2 arteri (mmHg)

Universitas Tarumanagara 47
3. Uji Regresi Linear antara Tekanan O2 arteri dan Kadar GSH Darah
A
Linear reg.
Kadar GSH Darah (ug/mL)
Y
1 Best-fit values
2 Slope -0.03043 ± 0.005312
3 Y-intercept when X=0.0 4.284 ± 0.3787
4 X-intercept when Y=0.0 140,8
5 1/slope -32,86
6 95% Confidence Intervals
7 Slope -0.04409 to -0.01678
8 Y-intercept when X=0.0 3.310 to 5.257
9 X-intercept when Y=0.0 117.7 to 199.8
10 Goodness of Fit
11 r² 0,8678
12 Sy.x 0,2359
13 Is slope significantly non-zero?
14 F 32,83
15 DFn, DFd 1.000, 5.000
16 P value 0,0023
17 Deviation from zero? Significant
18 Data
19 Number of X values 7
20 Maximum number of Y replicates 1
21 Total number of values 7
22 Number of missing values 0

4. Uji Korelasi Pearson antara Tekanan O2 arteri dan Kadar GSH Darah
A
Correlation
Kadar GSH Darah (ug/mL)
Y
1 Number of XY Pairs 7
2 Pearson r -0,9316
3 95% confidence interval -0.9901 to -0.5979
4 P value (two-tailed) 0,0023
5 P value summary **
6 Is the correlation significant? (alpha=0.05) Yes
7 R squared 0,8678

Universitas Tarumanagara 48
Lampiran uji statistik-5. Korelasi antara Kadar GSH Darah dan Kadar GSH
Hati

1. Kadar GSH Darah dan Kadar GSH Hati


Table format: X A
XY Kadar GSH Darah (ug/mL) Kadar GSH Hati (ug/mL)
X Y
1 P1 1,452 1,767
2 P2 1,710 1,869
3 P3 1,855 1,994
4 P4 2,040 2,168
5 P5 2,273 2,557
6 P6 2,801 3,003
7 P7 3,094 3,216

2. Grafik Regresi Linear antara Kadar GSH Darah dan Kadar GSH Hati

4.0
y = 0.9539x + 0.2929
r2 = 0.9835
3.5
Kadar GSH Hati (g/mL)

3.0

2.5

2.0

1.5

1.0

0.5

0.0
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0
Kadar GSH Darah (g/mL)

Universitas Tarumanagara 49
3. Uji Regresi Linear antara Kadar GSH Darah dan Kadar GSH Hati
A
Linear reg.
Kadar GSH Hati (ug/mL)
Y
1 Best-fit values
2 Slope 0.9539 ± 0.05523
3 Y-intercept when X=0.0 0.2929 ± 0.1239
4 X-intercept when Y=0.0 -0,3071
5 1/slope 1,048
6 95% Confidence Intervals
7 Slope 0.8119 to 1.096
8 Y-intercept when X=0.0 -0.02555 to 0.6114
9 X-intercept when Y=0.0 -0.7501 to 0.02340
10 Goodness of Fit
11 r² 0,9835
12 Sy.x 0,08014
13 Is slope significantly non-zero?
14 F 298,3
15 DFn, DFd 1.000, 5.000
16 P value < 0.0001
17 Deviation from zero? Significant
18 Data
19 Number of X values 7
20 Maximum number of Y replicates 1
21 Total number of values 7
22 Number of missing values 0

4. Uji Korelasi Pearson antara Kadar GSH Darah dan Kadar GSH Hati
A
Correlation
Kadar GSH Hati (ug/mL)
Y
1 Number of XY Pairs 7
2 Pearson r 0,9917
3 95% confidence interval 0.9427 to 0.9988
4 P value (two-tailed) P<0.0001
5 P value summary ***
6 Is the correlation significant? (alpha=0.05) Yes
7 R squared 0,9835

Universitas Tarumanagara 50
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi
1. Nama : Yurike Indah Pratiwi
2. NIM : 405120174
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Tempat, Tanggal Lahir : Palopo, 20 April 1995
5. Agama : Buddha
6. Status : Belum Menikah
7. Pendidikan Terakhir : SMA
8. Alamat : Jl. Boulevard Perumahan Lily B9 Makassar
9. No. Telpon : 087841903835
10. Email : yurikeip@yahoo.com

B. Data Pendidikan
1. 2000 – 2006 : SD Alvent Palopo
2. 2006 – 2009 : SMP Katolik Rajawali Makassar
3. 2009 – 2012 : SMA Katolik Rajawali Makassar

Universitas Tarumanagara 51

Anda mungkin juga menyukai