BUKU MODUL
ANEMIA
Modul Anemia i
BAB I.
PENDAHULUAN
1. Batasan anemia.
Anemia adalah berkurangnya jumlah sel-sel darah merah. Karena anemia dihubungkan
dengan penurunan kemampuan pengangkutan oksigen dalam darah, kondisi ini
biasanya dinyatakan dalam hubungannya dengan konsentrasi hemoglobin. Umumnya,
anemia ditemukan pada pemeriksaan laboratorium saat kadar hemoglobin atau
hematokrit seorang penderita berkurang di bawah nilai yang diharapkan (dari nilai
kisaran yang normal).
2. Manifestasi anemia.
Kecuali pada kasus-kasus yang nyata, anemia jarang terdiagnosis dari penampakannya
sendiri. Manifestasi klinis yang timbul secara primer berhubungan dengan upaya
kompensasi tubuh yang dirangsang oleh keadaan hipoksia. Anemia lebih sering
ditemukan pada pemeriksaan darah rutin bagi pasien-pasien yang mengeluhkan
perasaan mudah lelah ataupun nafas yang pendek. Hanya kadang-kadang ditemukan
penderita dengan anemia lanjut yang disertai dengan tanda-tanda dan gejala-gejala
anemia. Walaupun demikian, anemia dengan derajat yang ringan dapat terjadi tanpa
keluhan atau gejala apa pun. Jenis anemia harus ditentukan dengan segera untuk
mempersempit upaya pencarian keadaan yang mungkin menjadi penyebabnya.
Modul Anemia 1
BAB II.
KONSEP FISIOLOGIS ANEMIA
Modul Anemia 2
eritrosit selama 5 tahun, namun sumsum tulang panjang, kecuali proksimal humerus dan
tibia, menjadi sangat berlemak dan tidak memproduksi eritrosit setelah usia 20 tahun.
Setelah usia ini, eritrosit diproduksi dalam sumsum tulang membranosa, seperti vertebra,
sternum, iga, dan ilium, yang produktivitasnya menurun pula seiring pertambahan usia.
Modul Anemia 3
3. Pembentukan eritropoietin sebagai respon terhadap hipoksia.
Faktor utama yang dapat merangsang produksi eritrosit adalah hormon dalam
sirkulasi yang disebut eritropoietin, suatu glikoprotein dengan BM 34.000. Bila
eritropoietin ini tidak ada, maka keadaan hipoksia tidak akan berpengaruh atau
pengaruhnya sedikit sekali dalam perangsangan produksi eritrosit. Sebaliknya, bila
sistem eritropoietin ini berfungsi, maka hipoksia akan dengan nyata meningkatkan
produksi eritropoietin, dan eritropoietin selanjutnya akan meningkatkan produksi
eritrosit sampai keadaan hipoksia tertanggulangi.
Pada orang normal, kira-kira 90% dari seluruh eritropoietin dibentuk dalam ginjal,
sisanya terutama dibentuk dalam hati. Pada seseorang yang kedua ginjalnya diangkat
atau rusak, penderita akan menjadi sangat anemik, sebab 10 persen eritropoietin
normal dari jaringan hati hanya cukup menyediakan 1/3 sampai 1/2 dari produksi
eritrosit yang dibutuhkan.
Keadaan hipoksia pada bagian tubuh lain, selain ginjal, juga akan merangsang sekresi
eritropoietin, menunjukkan bahwa terdapat sinyal tambahan (khususnya epinefrin dan
norepinefrin) ke ginjal untuk memproduksi eritropoeitin.
2. Absorpsi Fe
Fe diabsorbsi dari semua bagian usus halus, diawali dengan sekresi apotransferin oleh
hati melalui cairan empedu ke duodenum. Dalam usus halus, apotransferin berikatan
dengan senyawa Fe maupun Fe bebas dari hemo atau mioglobin. Kombinasi yang
disebut transferin ini kemudian diabsorbsi ke dalam sel epitel kemudian dilepaskan
dalam bentuk transferin plasma.
Modul Anemia 4
3. Fe dalam plasma dan penyimpanan Fe
Ikatan dengan transferin bersifat longgar sehingga Fe dapat dilepaskan ke setiap jaringan.
Kelebihan Fe dalam darah disimpan dalam seluruh sel tubuh, tapi terutama di hepatosit
hati dan sedikit di sel retikuloendotelial sumsum tulang. Dalam sitoplasma, Fe terutama
bergabung dengan protein apoferitin untuk membentuk feritin. Fe yang disimpan sebagai
feritin ini disebut Fe cadangan. Bila jumlah total Fe dalam tubuh melebihi jumlah yang
dapat ditampung oleh apoferitin, sedikit Fe akan disimpan dalam bentuk yang tidak larut,
yang disebut hemosiderin. Walaupun terdapat mekanisme pengaturan umpan balik
untuk mengatur absorbsi Fe, bila seseorang makan banyak sekali senyawa Fe, maka Fe
yang berlebihan masuk ke dalam darah dan dapat menyebabkan penyimpanan
hemosiderin yang banyak sekali dalam sel-sel retikuloendotelial di seluruh tubuh. Suatu
saat, hal ini dapat sangat merugikan.
Modul Anemia 5
BAB III.
PATOFISIOLOGI ANEMIA
2. Anemia aplastik.
Aplasia sumsum tulang berarti tidak berfungsinya sumsum tulang. Pada seseorang yang
terpapar radiasi sinar gamma akibat ledakan bom atom terjadi kerusakan sumsum tulang
yang menyeluruh, yang diikuti dalam beberapa minggu diikuti dengan anemia yang
mematikan. Demikian juga, terapi sinar-x berlebihan, bahan kimia pada industri tertentu,
dan pada penderita sensitif bahkan obat-obatan dapat mengakibatkan efek yang sama.
3. Anemia megaloblastik.
Bila salah satu faktor yang penting dalam pembentukan eritrosit hilang (seperti vitamin
B12, asam folat, dan faktor-faktor intrinsik dari mukosa lambung), maka produksi
eritroblas dalam sumsum tulang menjadi terganggu. Eritroblas tidak dapat berpoliferasi
secara cepat untuk membentuk eritrosit dalam jumlah normal, sehingga tumbuh terlalu
besar dengan bentuknya yang aneh, yang disebut megaloblas. Membrannya pun rapuh
sehingga mudah pecah. Jadi, pada atropi mukosa lambung (seperti pada anemia
pernisiosa) atau setelah gastrektomi total, dapat terjadi anemia megaloblastik. Juga pada
penderita sariawan usus (intestinal sprue), di mana asam folat dan vitamin B 12 sedikit
sekali diabsorbsi, sering terjadi anemia megaloblastik.
4. Anemia hemolitik.
Pada bermacam bentuk eritrosit yang abnormal (kebanyakan herediter), sel-sel bersifat
rapuh, sehingga mudah robek sewaktu melewati kapiler, terutama limpa. Walaupun
jumlahnya normal, atau bahkan berlebihan, masa hidup eritrosit ini sangat singkat
sehingga sering mengakibatkan anemia yang berat. Beberapa tipe anemia ini adalah:
Pada sferositosis herediter, eritrosit berukuran sangat kecil dan berbentuk sferis. Sel-
sel ini tak dapat dikompresi sebab tidak memiliki struktur membran seperti kantong
yang lentur. Saat melewati pulpa lienalis, sel-sel mudah robek walaupun hanya
dengan sedikit tekanan.
Pada anemia sel bulan sabit, eritrosit mengandung tipe Hb S yang abnormal. Bila Hb
ini terpapar dengan oksigen kadar rendah, ia akan mengendap menjadi kristal-kristal
panjang dalam eritrosit yang memperpanjang sel dan lebih memberi gambaran sel
seperti bulan sabit. Endapan Hb juga merusak membran sel, sehingga sel menjadi
sangat rapuh.
Hemolisis juga dapat disebabkan oleh reaksi transfusi, malaria, dan obat-obatan
tertentu.
Modul Anemia 6
3.2 PENGARUH ANEMIA TERHADAP SISTEM SIRKULASI
1. Beban kerja jantung.
Viskositas darah, hampir seluruhnya bergantung pada konsentrasi eritrosit. Pada anemia
berat, viskositas darah dapat turun hingga serendah 1,5 kali air (normal + 3 kali air). Hal
ini akan mengurangi hambatan terhadap aliran darah di perifer, sehingga jumlah darah
yang kembali ke jantung menjadi jauh melebihi normal. Selain itu, hipoksia yang terjadi
akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah perifer, yang makin meningkatkan curah
jantung. Jadi, salah satu efek utama dari anemia adalah meningkatkan beban kerja
jantung.
2. Kompensasi tubuh
Sebenarnya, peningkatan curah jantung pada anemia sebagian dipakai untuk
mengimbangi efek-efek anemia. Walaupun tiap unit jumlah darah hanya mengangkut
sedikit sekali oksigen, karena kecepatan aliran darah cukup meningkat, jumlah oksigen
yang dialirkan ke jaringan hampir mendekati normal. Namun, bila penderita anemia
mulai beraktivitas, jantung tidak mampu memompa darah lebih banyak. Akibatnya dapat
timbul hipoksia jaringan yang serius dan seringkali terjadi gagal jantung akut.
Modul Anemia 7
BAB IV.
KLASIFIKASI ANEMIA
3. Klasifikasi morfologis.
Klasifikasi morfologis membagi anemia lebih lanjut menjadi anemia makrositik, anemia
normositik, dan anemia mikrositik. Selain sederhana dan mudah digunakan, pembagian
ini juga memaksa para klinisi untuk selalu mempertimbangkan jenis anemia terpenting
yang dapat diterapi : anemia defisiensi besi, vitamin B 12, dan asam folat. Walaupun
demikian, klasifikasi patofisiologis (tabel 1) paling baik diterapkan untuk
menghubungkan proses yang terjadi dengan terapi yang akan diberikan.
Modul Anemia 8
BAB V.
PENDEKATAN DIAGNOSIS ANEMIA
2. Anemia akut hampir selalu berhubungan dengan kehilangan darah atau hemolisis.
Pada kehilangan darah akut, gambaran klinik didominasi oleh hipovolemia. Hematokrit
serta kadar hemoglobin tidak menggambarkan volume darah yang hilang. Tanda-tanda
instabilitas vaskuler menonjol pada kehilangan darah akut sebanyak 10-15% dari volume
darah total. Pada penderita seperti ini, yang menjadi masalah bukanlah anemia,
melainkan hipotensi dan menurunnya perfusi organ.
Pada penyakit hemolitik akut, tanda dan gejala tergantung dari mekanisme yang
menyebabkan kerusakan sel darah merah. Hemolisis intravaskular dengan pelepasan
hemoglobin bebas dapat disertai nyeri punggung akut, adanya hemoglobin bebas dalam
plasma dan urin, serta gagal ginjal.
3. Anemia kronis.
Gejala-gejala yang menyertai anemia yang lebih kronis atau progresif tergantung pada
usia penderita dan kecukupan suplai darah ke organ-organ kritis. Gejala-gejala yang
menyertai anemia moderat meliputi kelelahan, menurunnya / hilangnya stamina, sesak
nafas, dan takikardia (khususnya setelah aktivitas fisik). Walaupun begitu, dengan
adanya mekanisme kompensasi, anemia terutama pada usia muda dapat tidak disertai
tanda atau gejala sampai menjadi berat (hemoglobin < 7-8 g/dL).
2. Riwayat nutrisi
Sebaiknya selalu dilakukan penilaian riwayat nutrisi yang terkait dengan penggunaan
obat-obatan atau alkohol dan riwayat anemia dalam keluarga. Latar belakang geografis
dan suku / etnis tertentu berhubungan dengan peningkatan kemungkinan adanya
kelainan herediter molekul hemoglobin.
Modul Anemia 9
3. Penemuan fisik
Pada penderita anemia, hasil pemeriksaan fisik dapat menunjukkan denyut jantung dan
denyut nadi perifer yang kuat, dan systolic “flow” murmur. Kulit dan membran mukosa
dapat menjadi pucat jika kadar hemoglobin < 8-10 g/dL. Dalam hal ini, pemeriksaan
fisik ini harus difokuskan pada daerah di mana pembuluh darah dekat dengan
permukaan, seperti membran mukosa, jaringan di bawah kuku (nail beds), dan telapak
tangan (palmar creases). Jika warna telapak tangan tampak lebih terang daripada kulit di
sekelilingnya (ketika tangan hiperekstensi), kadar hemoglobin biasanya < 8 g/dL).
4. Patofisiologi anemia
Petunjuk terhadap mekanisme anemia diperoleh dari pemeriksaan fisik, dengan
ditemukannya tanda-tanda infeksi, darah dalam feses, limfadenopati, splenomegali, atau
ptekiae. Splenomegali dan limfadenopati memberi kesan limfoproliferatif sebagai
penyakit yang mendasari, sedangkan ptekiae memberi kesan adanya disfungsi platelet.
Bila tidak ada kepastian apakah anemia ringan sekedar merupakan variasi normal yang
ekstrim, hasil pemeriksaan laboratorium yang lalu mungkin dapat membantu.
Modul Anemia 10
Hitung platelet
Morfologi sel
Ukuran sel
Isi hemoglobin
Anisositosis
Poikilositosis
Polikromasia
II. Hitung retikulosit
III. Pemeriksaan suplai besi
Kadar besi dalam serum
Total iron-binding capacity
Feritin dalam serum, marrow iron stain
IV. Pemeriksaan sumsum tulang
Aspirasi
Rasio E/G (rasio eritroid terhadap prekursor granulotik)
Morfologi sel
Pewarnaan besi (iron stain)
Biopsi
Selular
Morfologi
Diterjemahkan dari Adamson & Longo, 2001)
3. Hitung retikulosit.
Hitung retikulosit yang akurat adalah kunci menuju klasifikasi awal dari anemia. Dalam
keadaan normal, retikulosit adalah sel darah merah yang baru saja dilepaskan dari
sumsum tulang. Secara normal, hitung retikulosit berkisar antara 1 – 2 % dan
menggambarkan pergantian harian (daily replacement) 0,8 sampai 1,0% dari populasi sel
darah merah dalam sirkulasi. Interpretasi hitung retikulosit yang tepat merupakan
pengukuran produksi sel darah merah yang terpercaya/dapat diandalkan. Namun perlu
diingat, bahwa penggunaan hitung retikulosit untuk memperkirakan respon sumsum
tulang membutuhkan dua jenis koreksi.
Modul Anemia 11
Modul Anemia 12
SKENARIO
Anemia
Seorang wanita, umur 30 tahun, ke poliklinik dengan keluhan, cepat lelah dan lemah. Disaat
bersepeda pernah mau pingsan. Sering demam, dan mimisan. Menurut keluarganya dia
terlihat lebih pucat dari biasanya.
TUGAS
1. Setelah membaca dengan teliti scenario di atas mahasiswa harus mendiskusikan kasus
tersebut pada satu kelompok diskusi terdiri dari 12-15 orang, dipimpin oleh seorang
ketua dan seorang penulis yang dipilih oleh mahasiswa sendiri. Ketua dan sekretaris ini
sebaiknya bergantian pada setiap kali diskusi. Diskusi kelompok ini bisa dipimpin oleh
seorang tutor atau secara mandiri.
2. Melakukan aktivitas pembelajaran individual di perpustakaan dengan menggunakan
buku ajar, majalah. Slide, tape, vidio,internet, untuk mencari informasi tambahan.
3. Melakukan diskusi kelompok mandiri (tanpa tutor), melakukan curah pendapat bebas
antar anggota kelompok untuk menganalisa dan atau mensintese informasi dalam
menyelesaikan masalah.
4. Berkonsultasi dengan nara sumber yang ahli pada permasalahan dimaksud untuk
memperoleh pengertian yang lebih mendalam.
5. Mengiuti kuliah khusus(kuliah pakar) dalam kelas untuk masalah yang belum jelas atau
tidak ditemuka jawabannya.
6. Melakukan praktikum di laboratorium patologi klinik, radiology, biokimia, farmakologi.
PENJELASAN:
Bila dari hasil evaluasi laporan kelompok ternyata masih ada informasi yang diperlukan
untuk sampai pada kesimpulan akhir, maka proses 6 bisa diulang, dan selanjudnya dilakukan
lagi langkah 7. Kedua langkah di atas bisa diulang-ulang di luar tutorial, dan setelah
informasi darasa cukup maka pelaporan dilakukan dalam diskusi akhir, yang biasanya
dilakukan dalam bentuk diskusi panel dimana semua pakar duduk bersama untuk
memberikan penjelasan atas hal-hal yang masih belum jelas.
Modul Anemia 13
PETUNJUK
KATA/ KALIMAT KUNCI
1. Wanita umur 30 tahun
2. Cepat lelah
3. lemah
4. Pucat
5. Demam
6. Mimisan
Modul Anemia 14
5. Bagaimana struktur dan fungsi hemoglobin
Protein heme memiliki fungsi dalam pengikatan oksigen, pengangkutan oksigen dan
fotosintesis. Hemoglobin pada manusia melakukan dua fungsi pengangkutan yang
penting, pertama mengangkut O2 dari organ respirasi ke jaringan perifer, kedua
mengangkut CO2 dan berbagai proton dari jaringan ke organ respirasi untuk selanjutnya
diekskresi ke luar.
6. Zat-zat gizi esensial yang mana saja yang berkaitan dengan terjadinya anemia?
Zat besi; Copper (Cu), Cobalt, As. Folat, Vit. B12, Source
Gambaran klinis defisiensi vit B12 mengenai darah, saluran cerna, dan system syaraf.
Gejala-gejala terdiri atas rasa lemah, vertigo, tinnitus, palpitasi,gejala payah jantung
kongestif. Pada pemeriksaan fisis didapatkan pucat,sedikit ikterus, nadi
cepat,kardiomegali, spenomegali. Manifestasi saluran cerna adalah pergantian epitel
saluran cerna yang cepat, mengeluh saklit lidah, lidah tampak licin dan memerah seperti
Modul Anemia 15
daging, anoreksia, dan tanda tanda malabsorbsi Manifestasi neurologist dimulai dari
demielinasi, diikuti dengan degenerasi akson dan kematian syaraf. Tempat yang sering
terkena adalah medulla spinalis, perifer, serebrum
Pengobatan:
Dasar pengobatan: Koreksi factor penyebab, Preparat Fe sesuai yang diperlukan,
Pantau respon pengobatan, Obat komplikasi
Prinsip pengobatan besi: Dosis berdasar kadar elemen besi, Diberikan peroral, Lama
pengobatan, 3-4 bln setelah Hb normal
Modul Anemia 16
11. Apa yang dimaksud dengan anemia hemolitik?
Anemia hemolitik ditandai dengan penghancuran sel darah merah yang lebih dari
normal, dan umur sel darah merah lebih pendek.
Klasifikasi anemia hemolitik:
I. Pencetusnya
a. Intrakorpuskuler
1. Kelainan membran sel: sferositosis, ovalositosis, Eliptositosis
2. Hemoglobinopati
3. Defisiensi enzim metabolisme: G6PD, pyruvate kinase, glutation reduktase
b. Ekstrakorpuskuler
1. Anemia hemolitik imun:
Isoimun(reaksi transfusi darah)
Autoimun: idiopatik, Sekunder (obat, kimia,leukemia
2. Anemia hemolitik non imun:obat, kimia, infeksi, Toksin, hipersplenisme
II. Kejadiannya:
a. Herediter (intrinsik)
b. Didapat (ektrensik)
III. Lokasi penghancuran:
a. Intravaskuler
b. Ekstravaskuler
Modul Anemia 17
SKENARIO :
Seorang perempuan berusia 25 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan lemah badan dan
pusing sejak 1 bulan yang dirasakan makin lama, makin lemah. Penderita mudah lelah jika
berkerja. Penderita juga mengeluhkan badan yang semakin kurus dan dalam 1 minggu
terakhir muncul sariawan. Buang air besar tidak ada keluhan. Penderita tidak pernah berobat
untuk penyakit apapun sebelumnya.
Tugas:
1. Tentukanlah Diagnosis dan Diagnosis Banding yang paling memungkinkan pada kasus
di atas!
2. Tentukanlah informasi tambahan (anamnesis dan pemeriksaan lainnya) yang dibutuhkan
untuk menentukan diagnosis dan penatalaksanaan pada kasus di atas!
INFORMASI TAMBAHAN
Pada anamnesis tambahan:
Riwayat pekerjaan: Membantu orang tua bekerja di kebun sayur. Riwayat kebiasaan sosial:
Diet makan seadanya, jarang makan daging. Jarang mencuci tangan setelah bekerja atau
sebelum makan. Tidak pernah pakai alas kaki. Rumah terbuat dari papan dan lantai tanah
(tidak disemen). Riwayat keluarga: bersaudara 3 orang, pasien anak tertua, saudara semua
sehat.
Tugas:
1. Tentukanlah diagnosis pada kasus di atas!
2. Tentukanlah penatalaksanaan farmakologis pada kasus di atas!
3. Tentukanlah penatalaksanaan non farmakologis pada kasus di atas!
Modul Anemia 18
DAFTAR PUSTAKA
1. Adamson, JW; Longo, DL. 2001. Hematologic Alterations : Anemia and Polycythemia.
Dalam Harrison’s Principles of Internal Medicine 15th Edition. Editor: Braunwald, E;
Fauci, AS; Kasper, DL; Hauser, SL; Longo, DL; Jameson, JL. USA: McGraw-Hill
International.
2. Braunwald, E; Fauci, AS; Kasper, DL; Hauser, SL; Longo, DL; Jameson, JL. 2002.
Anemia and Polycythemia. Dalam Harrison’s Manual of Medicine 15th Edition. India:
McGraw-Hill International.
3. Erslev, Allan. 2001. The Erythrocyte : Clinical Manifestations and Classification of
Erythrocyte Disorders. Dalam Williams Hematology 6th Edition. USA.
4. Guyton, AC; Hall, JE. 1996. Sel-Sel Darah Merah, Anemia, Dan Polistemia. Dalam
Fisiologi Kedokteran edisi ke-9. Alih bahasa : Irawati Setiawan, Ken Ariata Tengadi,
Alex Santoso, cetakan I 1997. Jakarta : Penerbit EGC
5. Mattingly, D; Seward, C. 1989. Anemia. Dalam Bedside Diagnosis edisi Ke-13. Editor
Bahasa Indonesia : Soeliadi Hadiwandowo, cetakan tahun 1996. Semarang : Gadjah
Mada University Press.
6. http://febriirawanto.blogspot.com/2011/12/modul-anemia.html
Modul Anemia 19