Anda di halaman 1dari 26

TOKSIKOLOGI PADA

DARAH
DI SUSUN OLEH:
ANIS SUCI AZIZAH A191004
NURJANAH ISTIKOMAH A192017
Outline

Klasifikasi
Mekanisme Manifestasi
Hematotoksik Racun
Darah Toksikologi Keracunan Klinis
ologi Berdasarkan
Zat Besi Komplikasi
Organ Target
Pengertian Darah
Darah merupakan suatu cairan di dalam tubuh yang berfungsi
mengalirkan oksigen ke suluruh jaringan tubuh, mengirimkan nutrisi
yang dibutuhkan sel-sel dan menjadi suatu benteng pertahanan terhadap
bakteri dan virus, tanpa darah yang cukup seseorang dapat mengalami
berbagai gangguan kesehatan bahkan juga bisa kematian.
Darah terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah dan sel darah, sel darah
yang terdiri dari sel darah merah atau eritrosit, sel darah putih atau
leukosit, dan sel pembekuan atau trombosit.
Komponen darah
Darah tersusun atas 2 komponen, yaitu:
1. Plasma darah
Plasma darah merupakan komponen cairan yang mengandung berbagai nutrisi
maupun subtansi penting lainnya yang diperlukan oleh tubuh manusia, antara
lain protein albumin, globulin, faktor-faktor pembekuan darah, dan berbagai
macam elektrolit, hormon, dan sebagainnya.
2. Sel Darah
a. Sel darah merah (Eritrosit)
b. Sel darah putih (Leukosit)
c. Keping darah (Trombosit)
Sel darah merah (Eritrosit)
Sel darah merah adalah sel yang berwarna merah dan yang berukuran
kecil, cekung pada kedua sisinya, setiap mililiter kubik darah terdapat
5.000.000 sel darah merah, fungsinya untuk transport makanan dan di
dalamnya mengandung hemoglobin yang membawa oksigen dari paru-
paru ke jaringan tubuh. Pembentukan sel darah merah terjadi di dalam
sumsum tulang melalui proses pematangan, pembentukan sel darah
merah tersebut di rangsang oleh hormon eritropoitin yaitu suatu hormon
yang diproduksi oleh ginjal yang berfungsi untuk merangsang
pembentukan sel darah merah di dalam sumsum tulang.
Sel darah putih (Leukosit)
Sel darah putih atau leukosit memiliki jumlah paling sedikit
dibandingkan dengan jumlah sel darah merah atau eritrosit, bentuk sel
darah putih adalah lonjong hingga bulat, leukosit terdiri dari Grnulosit
(monosit dan limfosit) dan granulosit (heterofil, eosinofil dan basofil).
Fungsi sel darah putih sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi,
memberikan perlindungan badan dari mikroorganisme, yaitu
kemampuan sebagai fagosit dan memakan bakteri hidup yang masuk ke
peredaran darah serta membantu dalam penyembuhan luka.
Keping darah (trombosit)
Keping darah (trombosit) adalah sel darah yang berperan penting dalam
hemostasis (pembekuan darah). Trombosit melekat pada lapisan endotel
pembuluh darah yang robek (luka) dengan membentuk plug trombosit.
Trombosit tidak mempunyai inti sel, berukuran 1-4 mikro, dan
sitoplasmanya berwarna biru dengan granula ungu kemerahan. Umur
trombosit sekitar 10 hari.
Toksikologi
• Toksikologi telah didefinisikan sebagai • Toksikologi dalam abad ini dan
studi tentang efek samping dari xenobiotik terakhir (1900 hingga sekarang)
dan dengan demikian merupakan ilmu
pinjaman yang telah berevolusi dari racun terus berkembang dan memperluas
kuno. dengan mengasimilasi pengetahuan
• Toksikologi modern melampaui studi dan teknik dari sebagian besar
tentang efek buruk dari agen eksogen untuk cabang biologi, kimia, matematika,
studi molekul biologi, menggunakan racun dan fisika. Baru baru ini, selain
sebagai alat. Banyak ahli toksikologi bidang toksikologi (1975 sampai
sedang mempelajari mekanisme senyawa sekarang) adalah penerapan disiplin
endogen seperti radikal oksigen dan zat
antara reaktif lainnya yang dihasilkan dari ini pada evaluasi dan risiko
xenobiotik dan endobiotik (Casarett & keselamatan penilaian (Casarett &
Doull’s, 2008). Doull’s, 2008).
Hematotoksikologi
• Studi tentang efek samping obat- • Hematologi kemudian diakui sebagai
obatan, bahan kimia nonterapi, bahan ilmu laboratorium terapan tetapi
kimia dan agen lain di lingkungan kita terbatas untuk kuantifikasi unsur-
pada darah dan jaringan pembentuk unsur yang terbentuk dari darah dan
darah (Bloom, 1997). studi tentangmorfologi mereka,
• Subspesialisasi ini menarik pada bersama dengan sumsum tulang,
disiplin hematologi dan prinsip-prinsip limpa, dan limfoid tisu. Sekarang
toksikologi. Pemahaman ilmiah yang spesialisasi medis yang beragam,
pertama dimulai dengan kontribusi dari yang, mungkin lebih dari disiplin
Leeuwenhoek dan lain-lain pada abad lain, telah memberikan kontribusi
ketujuh belas dengan pemeriksaan yang luar biasa untuk kedokteran
mikroskopis darah (Wintrobe, 1985). molekuler (Kaushansky, 2000).
Klasifikasi Racun Berdasarkan Organ Target
a. Hepatoksik: beracun pada hati;

b. Nefrotoksik: beracun pada ginjal;

c. Neurotoksik: beracun pada saraf;

d. Hematotoksik: beracun pada sel darah;

e. Pneumotoksik: beracun pada paru-paru.


Mekanisme Keracunan Zat Besi
Mekanisme Keracunan Zat Besi

Eritropoiesis yang tidak efektif pada thalassemia mengakibatkan


absorpsi besi yang meningkat melalui saluran cerna.
Penimbunan besi akibat peningkatan absorpsi besi disertai
pemberian transfusi darah berulang menyebabkan disfungsi
berbagai organ tubuh. Salah satu organ yang terganggu akibat
penimbunan besi adalah hati.
Mekanisme Keracunan Zat Besi

Penyakit akibat penimbunan besi yang kronis menurut


penyebabnya terdiri dari 2 kelompok, yaitu hemokromatosis
primer dan hemokromatosis sekunder. Pada hemokromatosis
primer (idiopatik) terdapat allel yang abnormal pada kromosom
6 sehingga terjadi absorpsi besi yang tinggi di mukosa usus
halus. Penyakit ini bersifat herediter.
Mekanisme Keracunan Zat Besi

Sedangkan, penimbunan besi yang terjadi selain akibat idiopatik,


seperti diet besi yang tinggi, pemberian transfusi darah berulang,
penyakit hati akibat alkohol merupakan hemokromatosis sekunder.
Penimbunan besi pada thalasssemia termasuk ke dalam kelompok
hemokromatosis sekunder.
Mekanisme Keracunan Zat Besi

Kemampuan besi untuk terlibat dalam reaksi redoks dapat


mengakibatkan toksisitas. Keadaan ini biasanya terjadi apabila
kapasitas penyimpanan besi terlampaui. Besi yang bersifat
katalisator aktif dapat mengakibatkan kerusakan oksidasi pada lipid,
protein dan asam nukleat.
Mekanisme Keracunan Zat Besi

Penimbunan besi yang kronis, mengakibatkan transferin plasma


menjadi jenuh dengan besi sehingga sejumlah besi tidak diikat oleh
transferin (nontransferin bound iron). Non-transferin bound iron
(NTBI) ini selanjutnya mengalami ambilan (uptake) yang cepat oleh
hati berkisar 70%.
Mekanisme Keracunan Zat Besi
Pada keadaan penimbunan besi, ambilan ini diduga ikut berperan
dalam proses kerusakan hati karena NTBI bersifat toksik akibat zat
oksigen reaktif yang dihasilkannya. Selain itu, pada keadaan
penimbunan besi, senyawa radikal bebas seperti superoksid radikal
(O2-)menyebabkan pelepasan besi dari feritin sehingga besi terdapat
dalam bentuk ion fero (Fe2+).
Mekanisme Keracunan Zat Besi

Dengan terdapatnya zat-zat reduktan seperti superoksid dan


hidrogen peroksida, maka besi dalam bentuk NTBI (non-
transferin bound iron) atau besi yang dilepaskan dari feritin
berperan dalam pembentukan senyawa hidroksil radikal (OH-)
melalui reaksi Fenton.
Mekanisme Keracunan Zat Besi

Selanjutnya senyawa hidroksil radikal ini menyebabkan


peroksidasi lipid, yang mengakibatkan kerusakan membran dan
terbentuknya bermacam-macam produk peroksida yang reaktif
dan bersifat toksik. Di samping itu juga, terjadi perubahan struktur
membran yang mengakibatkan gangguan fungsi selular organel.
Manifestasi Klinis Komplikasi

Komplikasi yang terjadi adalah sebagai berikut.

a. Masalah reproduksi, seperti impotensi pada pria dan gangguan


menstruasi pada wanita.

b. Kerusakan pankreas, yang dapat memicu diabetes.

c. Sirosis atau terbentuknya jaringan parut di hati.

d. Gangguan pada jantung, seperti aritmia dan gagal jantung


Prinsip Manajemen

1. Meminum rutin obat kelasi besi.

2. Menjaga asupan nutrisi.

3. Rutin kontrol zat fernitin dalam tubuh.


Obat Kelasi Besi dan Mekanismenya
Terapi kelasi besi oral terbaru yang dipasarkan di Indonesia adalah
defasirox. Dikenal dengan nama dagang Exjade. Tablet Exjade
mengandung 125 mg, 250 mg, atau 500 mg Deferasirox.

Deferasirox memiliki afinitas dan spesifitas yang sangat tinggi terhadap


Fe3+. Potensial dan kemampuan spesifik Deferasirox untuk memobilisasi
jaringan besi dan untuk meningkatkan ekskresinya telah ditunjukkan
dalam beberapa studi hewan.
Daftar Pustaka
Anonim. 2016. Infografis Thalasemia. Jakarta: Kementrian Kesehatan.

Casarett dan Doull. 2008. Toxicology The Basic Science of Poisons. USA: McGraw-Hill Companies.

Kale, Era Dorihi. 2014. Anfis Sistem Hematologi.

Kartoyo, Pamela dan Purnamawati, SP. 2003. Pengaruh Penimbunan Besi terhadap Hati pada Thalassemia.

Priyantiningsih, Dewi Ratih. 2010. Pengaruh Deferasirox terhadap kadar T4 dan TSH pada Penderita B-Thalassemia

Mayor dengan Ferritin yang Tinggi. Semarang: Universitas Diponegoro.

Rahayu, Muji dan Solihat, Moch Firman. 2018. Toksikologi Klinik. Jakarta: Kementrian Kesehatan.

Yulianto dan Amaloyah, Nurul. 2017. Toksikologi Lingkungan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai