Anda di halaman 1dari 33

TOKSISITAS ORGAN

dr. Ilmiawati, Ph.D


PRODI S1 BIOMEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
TARGET UNIVERSITAS ANDALAS
2021
TOKSISITAS ORGAN TARGET
Sistem imun
Darah
Hati
Sistem
Reproduksi
Ginjal
Sistem
Endokrin

Sistem
respirasi
Kulit

Sistem Sistem saraf


Kardiovaskule Sistem
r visual
RESPON TOKSIK PADA HATI
Hati memiliki berbagai fungsi yang penting untuk kehidupan.
Hati memproses makanan dan zat lain dari saluran cerna dan mengirimkan zat gizi yang
sudah diproses ke organ lain dalam tubuh.
Hati juga merupakan kontributor sistem imun yang melindungi dari patogen.
Hati merupakan organ utama untuk metabolisme senyawa kimia eksogen, untuk kkemudian
dibuang melalui empedu dan urin.
Dengan fungsi tersebut, sel hati terpapar konsentrasi zat kimia dan metabolitnya secara
signifikan sehingga dapat menimbulkan gangguan fungsi hati.
Banyak zat kimia industri, toksin tumbuhan, polutan lingkungan, obat herbal dan obat-
obatan diketahui bersifat hepatotoksik.
Dalam industri farmasi, efek yang merugikan pada hati merupakan alasan tersering
dihentikannya pengembangan kandidat obat dan penarikan obat dari pasaran.
RESPON TOKSIK PADA HATI
Hati terdiri atas beberapa jenis sel, masing-masing memiliki fungsi yang berbeda dan
memiliki suplai darah yang unik.
Pengetahuan mengenai fisiologi dan anatomi Hati penting untuk memahami
gangguan fungsi hati oleh hepatotoksikan.
Hati memiliki suplai darah ganda yatitu dari darah arteri dan

SUPLAI DARAH dari darah vena yang berasal dari saluran cerna.

HATI
Darah yang memasuki hati dari arteriol hepatika dan
venula porta bercampur ketika memasuki sinusoid

STRUKTUR LOBULUS HATI


lobulus; darah yang meninggalkan sinusoid memasuki
vena sentralis yang bermuara ke vena kava.
UNIT FUNGSIONAL HATI
Perbandingan unit fungsional hati model lobulus dan
model asinus. Model asinus menggambarkan
pergerakan darah pada sinusoid. Zona 1 paling dekat
dengan pembuluh darah yang memasuki asinus, zona
3 terdekat dengan drainase venula sentralis, dan zona
2 adalah zona intermediet.
ORGANISASI SEL HATI
FUNGSI HATI
•Pemrosesan makanan (monosakarida  • Sintesis heme
glikogen atau energi; glukoneogenesis; lipid 
pemrosesan, energi)
• Eliminasi bilirubin
•Sintesis lemak
•Ambilan lemak dan vitamin dari darah • Pemanfaatan ulang zat besi
•Degradasi kolesterol dan steroid
• Metabolisme xenobiotic (obat, zat dari
•Sintesis protein (spt albumin, faktor koagulasi, makanan)
komplemen, lipoprotein)

•Detoksifikasi ammonia (pembentukan • Ekskresi melalui empedu (obat, logam, dll)


urea)
• Eliminasi partikulat dan produk bakteri
dari darah
RESPON HATI TERHADAP
XENOBIOTIK
RESPON TOKSIKAN
Kematian hepatosit Asetaminofen, etanol, Cu, dimetilformamid
Perlemakan hati (steatosis) Amiodaron, CCl4, etanol, tamoksifen, asam
valproat
Kolestasis kanalikuler Klorpromazin, estrogen, Mn
Kerusakan saluran empedu Alfa-naftilisotiosianat, amoksisilin
Kerusakan endotel sinusoid Siklofosfamid, mikrosistin
Inflamasi Endotoksin bakteri, etanol
Fibrosis dan sirosis CCl4, etanol, vitamin A, vinil klorida

Kanker hati Aflatoksin, androgen, arsenik, vinil klorida


KEMATIAN SEL
Kematian sel akibat paparan zat kimia terjadi melalui beberapa jalur molekuler,
menimbulkan berbagai jenis kematian sel, antara lain nekrosis, apoptosis, piroptosis,
nekroptosis.
Nekrosis ditandai pembengkakan sel, kebocoran isi sel, disintegrasi inti (kariolisis), dan
sebukan sel radang. Isi sel dilepaskan meliputi enzim seperti alanine aminotransferase (ALT)
dan aspartate amino transferase (AST), yang kemudian memasuki plasma dan digunakan
sebagai biomarker (penanda) cedera hepatoseluler.
Apoptosis ditandai oleh pengerutan sel, kondensasi kromatin, fragmentasi inti, dan
pembentukan fragmen sel terikat membran yang disebut “apoptotic bodies.”
Sel yang mengalami apoptosis difagositosis oleh sel Kupffer atau sel yang berdekatan,
sehingga apoptosis tidak disertai oleh respon radang. Jalur apoptosis meliputi aktivasi enzim
caspase yang menimbulkan kerusakan DNA.
Nekrosis dan apoptosis serta jenis kematian sel lainnya biasanya terjadi akibat aktivasi satu
atau lebih jalur sinyal molekuler intrasel yang berujung pada kematian sel.
HISTOPATOLOGI KEMATIAN
SEL HATI

Apoptosis (anak panah) dan nekrosis (kepala Daerah nekrosis luas mengelilingi vena sentralis
panah) terjadi bersamaan di hati. hati mencit yang mendapat dosis toksik
asetaminofen. Hepatosit di luar daerah
sentrilobuler tampak normal.
MEKANISME KEMATIAN SEL
GAMBARAN MORFOLOGI, BIOKIMIA, DAN
MOLEKULER MEKANISME KEMATIAN SEL
PENENTUAN JENIS KEMATIAN
SEL
Bentuk kematian sel yang baru diketahui adalah nekrosis terprogram yang disebut
“necroptosis”. Nekroptosis umumnya diawali oleh reseptor kematian, seperti
reseptor 1 TNF, dan pembentukan kompleks 1 dengan berbagai molekul adapter
seperti receptor-interacting protein kinases 1 and 3 (RIP1 and -3).

Karakterisasi jenis kematian sel setelah paparan zat kimia didasarkan pada morfologi
dan aktivasi faktor molekuler. Jenis kematian sel yang berbeda dapat menggunakan
jalur pensinyalan yang sama. Misalnya, perubahan molekuler yang sama pada
mitokondria terjadi pada jalur apoptosis dan nekrosis. Oleh karena itu, pemeriksaan
histologi jaringan merupakan “gold standard” untuk karakterisasi jenis kematian sel.
PERLEMAKAN HATI (FATTY
LIVER/STEATOSIS)
Fatty liver (steatosis) didefinisikan
sebagai peningkatan kandungan lipid
(utamanya trigliserida) sel parenkim hati.
Secara histologi, sel parenkim hati tampak
mengandung banyak lemak berupa
vakuola bulat.
Akumulasi vakuola ini dapat menggeser
nucleus ke perifer sel.
Berdasarkan ukuran droplet lemak, dapat
Steatosis makrovesikuler. Droplet lemak
dibedakan antara steatosis makrovesikuler merah dan nukleus biru.
dan mikrovesikuler.
STEATOSIS
Dalam keadaan normal tingkat pembentukan, konsumsi dan penyimpanan asam
lemak bebas dalam keadaan seimabng dan hanya sedikit akumulasi trigliserida di
hati. Jika terjadi kondisi ambilan berlebihan asam lemak bebas dari jaringan lemak
atau makanan ke dalam sel parenkim hati, maka asam lemak bebas menumpuk dan
diubah menjadi trigliserida yang muncul sebagai steatosis.
Steatosis terjadi umumnya akibat konsumsi alkohol sedang dan faktor lain, bersifat
reversible dan tidak berbahaya jika stimulus sementara. Hati dengan steatosis lebih
rentan terhadap cedera tambahan, seperti iskemia atau hepatotoksikan.
Steatosis persisten merupakan precursor pennyakit hati serius. Jika disertai inflamasi
(steatohepatitis), steatosis dapat berlanjut menjadi kerusakan hati kronis, fibrosis
(sirosis), dan karsinoma hepatoseluler.
PENYEBAB STEATOSIS
Penyebab tersering steatosis hati adalah resistensi insulin terkait obesitas dan gaya
hidup tidak aktif.
Paparan terhadap berbagai hepatotoksikan juga menginduksi steatosis.
Senyawa kimia yang menimbulkan steatosis yang bersifat letal meliputi obat
antiepilepsi asam valproat, obat antivirus fialuridin, pelarut karbon tetraklorida, dan
inhibitor sintesis protein seperti etionin, puromisin, dan sikloheksimid.
Sejumlah obat yang menumpuk di mitokondria dan menghambat respirasi
mitokondria juga berhubungan dengan steatosis. Obat ini meliputi 4,4′-
diethylaminoethoxyhexestrol, amiodaron, tamoksifen, doksisiklin, tetrasiklin,
tianeptin.
Etanol merupakan agen penyebab steatosis yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat utama.
KOLESTASIS KANALIKULER
Kolestasis ditandai secara biokimia oleh meningkatnya kadar serum senyawa yang
normalnya terdapat dalam empedu, khususnya garam empedu dan bilirubin.
Gangguan fungsi hati ini didefinisikan sebagai penurunan kecepatan pembentukan
empedu atau terganggunya sekresi zat terlarut tertentu ke dalam empedu. Jika eksresi
pigmen bilirubin terganggu, terjadi akumulasi pada kulit dan mata, menimbulkan
warna kuning. Kelebihan eksresi bilirubin pada urin menyebabkan urin kuning tua
atau coklat.
Kolestasis menimbulkan pembengkakak sel, kematian sel, dan inflamasi. Cedera sel
parenkim hati disebabkan akumulasi zat kimia intrasel yang seharusnya disekresi ke
empedu. Contoh, obat-obatan dan metabolitnya, agen xenobiotik lain, bilirubin atau
zat pembentuk empedu lainnya. Berbagai jenis zat kimia seperti logam. Hormon, dan
obat-obatan dapat menimbulkan kolestasis.
REGENERASI DAN
PERBAIKAN
Hati memiliki kemampuan besar untuk memperbaiki kerusakan jaringan dan fungsi
melalui regenerasi.
Hilangnya sel parenkim hati akibat hepatektomi, memicu proliferasi semua sel hati
yang matur.
Proses ini bertujuan mengembalikan massa hati. Sel parenkim hati normalnya berada
dalam keadaan tidak aktif membelah (fase G0).
Untuk bisa berproliferasi maka sel harus memasuki siklus sel.
Proses ini diawali oleh sitokin (TNF-α, IL-6), yang menyiapkan sel parenkim hati
berespon terhadap faktor pertumbuhan seperti HPC growth factor (HGF) dan
transforming growth factor-α (TGF-α).
FIBROSIS
Fibrosis hati (pembentukan jaringan parut) terjadi sebagai
respon terhadap cedera hati kronis yang melampaui kemampuan
perbaikan organ.

Fibrosis ditandai oleh akumulasi jaringan ikat berlebihan,


khususnya kolagen tipe I dan III, dan berkurangnya kolagen tipe
IV.

Deposisi kolagen progresif ditandai parut fibrosa yang saling


terhubung mengubah arsitektur hati.

Jika parut fibrosis membagi massa hti menjadi nodul, fibrosis


telah berkembang jadi sirosis, dan fungsi hati telah jauh
menurun.

Fibrosis hati. Jaringan parut mengelilingi


parenkim hati.
FIBROSIS
Penyebab utama fibrosis/sirosis hati adalah hepatitis virus, sumbatan bilier,
steatohepatitis alkoholik dan non-alkoholik.
Fibrosis dapat diunduksi paparan kronis terhadap obat dan zat kimia serta logam berat.
Paparan berulang karbon tetraklorida, tioasetamid, dimetilnitrosamin, aflatoksin, dan
zat kimia lainnya diketahui menimbulkan fibrosis hati pada hewan dan manusia.
Intinya, setiap cedera kronis pada hati yang menimbulkan kematian sel yang melebihi
kemampuan hati memperbaiki diri dapat menimbulkan fibrosis hati.
Sel stelata yang teraktivasi dan berdiferensiasi menjadi sel serupa miofibroblas
berperan dalam perkembangan fibrosis hati.
Sel stelata merupakan jenis sel utama yang menghasilkan protein matriks ekstrasel di
hati.
KANKER HATI
Zat kimia dapat menginduksi tumor yang berasal dari sel parenkim hati serta jenis sel lain
pada hati.
Kanker hepatoseluler berhubungan dengan penyalahgunaan kronis androgen, alcohol, dan
konsumsi makanan terkontaminasi aflatoksin. Selain itu, hepatitis virus, penyakit
metabolik sepertihemokromatosis, dan steatohepatitis non-alkoholik merupakan faktor
risiko utama karsinoma hepatoseluler
Sinergi antara paparan aflatoksin dan infeksi virus hepatitis B diketahui dengan baik.
Prevalensi virus hepatitis B dan C dan faktor lingkungan membuat karsinoma
hepatoseluler salah satu tumor ganas paling sering di dunia.
Sel non-parenkim merupakan precursor jenis kanker lainnya. Angiosarkoma maligna yang
langka berasal dari sel sinusoid. Angiosarkoma ini berhubungan dengan paparan okupasi
terhadap vinil klorida dan arsenik.
KIMIA KLINIS
Klasifikasi pola cedera hati akibat obat berdasarkan pengukuran kimia klinis
R = ALT/ALP Pola cedera
R >= 5 Hepatoseluler
R <= 2 Kolestatik
2<R<5 Campuran

Kadar ALT dan ALP dalam kelipatan batas atas normal


R = rasio ALT/ALP
CONTOH HEPATOTOKSIKAN
ASETAMINOFEN
Analgesik yang digunakan secara luas.
Aman jika digunakan pada dosis terapi yang dianjurkan.
Overdosis menimbulkan cedera hati berat bahkan gagal
hati.
Separuh kasus overdosis disebabkan percobaan bunuh
diri.
Hepatotoksisitas yang diinduksi asetaminofen
merupakan penyebab utama gagal hati akut akibat obat
di AS dan Inggris.
ASETAMINOFEN

Keracunan asetaminofen menimbulkan nekrosis


hepatoseluler sentrilobuler.

Pada dosis terapi, sekitar 90% asetaminofen berkonyugasi dengan sulfat atau
glukuronida dan diekskresi.
Proses konyugasi ini membatasi pembentukan metabolit reaktif toksik (N-acetyl-p-
benzoquinone imine (NAPQI) oleh enzim CYP.
Sebagian besar NAPQI didetoksifi melalui konyugasi dengan glutathione (GSH)
membatasi ikatan dengan protein seluler  awal kerusakan sel parenkim hati.
Selain itu, ikatan protein yang terbentuk setelah dosis terapi dihilangkan melalui
autofagi, sehingga dosis terapi asetaminofen berisiko minimal menimbulkan cedera hati.
ETANOL
Penyalahgunaan alkohol merupakan penyebab utama penyakit hati di negara Barat.
Fase awal penyalahgunaan etanol menimbulkan akumulasi lipid di hati (steatosis).
Seiring berlanjutnya penyakit hati, terjadi kematian sel dan meningkatnya inflamasi
hati (steatohepatitis).
Jika tidak proses ini berlanjut, massa hati akan digantikan jaringan parut (fibrosis,
sirosis) yang mengganggu berbagai fungsi hati, termasuk kemampuan metabolism
obat.
ETANOL
Orang dengan sirosis hati akibat penyalahgunaan alkohol kronis mengalami
penurunan kemampuan detoksifikasi ammonia hasil pemecahan asam amino dan
bilirubin hasil pemecahan hemoglobin.
Disfungsi hati ini serta defek sintesis protein, seperti albumin dan faktor pembekuan,
dapat berujung pada gangguan multi organ dan kematian.
Morbiditas dan mortalitas akibat konsumsi alkohol utamanya disebabkan efek toksik
etanol dan metabolitnya pada hati, meskipun alcohol juga berefek terhadap jaringan
lain.
Toksisitas tertarget ini karena >90% dosis etanol dimetabolisme di hati.
AFLATOKSIN
Jamur Aspergillus yang kehijauan menjadi
kontaminan jagung, kacang, dan biji-bijian.
Aflatoksin B1 merupakan zat paling toksik
yang dihasilkan oleh jamur ini.
Aflatoksin B1 diaktivasi oleh sitokrom menjadi
senyawa epoksida yang menghasilkan spesies
reaktif yang mengikat DNA untuk
menimbulkan kanker atau berikatan dengan
protein untuk menimbulkan cedera hati akut.
AFLATOKSIN
Berbagai spesies jamur mensintesis metabolit yang disebut mikotoksin yang dapat
menimbulkan cedera berbagai organ.
Aflatoksin merupakan mikotoksin yang dihasilkan Aspergillus yang tumbuh pada
kacang dan tanaman seperti jagung, gandum dan beras.
Konsumsi makanan ini menimbulkan paparan pada manusia dan hewan.
Aflatoksin juga dideteksi pada susu hewan yang mengonsumsi tanaman terkontaminasi,
dan ini menimbulkan paparan pada anak.
Paparan aflatoksin tidak daapt dihindari, dan US FDA menetapkan batas toleransi
aflatoksin dalam makanan untuk konsumsi manusia.
Regulasi tersebut meminimalkanpaparan aflatoksin dari makanan terkontaminasi di
negara barat, namun paparan masih terjadi di negara berkembang khususnya Asia
Tenggara dan Afrika.
AFLATOKSIN
Tanda akut toksisitas aflatoksin pada manusia meliputi nyeri abdomen, muntah,
steatosis, dan nekrosis.
Perubahan biokimia hati akibat nekrosis sel epitel saluran empedu dan sel parenkim.
Paparan kronis aflatoksin dalam panak menimublkan karsinoma hepatoseluler pada
hewan.
Sejumlah penelitian epidemiologi mendukung hubungan antara aflatoksin dan
kanker pada manusia.
DETERMINAN KERENTANAN INDIVIDU
TERHADAP HEPATOTOKSIKAN

Metabolisme xenobiotic
Cadangan dan regenerasi
Transporter hepatobilier jaringan
Enzim protektif Stres inflamasi
Status gizi
Usia
Interaksi antar zat kimia
Jenis kelamin Aktivasi sistem imun adaptif
REFERENSI:
Klaassen, Curtis D.; Klaassen, Curtis D.. Casarett &
Doull's Toxicology: The Basic Science Of Poisons,
9th Edition (P. 548). McGraw-Hill Education.

Anda mungkin juga menyukai