Anda di halaman 1dari 18

LOMBA KARYA TULIS INDUSTRI KEUANGAN NON BANK 2016

OTORITAS JASA KEUANGAN

Penguatan Industri Jasa Keuangan Non Bank Melalui Pengaturan yang Berkualitas dan
Inovasi Produk & Jasa Layanan Keuangan

Basel Team
Magister Manajemen
Universitas Gadjah Mada

I.

Pendahuluan
I.1. Latar Belakang
Kinerja Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) pada tahun 2015 mengalami peningkatan
jumlah aset dan layanan meskipun kondisi perekonomian global mengalami tekanan deflasi.
Total aset IKNB tahun 2015 naik 3,8% menjadi Rp1.636,6 triliun dengan kenaikan yang
didorong oleh sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa
Keuangan Khusus (Otoritas Jasa Keuangan, 2015). Namun jumlah ini masih terpaut jauh dari
Perbankan yang mencapai Rp5.819 triliun. Otoritas Jasa keuangan (OJK) mendorong sektor
IKNB untuk dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi nasional yang optimal utamanya di
tahun 2016 ini.
Indonesia berhasil mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan di beberapa
tahun terakhir. Di tahun 2015, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 4,79%. Sementara,
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia diprediksi meningkat menjadi 5,2% di tahun 2016
dan 5,5% di tahun 2017 lebih tinggi dibandingkan rata-rata negara ASEAN yaitu 4,5% di tahun
2016 dan 4,8% di tahun 2017 (Asian Development Bank, 2016). Pertumbuhan ini berdampak
pada meningkatnya jumlah kelas menengah dan orang kaya di Indonesia. Menurut Kemenkeu
(2015) yang mengutip Boston Consulting Group, proyeksi pertumbuhan kelas masyarakat
tergambar sebagai berikut:
2.5 6.9

6.6 16.5

49.3
23.2

2012 68.2
2020
44.450.5
41.6

65.447.9

65.5
28.3

Gambar 1.1. Pertumbuhan Jumlah Kelas Masyarakat Berdasarkan Pengeluaran per Bulan
(Dalam Juta Jiwa)
Sumber: (Kemenkeu, 2015)
Berdasarkan gambar 1.1 kelas menengah yaitu pada middle dan upper middle mengalami
potensi peningkatan yang sangat signifikan di tahun 2020. Peningkatan kelas masyarakat yang
semakin baik dan pengeluaran per bulan yang semakin besar mengakibatkan peningkatan minat
dan kebutuhan investasi di masyarakat. Dalam hal ini, pemerintah telah mencanangkan
pembangunan infrastruktur dan peningkatan kapasitas UMKM termasuk start-up company,
serta ketahanan dalam rangka mengupayakan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional.
Untuk mendukung keberhasilan program strategis pemerintah tersebut, OJK turut serta
mendorong Perusahaan Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan Penjaminan
untuk berpartisipasi aktif dalam menerbitkan produk dan layanan jasa keuangan yang
menunjang program pemerintah tersebut utamanya dalam penyerapan kebutuhan investasi
masyarakat yang dapat digunakan untuk pendanaan program pemerintah dan pengembangan
ekonomi.
Pemerintah Indonesia saat ini terus mendorong sektor UMKM termasuk termasuk startup company dan pengembangan sektor ekonomi kreatif yang menghasilkan kemunculan usaha-

usaha baru dan ide-ide bisnis baru di kalangan masyarakat. Pertumbuhan yang pesat utamanya
didukung dari start-up yang menggunakan basis teknologi digital. Perusahaan seperti Go-Jek,
Bukalapak.com, Traveloka.com dan lainnya merupakan perusahaan start-up yang telah
berkembang di Indonesia. Selain harus bersaing dari sisi produk, inovasi, dan
pengimplementasian rencana bisnis yang baik, berbagai start-up company ini juga harus
bersaing dalam mendapatkan pendanaan dengan ratusan bahkan ribuan start-up lain di
Indonesia.
Adanya pertumbuhan dua sisi ini yaitu pihak masyarakat kelebihan dana yang
membutuhkan instrumen investasi dan pertumbuhan industri kreatif termasuk perusahaan startup company menimbulkan potensi yang baik untuk bekerja sama. Namun, kurangnya peran
perantara keuangan menjadi faktor utama penghambat pertumbuhan sektor ekonomi kreatif ini.
Bank-bank dan lembaga lain termasuk IKNB kurang mampu berperan sebagai perantara karena
dipandang kurang fleksibel dalam aturan dan kebutuhan. Selain itu, perusahaan yang baru
dipandang memiliki risiko yang tinggi utamanya bagi bank dalam rangka pemberiaan fasilitas
pendanaan. Hal-hal ini melatarbelakangi adaya inovasi baru di Indonesia yaitu beberapa
lembaga crowdfunding mulai bermunculan di Indonesia menawarkan satu solusi dari keadaan
ini.
Selain adanya modal ventura dan beberapa angel investor, crowdfunding dapat membantu
perusahaan-perusahaan start-up untuk memperoleh fasilitas pendanaan. Crowdfunding atau
dikenal dengan peer to peer lending (P2PL) merupakan praktek penggalangan dana dari
sejumlah besar orang untuk memberikan modal kepada suatu proyek atau usaha yang umumnya
dilakukan melalui internet secara langsung muncul sebagai peluang bisnis baru. Praktek ini
berkembang dalam beberapa jenis yaitu crowdfunding donasi, reward, pinjaman (debt/lending),
dan ekuitas (kepemilikan). P2PL di Indonesia muncul pertama kali sebagai sarana
penggalangan dana bagi kegiatan sosial yang tidak memberikan harapan pengembalian dana
seperti KitaBisa.com, Wujudkan.com, dan Ayopeduli.com. Namun, akhir-akhir ini muncul
beberapa P2PL di Indonesia yang menawarkan tingkat pengembalian tertentu sebagai bentuk
investasi baik dalam wujud pinjaman atau kepemilikan.
Permasalahan yang dihadapi dalam pengimplementasian P2PL atau yang bersifat
investasi muncul dari sisi legalitas, transparansi, dan keamanan. P2PL yang bersifat investasi
tentu akan menjadi ranah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diatur dalam Undang-undang
Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Sedangkan P2PL dengan jenis yang lain
(bukan investasi) diatur dalam Undang-undang Nomor 9 tahun 1961 tentang Pengumpulan
Uang atau Barang. Bagi masyarakat yang memberikan dana sebagai bentuk investasi melalui
P2PL harus dijamin keamanan dan transparansi pengelolaannya serta diharapkan tidak
menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya pengaturan dari
sisi peraturan perundang-undangan atau peraturan khusus dari OJK agar praktek dapat
diaplikasikan di Indonesia terutama untuk pendanaan dan pengembangan industri kreatif
termasuk bagi start-up company namun juga tidak membatasi P2PL untuk terus berkembang.
I.2. Perkembangan Peer to Peer Lending (P2PL) di Indonesia

Di beberapa negara lain praktek penggalangan dana atau crowdfunding telah berkembang
lebih dulu seperti di United State (US) dan juga China dari pada di Indonesia. Beberapa P2P
Lending berbasis investasi telah bermunculan di Indonesia, diantaranya:
1. Modalku
Modalku menyediakan platform untuk mendukung pertumbuhan pengusaha dan
bisnis kecil, serta mendirikan alternatif investasi yang menarik dan terpercaya untuk
pemberi pinjaman. Modalku telah berhasil menyalurkan Rp.13,5 milyar pinjaman yang
terdanai dengan total 53 pinjaman. Memiliki tingkat 0% default, Modalku menawarkan
return 12-18%p.a bagi pemberi pinjaman dengan jangka waktu yang fleksibel yaitu 3
sampai 12 bulan. Pemberi pinjaman dapat memulai memberi pinjaman dari Rp 1 juta
dengan minimal deposit Rp 10 juta. Sementara itu dari sisi peminjam, mereka dapat
mengajukan permohonan pinjaman modal kerja mulai dari Rp 50 juta hingga Rp 1 miliar
dengan tenor 3, 6, atau 12 bulan. Suku bunga yang ditawarkan berkisar antara 14-20% p.a.
2. Investree
Investree telah mampu menyalurkan sebanyak Rp.19,5 milyar dalam bentuk
pinjaman dengan total mencapai 78 pinjaman. Mereka menyatakan bahwa terdapat
sebanyak Rp.13,1 milyar pinjaman yang lunas terbayarkan dengan total terdiri dari 45
pinjaman. Investree menawarkan kepada pemberi dana tingkat pengembalian rata-rata
sebesar 17.9% hingga 20% p.a. dengan tingkat 0% default. Sementara itu, peminjam dapat
meminjam dana denga tingkat minimal 1,2% per bulan atas nilai pinjaman. Hal yang unik
pada P2PL Investree adalah terdapat analisis score kredit.
3. Amartha
Amartha ialah sebuah perusahaan teknologi finansial yang menghubungkan investor
dengan usaha mikro dan kecil di Indonesia. Sejak 2010, Amartha berhasil menyediakan
modal usaha bagi 23.000 UMKM dengan non performing loan (NPL)/gagal bayar 0%.
Secara nominal, mereka telah mampu menyalurkan hingga Rp.30 milyar dalam bentuk
pinjaman. Pemberi dana dapat memulai investasi dengan modal kecil mulai dari Rp
3.000.000 dan jangka waktu 1 tahun. Mereka menawarkan bagi hasil yang kompetitif
hingga 20% p.a.
Hal yang unik dari Amartha yaitu target peminjam adalah 100% perempuan. Mereka fokus
untuk mendukung program pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi.
4. Crowdo
Crowdo merupakan start-up fintech fintech dengan skala regional yang menawarkan
portofolio P2PL dan solusi berdasarkan cara crowdfunding. Perusahaan ini berkantor di
Singapura, Malaysia, dan Indonesia. Crowdo telah berhasil mendanai sebanyak 500 proyek
dan lebih dari 100 investor siap berinvestasi dengan 70 negara asal investor. Sebenarnya
Crowdo telah memiliki lebih dari 20,000 anggota baik dari sisi pemberi dana dan
peminjam dana. Salah satu keunikan lain dari Crowdo adalah adanya pinjaman yang
memiliki agunan emas sehingga lebih aman.
Selain penyelenggara P2PL yang telah disebutkan sebelumnya, di Indonesia telah
berkembang lebih banyak lagi P2PL termasuk yang berasal dari luar negeri. P2PL tersebut
diantaranya adalah Fundel, Co-Asset, Moolah Sense, Taralite, TransSwap, dan lainnya.

Industri Fintech saat ini sedang berkembang pesat. Indonesia dengan jumlah penduduk
yang besar, memiliki ekonomi yang bertumbuh (potensi pihak kelebihan dana), serta memiliki
pertumbuhan start-up company dan UMKM yang pesat menjadikan Indonesia menjadi sasaran
yang sangat menarik bagi bisnis P2PL. OJK sebagai otoritas yang bertugas untuk mengatur
industri keuangan dan melindungi konsumen wajib melakukan langkah yang tepat dan sesegera
mungkin dalam rangka mengatasi fenomena yang berkembang ini.
I.3. Analisis GAP
Fenomena investasi P2PL di Indonesia sangat dapat berpotensi menimbulkan keresahan
bagi masyarakat apabila tidak diatur dan diawasi dengan baik. Masyarakat yang
menginvestasikan dana melalui P2PL ini harus mendapatkan perlindungan dari OJK agar dana
yang mereka investasikan terjamin atau memiliki risiko investasi yang relevan. Selain itu,
penyelenggaraan P2PL juga harus dilandasi dengan adanya semangat positif dari setiap pihak
dan transparansi yang baik utamanya dalam pengabulan permohonan pinjaman serta pengelolaan
manajemen kas.
Saat ini lembaga penyelenggara jasa P2PL telah banyak bermunculan tetapi OJK belum
memiliki koridor yang jelas dalam rangka mengawasi dan mengatur fenomena ini. Hal ini
menyebabkan kekhawatiran di masyarakat bahwa belum adanya skema perlindungan konsumen
yang baik. Berdasarkan hal tersebut, penyusunan makalah ini dilandasi pertimbangan adanya
pengaturan yang baik dari OJK dan inovasi produk dalam rangka menghadapi fenomena P2PL.
Untuk mengatasi hal tersebut, kami berangkat dengan melakukan analisis gap sehingga
dimaksudkan dapat mengidentifikasi masalah secara tepat dan membuat solusi yang benar.
Analisis gap tersebut tersaji dalam gambar 1.2.

FENOMENA

P2PL/CROWDFUNDING
P2P bermunculan.
Tidak ada standar yang jelas dalam operasional.
Muncul kompetisi dan perlombaan menarik banyak calon nasabah.
SISI KEKURANGAN DANA

Pertumbuhan pesat perusahaan start-up dan UMKM yang membut


Akses perizinan lebih mudah.
Jumlah kelas menengah semakin meningkat. Akses sumberdaya lebih baik dan perkembangan digital.
Minat investasi masyarakat semakin tinggi. Pendanaan via Bank sulit, namun Program KUR dan Laku Pandai ku
PIHAK KELEBIHAN DANA

Literasi keuangan masyarakat rendah.


]

STRATEGI EKSISTING OJK


Belum adanya peraturan yang mengatur secara khusus P2PL.
Belum adanya tim atau satuan tugas yang menangani khusus P2PL.
OJK sudah mulai sadar dan paham potensi perkembangan P2PL di Indonesia.
Adanya Program Laku Pandai.

GAP

ersebut belum tertata secara legal, aman, dan transparan sehingga berpotensi menimbulkan kerugian bagi mas
dorong masyarakat semakin kreatif dalam ide bisnis termasuk ide pendanaan dan praktek P2PL.
tambah pihak yang membutuhkan dana meningkat pesat dapat berpotensi menjadi sasaran pengumpulan dan
solusi bagi start-up company.
ndo).

SOLUSI
.... STRATEGY)
Gambar 1.2. Analisis Gap Fenomena P2PL di Indonesia

I.4. Analisis Model Kerangka Kerja Multi-Channel bisnis P2PL


Penanganan terhadap praktek-praktek investasi P2PL tidak hanya dapat dilakukan oleh
OJK saja, tetapi membutuhkan kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait, seperti Bank
Indonesia, Perbankan, Kementerian terkait, dan masyarakat sendiri. Solusi yang disusun
merupakan pengaturan dan inovasi produk yang terintegrasi serta melibatkan pihak-pihak
tersebut sebagai multi saluran. Gambar 1.3 memberikan gambaran menyeluruh terkait dengan
model kerja bisnis P2PL. Hal ini dapat menjadi kerangka kerja yang terintegrasi satu dengan
yang lainnya yang dapat diaplikasikan oleh OJK dalam rangka mengatur industri P2PL.
Perusahaan Asuransi Kredit
OJK
Tabungan & Deposito

Bank Indonesia

Kemen Kominfo

Investasi Link Asuransi

Perbankan
Modal Ventura Angel Investor

Pasar Modal

Laku Pandai

Investasi Riil

KUR
Lembaga P2P

Masyarakat Kelebihan Dana

Start-up Company & Pihak Butuh Dana

Keterangan:Koordinasi dan Kerja Sama


Praktek dan Hubungan Langsung

Kemen
Koperasi & UKM

Gambar 1.3. Multi-Channel Bisnis P2PL


Gambar 1.3 menjelaskan bahwa di Indonesia terdapat pihak yang kelebihan dana dan
pihak yang membutuhkan dana. Masyarakat sebagai pihak kelebihan dana secara konvensional
dapat mengalokasikan kelebihan dananya dalam bentuk tabungan, deposito, investasi asuransi,
membuka rekening di pasar modal dan juga menjalankan bisnis sebagai bentuk investasi riil. Di
sisi lain, terdapat pertumbuhan industri ekonomi kreatif yang membutuhkan dana. Mereka
sebenarnya dapat mengajukan pinjaman ke Bank baik melalui program KUR dan Laku Pandai.
Namun, ternyata beberapa pihak seperti start-up company dan beberapa UMKM dianggap terlalu
berisiko bagi bank sehingga permohonan pinjaman tersebut seringkali ditolak. Selain itu,

permohonan pinjaman ke Bank juga membutuhkan syarat yang cukup ketat dan waktu yang
relatif lama sehingga kurang fleksibel dan sulit dilaksanakan bagi perusahaan rintisan yang baru
berkembang ataupun UMKM.
Untuk tetap mendapatkan dana tambahan bagi pengembangan bisnis, start-up company dan
beberapa UMKM memiliki alternatif lain selain pinjaman dari bank. Alternatif lain tersebut
adalah mencari Angel Investor atau bermitra dengan Lembaga Modal Ventura. Namun cara ini
juga berdampak pada kontrol pada operasional bisnis yang semakin terbatas bagi pemilik karena
adanya ikut campur yang cukup dalam dari pihak pemberi dana. Oleh karena itu, mereka
mencoba mencari cara lain dalam mendapatkan dana. Adanya kondisi ini, memunculkan peluang
baru bagi pihak yang mampu menjadi perantara. Pihak yang membutuhkan dana berusaha untuk
menjangkau langsung masyarakat yang memiliki kelebihan dana. Proses ini kemudian ditangkap
dengan bermunculannya berbagai lembaga penyedia jasa P2PL.
OJK dapat bekerja sama dengan Kemen Kominfo, Bank Indonesia, dan Kemen Koperasi &
UKM untuk menangani fenomena ini. Karena bisnis P2PL dilakukan dengan basis digital, maka
cara paling tepat dalam melakukan pengawasan adalah juga menggunakan media digital. OJK
memerlukan suatu platform data khusus yang dapat dibuat dengan bekerja sama dengan Kemen
Kominfo dan Bank Indonesia. Selain itu, karena bisnis utama dari P2PL adalah penyaluran
kredit, maka OJK membutuhkan fasilitas strandar kredit yang diperbolehkan untuk dapat
dikabulkan di masing-masing penyelenggara P2PL. Hal ini diharapkan dapat menjadikan setiap
permohonan kredit memiliki kualitas yang baik dan memiliki risiko kredit yang lebih minimal
serta memaksimalkan permohonan kredit yang telah dikabulkan untuk segera terdanai.
Untuk melindungi konsumen/masyarakat dari risiko default, menurut kami OJK perlu
mendorong sebuah inovasi produk berupa asuransi kredit khusus untuk P2PL. OJK dapat bekerja
sama dengan perusahaan-perusahaan asuransi untuk dapat mewujudkan asuransi kredit ini.
Asuransi jenis ini dapat menguntungkan bagi perusahaan asuransi karena potensi pertumbuhan
P2PL yang pesat. Sebagai inovasi baru, produk asuransi kredit ini akan berfungsi untuk
melengkapi pelaksanaan bisnis P2PL.

OJK Platform (alternatif nama: EDL Electronic Direct Lending atau ILE/Investasi elektronik
langsung)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga yang memiliki fungsi mengatur, mengawasi dan
melindungi kegiatan di sektor jasa keuangan harus berperan aktif dalam menanggapi
kemunculan dan perkembangan P2P lending di Indonesia. Jenis crowdfunding di Indonesia ini
keseluruhan beroperasi denganmemanfaatkan kecanggihan internet. Oleh karena itu, OJK dapat
melakukan pengawasan langsung melalui pemanfaatan internet. Penggunaan internet ini justru
akan sangat memberikan kelebihan bagi OJK untuk melakukan pengawasan secara transparan.
EDL (Electronic Direct Lending/Pinjaman Langsung Elektronik) merupakan sebuah program
baru atau disebut sebagai inovasi produk yang dapat diinisiasi oleh OJK dalam rangka mengatur,
megawasi, dan melindungi konsumen jasa keuangan, serta mengembangkan industri P2P lending
atau crowdfunding yang bersifat investasi di Indonesia. Program ini dirancang dengan landasan
prinsip Legal, Transparan, dan Aman (LTA).
1. Legal
Untuk dapat memenuhi prinsip legal, seluruh penyelenggara program P2P lending atau
crowdfunding yang bersifat investasi harus mendapatkan izin dan bersedia beroperasi
sesuai dengan aturan OJK. Pendaftaran tersebut meliputi beberapa persyaratan yang
dikeluarkan oleh OJK yang dapat difasilitasi minimal dengan terbitnya Peraturan OJK
(POJK).
2. Transparan
Untuk mendorong pengelolaan manajemen investasi secara transparan dalam lembaga
penyelenggara program P2P lending atau crowdfunding, OJK mewajibkan setiap
penyelenggara program tersebut bekerja sama secara khusus (host-to-host) dengan bank
sehingga OJK dapat selalu melakukan kontrol setiap saat atas seluruh transaksi yang
dilakukan masyarakat. Selain itu, penyelenggara program juga wajib melaporkan
aktivitasnya ke OJK secara berkala yaitu 3 bulan sekali.
3. Aman
Pemenuhan prinsip aman bagi masyarakat ditujukan baik bagi pemberi pinjaman
(investor) dan juga penerima pinjaman. Untuk menjaga keamanan dalam pemberian
pinjaman maka setiap lembaga penyelenggara program P2P lending atau crowdfunding
harus memiliki posisi credit analyst yang telah memenuhi sertifikasi dari OJK.
Untuk dapat segera dilaksanakan, kami menyusun program EDL ke dalam beberapa aktivitas
sebagai berikut:
1. EDL Data Platform
Platform data EDL merupakan komponen penting dalam pelaksanaan program EDL.
Platform ini merupakan basis data aktivitas dan pengembangan P2P lending atau
crowdfunding di Indonesia. Setiap lembaga penyelenggara P2P lending harus terkoneksi
dan terintegrasi transaksinya dengan platform OJK ini. Setiap aktivitas transaksi harian
yang dilakukan oleh nasabah/pemberi pinjaman, penerima pinjaman, dan penyelenggara

P2P lending dapat diakses oleh OJK maksimal setelah 24 jam transaksi dilakukan.
Beberapa komponen yang dibutuhkan oleh OJK agar penyelenggaraan EDL Data
Platform dapat terwujud adalah sebagai berikut:
a. Mewajibkan setiap penyelenggara P2P lending atau crowdfunding untuk terkoneksi
dan terintegrasi dengan sistem data OJK. Setiap transaksi P2P lending harus
dilakukan secara virtual sehingga secara otomatis tercatat di sistem data EDL.
b. Pembuatan kode username/id untuk setiap anggota baik pemberi atau penerima dana
di masing-masing penyelenggara P2P lending atau crowdfunding yang tersistem oleh
OJK (selain juga terdapat password yang dapat diganti oleh nasabah langsung untuk
menjaga keamanan). Sebagai contoh ilustrasi, terdapat urutan kode sebagai berikut:

Kode penyelenggara P2P lending atau crowdfunding.


Kode tahun pembuatan akun.
Kode yang menunjukkan pemberi atau peminjam dana.
Kode nomor urut/id dari penyelenggara
Kode acak untuk keamanan.
c. Pembuatan standar situs website P2P lending yang aman dan transparan. Hal ini
utamanya ditujukan untuk mengatasi adanya hacker sehingga seluruh informasi dan
dana nasabah lebih aman. Selain itu, penyelenggara juga diwajibkan menjamin
keamanan data nasabah.
d. Mewajibkan setiap penyelenggara P2P lending atau crowdfunding bekerja sama
dengan bank-bank tertentu yang ditunjuk oleh OJK melalui kerja sama khusus yang
bertujuan untuk mengatur dan mengelola arus kas dana baik dari pemberi ke
penerima pinjaman ataupun sebaliknya. Adanya bank akan menjadikan sistem ini
semakin aman dan transaparan serta mudah untuk ditelusuri.
e. Pemberian fitur Double-Checking dari OJK bagi pemberi ataupun penerima dana
yang menggunakan penyelenggara P2P lending di bawah otoritas OJK di website
EDL Data Platform. Selain dapat melakukan review di situs website penyelenggara
P2P lending, nasabah juga dapat melakukan pengecekan status transaksinya di
website resmi EDL OJK.
f. Penyediaan fitur berita dan kegiatan pasar terkait perkembangan P2P lending atau
crowdfunding yang dibutuhkan oleh nasabah dan masyarakat.
g. Penyediaan data-data dan statistik umum mengenai lembaga-lembaga crowdfunding
di Indonesia yang telah terdaftar. Informasi ini harus selalu dilakukan updating secara
berkala.
h. Penyediaan informasi umum terkait dengan penjelasan apa itu P2P lending atau
crowdfunding dan juga informasi mengenai regulasi/peraturan mengenai industri ini.
2. Sertifikasi Program untuk Credit Analyst

Untuk menjaga agar kualitas peminjam dana dapat memenuhi kewajibannya serta
memitigasi risiko gagal bayar, maka setiap penyelenggara P2P lending harus memiliki
tim analis kredit yang baik. Tim ini bertugas untuk menyeleksi (screening) setiap
permohonan peminjaman dana yang mengedepankan keamanan dan transparansi. Tim ini
harus memiliki sertifikat yang diterbitkan oleh OJK atau lembaga yang ditunjuk oleh
OJK. Dengan adanya program sertifikasi ini diharapkan setiap kampanye yang telah
tayang dan dapat dipilih oleh pemberi dana memiliki risiko gagal bayar yang minimal.
3. Standar peringkat/grading peminjam dana
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenaik risiko investasi kepada pemberi
dana, setiap penyelenggara P2P lending harus memberikan informasi mengenai peringkat
peminjam dana. Peringkat ini dikeluarkan oleh masing-masing tim credit analyst dengan
standar panduan yang telah ditentukan oleh OJK. Sesuai dengan prinsip high risk-high
return, makaa peringkat risiko yang lebih buruk layak memberikan imbal hasil yang lebih
tinggi sebagai premi risiko. Beberapa pertimbangan peringkat tersebut diantaranya:
a. Proposal yang diajukan tersandar.
b. Lama waktu bisnis telah beroperasi.
c. Besar kebutuhan dana yang dibutuhkan.
d. Prospek bisnis di masa depan.
e. Pertimbangan dampak sosial.
4. Pembuatan semacam prospektus untuk setiap kampanye yang memenuhi standar dari
OJK. Hal ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih layak kepada calon
pemberi pinjaman. Hal-hal yang harus ada dalam prospektus tersebut diantaranya:
a. Profil singkat peminjam dana baik untuk perusahaan dan perseorangan.
b. Tujuan penggunaan dana.
5.

DESKRIPSI IDE (DARI MAS BRAM)


Perkembangan bisnis peer to peer lending (P2PL) di Indonesia dalam kurun waktu dua tahun
terakhir membuat keterlibatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator industri keuangan
di Indonesia menjadi hal yang krusial. Keterlibatan OJK dalam bisnis P2PL berupa pembentukan
peraturan yang secara spesifik mengatur bisnis P2PL serta inisiasi Program Nasional Akselerasi
P2PL yang selanjutnya disebut ..
Program Nasional Akselerasi P2PL merupakan suatu gagasan untuk menjadikan bisnis P2PL
menjadi alternatif sumber dana khususnya bagi pelaku usaha di sektor UMKM. Program tersebut
akan dijabarkan ke dalam tiga bagian besar yaitu sistem-agen-infrastruktur. Penjelasan untuk
masing-masing bagian akan dibahas sebagai berikut.
1

Sistem
Bagian pertama dari usulan program adalah pembentukan sistem pegawasan terintegrasi bagi
pelaku usaha eksisting maupun calon pelaku usaha di bisnis P2PL. Sistem pengawasan yang
dibentuk memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:
a Memberikan kepastian bagi pelaku usaha eksisting maupun calon pelaku usaha di bisnis
P2PL mengenai indikator yang harus dipenuhi untuk memastikan usaha dijalankan
b
c

dengan sehat dan sesuai prinsip kehati-hatian.


Menjadi sarana untuk menyaring pelaku-pelaku usaha yang sehat di bisnis P2PL.
Mendorong perkembangan bisnis P2PL secara nasional baik dari sisi jangkauan geografis
maupun jumlah nasabah.

Berdasarkan tujuan-tujuan diatas, peraturan yang disusun akan berfokus pada empat hal
utama sebagai berikut:
a

Permodalan
Aturan permodalan untuk pelaku usaha P2PL diatur mengikuti aturan permodalan untuk
Lembaga Keuangan Mikro yang telah diatur oleh OJK. Hal ini mempertimbangkan
layanan keuangan yang diberikan oleh P2PL saat ini menyasar sektor usaha kecil dan

menengah dengan jumlah pinjaman rata-rata antara Rp. 10.000.000-100.000.000.


Perlindungan Konsumen
Aturan perlindungan konsumen bagi pelaku usaha P2PL akan terbagi menjadi dua yaitu
investor (pihak yang meminjamkan dana) dan debitur (peminjam). Hal ini dikarenakan
model bisnis dari P2PL dapat dikategorikan sebagai platform bersisi banyak yang

mempertemukan dua segmen konsumen. Adapun aturan bagi masing-masing segmen


konsumen adalah sebagai berikut:
1 Investor
Aturan perlindungan konsumen bagi investor berfokus pada keamanan terhadap dana
yang telah diberikan investor ke debitur melalui platform P2PL. Peningkatan
keamanan dana dapat tercapai melalui adanya sistem seleksi debitur yang baik dan
adanya asuransi atas dana yang telah disetor untuk besaran tertentu (diatas Rp.
2

100.000.000).
Debitur
Aturan perlindungan konsumen bagi debitur berfokus pada kecepatan dan ketepatan
pemberian dana oleh investor melalui platform P2PL.

1. Produk (DARI TRIANA)


Inovasi produk yang ditawarkan berupa platform website yang terdapat username dan
password untuk masing-masing crowdfunding untuk teregistrasi di OJK. Platform tersebut
memiliki keunggulan seperti mudah dipahami, mudah diakses dan sederhana. Platform tersebut
juga menyediakan semua informasi terkait crowdfunding yang disajikan secara terbuka
berdasarkan karakteristik yang sudah diatur.
Note : Desain platform website, Positioning
Dengan berpedoman pada value-driven marketing dalam marketing 3.0 untuk
menciptakan nilai kepada para pendiri crowdfunding. Tingkat kesuksesan program registrasi OJK
akan semakin tinggi karena telah mewujudkan value-driven matrix sebagai berikut.
Pikiran

Hati

Semangat
Misi
Mewajibkan
seluruh
crowdfunding
untuk registrasi
ke
dalam
platform online
terintegrasi
OJK.

Memberikan
pemahaman

Memberikan
aspirasi

Memberikan potensi
untuk berkembang

Visi
Menjadikan
crowdfunding
sebagai salah
satu
Institusi
Keuangan NonBank
yang
Pengawasan

Masyarakat terproteksi

Terkelola
Teratur
menumbuhkembangkan bisnis start-up di Indonesia.

Keberlanjutan

Berkontribusi

Nilai
Kami mengatur, mengawasi, melindung industri keuangan yang sehat.

1. Komunikasi Produk
Platform yang dibentuk akan dikomunikasikan kepada para pendiri crowdfunding untuk
diregistrasi kepada OJK. Dalam hal ini, OJK harus melakukan pendekatan micromodel of
communication untuk menarik crowdfunding dalam registrasi. Model komunikasi dilakukan
melalui 3 tahap yang meliputi cognitive stage, affective stage dan behavior stage. Ketiga tahapan
tersebut dilakukan dengan mengadopsi AIDA Model yang dijelaskan sebagai berikut.

Sumber : Kotler and Keller (2015)


Pada cognitive stage, OJK harus mampu menjadikan platform registrasi sebagai pusat
perhatian bagi para pendiri crowdfunding. Tahap ini difokuskan untuk menciptakan kesadaran
para pendiri crowdfunding melakukan registrasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan OJK
yakni dengan menjadikan crowdfunding sebagai salah satu dari Industri Keuangan Non-Bank
(IKNB) mampu secara langsung menarik seluruh crowdfunding di Indonesia untuk mengikuti
perkembangan OJK dan aktif dalam program yang diselenggarakannya.
Tahap selanjutnya adalah affective stage yang mulai menarik para pendiri crowdfunding
agar ingin meregistrasikan perusahaannya. Tahapan ini dimulai dengan penawaran berbagai
keunggulan platform terintegrasi OJK. Terakhir, tahapan komunikasi berhenti pada behavior
stage yang mana seluruh crowdfunding di Indonesia melakukan registrasi.

Untuk mewujudkan hal tersebut, OJK dapat mulai dengan serangkaian upaya interactive
marketing yang akan dilanjutkan dengan mass communication melalui sebuah event terintegrasi.
Interactive marketing merupakan media komunikasi interaktif antara para pengguna secara
online. Interactive marketing ditujukan untuk membangun cognitive stage dan affective stage.
Sedangkan mass communication ditujukan untuk mendukung behavior stage. Cara-cara
komunikasi tersebut ditujukan untuk mendukung program historis tahunan OJK sebagai berikut.
A. Digital Akademi OJK (DIGITA)
Berangkat dari fakta bulan Januari tahun 2016 yang dilakukan we are social dari Singapura
bahwa dari jumlah penduduk sebesar 259,1 juta jiwa, 88,1 juta jiwa adalah pengguna internet
aktif dengan pertumbuhan 15 persen dari Januari 2015, 79 juta jiwa pengguna sosial media aktif
dengan pertumbuhan 10 persen dari Januari 201, 326,3 juta jiwa terkoneksi dengan mobile
dengan pertumbuhan 2 persen dari tahun 2015 serta 66 juta jiwa pengguna mobile social media
dengan pertumbuhan 6 persen dari tahun 2015. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar
untuk berkembang dalam industri digital, terutama Peer to Peer Lending.
Untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan menumbuhkan para techno-preneur baru yang
mampu menjawab masalah permodalan bisnis bagi masyarakat Indonesia, DIGITA mampu
menjadi sebuah solusi yang tepat. Digita adalah program akselerasi OJK untuk mendukung
seluruh masyarakat Indonesia mendirikan bisnis digital. Program ini ditujukan untuk mendukung
kebijakan inklusi keuangan OJK untuk mempermudah layanan jasa keuangan formal melalui
pelatihan intensif dan pembentukan karakter masyarakat Indonesia yang memiliki jiwa besar
membangun bisnis Peer to Peer Lending di Indonesia yang secara langsung dibentuk dan
diawasi OJK.
DIGITA merupakan sebuah program yang dilaksanakan dalam serangkaian kegiatan
perpaduan antara pelatihan, workshop dan simulasi di berbagai kota di Indonesia. Dalam setiap
akhir kegiatan, dilakukan seleksi per batch. Rangkaian seleksi dimulai dari administrasi,
workshop, simulasi dan

B. Edukator Crowdfunding
Edukator crowdfunding adalah pihak yang secara khusus memberikan edukasi
kepada masyarakat mulai dari membentuk crowdfunding dan tata cara registrasi
crowdfunding di OJK hingga mengedukasi masyarakat yang ingin memulai bisnis untuk
memiliki crowdfunding yang tepat.
Edukator crowdfunding diibaratkan sebagai sebuah gerakan yang diinisiasi OJK
untuk menumbuhkembangkan industri crowdfunding yang sehat dan terproteksi di
Indonesia. Tujuan gerakan ini adalah memfasilitasi masyarakat Indonesia dalam memilih
crowdfunding yang sesuai untuk bisnisnya dan mendukung perekonomian Indonesia
melalui pengajaran dan pelatihan kepada insan Indonesia yang ingin memulai bisnis dari

crowdfunding. Tim edukator dapat berupa akademisi, praktisi dan relawan yang telah
mendaftarkan diri dan diberikan pembekalan secara langsung oleh OJK.

Anda mungkin juga menyukai