Anda di halaman 1dari 8

Ranggi Satriyana Suyono Putri

Pendahuluan
Pada awal abad ke-20, teori-teori sosiologi yang bersifat mikro mulai bermunculan.
Diawali oleh berkembangnya teori interaksionisme simbolik yang dikembangkan oleh George
Herbert Mead dan

disempurnakan oleh muridnya, Herbert Blumer, teori sosiologi mikro

kemudian semakin berkembang dan melahirkan pendekatan-pendekatan lain, salah satunya


pendekatan dramaturgi yang dimunculkan oleh Erving Goffman.
Tradisi Pemikiran yang Mempengaruhi Lahirnya Teori Dramaturgi
Erving Goffman dikenal sebagai seorang interaksionis, pendekatan dramatruginya banyak
dipengaruhi oleh pemikiran Mead, Blumer, dan Cooley. Adapun pemikiran para sosiolog yang
mempengaruhi Goffman ialah :

Pemikiran Cooley tentang cermin diri, yaitu ide individu muncul dalam pikiran tertentu
dan merupakan perasaan diri seseorang yang ditentukan oleh sikap terhadap hubungan
pikiran dan perasaan dengan pikiran orang lain. Mengenai cermin diri tersebut
penjelasannya adalah sebagai berikut; (1) kita membayangkan bagaimana penampilan
kita di mata orang lain, (2) kita membayangkan apa yang seharusnya mereka nilai
berkenaan dengan penampilan kita, (3) kita membayangkan semacam perasaan diri
tertentu seperti rasa harga diri atau malu sebagai akibat dari bayangan kita mengenai

penilaian oleh orang lain


Pemikiran Blumer mengenai diri merupakan sebuah proses, bukan benda. Diri membantu
manusia bertindak tak hanya sekedar memberikan tanggapan semata atas stimulus dari

luar.
Pemikiran Mead tentang I dan me; ketidaksesuaian antara diri manusiawi dan diri
kita sebagai hasil proses sosialisasi. Adanya perbedaan antara sikap spontan kita dengan
diri kita yang diharapkan orang lain.

Konsep Dramaturgi : Presentation of Self, Role, and Status

Konsep dramaturgi adalah sebuah analogi kreatif dari seorang Erving Goffman, dimana
ia memandang kehidupan sosial sebagai serentetan pertunjukan drama pentas. Menurut Goffman,
self (diri) bukanlah milik aktor, melainkan hasil interaksi dramatis antara aktor dan audiens.
Saat berinteraksi, aktor ingin menampilkan perasaan diri yang dapat diterima oleh orang lain,
namun aktor menyadari bahwa selama penampilannya, anggota audien dapat mengganggu
penampilannya.
Goffman juga memperkenalkan manajemen pengaruh pada pendekatan dramaturginya,
yaitu teknik yang digunakan aktor untuk mempertahankan kesan tertentu dalam menghadapi
masalah yang mungkin mereka hadapi dan metode yang mereka gunakan untuk mengatasi
masalah ini. Goffman mengambil analogi teatrikal front stage dan back stage. Front stage adalah
bagian pertunjukan yang umumnya berfungsi secara pasti dan umum untuk mendefinisikan
situasi bagi orang yang menyaksikan pertunjukan. Termasuk di dalam front stage adalah setting
dan front personal. Setting adalah pemandangan fisik yang biasanya harus ada jika aktor
memainkan perannya, sedangkan front personal berarti berbagai macam barang perlengkapan
yang bersifat menyatukan perasaan yang memperkenalkan audiens dengan aktor dan
perlengkapan itu diharapkan audiens dipunyai oleh aktor. Di dalam front personal terdapat
penampilan dan gaya. Penampilan ialah berbagai jenis barang yang mengenalkan kita kepada
status sosial aktor, sedangkan gaya mengenalkan penonton terhadap peran macam apa yang
diharapkan aktor untuk dimainkan dalam situasi tertentu. Sebagai contoh dari front stage dan
komponen di dalamnya adalah seorang dokter. Dokter yang sedang praktek di sebuah klinik
sebagai settingnya, dengan jubah putih sebagai front personalnya. Secara penampilan, audiens
berharap sang dokter mengenakan jubah putih dan bergaya tenang, dewasa, dan ramah.
Front personal menurut Goffman cenderung melembaga, sehingga memunculkan
representasi kolektif mengenai apa yang terjadi di front tertentu. Dengan penjelasan lain bahwa
peran yang akan dimainkan oleh aktor telah ditentukan bidang pertunjukannya. Pemikiran
Goffman tersebut telah memperlebar pendekatannya yang memiliki citra struktural, tak hanya
bersifat interaksionisme simbolik.
Orang pada umumnya mencoba mempertunjukkan gambaran yang sempurna mengenai
diri mereka sendiri di hadapan umum, sehingga terkadang mereka menyembunyikan rahasia
pribadi dari audiens, ada kecenderungan sebagai berikut; (1) aktor mungkin ingin
menyembunyikan kesenangan rahasianya, seperti mengoleksi foto artis, minum alkohol, dll, (2)

aktor mungkin ingin menyembunyikan kesalahan yang telah dilakukan dalam menyiapkan
langkah yang telah diambil untuk memperbaiki kesalahan itu, seperti seorang supir taksi yang
berangkat menuju arah yang keliru, (3) aktor mungkin merasa perlu untuk menunjukkan hasil
akhir dan menyembunyikan proses yang terlibat dalam menghasilkannya, seperti seorang dosen
yang mengajar dengan baik di kelas seakan-akan ia tahu segalanya, padahal malam sebelumnya
ia belajar dan membaca mati-matian sebagai persiapan mengajar, (4) aktor mungkin merasa perlu
menyembunyikan dari audien bahwa dalam membuat suatu produk akhir telah melibatkan
pekerjaan kotor, seperti seorang mahasiswa yang mencontek saat ujian agar mendapat nilai baik
dan pujian dari dosen, (5) aktor mungkin menyelipkan standar lain dalam melakukan perbuatan
tertentu, (6) aktor mungkin merasa perlu menyembunyikan penghinaan atau setuju untuk dihina
asalkan perbuatannya dapat berlangsung terus. Contohnya, seorang pria yang berprofesi sebagai
badut, ia mungkin akan terhina di lingkungan sosialnya, namun ia menerima asal ia tetap dapat
bekerja sebagai badut dan lingkungan tetap menerimanya.
Setelah membahas apakah itu front stage, marilah kita beralih menuju pembahasan
mengenai back stage. Dengan tetap memakai contoh seorang dokter dan kliniknya, back stage
merupakan gambaran dari keadaan klinik dokter tersebut di saat istirahat makan siang. Sang
dokter yang bergaya dewasa, ramah, dan pintar dapat saja bersenda gurau dengan para juru rawat
atau karyawan lain yang ada di klinik tersebut. Dalam hal ini, kesan audiens mengenai sang
dokter merupakan fokus para pasien, bukanlah terhadap para suster dan karyawan lainnya.
Dalam hal ini, dokter, suster, dan karyawan lain merupakan tim yang saling menopang dan
bekerja sama. Mereka memiliki kegiatan rutin yang sama dan membutuhkan kerja sama untuk
menjaga keutuhan tim tersebut. Seorang suster haruslah dapat menjaga rahasia yang tidak
diketahui oleh pasien mengenai sang dokter, oleh karena itu, Goffman menyatakan bahwa tim
merupakan sebuah masyarakat rahasia, yang tidak semua seginya dapat terlihat di permukaan.
Ada tiga atribut esensial yang dapat mempengaruhi keberhasilan tim melaksanakan
pertunjukannya, yaitu kesetiaan, disiplin, dan kewaspadaan.
Peran dalam sudut pandang dramaturgi ialah konsekuensi dari status seseorang. Sebagai
contoh, seorang dokter memiliki peran sebagai dokter dan bersikap santun, ramah, dan
menyenangkan. Peran sendiri dapat dikategorikan ke dalam tiga kategori, yaitu peran yang
berhubungan dengan pekerjaan, seperti seorang dokter, polisi, dosen, supir taksi, dll. Ada pula
peran keluarga seperti seorang ayah, nenek, ibu, anak, dll, yang terakhir peran orang ke orang,

seperti tetangga, teman, dll. Status seseorang dapat dilihat dari sejauh mana seseorang
memerankan perannya dengan baik. Sebagai contoh, seorang dokter yang berwibawa, ramah,
dan menyenangkan akan berstatus baik di hadapan pasien langganannya, atau seorang tetangga
yang menyiapkan hidangan terbaik saat dilangsungkan pesta di rumahnya dan berbusana
terindah. Semakin baik ia memerankan perannya, semakin baik pula status sosial yang ia capai.
Dalam melaksanakan perannya, aktor mungkin akan merasakan jarak peran, jarak peran
adalah fungsi status sosial seseorang. Jarak peran (role distance) merupakan derajat pemisahan
antara diri individu dengan peran-peran yang diharapkan dimainkannya. Orang yang berstatus
sosial tinggi cenderung akan menampakkan jarak sosial dengan lebih sering, seperti seorang
dokter bedah yang berusaha tampil tenang untuk mencairkan suasana tegang dari tim operasi,
dan contoh kontrasnya ialah seorang tukang sapu taman yang menyapu dengan raut wajah lesu
dan sikap acuh tak acuh sebagai tanda kepada audiens bahwa ia tidak terlalu cakap mengerjakan
peran tersebut.

Konsep Framing : Stereotipe, Stigma, dan Analisis Framing


Dalam menampilkan diri, aktor menyadari bahwa audiens dapat saja menganggu
presentasinya dalam panggung. Aktor kadang harus menghadapi kenyataan bahwa ada stigma
tertentu yang menempel padanya dan menjadi halangan aktor dalam berinteraksi dengan audiens.
Stigma dapat diartikan sebagai aib, suatu kekurangan dan keanehan individu dalam lingkungan
sosialnya. Dalam menjelaskan tentang stigma, Goffman membuat kategori tentang stigma, yaitu
orang yang direndahkan (stigma diskredit) dan orang yang dapat direndahkan (discreditable
stigma). Orang yang direndahkan ialah orang yang memiliki cacat atau kekurangan yang kasat
mata(terlihat jelas), seperti orang pincang, orang buta, dll. Sedangkan orang yang dapat
direndahkan memiliki aib yang tak kasat mata, seperti pelaku homoseks, mantan narapidana dll.
Stereotipe merupakan generalisasi atas status seseorang berdasarkan kelompok atau grup
yang diikutinya, sebagai contoh, seorang dokter yang bekerja di sebuah klinik yang sedang
tertimpa kasus malpraktek, walaupun ia bukanlah dokter yang dimaksud, namun pandangan
audiens terhadapnya adalah curiga terhadap kemungkinan malpraktek juga.
Analisis framing merupakan definisi situasi yang dibentuk sesuai dengan prinsip-prinsip
organisasi yang mengatur peristiwa-peristiwa, paling tidak peristiwa sosial, dan keterlibatan

subyetif kita di dalamnya.1 Dengan arti, kita belajar memaknai suatu peristiwa dan realitas
sesuai dengan pengalaman yang telah kita dapatkan dalam suatu organisasi sosial masyarakat
yang kemudian menjadi tindakan kita. Sebagai contoh, sebuah situasi dimana seorang pria tua
lusuh yang meninggalkan toko peralatan berkebun dengan mengantongi garpu kebun, dalam
frame seorang polisi, tindakan pria tersebut merupakan tindakan kriminal, namun dalam frame
seorang dokter jiwa, tindakan pria tersebut bisa saja dikarenakan gangguan mental.
Analisis Dramaturgi Dalam Kasus Video Ariel, Cut Tari Dan Luna Maya Dengan Konsep
Framing.
Dalam analisis sederhana kali ini akan dimunculkan mengenai kasus Cut Tari dengan video
pornonya dengan Ariel, terlepas dari fakta dan opini masyarakat mengenai berita ini. Dalam
penangkapannya, Cut Tari memperlihatkan jarak peran dalam tindakannya, ia tidak bersikap
layaknya seorang residivis, akan tetapi bersikap begitu kesatria dengan mengakui kesalahannya
dan berjanji tak akan melakukannya lagi di depan publik dan suaminya, ia menunjukkan
perasaan menyesalnya. Ia dengan sempurna menghadapi stigma yang muncul di masyarakat.
Setelah bebas, ia menunjukkan kepeduliannya dan berperan sebaik mungkin sebagai seorang
mantan narapidana (walaupun tidak dipenjara tetapi ia wajib lapor) yang bertobat. Sebagai
seorang makhluk sosial, terlebih seorang public figure, adalah penting untuk mengatasi stigma
yang beredar di masyarakat. Ia memposisikan dirinya bukan sebagai manusia kotor yang penuh
kesalahan, namun seorang manusia yang sedang berproses menjalani kehidupan dan pengalaman
dimana selalu ada batu sandungan agar manusia dapat bangun lagi dan memperbaiki
kesalahannya. Ia melihat itu semua sebagai proses, ia meyakinkan audiens dengan hal tersebut,
sehingga audiens bersimpati padanya, dan tidak memandang rendah dirinya. Luna maya pun
demikian, analisis framing dalam benak masyarakat selalu menuju pada perbuatannya dengan
ariel yang dulu. Tidak mudah mengubah frame masyarakat, karena stigma yang muncul sudah
sangat melekat. Berbeda dengan Ariel dan Luna Maya, Ariel sampai ia dipenajara pun tidak
pernah mengakui kesalahannya. Band peterpan pun yang pada saat itu di naunginya pun terkena
imbasnya, selama beberapa tahun peterpan tidak mendapatkan job manggung dan mendapat
stigma buruk dari masyarakat. Setelah sekarang berganti nama dan Ariel keluar dari penjara,
bertobat dengan mendatangi pesantren dan menyantuni anak yatim tetapi dalam ingatan
1 M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, 2004, hlm. 245

masyarakak, Ariel, Luna Maya dan Cut Tari pernah masuk penjara karena kelakuan dan sikap
mereka yang tidak senonoh. Luna Maya pun sama dengan Ariel, Luna pada awalnya tidak
mengakui video itu tetapi pada akhirnya ia mengakui karena desakan dari media dan masyarakat.
Alhasil Luna pun mendapat tekanan dan stigma dari masyarakat luas, hal ini berpengaruh pada
pekerjaan yang dinaunginya sebagai artis, semua pekerjaan mengharuskan ia keluar karena
stasiunn TV yang itu mendapat tekanan dari masyarakat dan mendapatkan stigma yang
seharusnya tidak terjadi. Sama halnya dengan Ariel, Luna pun tetap dikenal masyarakat sebagai
artis yang pernah terjerat kasus karena adegan ranjang dengan Ariel.

Dramaturgi
Pengakuan

Stigma

Aktor
Cut Tari
Cut Tari tidak
bersikap layaknya
seorang residivis,
akan tetapi bersikap
begitu kesatria
dengan mengakui
kesalahannya dan
berjanji tak akan
melakukannya lagi di
depan publik dan
suaminya, ia
menunjukkan
perasaan
menyesalnya.
Setelah
pengakuannya itu,
selain stigma yang
muncul di
masyarakat, sikap
Cut tari tersebut juga
mendapat apresiasi.
Selain cut tari
sebagai public figure
istri, dia juga sebagai
seorang ibu.
Masyarakat
memandang
pengakuan itu
sebagai sesuatu yang
berani, dan patut
mendapat apresiasi

Ariel
Ariel tidak pernah
mengakui jika lakilaki di dalam video
itu adalah dirinya.
Sampai ariel bebas
dari penjara pun, dia
tidak pernah
mengakui laki-laki
dalam video itu
adalah dirinya.

Luna Maya
Berbeda dengan Cut
Tari, Luna Maya
pada awalnya tidak
berani mengakuinya.
Pada saat Ariel sudah
di tetapkan sebagai
tersangka, Luna
Maya baru mengakui
perbuatannya.

Stigma yang muncul


dalam diri seorang
Nazriel Irham (Ariel)
ini bertambah setelah
Ariel tidak mengakui
perbuatannya. Tetapi
stigma ini juga di
barengi dengan
wacana yang muncul
karena Ariel dengan
predikatnya sebagai
public figure dan
vokalis band terkenal
membuat dia
mendapat tempat di
hati masyarakat. Hal
inilah yang

Akibat Luna Maya


tidak mengakui
perbuatannya dari
awal pemeriksaan
polisi membuat luna
maya mendapat
stigma jelek dari
masyarakat.

karena dengan
pengakuannya itu dia
menunjukkan rasa
bersalahnya.
Stereotype

Analisis framing

menjadikan stigma
itu tertutupi dengan
predikat yang
melekat dalam diri
Ariel.
Video dan pengakuan Tidak berbeda
cut tari itu, membuat dengan apa yang
seluruh keluarga,
dialami cut tari, ariel
rekan dan tempat
dan bandx juga
bekerja cut tari
mendapat sikap yang
seperti program
tidak baik di
infotaiment insert,
masyarakat. Stigma
mendapatkan stigma yang muncul itu
buruk dari
berimbas pada
masyarakat.
keberlangsungan
band yang di naungi
ariel. Peterpan (pada
saat itu) sempat
mendapat cemoohan
dari masyarakat.
Setahun sudah
Sama halnya dengan
peristiwa tersebut
cut tari, bahwa ariel
berlalu dari berita
jika bersama dengan
dan infotaiment.
cut tari ataupun
Tetapi dalam benak
dengan luna maya,
masyarakat, jika
public akan menilai
melihat cut tari
menilai mereka
dengan ariel sedang
dengan pikiran yang
dalam satu frame
jelek, walapun itu
kamera, masyarakat
sebenarnya bukan
mau tidak mau akan
kemauan dari
berfikir bahwa
masyarakat
mereka pernah dalam sepenuhnya tetapi hal
satu adegan yang
itu sudah melekat
tidak senonoh. Hal
dan tersirat bahwa
itu di karenakan,
sperti itulah mereka.
stigma mereka masih
melekat dalam benak
masyarakat akan
video tersebut.

Stigma yang melekat


dalam diri Ariel dan
Cut tari ini, berimbas
pada Luna Maya.
Karena masyarakat
sudah mengetahui
bahwa Luna maya
terlibat dalam video
tersebut, membuat
Luna Maya
mendapatkan stigma
dari masyarakat.

Frame masyarakat
dalam diri luna maya
dan ariel akan selalu
melekat. Bahwa luna
maya dan ariel
pernah satu ranjang
dalam video mereka.
Walaupun, luna maya
tidak lagi bersama
dengan ariel dan
bertunangan dengan
laki-laki lain, frame
dalam benak
masyarakat bahwa
luna maya
perempuan yang
tidak baik (pernah
melakukan hubungan
dengan laki-laki yang
bukan muhrim, pasti
sekarang juga
melakukan hal yang
sama dengan lakilaki lain).

PKritik terhadap dramaturgi


Teori dramaturgi, dimana ia memandang kehidupan sosial sebagai serentetan pertunjukan drama
pentas. Hal itu telah memberikan pengetahuan yang mendasar bagaimana seharusnya seorang
individu harus bersikap sebagai self di depan masyarakat, layaknya panggung teater. Tetapi
dengan itu justru membuat individu terkungkung untuk menjadi diri sendiri di depan masyarakat
karena ketika berada di depan masyarakat, kita harus bertindak sesuai dengan apa yang
diharapkan penonton tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Dramaturgi hanya berbicara tentang institusi total. Institusi total maksudnya adalah
institusi yang memiliki karakter dihambakan oleh sebagian kehidupan atau keseluruhan
kehidupan dari individual yang terkait dengan institusi tersebut, di mana institusi total ini
mensiratkan adanya hubungan kekuasaan ( yang harus dihormati, di takuti dan di rendahkan)
seperti kantor, sekolah, lembaga dll. Dengan dilakukan di institusi total tersebut, individu mudah
untuk di atur dan tidak terjadi penolakan atau pemberontakan karena semua sudah ada aturan
yang mengikat. Tidak berbicara mengenai interaksi di luar institusi total tersebut contohnya
seperti interaksi di dunia maya. Social media menjadi alat komunikasi yang sekarang banyak
dipilih masyarakat untuk berkomunikasi cepat dan mudah apalagi di dukung oleh teknologi
canggih seperti sekarang ini. Di dalam social media, kita tidak perlu bertatap muka untuk
melakukan komunikasi contohnya skype, FB, twitter dll tetapi kita dapat mengetahui apa yang
sedang kita alami atau rasakan hanya dengan membuka FB dan twetter (status-status). Untuk
mengetahui mana front stage dan back stage susah karena semua bisa tersirat di social media hal
itu menjadi kabur.

DAFTAR PUSTAKA
Johnson, Doyle Paul. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern 2. Jakarta: Rajawali Press
Poloma, Margaret M.1979.Sosiologi Kontemporer.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Ritzer, George.2003.Teori Sosiologi Modern.Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Anda mungkin juga menyukai