Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A.

Tinjauan Umum Peran Keluarga

1. Definisi Keluarga
Departemen Kesehatan RI mendefinisikan bahwa keluarga
adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat
dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Keluarga adalah suatu ikatan persekutuan hidup atas dasar
perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis, seorang lakilaki dan seorang perempuan yang tidak sendirian atau dengan anakanak baik anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam sebuah
rumah tangga (Suwarno, 2004).
2. Bentuk-Bentuk Keluarga
Menurut Effendy (2008) bentuk atau tipe keluarga terdiri dari:
a. Keluarga inti (nuclear family),adalah keluarga yang terdiri dari ayah,
ibu dan anak-anak.
b. Keluarga besar (Extended family), adalah keluarga inti ditambah
dengan

sanak

saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan,

saudara sepupu, dan sebagainya.


c. Keluarga berantai (Serial family), adalah keluarga yang terdiri dari
wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan
satu keluarga inti.

d. Keluarga duda/janda (Single family), adalah keluarga yang terjadi


karena perceraian atau kematian.
e. Keluarga berkomposisi (Composite family) adalah keluarga yang
perkawinannya hidup berpoligami atau hidup secara bersama.
f. Keluarga kabitas (Cabitation family), adalah dua orang menjadi satu
tanpa pernikahan tapi membentuk suatu keluarga.
3. Ciri-Ciri Keluarga
Menurut Stanhope dan Lancaster (dalam Efendy, 2008) yang
menjadi ciri-ciri keluarga diantaranya:
a. Diikat dalam suatu tali perkawinan.
b. Ada hubungan darah.
c. Ada tanggung jawab masing-masing anggota.
d. Kerjasama diantara anggota keluarga.
e. Komunikasi interaksi antar anggota keluarga.
f. Tinggal dalam satu rumah.
4. Struktur dan Fungsi Keluarga
a. Struktur Keluarga
1) Pola dan Proses Komunikasi
Komunikasi dalam keluarga ada yang berfungsi dan ada yang
tidak, hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor dalam
komponen komunikasi seperti sender, chanel-media, massage,
enviroment dan reciever.

2) Struktur Peran
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai
dengan posisi sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan
posisi atau status adalah posisi individu dalam masyarakat,
misalnya status sebagai istri/suami atau anak.
3) Struktur Kekuatan
Kekuatan merupakan kemampuan (potensial atau aktual) dari
individu untuk mengendalikan atau mempengaruhi untuk
merubah perilaku orang lain ke arah positif.
4) Struktur Nilai Keluarga
Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang
secara sadar atau tidak, mempersatukan anggota keluarga
dalam satu budaya. Nilai keluarga juga merupakan suatu
pedoman perilaku dan pedoman bagi perkembangan norma
dan peraturan. Norma adalah pola perilaku yang baik, menurut
masyarakat berdasarkan sistem nilai dalam keluarga. Budaya
adalah kumpulan dari pola perilaku yang dapat dipelajari, dibagi
dan ditularkan untuk menyelesaikan masalah (Taufik, 2008).
b. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga menurut Friedman (2002) adalah:
1) Fungsi Afektif dan Koping
Keluarga

memberikan

kenyamanan

emosional

anggota

keluarga, membantu anggota keluarga dalam membentuk


identitas dan mempertahankan saat terjadi stress.
10

2) Fungsi Sosialisasi
Keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai, sikap,
dan mekanisme koping, memberikan feedback, dan memberi
petunjuk dalam pemecahan masalah.
3) Fungsi Reproduksi
Keluarga melahirkan anak, menumbuh-kembangkan anak dan
meneruskan keturunan.
4) Fungsi Ekonomi
Keluarga memberikan finansial untuk anggota keluarganya dan
kepentingan di masyarakat.
5) Fungsi Fisik
Keluarga memberikan keamanan, kenyamanan lingkungan
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan
istirahat termasuk untuk penyembuhan dari sakit (Taufik, 2008).
Sedangkan fungsi keluarga menurut Allender (1998), adalah
sejumlah hal di bawah ini:
1) Affection
a) Menciptakan suasana persaudaraan/menjaga perasaan.
b) Mengembangkan kehidupan seksual dan kebutuhan seksual
c) Menambah anggota baru.
2) Security and Acceptance
a) Mempertahankan kebutuhan fisik.
b) Menerima individu sebagai anggota.

11

3) Identity and Satisfaction


a) Mempertahankan motivasi.
b) Mengembangkan peran dan self image.
c) Mengidentifikasi tingkat sosial dan kepuasan aktivitas.
4) Affiliation and Companionship
a) Mengembangkan pola komunikasi.
b) Mempertahankan hubungan yang harmonis.
5) Socialization
a) Mengenal kultur (nilai dan perilaku).
b) Aturan/pedoman hubungan internal dan eksternal.
c) Melepas anggota.
6) Controls
a) Mempertahankan kontrol sosial.
b) Adanya pembagian kerja.
c) Penempatan dan menggunakan sumber daya yang ada
(Taufik, 2008).
5.

Peranan keluarga
Berbagai peranan yang terdapat dalam keluarga terkait dengan
posisi atau status, yaitu sebagai berikut :
a. Peranan ayah-suami
Sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anak, berperan
sebagai pencari nafkah, pengambil keputusan, tukang perbaiki
rumah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai

12

kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta


sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
b. Peranan ibu-istri
Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu berperan untuk
mengurus rumah tangga, sebagai penjaga rumah, pemimpin
kesehatan dalam keluarga, sahabat dan teman bermain, pengatur
keuangan, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pengikat
hubungan keluarga dan sebagai salah satu anggota kelompok dari
peranan

sosialnya

serta sebagai anggota masyarakat

dari

lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai


mpencari nafkah tambahan dalam keluarga.
c. Peranan anak
Anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan
tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.
d. Peranan kakek-nenek
Beberapa

peranan yang

dimiliki

oleh

kakek-nenek adalah:

bertindak sebagai pengawal keluarga (menjaga dan melindungi jika


dibutuhkan),

hanya

hadir

dalam

keluarga,

menjadi

hakim

(negosiator antara anak dan orang tua), menjadi partisipan aktif


dalam konstruksi sejarah social dari keluarga (menciptakan
keterkaitan antara masa lalu keluarga, sekarang dan masa yang
akan datang) (Setiawati dan Dermawan, 2008).

13

6. Peran Keluarga Dalam Kepatuhan Minum Obat Penderita Skizofrenia


Peran keluarga dalam kepatuhan pengobatan skizofrenia
adalah perilaku yang diharapkan dari keluarga terhadap penderita
skizofrenia, yang didasarkan atas kemampuan dalam melaksanakan
peran informal. Peran informal adalah peran keluarga sebagai
pendorong, inisiator, sahabat dan coordinator.
a. Motivator (pendorong).
Motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong
seseorang melakukan pekerjaan atau menjalankan serangkaian
aktifitas terutama dalam perilaku (Nursalam, 2002).
Motivasi keluarga diartikan sebagai daya penggerak yang
aktif bagi pasien dalam mempertahankan dan meningkatkan
perilaku pasien halusinasi untuk patuh dalam menjalani program
pengobatan, misalnya keluarga selalu memberikan dorongan dan
penguatan agar pasien menyadari pentingnya minum obat.
Keluarga Memberi dorongan moril kepada pasien dengan
tidak mengucilkan, mengahargai perilaku dan pendapat klien.
Keluarga memberi support bahwa apa yang menjadi beban
perasaanya saat ini terhadap program pengobatan pasti akan
berlalu dan dapat dijalani dengan baik.
b. Inisiator.
Peran keluarga sebagai inisiator adalah suatu bentuk
dukungan dan perhatian keluarga kepada pasien terhadap harapan
yang ingin dicapai. Keluarga selalu menjadi sumber inisiatif bagi
14

pasien dalam kepatuhan mengikuti program pengobatan. Inisitif


keluarga dapat dilakukan dengan cara mengingatkan pasien waktu
minum obat, menanyakan kepada pasien sudah minum obat dan
memastikan klien sudah minum obat dengan benar (jenis, waktu,
dosis dan cara).
c. Sahabat.
Keluarga sebagai sahabat pasien artinya keluarga menjadi
teman dan orang yang dapat dipercaya oleh pasien untuk
mengungkapkan perasaan dan keluhan/masalah yang dialami
dalam menjalankan program pengobatan. Keluarga memberikan
kenyamanan emosional, selalu menemani dan mendampingi klien
saat minum obat atau selama menjalani pengobatan.
d. Koordinator.
Keluarga sebagai koordinator artinya keluarga berperan dalam
merencanakan dan mengawasi program pengobatan pasien.
Keluarga dapat menyediakan informasi dengan menyarankan
tempat, dokter, dan terapi yang baik bagi pasien dan tindakan
spesifik untuk program pengobatan bagi pasien.
B.

Tinjauan Umum Tentang Skizofrenia


1. Pengertian
Skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan
gangguan dasar pada kepribadian distorsi khas proses pikir, kadangkadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh
kekuatan dari luar dirinya, waham yang kadang-kadang aneh, gangguan
15

persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan situasi nyata atau


sebenarnya, dan autisme. Meskipun demikian, kesadaran yang jernih
dan kapasitas intelektual biasanya tidak terganggu (Mansjoer Arif,
2001).
Skizofrenia

adalah

sekelompok

reaksi

psikotik

yang

memengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk berpikir dan


berkomunikasi, menerima, dan menginterpretasikan realitas, merasakan
dan menunjukan emosi, dan berperilaku dengan sikap yang dapat
diterima secara sosial (Isaacs,2004).
Stuart dan Sudeen (2007), menyatakan bahwa skizofrenia
merupakan

suatu

penyakit

otak

persisten

dan

serius

yang

mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret dan kesulitan dalam


memproses informasi, hubungan interpersonal serta memecahkan
masalah.
Iyus Yosep (2009), menyatakan bahwa skizofrenia merupakan
bentuk psikosis fungsional paling berat, dan menimbulkan disorganisasi
personalitas yang terbesar. Dalam kasus berat, pasien tidak mempunyai
kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal.
Perjalanan

penyakit

ini

secara

bertahap

akan

menuju

kearah

kroanisitas, tetapi sekali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi


pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya
berakhir personalita yang rusak cacat. Keadaan ini pertama kali
digambarkam oleh kraepelin pada tahun 1896 berdasarkan gejala dan
riwayat alamiahnya. Kraepelin menamakannya demensia prekoks. Pada
tahun 1911 Bleuler menciptakan nama skizofrenia untuk menandai

16

terbelahnya atau putusnya fungsi psikis, yang menentukan sifat


penyakit ini.
2. Etiologi
Penyebab pasti skizofrenia sampai saat ini belum diketahui. Ada
beberapa faktor yang berperan dalam terjadinya skizofrenia. Bukti kuat
dari penelitian pada kembar identik menyimpulkan bahwa faktor genetik
memberikan kontribusi yang besar pada etiologi skizofrenia. Walaupun
demikian sampai saat ini belum diketahui secara pasti gen yang terlibat
pada skizofrenia dan juga belum diketahui bentuk kontribusinya
(Carson, 2007).
Penelitian terhadap faktor resiko mendapatkan bahwa sejumlah
faktor

lingkungan

juga

berpotensi

memberikan

kontribusi

pada

perkembangan skizofrenia. Beberapa hipotesis menyatakan bahwa


berbagai jaras neurotransmitter terlibat pada dasar biologi gangguan ini.
Faktor lingkungan dinyatakan berhubungan dalam timbulnya gangguan
skizofrenia serta dapat menjadi pencetus pada saat predisposisi genetic
(Sena, 2008).
Telah bertahun tahun dilakukan penelitian tentang etiologi
gangguan skizofrenia, namun sampai saat ini belum ditemukan etiologi
pasti gangguan ini (Durand, 2007).

a.

Menurut Doengoes, dkk ( 2006 ) penyebab skizofrenia yakni :


Psikodinamika
Psikosis merupaka akibat dari ego yang lemah. Perkembangan
ego telah dihambat oleh hubungan anak/orang tua yang simbiotik.
Karena ego lemah, pada gilirannya penggunaan mekanisme

17

pertahanan ego terhadap ansietas berat menjadi maladaptif, dan


b.

perilakusering memperlihatkan sifat segmen ide dari kepribadian.


Biologis
Faktor genetik tertentu mungkin terkait dengan kerentanan
mengalami beberapa bentuk gangguan psikotik. Individu beresiko
tinggi mengalami gangguan bila ada pola keterlibatan keluarga
(orang tua, saudara kandung, sanak keluarga lain). Skizofrenia
ditetapkan sebagai penyakit sporadik (artinya gen tidak dapat
diturunkan dari generasi kegenerasi). Hal itu merupakan sifat
dominan autosom. Bagaimanapun, banyak ilmuwan setuju bahwa
yang diturunkan adalah kerentanan atau predisposisinya, yang
mungkin akibat dari defek enzim atau abnormalitas biokimia lain,
defisit neurologis yang tidak terlihat, atau beberapa faktor lain atau
kombinasi dari faktorfaktor tersebut. Predisposisi ini, dalam
kombinasi dengan faktor lingkungan mengakibatkan timbulnya
penyakit. Beberapa riset menunjukan bahwa gangguan ini mungkin
defek sejak lahir, yang terjadi pada bagian hipokampus otak. Studi
menunjukan adanya gangguan pada sel piramid diotak individu
skizofrenik, sedangkan sel sel otak individu bukan skizofrenik
tampak tersusun rapi. Rasio ventrikel otak (ventricular brain ratio)
atau otak kecil yang tidak seimbang (atau area otak tertentu) mungkin
diturunkan dan/ atau kongenital. Penyebabnya dapat berupa virus,
kekurangan oksigen, trauma kelahiran, malnutrisi maternal yang
berat, atau kerusakan sel akibat respons imun RhD (ibu negatif/janin
positif).
18

Teori

biokimia

menunjukan

peningkatan

kadar

dopamin

neurotransmiter, berupa pikiran untuk menghasilkan gejala aktivitas


yang berlebihan dan fragmentasi hubungan, yang umum ditemukan
c.

pada psikosis
Dinamika keluarga
Teori sistem keluarga menggambarkan suatu perkembangan
skizofrenia seiring dengan sistem disfungsi keluarga. Konflik antarpasangan muncul apabila hanya ayah/ibu yang dekat pada anak.
Perhatian pada anak dapat mengalihkan fokus cemas pada keluarga,
dan hasilnya kondisi menjadi lebih stabil. Hubungan simbiotik
berkembang antara anak dan orang tua sampai masa dewasa dan
tidak dapat berespons terhadap tuntutan fungsi kedewasaan.
Teori interpersonal mengatakan bahwa individu psikotik
merupakan hasil hubungan orang tua/anak yang sangat cemas terusmenerus. Anak menerima pesan yang membingungkan dan penuh
konflik dari orag tua serta tidak bisa membina kepercayaan. Cemas
yang tinggi dapat menetap, dan konsep anak terhadap dirinya adalah
individu yang ambigu. Kemunduran menjadi psikosis memberi
peredaan karena ansietas dan rasa aman dari hubungan intim.
Beberapa riset mengindikasikan bahwa klien yang hidup dengan
keluarga yang tinggi ekpresi emosinya (mis. Bermusuhan, mudah
mengkritik, kecewa, terlalu protektif, dan terlalu ikut campur)
memperlihatkan relaps yang lebih sering dibandingkan klien yang
hidup dengan keluarga yang kurang dapat mengekspresikan emosi.

19

Riset

terbaru

mengenai

pengaruh

biologis

dan

genetik

menunjukan bahwa interaksi pada keluarga ini lebih mungkin menjadi


faktor pemberat bukan penyebab gangguan ini.
3. Gejala
Penderita skizofrenia banyak terjadi antara usia 18 dan 25 tahun
bagi laki-laki dan antara 26 sampai 45 untuk wanita. Datangnya di masa
kecil atau awal masa remaja tapi diakhir masa hidup jarang terjadi.
Datangnya mungkin mendadak, beberapa hari atau minggu, atau
lambat dan tersembunyi, lebih dari bertahun-tahun. Keparahan dan
macam gejala bisa berubah-ubah secara signifikan di antara penderita
skizofrenia.
Secara umum, gejala terbagi dalam tiga kelompok utama;
khayalan dan halusinasi; pikiran yang kacau dan tabiat yang aneh; dan
dengan gejala yang minim dan negatif. Orang mungkin mempunyai
gejala dari satu atau ketiga kelompok tersebut. Gejala-gejala tersebut
bisa cukup parah seperti mengganggu kemampuan untuk bergaul
dengan orang lain dan merawat diri sendiri.
a.

Khayalan
Adalah kepercayaan palsu yang biasanya meliputi salah tafsir
persepsi

atau

pengalaman.

Misalnya,

penderita

schizofhrenia

mungkin mengalami khayalan, percaya bahwa mereka sedang


disiksa, diikuti, diperdayakan, atau dimata-matai. Mereka mungkin
mempunyai referensi khayalan, percaya bahwa bagian dari buku,
koran, atau syair lagu ditujukan secara khusus untuk mereka. Mereka
mungkin mempunyai khayalan pemikiran yang terbalik atau pikiran
disisipi, percaya bahwa orang lain bisa membaca pikiran mereka,
20

bahwa pikiran mereka sedang ditransfer ke orang lain, atau bahwa


pikiran dan gerak hati mereka sedang dipaksakan pada oleh pihak
b.

lain.
Halusinasi
Halusiansi baik halusinasi penglihatan, bau, rasa, atau sentuhan
mungkin terjadi, meskipun halusinasi suara (halusinasi pendengaran)
adalah yang sering terjadi. Penderita mungkin mendengar suara yang
mengomentari kelakuannya, berbicara dengan satu sama lain, atau

membuat komentar kritis dan kasar terhadapnya.


c. Kekacauan pikiran
Berkaitan dengan pikiran yang berantakan, yang tampak kalau
berbicara bertele-tele, bergeser dari satu topik kepada lainnya, dan
kehilangan arah tujuannya. Kemampuan bicara mungkin dengan
perlahan menjadi tidak teratur atau betul-betul membingungkan dan
d.

tidak dapat dipahami.


Kelakuan aneh
Mungkin berubah bentuk menjadi kebodohan kanak-kanak,
kegelisahan, atau berlagak yang tidak pantas. Kelakuan katatonik
motor adalah bentuk ekstrim tingkah laku yang aneh pada penderita
dimana penderita berdiam dengan postur kaku dan melawan untuk
dipindahkan atau, lebih parah lagi, berdiam diri tanpa maksud dan

gerak motornya tak terangsang.


e. Gejala defisit atau negatif
Kemunduran keterampilan berbicara, anhedonia dan antisosial.
Seperti emosi yang datar. Mimik penderita tak beremosi, kontak mata
buruk dan kesulitan mengekspresikan perasaan. Peristiwa yang
umumnya membuat orang tertawa atau menangis tak diresponnya.
f. Kemunduran ketrampilan berbicara

21

Sesuai dengan kemunduran pemikiran yang menyebabkan


penurunan keterampilan berbicara. Jawaban terhadap pertanyaan
g.

mungkin ketus, satu dua kata, membuat kesan kekosongan dalam.


Anhedonia
Merujuk pada ketidakmampuan menikmati kesenangan.
Penderita mungkin kurang tertarik pada hobinya dan melewatkan

lebih banyak waktu tanpa tujuan.


h. Asosial
Kurangnya ketertarikan untuk berhubungan dengan orang lain.
Gejala-gejala negatif ini sering dihubungkan dengan kehilangan
motivasi, pencapaian maksud, dan cita-cita.
4. Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit skizofrenia bervariasi

pada

tiap-tiap

inidividu. Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahanlahan, meliputi beberapa fase yang di mulai dari keadaan premorbid,
prodromal, fase aktif dan keadaan residual (Hoeksema, 2006).
Pada gejala premorbid merupakan tanda pertama penyakit
skizofrenia,

walaupun

gejala

yang

ada

dikenali

hanya

secara

retrospektif. Karakteristik gejala skizofrenia yang dimulai pada masa


remaja akhir atau permulaan masa dewasa akan diikuti dengan
perkembangan gejala prodromal yang berlangsung beberapa hari
sampai beberapa bulan. Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat
berupa cemas, gunda (gelisah), merasa diteror atau depresi, penelitian
retrospektif terhadap pasien dengan skizofrenia menyatakan bahwa
sebagian penderita mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri kepala,
nyeri punggung, dan otot, kelemahan dan masalah pencernaan
(Sadock, 2006).

22

Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang


nyata secara klinis, yaitu adanya kekacuan dalam pikiran, perasaan dan
prilaku. Penilaian pasien skizofrenia terhadap realita terganggu dan
pemahaman diri buruk sampai tidak ada. Fase residual di tandai dengan
menghilangnya beberapa gejala klinis skizofrenia, yang tinggal hanya
satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu nyata secara klinis, yaitu
dapat berupa penarikan diri dan prilaku aneh (Parawisata, 2006).
5. Type
Menurut Andreas (2008) ada beberapa type dari skizofrenia:
a. Skizofrenia hebefrenik (tingkahnya seperti anak kecil).
Pada type ini penderitanya sering senyum-senyum sendiri atau
melakukan gerakan - gerakan yang aneh (Banyak yang kena ini
karena salah menafsir ajaran agama, atau olah kanuragan/tenaga
dalam, atau yang salah menafsir filosofi. Teori mengatakan kurang
mampunya daya imajinasi abstraksi sehingga berakibat demikian).
b. Skizofhrenia paranoid (waham curiganya sangat menonjol).
Type ini sering kali nampak menakutkan karena sikap mereka
yang sering tampak marah atau waspada. Hal ini disebabkan karena
mereka mendengar suara-suara atau halusinasi auditorik yang
mengancam keselamatan diri atau keluarga (waham kejar).
c. Skizofrenia simplex
Type ini adalah yang paling buruk, seringkali mereka tampak
luntang-lantung di jalan dan tidak merawat diri. Sulit membaik karena
sering penyebabnya tidak ketahuan dan sudah berlangsung lama.
d. Skizofrenia katatonik
Timbul biasanya umur 15-30 tahun dan biasanya akut, biasanya
didahului oleh stress emosional, terjadi haduh gelisah dan stupor.
e. Skizofrenia akut

23

Type ini timbul mendadak sekali dan pasien dalam keadaan


bermimpi, kesadarannya seolah-olah berkabut. Timbul perasaan
seakan-akan dunia luar maupun dirinya berubah. Prognosenya baik
dan biasanya dalam beberapa minggu atau kurang dari 6 bulan
penderita sudah baik.
f. Skizofrenia residual
Merupakan skizofrenia yang timbul berulag-ulang atau sesudah
beberapa kali serangan.
g. Skizo-afektif
Gejalah yang menonjol adalah depresi atau gejala-gejala mania.
Prognosenya cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek tetapi
mungkin juga timbul lagi serangan.
6. Epidemiologi
Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat
dan di berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup
secara kasar hampir sama diseluruh dunia. Gangguan ini mengenal
hampir 1% populasi dewasa dan biasanya onsetnya pada usia remaja
akhir atau awal masa dewasa. Pada laki-laki gangguan ini mulai pada
usia lebih mudah yaitu 15-25 tahun sedangkan pada perempuan lebih
lambat yaitu sekitar 25-35 tahun (Sadock, 2006).
7. Faktor Resiko Skizofrenia
Faktor resiko skizofrenia adalah sebagai berikut:
a. Riwayat skizofrenia dalam keluarga
b. Kembar identik.
Kembar identik memiliki risiko skizofrenia 50%, walaupun gen
mereka identik 100% (Carson, 2007).
c. Struktur otak abnormal
Perkembangan teknik pencitraan teknik noninvasif, seperti CT
scan, magnetic resonance imaging (MRI), dan positron emission
tomography (PET) dalam 25 tahun terakhir, para ilmuwan mampu
24

meneliti struktur otak dan aktivitas otak individu penderita skizofrenia.


Penelitian menunjukkan bahwa individu penderita skizofrenia memiliki
jaringan otak yang relatif lebih sedikit (Isaacs, 2005).
d. Sosiokultural
Lingkungan sosial individu dengan skizofrenia di negara-negara
berkembang mungkin menfasilitasi dan memulihkan (recovery)
dengan lebih baik daripada di negara maju (Stuart, 2006). Di negara
berkembang, terdapat jaringan keluarga yang lebih luas dan lebih
dekat disekeliling orang-orang dengan skizofrenia dan menyediakan
lebih banyak kepedulian terhadap penderita. Keluarga-keluarga di
beberapa negara berkembang lebih sedikit melakukan tindakan
permusuhan, mengkritik, dan sangat terlibat jika dibandingkan
dengan keluarga-keluarga di beberapa negara-negara maju. Hal ini
mungkin membantu jumlah atau tingkat kekambuhan dari anggotaanggota keluarga penderita skizofrenia.
e. Tampilan emosi
Sejumlah penelahan menunjukkan

orang-orang

dengan

skizofrenia yang keluarganya tinggi dalam mengekspresikan emosi,


lebih besar kemungkinannya untuk menderita kekambuhan psikosis
daripada

mereka

yang

keluarganya

sedikit

atau

kurang

mengekspresikan emosi (Durand, 2007).


8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan skizofrenia masih merupakan tantangan besar
walaupun perkembangan antipsikotik dan intervensi keluarga serta
sosial telah mengalami kemajuan pesat. Meskipun secara relatif hasil
yang diperoleh dapat menurunkan lama perawatan di rumah sakit
melalui pembinaan masyarakat dan penggunaan psikofarmaka, namun
25

ternyata angka kekambuhan pasien dengan skizofrenia masih tetap


tinggi.
Penatalaksanaan

pada

pasien

skizofrenia

perlu

mempertimbangkan tiga hal berikut :


a. Pasien skizofrenia mempunyai profil psikologik individual, familial,
dan sosial yang unik. Penentuan bentuk pengobatan yang akan
diberikan memperhatikan bagaimana skizofrenia mempengaruhi
pasien dan bagaiamana pengobatan akan mambantu pasien.
b. Berbagai penelitian menyatakan bahwa 50% kejadian
kekambuhan
lingkungan
pelaksanaan

monozigotik
dan

faktor

menunjukkan
psikologik

farmakologik

hanya

yang
di

kemungkinan
berperan.

tunjukan

pada

pada
faktor

Sehingga
ketidak

seimbangan kimiawi sedangkan masalah nonbiologi membutuhkan


strategi nonfarmakologik.
c. Skizofrenia merupakan

kelainan

yang

kompleks

sehingga

pendekatan terapi tunggal tidak memadai untuk menghadapi


berbagai masalah yang ada.
Sejak dua dekade diperkenalkannya obat antipsikotik dan
dehospitalisasi pasien, maka meningkatlah kecenderungan untuk
mengembalikan pasien skizofrenia ke masyarakat. Banyak pasien
skizofrenia yang kembali ke masyarakat ini masih merupakan beban
bagi keluarga, beban ini berupa rasa malu mempunyai anggota
keluarga yang menderita gangguan jiwa. Lingkungan masyarakat
disekitar pasien pun sering berpengaruh dalam kehidupan pasien
tersebut.
Saat ini, baik di rumah sakit maupun di masyarakat, obat
antipsikotik masih merupakan obat utama untuk pasien dengan
26

skizofrenia.

Telah

dibuktikan

kemajuan

obat

antipsikotik

pada

penatalaksanaan episode psikotik akut dan mencegah kekambuhan,


namun demikian efektifitasnya obat-obat ini masih kontroversi. Sekitar
40% responnya baik terhadap antipsikotik konvensional dan selanjutnya
akan menunjukan gejala negatif. Gejala gejala ini bervariasi dari
sedang sampai buruk (Kino, 2005).
Pengobatan farmakologik skizofrenia terus berkembang sejak
pertama ditemukan klorpromazin sebagai obat antipsikotik yang efektif.
Antipsikotik yang bekerja seperti klorpromazin dengan kemampuan
sebagai antagonis reseptor dopamine (D 2) di kenal dengan sebutan
antipsikotik

konvensional

atau

generasi

pertama.

Antipsikotik

konvensional ini efektif mengatasi gejala positif skizofrenia, namun


terhadap gejala negatif dan defisit kognitif efeknya terbatas. Antipsikotik
generasi pertama biasanya menimbulkan efeksamping ekstra pyramidal
(EPS), berupa parkinsonism, akatisia dan tradive dyskinesia (Sena,
2008).
Suatu

variasi

modalitas

pengobatan

dibutuhkan

untuk

perawatan yang menyeluruh pada pasien skizofrenia. Obat-obat


antipsikotik merupakan dasar pengobatan, penggunaannya untuk
meminimalkan beratnya gejala skizofrenia. Untuk mencapai dan
mempertahankan pemulihan fungsi dan hilangnya gejala skizofrenia
dibutuhkan pula intervensi lain termaksud psikoterapi individual dan
kelompok, terapi keluarga, case management, perawatan di rumah
sakit, kunjungan rumah dan pelayanan rahabilitasi sosial dan vokasional
(Sadock, 2006).
27

Penatalaksanaan pasien skizofrenia digunakan pendekatan


elektrik holistik. Manusia harus dipandang sebagai suatu keseluruhan
yang paripurna, termaksud adanya faktor lingkungan yang terdekat yaitu
keluarga. Keluarga berperan dalam pemeliharaan dan rehabilitasi
anggota keluarga yang menderita skizofrenia (Durand, 2007).
C.

Tinjauan Umum Tentang Kepatuhan Minum Obat


Faktor yang paling penting sehubungan dengan kekambuhan
pasien gangguan jiwa adalah ketidak patuhan terhadap pengobatan.
Menurut data Depkes RI, banyak sekali pasien yang mengalami
eksaserbasi klinis dan membutuhkan perawatan akibat tidak menuruti
penatalaksanaan yang diberikan. Pasien yang tidak mengalami efek
samping terhadap

pengobatan

kemungkin

lebih

mau melanjutkan

pengobatan. Efek samping obat neuroeptik yang tidak menyenangkan


sebaiknya diperhitungkan sebab dapat berperan dalam menurunkan
kepatuhan. Efek samping yang umum dan penting adalah efek pada
ekstrapiramidal, gangguan seksual, dan penambahan berat badan.
Penderita gangguan jiwa yang salah satunya adalah dengan masalaha
halusinasi yang menggunakan antipsikotik atipikal lebih mau meneruskan
pengobatan dibandingkan penderita yang menggunakan antispikotik
konvensional (Depkes RI, 2006).
Beberapa karakteristik demografi telah dihubungkan dengan prilaku
patuh. Usia masih

merupakan masalah yang kontroversial dalam

hubungannya dengan ketidakpatuhan. Tampaknya pasien-pasien yang

28

berusia lanjut mempunyai permasalahan tentang kepatuhan terhadap


rekomendasi yang diberikan. Di kalangan usia mudah, terutama pria
cenderung mempunyai tingkat kepatuhan yang buruk tentang pengobatan.
Alasan untuk hal ini kemungkinan bahwa pada dewasa muda sehubungan
dengan segala bentuk terapi atau dalam bentuk perjanjian, mereka
menganggap dirinya istimewa dan menganggap dirinya berbeda dengan
yang lain. Sedangkan pada orang tua, kemungkinan memiliki defisit
memori sehingga dapat mempengaruhi kepatuhan. Selain itu, pada orang
tua sering mendapat berbagai macam obat-obatan sehubungan dengan
komorbiditas

fisik.

Wanita

cenderung

patuh

terhadap

pengobatan

dibandingkan pria, begitu juga wanita mudah menunjukkan kepatuhan


yang lebih baik dibandingkan dengan yang lebih tua (Fleischacker, 2009).
Keadaan penyakit pasien sendiri juga mempunyai pengaruh yang
kuat dalam penerimaan terhadap pengobatan. Pasien yang merasa
tersiksa atau khawatir akan diracuni, akan merasa enggan untuk menerima
pengobatan (Hawari,2006).
Permasalahan yang lain adalah model kepercayaan pasien tentang
kesehatannya, dimana menggambarkan pikiran pasien tentang penyebab
dan keparahan penyakit mereka. Banyak orang menilai bahwa gangguan
jiwa adalah penyakit yang kurang penting dan tidak begitu serius
dibandingkan dengan penyakit-penyakit lain seperti diabetes, epilepsi dan
kanker. Jadi jelas jika mereka mempercayai penyakitnya tidak begitu serius
dan tidak penting untuk diterapi maka ketidakpatuhan dapat terjadi. Begitu

29

juga persepsi sosial juga berpengaruh, jika persepsi sosial buruk maka
pasien berusaha akan menghindari setiap hal tentang penyakitnya.
Sikap pasien terhadap pengobatan juga perlu diperhitungkan dalam
pengaruhnya terhadap kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Sangatlah
penting untuk mengamati, berdiskusi, dan jika memungkinkan mencoba
untuk merubah sikap pasein terhadap pengobatan. Pada pasien dengan
halusinasi, sikap pasien terhadap pengobatan dengan anti psikotik
bervariasi dari yang sangat negatif sampai yang sangat positif. Sikap
negatif terhadap pengobatan berhubungan dengan simtom positif dan efek
samping. Dalam konteks ini dapat dipahami bahwa semakin lama pasien
akan berubah sikapnya terhadap pengobatan.
Terakhir adalah masalah keuangan. Masalah keuangan dapat juga
menganggu kepatuhan pasien. Beberapa pasien mungkin tidak mampu
untuk membeli obat atau walaupun mampu jarak tempu dan transportasi
dapat menjadi penghalang (Fleischacker, 2009).
Masalah

tambahan

dalam

pengobatan

halusinasi

adalah

kebanyakan obat-obat antipsikotik kerja obatnya lambat, sehingga pasien


tidak merasakan dengan segera efek positif dari dari antipsikotik. Malahan
kadang-kadang pasien merasakan lebih dulu efek samping sebelum efek
obat terhadap penyakitnya tersebut. Begitu juga pada pasien yang sudah
dalam remisi biasanya kekambuhan tidak langsung segera terjadi bila
pengobatan dihentikan. Kekambuhan dapat terjadi beberapa minggu atau
bahkan beberapa bulan setelah obat anti psikotik dihentikan, sebagai
akibatnya pasien yang sudah dalam remisi sempurna mempunyai
30

permasalahan apakah remisi tersebut berhubungan dengan pengobatan


yang dilakukannya. Pasien merasakan obat-obatan tersebut tidaklah
seefektif seperti yang mereka harapkan atau bahkan berbahaya. Hal ini
menjadi tanggung jawab dokter dalam melakukan pengobatan untuk
pasien dengan pandangan yang seimbang dan realistik profil keuntungan
dan kerugian antipsikotik yang akan diberikan (Fleischacker, 2009).
Beragamnya obat yang diresepkan juga memiliki peran penting
dalam kepatuhan. Pasien yang menerima regimen pengobatan yang
kompleks, misalnya mengkonsumsi beberapa obat dengan waktu yang
berbeda dalam satu hari atau mengkonsumsi dua macam atau lebih obatobatan, mempunyai permasalahan dalam ketaatan terhadap obat yang
diberikan dibanding pasien yang hanya mengkonsumsi 1 macam obat
dengan dosis tunggal. Cara pemberian obat dapat juga mempengaruhi
kepatuhan. Namun hasil ketidak patuhan yang sama diperoleh pada
pasien yang tidak patuh terhadap pemberian obat oral yang diganti dengan
depot neuroleptik. Hal ini yang sering terjadi kesalahpahaman bahwa
pemberian obat depot akan meningkatkan kepatuhan. Namun penggunaan
antipsikotik kerja lama dapat mengatasi kepatuhan yang parsial sehingga
dapat memperbaiki outcome penyakit. Dosis obat neuroleptik yang
adekuat merupakan hal yang penting. Sayangnya, penelitian tentang obat
seringkali

berhenti

sampai

ditentukan

apakah

suatu

antipsikotik

bermanfaat dalam menurunkan simtom positif yang akut. Beberapa data


telah tersedia tentang urutan tahapan pengobatan. Beberapa study telah
dilakukan apakah obat neuroleptik dosis rendah sama efektifnya dengan
31

terapi jangka panjang. Hasil yang ditujukan adalah perbedaan dalam


jangka kekambuhan dengan menggunakan dosis standar, berlawanan
dengan fungsi sosial yang baik dengan obat dosis rendah, kemungkinan
terhadap efek samping yang ringan. Studi ini membandingkan regimen
yang konvensional dengan dosis rendah dan tidak menentukan dosis
minimum yang ekeftif (Ahmadi, 2006).
Sementara itu, dosis minimum efektif yang telah direkomendasikan
dalam suatu konsesus adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Haloperidole 2,5 mg/hari


Fluphenazine hydrochlirode 2,5 mg/hari
Fluphenazine decanoate 6,5-12,5 mg i.m tiap 2 minggu
Haloperidole decanoate 50-60 mg i.m tiap 4 minggu.
Bila dosis dibawah (kurang dari)yang tersebut diatas, maka resiko

kekambuhan akan meningkat secara signifikan. Selain itu, hubungan


teraupetik yang dibangun dokter dengan pasien merupakan suatu
landasan atau dasar dari kepatuhan terhadap pengobatan.bagaimana
menunjukkan bahwa dokter memilki perhatian kepada pasien dan dokter
mau meluangkan waktu untuk mendengar keluhan-keluhan pasien adalah
penting. Terciptanya suatu hubungan yang baik merupakan prasyarat
untuk masuk kedalam ikatan teraupetik dan memberikan informasi adalah
hal yang penting dalam hubungan ini. Informasi dapat diberikan kepada
pasien ataupun keluarga baik dalam jadwal konsultasi ataupu dalam
jadwal kelompok psokiedukasi. Pasien dan keluarga diberi informasi tetang
penyakitnya dan rencana pengobatan yang akan dilakukan. Psikoedukasi
telah menunjukkan dalam meningkatkan kepatuhan dan secara signifikan
mengurangi angka kekambuhan. Melengkapi informasi juga termaksud
32

mendiskusikan perencanaan pengobatan baik kepada pasien atau kepada


keluarga

dimana

pasien

dan

keluarga

dilibatkan

dalam

proses

perencanaan pengobatan penyakitnya.


Adanya efek samping dapat memunculkan ketidak patuhan dan
sering menimbulkan kesalahpahaman. Penting juga bagai dokter agar
dapat menepati jadwal pertemuan selanjutnya. Pasien yang sudah
menerima jadwal pertemeuan berikutnya dan dokter akan menepati dan
untuk tidak menjadwal ulang walaupun sangat sibuk. Dokter juga dapat
melakukan perubahan dalam berkomunikasi dengan pasien baik itu
dengan gaya atau bahasa yang dapat dimengerti pasien sehingga dapat
tercipta hubungan teraupetik yang baik yang nantinya dapat meningkatkan
kepatuhan.

Klinis

juga

harus

mengikuti

pedoman

terapi

yang

direkomendasikan. Dengan mengikuti pedoman yang telah ditentukan


maka pengobatan akan menjadi berguna, rasional dan gampang
dimengerti oleh pasien dan mereka tidak menjadi bingung bila mencari
pendapat dokter lain (Durand, 2007).
Menurut Kino (2005), kriteria ketidak patuhan terhadap pengobatan
adalah jika ditemukan salah satu keadaan dibawah ini :
1. Pada pasien rawat jalan atau rawat inap dalam 72 jam menunjukan
dua episode dari :
a. Menolak obat yang diresepkan baik secara aktif atau pasif.
b. Adanya bukti atau kecurigaan menyimpan atau meludahkan obat
yang diberikan.
c. Menunjukkan keragu-raguan terhadap obat yang diberikan.
2. Pasien rawat inap dengan riwayat tidak patuh pada pengobatan
sewaktu rawat jalan minimalkan tidak patuh selama 7 hari dalam
sebulan.

33

3. Pasien rawat jalan dengan riwayat ketidak patuhan yang sangat jelas
seperti sudah pernah dilakukan keputusan untuk mengawasi dengan
ketat oleh orang lain dalam waktu sebulan.
4. Pasien rawat inap yang mengatakan dirinya tidak dapat menelan obat
walaupun tidak ditemukan kondisi yang dapat mengakibatkan hal
tersebut.

34

Anda mungkin juga menyukai