Anda di halaman 1dari 10

ASAS PIDANA DALAM PERKEMBANGAN

PERBUATAN BERLANJUT

Fadhli Syah Fadhzikra


110110140038

FAKULTAS H UKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN

Jl.Dipatiukur No.35 Bandung

I.

KASUS POSISI

Nomor Register Perkara: Putusan No. 1384/Pid.B/2015/PN. Bdg.


Bahwa terdakwa I YAYAT HADIYAT alias AHADIATNA alias KIKI FAUZI Bin (alm)
ASUHAT, terdakwa II ROHMANA Bin (alm) ANDI SURYANA bersama dengan IWAN
(dalam Daftar Pencarian Orang), pada hari Selasa tanggal 22 September 2015 sekitar pukul
18.30 WIB atau setidak-tidaknya dalam bulan September tahun 2015 atau setidak-tidaknya
dalam tahun 2015, bertempat di Jalan Sekepanjang III No. 14 Rt. 004 Rw. 011 Kelurahan
Cikutra Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung atau setidak-tidaknya pada suatu
tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Bandung, mengambil
barang, yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk
memiliki barang itu dengan melawan hukum, waktu malam dalam sebuah rumah atau di
pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang ada di situ tiada dengan
setahunya atau tiada dengan kemauan yang bemak, dilakukan oleh dua orang ataulebih
dengan bersama-sama, untuk dapat masuk ke tempat kejahatan atau untuk dapat mengambil
barang yang akan dicuri dengan jalan membongkar, memecah atau memanjat atau memakai
anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian-pakaian palsu.
Pada waktu dan tempat sebagaimana disebutkan diatas, sebelumnya terdakwa I YAYAT
HADIYAT alias AHADIATNA alias KIKI FAUZI Bin (alm) ASUHAT dan terdakwa II
ROHMANA Bin (alm) ANDI SURYANA pergi berboncengan dengan menggunakan
sepeda motor Honda Supra Fit wama hitam No. Pol D 2490 DW menemui Sdr. IWAN
(dalam Daftar Pencarian Orang) dimana dalam pertemuan tersebut terdakwa I YAYAT
HADIYAT alias AHADIATNA alias KIKI FAUZI Bin (alm) ASUHAT dan terdakwa II
ROHMANA Bin (alm) ANDI SURYANA serta IWAN merencanakan untuk mengambil
sepeda motor dengan teriebih dahulu terdakwa I YAYAT HADIYAT alias AHADIATNA
alias KIKI FAUZI Bin (alm) ASUHAT dan terdakwa II ROHMANA Bin (alm) ANDI
SURYANA serta IWAN berbagi tugas dimana IWAN bertugas untuk mengambil sepeda
motor dengan cara merusak kunci kontak sepeda motor dengan menggunakan kunci T yang
sudah dipersiapkan sedangkan terdakwa I YAYAT HADIYAT alias AHADIATNA alias
KIKI FAUZI Bin (alm) ASUHAT dan terdakwa II ROHMANA Bin (alm) ANDI
SURYANA bertugas mengawasi situasi dan membawa sepeda motor hasil curian,
selanjutnya terdakwa I YAYAT HADIYAT alias AHADIATNA alias KIKI FAUZI Bin
(alm) ASUHAT dan terdakwa II ROHMANA Bin (alm) ANDI SURYANA serta IWAN
pergi berboncengan dengan menggunakan sepeda motor Honda Supra Fit wama hitam No.

Pol D 2490 DW ke daerah Sekepanjang Kelurahan Cikutra Kecamatan Cibeunying Kidul


Kota Bandung melihat 1 (satu) unit sepeda motor Honda Vario Techno wama hitam silver
No. Pol D 4991 HX terparkir di halaman/pekarangan rumah Jalan Sekepanjang III No. 14
Rt. 004 Rw. 011 Kelurahan Cikutra Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung kemudian
IWAN mendekati sepeda motor tersebut sedangkan terdakwa IYAYAT HADIYAT alias
AHADIATNA alias KIKI FAUZI Bin (alm) ASUHAT dan terdakwa II ROHMANA Bin
(alm) ANDI SURYANA menunggu dan mengawasi situasi, selanjutnya IWAN dengan
menggunakan kunci T merusak kunci kontak sepeda motor Honda Vario Techno wama
hitam silver No. Pol D 4991 HX lalu sepeda motor tersebut dibawa dan diserahkan oleh
IWAN kepada terdakwa I YAYAT HADIYAT alias AHADIATNA alias KIKI FAUZI Bin
(alm) ASUHAT dan terdakwa II ROHMANA Bin (alm) ANDI SURYANA dimana
kemudian sepeda motor tersebut oleh terdakwa I YAYAT HADIYAT alias AHADIATNA
alias KIKI FAUZI Bin (alm) ASUHAT dibawa pergi, saksi FENY ARFIYAH yang
mengetahui sepeda motor miliknya sudah tidak ada dan melihat terdakwa I YAYAT
HADIYAT alias AHADIATNA alias KIKI FAUZI Bin (alm) ASUHAT menuntun sepeda
motor miliknya kemudian berteriak mating hingga kemudian terdakwa I YAYAT
HADIYAT alias AHADIATNA alias KIKI FAUZI Bin (alm) ASUHAT dan terdakwa II
ROHMANA Bin (alm) ANDI SURYANA ditangkap oleh anggota masyarakat, akibat
perbuatan para terdakwa tersebut, saksi FENY ARFIYAH mengalami kerugian sebesar
tebih kurang Rp.13.000.000,00 (tiga betas juta rupiah).
II.

PERMASALAHAN
1. Apa Maksud dari Perbuatan Berlanjut?
2. Konstruksi Yuridis dari Perbuatan Berlanjut dari kasus terkait?
3. Apa konsekuensi dari Perbuatan Berlanjut?

III.

Analisis berdasarkan Teori


Menurut Wirjono Projodikoro mengenai voorgezette handeling atau perbuatan

berlanjut adalah dianggap sebagai perbuatan yang dilanjutkan adalah apabila adanya
seorang melakukan beberapa perbuatan yang masing-masing merupakan tindak pidana,
yang masing-masing tindak pidana itu ada hubungan satu sama lain.1

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: PT. Refika Aditama, 2002, hlm.132.

Ketentuan Pasal 64 ayat (1) KUHP yang mengatur tentang perbuatan berlanjut
(voortgezette

andeling),

tercantum

dalam

BAB

VI

tentang

Perbarengan

(concursus). Dimana dalam KUHP tidak dijelaskan mengenai arti dari perbarengan itu
sendiri,

tetapi

dari

rumusan

pasal-pasal

63

s/d

71

KUHP

diperoleh

pengertian concursus adalah dalam bentuk perbarengan peraturan (concursus idealis),


perbuatan berlanjut (voortgezette handeling) dan perbarengan perbuatan (concursus
realis). Perbuatan berlanjut dikatakan ada apabila seseorang melakukan perbuatan yang
sama beberapa kali, dan diantara perbuatan-perbuatan itu terdapat hubungan yang
sedemikian eratnya sehingga rangkaian perbuatan itu harus dianggap sebagai
perbuatan berlanjut.2
Berdasarkan memori penjelasan tersebut maka secara teoritis dikatakan ada
perbuatan berlanjut apabila ada seseorang melakukan beberapa perbuatan, perbuatan
tersebut masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran dan antara perbuatanperbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan
berlanjut, dimana menurut Memorie van Toelichting ada hubungan sedemikian rupa
kriterianya adalah :3
1. Harus ada satu keputusan kehendak.
2. Masing-masing perbuatan harus sejenis.
3. Tenggang waktu antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlampau lama.
Mr. J.F. Junkers, menjelaskan : "Syarat yang ketiga dan terakhir yang ditentukan
untuk perbuatan yang dilanjutkan, ialah bahwa jangka waktu yang ada antara berbagai
bagian tidak boleh terlalu lama. Perbuatan-perbuatan itu sendiri boleh dilakukan dalam
jangka waktu itu harus diulangi secara teratur dalam waktu yang tidak terlalu lama"4
Hal pertama yang harus dibuktikan adalah adanya beberapa perbuatan berupa
kejahatan atau pelanggaran, dimana hukum mensyaratkan perbuatan-perbuatan tersebut
harus sejenis.

Marpaung, L. Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika: Jakarta, 2005, hlm.32
E.Y. Kanter dan S R Sianturi, Azas-azas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya, alumni AHM-PTHM:
Jakarta, 1982, hlm. 396.
4
J,E. Jonkers, Buku Pedoman Hukum Pidana Hindia Belanda, Bina Aksara: Jakarta, 1987, hlm.219220.
3

Sebagaimana juga disebutkan oleh Lamintang dalam bukunya bahwa Syarat


voorgezette handeling menurut Pasal 64 ayat (1) KUHP, yaitu :5
a. Apabila perilaku-perilaku seorang tertuduh itu merupakan pelaksanaan satu
keputusan terlarang.
b. Apabila perilaku-perilaku seorang tertuduh itu telah menyebabkan terjadinya
beberapa tindak pidana yang sejenis dan.
c. Apabila pelaksanaan tindak pindana yang satu dengan tindak pidana yang lain itu
tidak dipisahkan oleh satu jangka waktu yang relatife cukup lama.
Indikasi yang nyata bahwa Putusan MA menganut aliran bahwa perbuatan
berlanjut merupakan bentuk khusus dari tindak pidana, Penulis melihatnya dari amar
putusan mengenai kualifikasi tindak pidana yang terbukti yakni ada penambahan kalimat
..... yang dilakukan secara berlanjut / ..... yang merupakan beberapa perbuatan yang
dipandang sebagai perbuatan berlanjut dibelakang tindak pidana pokok yang terbukti.
Bahwa indikasi tersebut hanya dilihat dari bentuk/kualifikasi amar putusan oleh
karena dalam pertimbangan hukum putusan-putusan tersebut tidak dipertimbangkan
secara khusus mengenai kedudukan perbuatan berlanjut tersebut, apakah sebagai bentuk
khusus tindak pidana atau Straftoemating. Hal ini juga terlihat dari putusan-putusan
pengadilan di bawahnya, bukan merupakan suatu kelaziman jika Hakim dalam
putusannya mempertimbangkan tentang kedudukan perbuatan berlanjut tersebut, jarang
sekali Hakim dalam mempertimbangankan terbukti tidaknya perbuatan berlanjut
mempertimbangkan pula kedudukannya Pasal 64 ayat (1) KUHP ini apakah sebagai
bentuk khusus tindak pidana atau Straftoemating semata.
Senyatanya dengan melihat konstruksi yuridis perbuatan berlanjut maka terlihat
perbuatan berlanjut bukan merupakan hal yang sederhana dan mudah dibuktikan. Dengan
kata lain perbuatan berlanjut merupakan hal yang kompleks dan membutuhkan
pembuktian yang cermat untuk 3 unsurnya tersebut (yakni harus dibuktikan adanya satu
niat untuk melakukan beberapa tindak pidana yang sejenis yang dilakukan dalam
tenggang waktu yang tidak lama). Dimana hampir semua unsur dari adanya perbuatan
berlanjut secara teoritis tidak memiliki pengaturan yang jelas, misalnya mengenai
pengertian dari satu keputusan kehendak, mengenai tenggang waktu.

P.A.F Lamintang dan Djisman Samosir. Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Sinar Baru, 1983. hlm.48-49

Tetapi disisi lain, yakni jika kita memperhatikan kalimat penutup dari ketentuan
Pasal 64 ayat (1) KUHP, yakni ... hanya dikenakan satu aturan pidana, jika berbeda-beda,
yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat, (penjatuhan
pidana dengan sistem absorpsi) maka dari hal tersebut terlihat PADA POKOKNYA,
terbukti adanya perbuatan berlanjut tidak dapat dijadikan dasar untuk memperberat dalam
penjatuhan pidana.
Dalam pengertian apabila terbukti terdapat perbuatan berlanjut yang dilakukan
terdakwa, Hakim tidak dapat menjatuhkan pidana yang lebih berat dari ancaman pidana
maksimal dalam aturan pasalnya oleh karena hukum mengatur hanya dikenakan satu
aturan pidana c.q. pidana pokok yang paling berat. Apalagi ternyata dalam praktek,
Hakim memutus biasanya dibawah ketentuan pidana maksimal.
Konsekuesi dari perbuatan berlanjut sebatas pedoman penjatuhan pidana maka
Penuntut Umum tetap harus menguraikan adanya perbuatan berlanjut dalam dakwaannya
dan Hakim dalam putusannya tetap harus mempertimbangkan ada tidaknya perbuatan
berlanjut tersebut, tetapi dalam konsepsi ini ada hal yang menguntungkan yakni
pembuktian terpenuhi atau tidaknya perbuatan berlanjut tidak berpengaruh pada
pembuktian unsur-unsur tindak pidana pokok yang didakwakan tetapi hanya berpengaruh
pada masalah pengenaan pidana yang dijatuhkan semata.
Sehingga jika ketentuan perbuatan berlanjut yang didakwakan kepada Terdakwa
tidak terbukti tetapi dakwaan pokoknya terbukti maka dakwaan tersebut haruslah tetap
dinyatakan terbukti, apabila dalam contoh kasus di atas, Terdakwa terbukti melakukan
tindak pidana korupsi tetapi perbuatan berlanjutnya tidak terbukti maka Terdakwa tetap
harus dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Lantas bagaimana legalitas dari perbuatan berlanjut yang tidak terbukti tersebut,
maka menurut Penulis aturan mengenai perbuatan berlanjut tersebut harus
dikesampingkan dan tidak dijadikan dasar bagi Hakim dalam penjatuhan pidana terhadap
terdakwa. Sebagai contoh Hakim dalam putusannya dalam menyatakan sebagai berikut :

Menimbang, bahwa darifakta-fakta tersebut di atas nyata perbuatan terdakwa


haruslah dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri karena
perbuatan-perbuatan tersebut dihasilkan dari keputusan kehendak yang berbeda-

beda dan berdiri sendiri, sehingga tidaklah dapat dikualifikasikan sebagai


perbuatan berlanjut.

Menimbang, bahwa dengan demikian ketentuan Pasal 64 Ayat (1) KUHP tentang
pengenaan pidana terhadap perbuatan berlanjut yang ikut didakwakan kepada
Terdakwa haruslah dikesampingkan dan tidak dijadikan dasar oleh Majelis dalam
pengenaan atau penjatuhan pidana kepada Terdakwa.
Dengan konsepsi perbuatan berlanjut bukan merupakan bentuk khusus dari tindak

pidana tetapi hanya aturan mengenai pengenaan pidana semata maka pembuktian ada
tidaknya perbuatan berlanjut seimbang dengan kedudukan / fungsi pengaturan penjatuhan
pidananya yang sebenarnya hanya memberikan pengaturan penjatuhan pidana apabila ada
perbuatan berlanjut.
Dalam perkembangan selanjutnya ternyata perbuatan berlanjut menurut
pembuat undang-undang masih patut diatur, hal ini seperti yang terlihat dari RUU tentang
KUHP yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen
Hukum dan Hak Asasi Manusia, yakni dalam Pasal 138 RUU KUHP dinyatakan:
(1)

Jika terjadi perbarengan beberapa tindak pidana yang saling berhubungan

sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut dan diancam dengan ancaman


pidana yang sama maka hanya dijatuhkan satu pidana.
(2) Jika tindak pidana perbarengan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diancam
dengan pidana yang berbeda maka hanya dijatuhkan pidana pokok yang terberat.
(3) Ketentuan mengenai penjatuhan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku juga terhadap tindak pidana memalsu atau merusak mata uang dan
menggunakan uang palsu atau uang yang dirusak tersebut.
Dari rancangan tersebut terlihat tidak ada perubahan yang mendasar dari
perbuatan berlanjut yang diatur dalam Pasal 64 KUHP, baik itu kualifikasinya maupun
sistem pengenaan pidananya yang menggunakan sistem absorpsi, dimana dalam praktek
pengadilan ketentuan Pasal 64 ayat (1) KUHP ini jarang diperhatikan oleh karena
kecenderungan Hakim memutus kurang atau dibawah ancaman maksimal pidana.

Analisa Kasus
Menurut Memorie van Toelichting perbuatan yang terkualifikasi sebgai perbuatan
berlanjut adalah ketika seseorang melakukan beberapa perbutan, perbuatan tersebut
masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran dan antara perbuatan-perbuatan
tersebut ada hubungan sedemikian rupa dengan kriteria sebagai berikut:
1. Harus adanya satu keputusan kehendak
2. Masing-masing perbuatan harus sejnis
3. Tenggang waktu antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlampau lama
Syarat tersebut merupakan syarat kumulatif artinya ke 3 syarat tersebut harus terpenuhi,
jika salah satu syarat gugur maka akan menggugurkan syarat yang lainnya.

Unsur perbuatan sejenis

Telah terbukti dengan fakta yang ditemukan dipersidangan dimana Para Pelaku
melakukan tindak pidana pencurian motor di daerah Sekepanjang Kelurahan Cikutra
Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung, rangkaian perbuatan kedua terjadi sekitar
pukul 19.40 Wib di halaman/pekarangan rumah Jalan Sekepanjang III No. 14 Rt. 004 Rw.
011 Kelurahan Cikutra Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung.

Unsur satu keputusan kehendak


Telah terbukti dengan perbuatan PELAKU ditunjukan kepada satu objek pidana,
PELAKU berhasil mencuri sepeda Motor Honda Vario Techno dengan No.Pol D 4991
HX yang menyebabkan kerugian terhadap saksi sebesar Rp.13.000.000.00,Pasal 64 tentang Vorgezette Handeling:
(1) Kalau antara beberapa perbuatan ada perhubungannya, meskipun perbuatan itu
masing-masing telah merupakan kejahatan atau pelanggaran, sehingga harus dipandang
sebagai satu perbuatan yang berturut-turut, maka hanyalah satu ketentuan pidana saja
yang digunakan ialah ketentuan yang terberat pidana pokoknya;
(2) Begitu juga hanyalah satu ketentuan pidana yang dijalankan, apabila orang disalahkan
memalsukan atau merusak uang dan memakai benda, yang terhadapnya dilakukan
perbuatan memalsukan atau merusak uang itu;

(3) Akan tetapi jikalau kejahatan yang diterangkan dalam pasal 364, 373, 379 dan pasal
407 ayat pertama dilakukan dengan berturut-turut, serta jumlah kerugian atas kepunyaan
orang karena perbuatan itu lebih dari Rp. 25,- maka dijalankan ketentuan pidana pasal
362, 372, 378, atau 406.
sebagai contoh dalam Putusan MA No. 162 K/Kr/1962 tanggal 5 Maret 1963 dinyatakan
bahwa penghinaan-penghinaan ringan yang dilakukan terhadap lima orang pada hari-hari
yang berlainan tidak mungkin berdasar satu keputusan kehendak (wilsbesluit), maka tidak
dapat di pandang lagi satu perbuatan dan tidak dapat atas kesemua perkara diberikan satu
putusan. Dengan demikian yang menjadi pegangan untuk menentukan adanya satu
keputusan kehendak adalah perbuatan tersebut di tujukan pada satu objek tindak pidana
(object delict). Berdasarkan fakta persidangan yang telah diuraikan di atas maka unsur
satu keputusan kehendak telah terbukti.

Unsur tenggang waktu antara perbuatan tidak terlalu lama


sebagaimana diatur dalam Pasal 64 KUHP, melainkan harus dianggap sebagai
perbarengan beberapa tindak pidana. Fakta di persidangan menjelaskan bahwa perbuatan
berulang PELAKU masih dilakukan dua hari yang berbeda yaitu hari selasa, 22 september
2015 (perbuatan pertama) perbuatan kedua dilakukan dilakukan kamis, 24 september
2015, perbuatan pertama dilakukan pukul 16.30 Wib dan perbuatan kedua pukul 19.40
Wib. Berdasarkan uraian diatas maka unsur tenggang waktu antara perbuatan tidak terlalu
lama telah terbukti secara sah dan meyakinkan.

DAFTAR PUSTAKA
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: PT. Refika Aditama,
2002).

Marpaung, L. Asas Teori Praktik Hukum Pidana, (Sinar Grafika: Jakarta, 2005).

E.Y. Kanter dan S R Sianturi, Azas-azas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya, (alumni
AHM-PTHM: Jakarta, 1982).

P.A.F Lamintang dan Djisman Samosir. Hukum Pidana Indonesia, (Bandung : Sinar Baru,
1983).

J,E. Jonkers, Buku Pedoman Hukum Pidana Hindia Belanda, (Bina Aksara: Jakarta, 1987).

Anda mungkin juga menyukai