Anda di halaman 1dari 17

ferry restika

SENIN, 24 SEPTEMBER 2012

Apendiksitis
BAB II
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira- kira 10
cm(4 inci), melekat pada sekum tepat dibawah katup ileocecal ( Brunner dan
Sudarth, 2002 : 1097).
Apendiksitis adalah inflamasi apendiks, suatu bagian seperti kantung
yang non-fungsional terletak dibagian interior sekum ( Ester Monica , 2002 :
63).
Apendisitis merupakan penyakit bedah sebagai akibat kebudayaan,
terutama yang menyangkut kebiasaan makan. Apendisitis terletak pada cecum
di ujung tenia (pita otot). Panjang pendeknya usus buntu itu berpengaruh
terhadap terjadinya peradangan. Ujung usus buntu dapat terletak pada semua
arah caecum misalnya dapat sampai ke panggul, ke sakrum atau melilit ke
usus halus. Letak yang paling banyak ditemui adalah retrocaecal (di belakang
cecum). Apendisitis lebih banyak menyerang laki-laki daripada wanita (
Oswari E, 2005 : 212).
Dari pendapat para ahli diatas maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa apendiksitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks/ usus
buntu.

B. ETIOLOGI
1. Obstruksi lumen oleh feses

2. Fekalit dalam lumen appendik


3. Tumor
4. Cacing
5. Virus atau bakteri (Ester Monica, 2002 : 63).
1. Diet kurang serat
2. Batu
3. Tumor
4. Cacing atau parasit
5. Infeksi usus
6. Benda asing (Inayah Iin, 2004 : 196)
C. MANIFESTASI KLINIK
1. Nyeri di kuadran kanan bawah
2. Demam ringan
3. Mual, muntah
4. Hilangnya nafsu makan ( Brunner dan Sudarth, 2002 : 1098).
1. Rasa lelah dan anoreksia.
2. Rasa tidak nyaman pada epigastriumDemam ringan disertai mual dan
kadang muntah.
3. Nyeri pada kuadran kanan bawah.
4. Nyeri hilang mendadak, mengisyaratkan perforasi karena tekanan intra
apendiks demam tinggi, muntah, rasa haus, malaise, diare kadangkadang.
5. Apendik yang meradang akan mengalami perforasi dalam 24 sampai 48
jam (36 % pada 36 jam) setelah awitan gejala. (Rudolph Abraham M,
2007 : 122).

D. PATOFISIOLOGI
Apendiks terinflamasi dan mengalami dema sebagai akibat terlipat atau
tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dan feses), tumor, atau benda
asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri

abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif dalam beberapa jam,
terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang
terinflamasi berisi pus. ( Brunner dan Sudarth, 2002 : 1097).
Bila

apendiks

tersumbat,

tekanan

intraluminal

meningkat,

menimbulkan penurunan drainase vena, trombosis, edema, dan invasi bakteri


dinding usus. Bila obstruksi berlanjut, apendiks menjadi semakin hiperemik,
hangat dan tertutup eksudat yang seterusnya menjadi gangren dan perforasi.
Penyumbatan

lumen

oleh

benda

yang

asing

akan

mengakibatkan

membengkaknya jaringan limfoid. Sekresi akan terus menerus, akibatnya


appendiks menjadi teregang menyebabkan hipoksia kemudian diserasi dan
terjadi

mutasi

serta

multiplikan

pada

dinding

appendiks

sehingga

mengakibatkan kematian jaringan


Selain penyumbatan lumen oleh benda asing, pengeluaran sekret mukus
mengakibatkan pembengkakan. Infeksi dan pembengkakan tekanan intra
luminal biasanya mengakibatkan nekrosis, gangren dan perforasi. Pada kasus
klasik appendiksitis akut, gejala-gejala permulaan adalah sakit atau perasaan
tidak enak di sekitar umbilikus diikuti oleh anoreksia, nausea dan muntah.
Gejala ini biasanya berlangsung 1-2 hari. (Ester Monika, 2002 : 63).

E. PATHWAYS
Diet kurang serat, Batu, Tumor, Cacing atau parasit, Infeksi usus, Benda
asing, Obstruksi lumen oleh feses, Fekalit dalam lumen appendik, Virus atau
bakteri

Sumbatan
fekalit

hypertermi
hipertermi

(Ester Monika, 2002 : 63)


(Doenges, 2000 : 509)
F. KOMPLIKASI
1. Perforasi Appendiks, yaitu Appendiks yang mengalami perlubangan.
2. Peritonitis, Appendiks yang mengalami perforasi dapat berkembang menjadi

peritonitis atau peradangan pada selaput perut.


3. Abses, Appendiks yang mengalami perforasi juga dapat berkembang menjadi

abses, yaitu terbentuknya rongga yang berisi nanah. (Bruner & Suddarth, 2002 :
1099).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium. Hitung darah lengkap dilakukan dan akan
menunjukan peningkatan jumlah sel darah putih. Jumlah lekosit mungkin
lebih besar dari 10.000/mm3.
2. Pemeriksaan ultrasound dapat menunjukan densitas kuadran bawah
atau kadar aliran udara terlokalisasi. (Bruner & Suddarth, 2002 : 1099)

1. Pemeriksaan sel darah putih (SDP) : leukositosis diatas 12.000/mm3


2. Pemeriksaan neutrofil meningkat sampai 75%.
3. Urinalisis: normal, tetapi eritrosit/ lekosit mungkin ada .
4. Foto abdomen: dapat menyatakan adanya pengerasan material pada
apendiks (fekalit), ileus terlokalisis. (Doenges, 2000 : 509).

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan apendisitis tergantung dari nyeri apendisitisnya akut atau
kronis. Penatalaksanaan bedah ada dua cara yaitu non bedah (non surgical) dan
pembedahan (surgical).
1. Non bedah (non surgical)
Penatalaksanaan ini dapat berupa :
a. Batasi diet dengan makan sedikit dan sering (4-6 kali perhari).
b. Minum cairan adekuat pada saat makan untuk membantu proses

pasase makanan.
c. Makan perlahan dan mengunyah sempurna untuk menambah saliva

pada makanan.
d. Hindari makan bersuhu ekstrim, pedas, berlemak, alkohol, kopi,

coklat, dan jus jeruk.


e. Hindari makan dan minum 3 jam sebelum istirahat untuk mencegah

masalah refluks nonturnal.


f. Tinggikan kepala tidur 6-8 inchi untuk mencegah refluks nonturnal.
g. Turunkan berat badan bila kegemukan untuk menurunkan gradient

tekanan gastro esophagus.


h. Hindari

tembakan,

salisilat,

dan

fenibutazon

yang

dapat

memperberat esofagistis.

2. Pembedahan
Yaitu dengan apendiktomi. Operasi apendisitis dapat dipersiapkan halhal sebagai berikut: Insisi tranversal 5 cm atau oblik dibuat di atas titik
maksimal nyeri tekan atau massa yang dipalpasi pada fosa iliaka kanan. Otot
dipisahkan ke lateral rektus abdominalis. Mesenterium apendikular dan dasar
apendiks diikat dan apendiks diangkat. Tonjolan ditanamkan ke dinding
sekum dengan menggunakan jahitan purse string untuk meminimalkan
kebocoran intra abdomen dan sepsis. (Syamsuhidayat, 2004)
Penatalaksanaan pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis
telah

ditegakan,

pembedahan

Antibiotik

dilakukan.

dan

Analgetik

cairan
dapat

intravena
diberikan

diberikan
setelah

sampai
diagnosa

ditegakkan.
Apendektomy (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan
sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendektomy dapat
dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah
atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.
(Bruner & Suddarth, 2002 : 1099).

I. PENGKAJIAN
Menurut Doenges, (2000 : 509) dasar data pengkajian pasien Appendisitis
adalah:
1. Aktivitas/ istirahat
Tanda : malaise
2. Sirkulasi
Tanda : takikardia
3. Eliminasi
Gejala : konstipasi pada awitan awal, diare.
Tanda

: distensi abdomen, nyeri tekan/ nyeri lepas, kekakuan,

penurunan atau tak ada bising usus.


4. Makanan/ cairan
Gejala : anoreksia, mual/ muntah.
5. Nyeri/ kenyamanan
Gejala

: nyeri abdomen sekitar epigastrum dan umbilikus, yang

meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney (setengah jarak
antara umbilikus dan tulang ileum kanan). Meningkat karena berjalan,
bersin, batuk, atau napas dalam (nyeri berhenti tiba- tiba diduga
perforasi atau infark pada apendiks). Keluhan berbagai rasa nyeri/
gejala tak jelas (sehubungan denagn lokasi apendiks, contoh retrosekal
atau sebelah ureter).
Tanda : perilaku berhati- hati, berbaring ke samping atau telentan
dengan lutut ditekuk, meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah
karena posisi ekstensi kaki kanan/ posisi duduk tegak. Nyeri lepas pada
sisi kiri diduga inflamasi peritoneal.
6. Keamanan
Tanda : demam ( biasanya rendah).

7. Pernapasan
Tanda : takipnea, pernapasan dangkal.
8. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : riwayat kondisi lain yang berhubungan dengan nyeri abdomen
contoh pielitis akut, batu uretra, salphingitis akut.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa pre operasi menurut Doenges, (2000). Carpenito, (2006) :
1. Resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
input dan output yang tidak seimbang.
2. Hypertermi berhubungan dengan proses infeksi.
3. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan obstruksi apendiks.
5. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan proses pembedahan/
apendiktomy.

Diagnosa post operasi menurut Doenges, (2000). Carpenito, (2006) :


1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya insisi
bedah.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan efek anestesi.
3. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual-muntah.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya insisi pembedahan.

K. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi keperawatan pre operasi menurut Doenges, (2000) dan Carpenito , (2006)
yaitu :

1. Resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan


input dan output yang tidak seimbang.
Tujuan:

Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

diharapkan

kebutuhan cairan dan elektrolit akan terpenuhi dengan kriteria hasil:


a. Bibir tidak kering.
b. Membran mukosa lembab.
c. Turgor kulit baik.

Intervensi:
1) Awasi TD dan nadi.
Rasional: tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi
volume intravaskuler.
2) Lihat membran mukosa, kaji turgor kulit, dan pengisian
kapiler.
Rasional: indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi
seluler.
3) Awasi masukan dan haluaran, catat warna urine/ konsentrasi,
berat jenis.
Rasional: penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan
berat jenis diduga dehidrasi/ kebutuhan peningkatan cairan.
4) Berikan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus
pada perlindungan bibir.
Rasional: dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan
pecah- pecah.
5) Kolaborasi pemberian cairan IV dan elektrolit.
Rasional: peritoneum bereaksi terhadap iritasi/ infeksi dengan
menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan
volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi
dan dapat terjadi keseimbangan elektrolit.

2. Hypertermi berhubungan dengan proses infeksi.


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak
terjadi hipertermi dengan kriteria hasil:
a. Suhu tubuh dalam batas normal ( 36- 37 C ).
b. Pasien terlihat nyaman.

Intervensi:
1) Monitor suhu tubuh.
Rasional: mengetahui perkembangan suhu tubuh.
2) Berikan kompres.
Rasional: perpindahan panas secara konduksi.
3) Anjurkan klien memakai pakaian yang tipis dan menyerap
keringat.
Rasional: pakaian tipis memungkinkan pengurangan panas
secara evaporasi.
4) Kolaborasi pemberian antipieretik.
Rasional:

antipieretik

bermanfaat

untuk

menstabilkan

termoregulasi.

3. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi
akan terpenuhi dengan kriteria hasil:
a. Nafsu makan meningkat.
b. Berat badan normal (ideal)
c. Tidak ada tanda mal nutrisi.

Intrevensi:

1) Kaji kebiasaan diit dan masukan makanan.


Rasional: mengidentifikasi kekurangan nutrisi.
2) Berikan makanan yang disukai pasien dengan porsi kecil tapi
sering.
Rasional: porsi lebih kecil dapat meningkatkan asupan.
3) Catat berat badan dan bandingkan dengan saat berikutnya.
Rasional: memberikan informasi tentang keadekuatan masukan
diit/ penentuan kebutuhan nutrisi.
4) Awasi pemeriksaan laboratorium yaitu Hb/ Ht dan elektrolit.
Rasional: indikator kebutuhan cairan/ nutrisi dan keefektifan
terapi dan terjadinya komplikasi.
5) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk diit klien.
Rasional:

perlu

bantuan

dalam

perencanaan

diit

yang

memenuhi kebutuhan nutrisi.

4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan obstruksi apendiks.


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri
akan berkurang bahkan hilang dengan kriteria hasil
a. Skala nyeri 0- 1.
b. Pasien tampak nyaman.

Intervensi:
1) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya ( . Selidiki dan
laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
Rasional:

Berguna

dalam

pengawasan

keefektifan

obat,

kemajuan penyembuhan. Perubahan pada karakteristik nyeri


menunjukan terjadinya abses/ peritonitis, memerlukan upaya
evaluasi medic dan intervensi.
2) Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi.
Rasional: meningkatkan relaksasi membantu memfokuskan

kembali perhatian dan dapat meningkatkan koping.


3) Anjurkan klien untuk mengulang teknik tersebut apabila nyeri
timbul.
Rasional: mengupayakan kemandirian pasien dapat mengontrol
nyeri.
4) Monitor tanda- tanda vital.
Rasional: nadi, tekanan darah, dan pernapasan yang meningkat
merupakan indikasi adanya nyeri.
5) Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional: analgetik membantu mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan.
5. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan proses pembedahan/
apendiktomy.
Tujuan:

Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

diharapkan

pengetahuan meningkat dengan kriteria hasil:


a. Klien menyatakan pemahaman mengenai pengobatan.
b. Klien akan Berpartisipasi dengan program pengobatan.

Intervensi:
1) Jelaskan tentang proses penatalaksanaan penyakit pasien.
Rasional

menambah

pengetahuan

klien

mengenai

penatalaksanaannya
2) Berikan informasi tentang efek dari pembedahan

Rasional : menambah pengetahuan klien mengenai keadaan


yang dialaminya
3) Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan

tentang masalahnya
Rasional : untuk menentukan tindakan lebih lanjut
4) Berikan informasi lebih lanjut pada klien dan keluarga

mengenai keadaan dirinya

Rasional : mencegah kecemasan pada klien


5) Dorong klien untuk menanyakan kedokter salama di rawat di
rumah sakit
Rasional : Untuk mengklarifikasi kekhatiran dan memberikan
akses kepada penjelasan yang spesifik.
Intervensi keperawatan post operasi menurut Doenges, (2000) Carpenito (2006)
yaitu :

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya insisi


bedah.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri
akan berkurang bahkan hilang dengan kriteria hasil
a. Skala nyeri 0- 1.
b. Pasien tampak nyaman.

Intervensi:
1) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya ( . Selidiki dan
laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
Rasional:

Berguna

dalam

pengawasan

keefektifan

obat,

kemajuan penyembuhan. Perubahan pada karakteristik nyeri


menunjukan terjadinya abses/ peritonitis, memerlukan upaya
evaluasi medic dan intervensi.
2) Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi.
Rasional: meningkatkan relaksasi membantu memfokuskan
kembali perhatian dan dapat meningkatkan koping.
3) Anjurkan klien untuk mengulang teknik tersebut apabila nyeri
timbul.
Rasional: mengupayakan kemandirian pasien dapat mengontrol
nyeri.
4) Monitor tanda- tanda vital.

Rasional: nadi, tekanan darah, dan pernapasan yang meningkat


merupakan indikasi adanya nyeri.
5) Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional: analgetik membantu mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan efek anestesi.


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan
mobilitas dapat diatasi dengan kriteria hasil :
a. Klien menunjukan kemampuan aktivitas.

Intervensi:
1) Kaji ulang tingkat aktifitas klien.
rasional : gangguan fungsi motorik bermacam macam, pada
lokasi trauma mempengaruhi tipe dan pemilihan intervensi.
2) Ajarkan tirah baring pada klien( latihan ROM).
Rasional : meningkatkan aliran darah kesemua daerah.
3) Libatkan keluarga dalam ADL klien.
Rasional

meningkatkan

kekuatan

otot

dan

sirkulasi,

meningkatkan kontrol pasien dalam situasi dan meningkatkan


kesehatan diri langsung.

3. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi
akan terpenuhi dengan kriteria hasil:
a. Nafsu makan meningkat.
b. Berat badan normal (ideal)
c. tidak ada tanda mal nutrisi.

Intrevensi:
1) Kaji kebiasaan diit dan masukan makanan.
Rasional: mengidentifikasi kekurangan nutrisi.
2) Berikan makanan yang disukai pasien dengan porsi kecil tapi
sering.
Rasional: porsi lebih kecil dapat meningkatkan asupan.
3) Catat berat badan dan bandingkan dengan saat berikutnya.
Rasional: memberikan informasi tentang keadekuatan masukan
diit/ penentuan kebutuhan nutrisi.
4) Awasi pemeriksaan laboratorium yaitu Hb/ Ht dan elektrolit.
Rasional: indikator kebutuhan cairan/ nutrisi dan keefektifan
terapi dan terjadinya komplikasi.
5) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk diit klien.
Rasional:

perlu

bantuan

dalam

perencanaan

diit

yang

memenuhi kebutuhan nutrisi.

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya insisi pembedahan.


Tujuan:

Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

diharapkan

kebutuhan cairan dan elektrolit akan terpenuhi dengan kriteria hasil:


a. Bebas dari tanda- tanda infeksi.
b. Tanda- tanda vital normal.

Intervensi:
1) Awasi tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat,
perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen.
Rasional: dugaan adanya inveksi/ terjadinya sepsis, abses,
peritonotis.
2) Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/ drein
( bila dimasukan ), adanya eritema.
Rasional: memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, dan

atau pemgawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada


sebelumnya.
3) Pertahankan perawatan luka setiap hari dan pertahankan
balutan kering.
Rasional: melindungi pasien dari kontaminasi silang selama
penggantian balutan. Balutan basah bertindak sebagai sumbu
retrograd, memyerap kontaminan ekstrenal.
4) Kolaborasi pemberian antibiotik.
Rasional: diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi
infeksi

DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Sudarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 2, Alih
Bahasa dr. H. Y. Kureasa, Editor Monica Ester, SKp. Jakarta : EGC.

Carpenito , LJ. 2006. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Diagnosa


Keperawatan dan Masalah Kalaboratif , Edisi 10 . EGC : Jakarta.
Doenges Marilyn, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi III, Jakarta : EGC.

Ester,

Monica.

2002.

Keperawatan

Medikal

Bedah

Pendekatan

Sistem

Gastrointestinal. EGC: Jakarta.


Irianto Kus. 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Untuk Paramedis. Yrama Widya :
Bandung.
Inayah, Iin. 2004. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem

Pencernaan. Salemba Medika: Jakarta.


Oswari, E.. 2005. Bedah dan Keperawatannya. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Rudolph, Abraham, M.dkk..2007. Buku Ajaran Pediatri Rudolph, Volume 2, Edisi 20,
Buku Kedokteran. EGC : Jakarta.
R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II, Jakarta : EGC.
ferry setyawan di 12.39
Berbagi

Tidak ada komentar:

Beranda

Lihat versi web


MENGENAI SAYA

ferry setyawan
Ikuti

Lihat profil lengkapku


Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai