Anda di halaman 1dari 65

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan polimer dalam kehidupan sehari-hari sudah menjadi bagian dari
hidup kita. Barang-barang seperti kertas, plastik, karet, serat-serat alamiah,
merupakan produk-produk polimer. Penggunaan polimer dalam kehidupan seharihari didasari dari sifat dari polimer itu sendiri. Polimer memiliki beberapa sifatsifat yang dibutuhkan dalam membuat produk tertentu seperti kekuatan,
ketahanannya, kebeningannya, ketahanan cuaca serta ketahanan panas dan nyala,
serta daya tarik. Sifat-sifat polimer tersebut pasti akan selalu berhubungan dengan
sifat fisika dan sifat kimia dari bahan penyusun polimer tersebut. Karena sifatsifat tersebutlah, suatu polimer dibutuhkan untuk tujuan komersial.
Sekarang ini penggunaan polimer sudah mulai digabungkan dengan bahan
lain atau bisa disebut dengan komposit. Pembuatan komposit bertujuan untuk
membuat suatu produk atau barang yang memiliki sifat-sifat yang diingkan
tergantung kebutuhan. Selain itu, komposit juga bisa dikembangkan menjadi
bahan alternative untuk mengurangi penggunaan polimer serta memperbaiki sifat
dasar yang dimiliki oleh polimer.
Komposit memiliki sifat dan karakter yang berbeda-beda, hal tersebut
membuat komposit lebih unggul dibanding material penyusunnya. Karena sifat
dan karakternya tersebutlah yang menjadikan komposit menjadi bahan alternatif
adalah material penyusunnya. Beberapa keunggulan komposit antara lain : mudah

dibentuk, berkekuatan tinggi, ringan, tetap kokoh tanpa berubah bentuk, isolasi
listrik yang baik, anti karat dan mudah dikombinasikan dengan bahan lain.
Ada beberapa jenis polimer yang digunakan sebagai bahan penyusun
komposit. Namun pada penelitian ini saya menggunakan polimer HDPE. Ditinjau
dari sifat mekanik yang dimilikinya, polimer HDPE memiliki keunggulan
modulus elastisitas dibandingkan dengan polimer yang lainnya dan sebanding
dengan logam1. Tetapi polimer HDPE saja tidak cukup untuk membuat komposit
yang tangguh. Polimer polietilena masih mebutuhkan material penguat untuk
lebih meningkatkan sifat mekanik dan sifat termal yang dapat dihasilkannya.
Salah satu kekurangan polimer HDPE adalah tidak tahan terhadap panas atau
memiliki titik leleh yang rendah. Maka dari itu pembuatan komposit polimer
polietilena membutuhkan material tambahan. Material yang digunakan dalam
penelitian ini adalah serat alam.
Pembuatan komposit dari polimer HDPE dan penggabungan dengan serat
alam merupakan hal yang menguntungkan. Selain lebih ramah lingkungan karena
dapat mengurangi jumlah atau volume penggunaan polimer itu sendiri, dapat juga
meningkatkan kekuatan mekanik. Selain itu sifatnya sebanding dengan komposit
sintetis, serta memiliki keandalan sebagai sumber daya terbarukan. Pembuatan
komposit polimer HDPE dengan menggabungkan serat alam lebih murah dan
lebih mudah. Karena bahan serat alam sangant banyak di negara seperti Indonesia

1Karl Schutle dan Frank Von Lacroix, Comprehensive composite Metrials: Polyethylene
Matrix Composites, Volume 2 (Germany:Technical University Hamburg, 2014), h. 3.

Serat alam yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah eceng gondok.
Banyaknya populasi eceng gondok di Indonesia membuat eceng gondok mudah
didapat. Selain mudah didapat eceng gondok merupakan gulma di air karena
pertumbuhannya yang cepat. Karena pertumbuhan yang cepat (3% per hari),
maka eceng gondok dapat menutupi permukaan air dan menimbulkan masalah
lingkungan.
Selain memiliki kerugian tehadap lingkungan, eceng gondok juga memiliki
beberapa keuntungan. Keuntungan tersebut karena eceng gondok mempunyai
sifat-sifat yang baik antara lain dapat menyerap logam-logam berat, senyawa
sulfide, selain itu mengandung protein lebih dari 11,5% dan mengandung selulosa
yang lebih tinggi dari non selulosanya seperti lignin, abu, lemak, dan zat-zat lain.
Penggunaan serat eceng gondok diharapkan dapat meningkatkan sifat mekanik
kompsoit.
Selain menggunakan serat alam, komposit yang akan dibuat adalah dengan
menambahkan Carbon Nanotube (CNT). Pemilihan bahan menggunakan CNT
adalah karena material tersebut memiliki stabilitas termal yang sangat tinggi yaitu
750C di udara bebas dan juga memiliki ukuran yang sangat kecil, yakni

berdiameter 1 nanometer. CNT merupakan jenis fullerene yang berbentuk silinder


dengan dinding karbon heksagonal (struktur grafit) dan seringkali tertutup pada
kedua sisinya2.

2H.W. Kroto, et. al., C60: Buckminsterfullerene. Jurnal Nature, Volume 318, 1985,
hh.162-163.

Pada penilitian ini akan diteliti tentang pemanfaatan serat eceng gondok
sebagai bahan baku pembuatan komposit, dilanjutkan dengan penambahan
carbon nanotube yang bertujuan untuk meningkatkan sifat termal komposit
terutama pada temperatur leleh, karena carbon nanotube memiliki konduktifitas
1

1
termal sebesar 3500 W . m . [ K ]

lebih baik daripada tembaga 385 W. m

[K ]1 .
Pengaplikasian komposit polimer HDPE dengan serat alam dan CNT adalah
bagian kendaraan yang berhubungan dengan panas. Oleh karena itu, penelitian ini
difokuskan pada pengaruh penambahan serat eceng gondok dan carbon nanotube
terhadap sifat termal HDPE. Penggunaan variasi komposisi antara komposit
HDPE dengan serat alam eceng gondok dan carbon nanotube (CNT) diharapkan
dapat memperbaiki sifat termal yang ada.

1.2. Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada, maka dapat
diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pembuatan komposit High Density Polyethylene (HDPE)
dengan serat eceng gondok dan CNT sebagai penguat?
2. Apakah pengaruh variasi serat eceng gondok terhadap temperatur leleh
komposit HDPE, eceng gondok dan CNT?

1.3. Pembatasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini antara lain :


1. Penguat yang digunakan adalah serat eceng dan carbon nanotube (CNT)
2. Matriks yang digunakan adalah HDPE
3. Pengujian spesimen yang dilakukan adalah uji termal dengan Differerntial
Scanning Calorymetri (DSC).

1.4.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah di
atas maka perumusan masalah yang diangkat adalah, Apakah pengaruh variasi
serat eceng gondok terhadap temperatur leleh komposit HDPE, eceng gondok
dan CNT?

1.5.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada masalah yang telah dirumuskan, maka penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi serat eceng gondok terhadap
temperatur leleh komposit HDPE, eceng gondok dan CNT

1.6.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat yang baik
secara teoritis maupun praktis, antara lain yaitu :

1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah agar dapat member
manfaat dalam mengembangkan penelitian dalam bidang material komposit.
2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diharapkan secara praktis adalah agar dapat dijadikan
sebagai bahan referensi dalam mengembangkan pengaplikasian material
komposit yang dibutuhkan dalam dunia Industri.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.

Landasan Teori
2.1.1 Komposit
Menurut Kronschwitz, komposit adalah bahan yang terbentuk apabila dua
atau lebih komponen yang berlainan digabung. Sedangkan Mazumdar
mendefinisikan komposit sebagai sebuah kombinasi dari dua atau lebih
komponen yang berbeda dalam bentuk atau komposisi pada skala makro,
dengan dua atau lebih phasa yang berbeda yang mempunyai ikatan antarmuka
yang diketahui antara dua komponen tersebut3.
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa komposit adalah gabungan
antara dua atau lebih material yang pada permukaannya tidak tercampur atau
tidak bereaksi secara kimia, sehingga komposit memiliki keunggulan pada
sifat fisik dan mekanik yang merupakan penggabungan sifat-sifat unggul dari
masing-masing unsur pembentuknya.
Pada komposit, penggabungan unsur-unsurnya secara makroskopis, yakni
sifat-sifat unsur pembentuknya masih terlihat jelas, hal ini berbeda dengan
paduan atau alloy, yang penggabungan unsur-unsurnya dilakukan secara
mikroskopis4.
Karena sifatnya komposit diciptakan. Tujuan dari pembuatan komposit itu
sendiri adalah memperbaiki sifat mekanik dan/atau sifat spesifik tertentu,

3Mazumdar, S.K., 2002, Composite Manfacturing: Materials, Product, and Process


Engineering dikutip dari Agus Edy Pramono, Karakteristik Komposit Karbon-Karbon
Berbasis Limbah Organik Hasil Proses Tekan Panas (Depok: Fakultas Teknik Universitas
Indonesia, 2012), halaman 19.
4Bambang Kismono Hadi, Mekanika Struktur Komposit (Jakarta: Direktorat Pembinaan
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Dirjen DIKTI, 2000), halaman 1.

mempermudah design yang sulit pada manufaktur, keleluasaan dalam


bentuk/design yang dapat menghemat biaya menjadikan bahan lebih ringan.
Saat ini material komposit sudah semakin banyak dikembangkan
penggunaannya baik dalam bidang industri otomotif maupun dalam bidang
lainnya seperti penerbangan, konstruksi bangunan, peralatan olahraga, sampai
pada perlengkapan rumah tangga. Ringan dan tahan korosi serta beberapa
keunggulan lainnya merupakan salah satu alasan untuk menjadikan material
komposit sebagai pilihan utama dalam pengembangan produk. Dalam
bukunya, Mike Ashby menyebutkan bahwa kekuatan material komposit telah
dapat mencapai diatas 1000 MPa dan melebihi kekuatan beberapa material
dari bahan logam5.
Secara umum komposit terdiri dari material pengikat (matriks) dan
material penguat (reinforce). Matriks adalah fasa dalam komposit yang
mempunyai bagian atau fraksi volume terbesar (dominan). Penggunaan
matriks bertujuan untuk mentransfer tegangan ke serat, membentuk ikatan
koheren, permukaan matrik/serat, melindungi serat, memisahkan serat,
melepas ikatan, tetap stabil setelah proses manufaktur. Matriks dalam
pembuatan komposit tergantung darisifat yang diinginkan dari pembuatan
komposit tersebut, akan tetapi material yang banyak digunakan adalah logam,

5Michael F. Ashby dan David R.H. Jones, Engineering Maerials 2 An Introduction to


Microstructures, Processing, and Design, (England: Departement Of Engineering,
Cambridge University, Oxford, Second Edition 1998), halaman 224 dikutip dari Rimbun
Turnip, Penggunaan Komposit Epoksi Berpenguat Serat Kevlar Sebagai Bahan Alternatif
Kebocoran Pipa (Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010), halaman 6.

keramik, dan polimer6. Sedangkan rainforce atau filler merupakan penguat


yang berfungsi sebagai penanggung beban utama pada komposit.
Berdasarkan matriksnya, komposit dapat diklasifikasikan menjadi 3
kelompok besar, yaitu:
a. Komposit matriks polimer(KMP)
b. Komposit matriks logam (KML)
c. Komposit matriks keramik
Sedangkan berdasarkan penguatnya, komposit dibagi menjadi tiga bagian
utama dan sub-bagiannya dijelaskan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Klasifikasi komposit.


Dari Gambar komposit berdasakan jenis penguatnya dapat dijelaskan sebagai
berikut :
a. Particulate composite, penguatnya berbentuk partikel
b. Fibre composite, penguatnya berbentuk serat
6 Bodja Suwanto, Pengaruh Temperatur Post-Curing Terhadap Kekuatan Tarik Komposit
Epoksi Resin Yang Diperkuat Woven Serat Pisang, e-Jurnal Wahana, halaman 2.

10

c. Structural composite, cara penggabungan material komposit


Pada penelitian ini, unsur utama yang digunakan adalah
serat,

karena

serat

dapat

menentukan

karakteristik bahan

komposit, seperti: kekakuan, kekuatan, serta sifat-sifat mekanik yang lain7.


Oleh karena itu, bahan serat yang digunakan merupakan bahan yang kuat dan
getas, seperti: karbon, kaca, dan boron. Dalam penelitian ini bahan serat yang
digunakan adalah karbon, yaitu carbon nanotube (CNT) dengan material
penguat serat alam. Pemanfaatan komposit dengan serat alami diyakini akan
mengalami kenaikan signifikan sehubungan juga dengan tuntutan pelestarian
lingkungan yang semakin tinggi karena komposit serat alam sangat ramah
lingkungan.
2.1.1.1 Komposit Berpenguat Serat (fiber komposite)
Komposit berpenguat serat merupakan jenis komposit yang hanya terdiri
dari satu lamina atau satu lapisan menggunakan serat penguat. Serat yang
digunakan biasanya berupa serat gelas, serat karbon, serat aramid dan
sebagainya. Serat ini bisa disusun secara acak maupun dengan orientasi
tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti anyaman.
Tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari serat yang
digunkan, karena beban tegangan yang dikenakan pada komposit mulanya
diterima oleh matriks akan diteruskan kepada serat, sehingga serat akan
menahan beban sampai beban maksimum. Oleh sebab itu serat harus

7Bambang Kismono Hadi, Op.Cit.

11

mempunyai tegangan tarik dan modulus elastisitas yang lebih tinggi daripada
matrik penyususn komposit. Komposit yang diperkuat dengan serat dapat
digolongkan menjadi dua bagian yaitu:
a. Komposit serat pendek (short fiber composite)
Komposit yang diperkuat dengan serat pendek umumnya sebagai
matriknya adalah resin termoset yang amorf atau semi kristalin. Material
komposit yang diperkuat dengan serat pendek dapat dibagi menjadi dua
bagian yaitu:
1. Material komposit yang diperkuat dengan serat pendek yang mengandung
orientasi secara acak (inplane random orientation). Secara acak biasanya
derajat orientasi dapat terjadi dari suatu bagian ke bagian lain.
2. Material komposit yang diperkuat dengan serat pendek yang terorientasi
atau sejajar satu dengan yang lain.
Tujuan pemakaian serat pendek adalah memungkinkan pengolahan yang
mudah, lebih cepat, produksi lebih murah dan lebih beraneka ragam.
b. Komposit serat panjang (long fiber composite)
Keistimewaan
diorientasikan, jika

komposit

serat

panjang

adalah

lebih

mudah

dibandingkan dengan serat pendek. Walaupun

demikian serat pendek memiliki rancangan lebih banyak. Secara teoritis


serat panjang dapat menyalurkan pembebanan atau tegangan dari suatu
titik pemakaiannya. Pada praktiknya, hal ini tidak mungkin karena
variabel pembuatan komposit serat panjang tidak mungkin memperoleh
kekuatan tarik melampaui panjangnya. Perbedaan serat panjang dan serat

12

pendek yaitu serat pendek dibebani secara tidak langsung atau kelemahan
matriks akan menentukan sifat dari produk komposit tersebut yakni jauh
lebih kecil dibandingkan dengan besaran yang terdapat pada serat panjang.
Bentuk serat panjang memiliki kemampuan yang tinggi, disamping itu kita
tidak perlu memotong-motong serat.
Fungsi penggunaan serat sebagai penguat secara umum adalah sebagai
bahan yang dimaksudkan untuk memperkuat komposit, disamping itu
penggunaan serat juga mengurangi pemakaian resin sehingga akan
diperoleh

suatu komposit yang lebih kuat, kokoh dan tangguh jika

dibandingkan produk bahan komposit yang tidak menggunakan serat


penguat.
Dari definisi di atas dapat dilihat bahwa komposit serat panjang dan
komposit serat pendek memiliki beberapa kelemahan dan keunggulannya
masing-masing. Penguat serat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
komposit serat pendek dengan orientasi acak, karena material tersebut
mudah dalam pengelolaannya.
2.1.2

Polimer
Polimer berasal dari kata bahasa yunani yaitu polus (berarti banyak)
dan meros (yang berarti bagian), yang mana menunjuk pada struktur
polimer yang tersusun atas unit ulangan. Polimer merupakan senyawa
kimia yang mempunyai massa molekul sangat tinggi dan tersusun dari unit
ulangan

sederhana

yang

tergabung

melalui

proses

polimerisasi

(pembentukan polimer dari unit monomer). Istilah polimer pertama kali

13

digunakan oleh Berzelius seorang kimiawan dari Swedia pada tahun


1883.8
Polimer sangat luas pemanfaatan di dunia ini. Maka dari itu, polimer
banyak dikembangkan sebagai materi baru. Dengan banyaknya jenis
polimer, maka sistem klasifikasi polimer akan sangat membantu untuk
untuk mengenali jenis polimer. Polimer umumnya dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa kelompok antara lain jenis monomer, sumber, sifat
termal, serta reaksi pembentukannya.
a) Polimer berdasarkan jenis monomernya
Berdasarkan sifat alami unit pengulangan monomernya, polimer dapat
dikategorikan menjadi Homopolimer dan Kopolimer. Homopolimer
adalah polimer yang terbuat dari jenis monomer yang sama, seperti
polivinil klorida. Sedangkan kopolimer terjadi ketika dua atau lebih unit
monomer bergabung lewat polimerisasi membentuk polimer, contohnya
adalah nilon.
b) Polimer berdasarkan sumber
Berdasarkan asalnya polimer dapat dikategorikan menjadi tiga jenis,
yaitu polimer alam, polimer semi sintetis, dan polimer sintetis. Polimer
alam yaitu polimer yang brasal dari alam seperti pada hewan dan
tumbuhan, contohnya protein, selulosa, dan karet. Polimer semi sintetis,
merupakan turunan dari dari polimer alam, conntohnya selulosa asetat
yang berasal merupakan turunan dari dari selulosa yang terbentuk dari
asetilasi selulosa. Polimer sintetis adalah polimer yang didapat melalui

8Rikson A.F. Siburian dan Tuan Raja Simbolon, Polimer: Ilmu Material, USU Press, Medan,
2008, hal.5.

14

polimerisasi dari monomer-monomer polimer, polimer ini biasa disebut


polimer tiruan seperti karet sintetis.
c) Polimer berdasarkan reaksi pembentukannya
Polimer terbentuk melalui reaksi polimerisasi digolongkan menjadi 2,
yaitu polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi. Polimerisasi adisi
yaitu penggabungan molekul-molekul yang berkaitan rankap dan
membentuk rantai molekul yang panjang. Polimerisasi adisi dapat
berlangsung dengan bantuan katalisator. Polimerisasi kondensasi yaitu
reaksi antara dua gugus fungsional pada molekul-molekul monomer yang
berinteraksi membentuk polimer dengan melepaskan molekul kecil seperti
(H2O, NH3). 9
d) Polimer berdasarkan sifat termal
Berdasarkan sifat termal polimer dibagi menjadi dua, yaitu polimer
termoplastik dan polimer termoset, yaitu polimer yang dapat dipanaskan
berulang-ulang karena polimer termoplastik melunak bila dipanaskan dan
mengeras bila didinginkan sehingga apabila pecah dapat disambung
kembali dengan pemanasan atau dicetak ulang dengan pemnasan.
Polimer termoplastik terdiri dari molekul-molekul rantai lurus atau
bercabang. Sedangkan polimer termoset, yaitu polimer yang hanya dapat
dipanaskan satu kali pada saat pembuatan dan tidak dapat dicetak ulang
dengan pemanasan. Polimer temoset terdiri atas ikatan antar rantai

9Teguh Pangajuanto dan Tri Rahmidi, Kimia 3 Untuk SMA/MA kelas XII. Pusat Perbukuan,
Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2009, hal. 212

15

molekul-molekul yang saling bersilangan, sehingga menimbulkan sifat


bahan menjadi keras dan lebih kaku.10
2.1.2.1 Polimer Termoplastik
Polimer termoplastik adalah polimer yang mempunyai sifat tahan
terhadap panas. Jika polimer ini dipanaskan, maka akan menjadi lunak
dan jika didinginkan akan mengeras. Proses tersebut dapat terjadi
berulang kali, sehingga dapat dibentuk ulang dalam berbagai bentuk
melalui cetakan tertentu.
Polimer termoplastk tidak memiliki ikatan silang antar rantai
polimernya, melainkan dengan struktur molekul linear atau bercabang.
Polimer termoplastik memiliki sifat-sifat khusus, seperti: 11
Berat molekul kecil
Tidak tahan terhadap panas
Jika dipanaskan akan melunak
Jika didinginkan akan mengeras
Mudah diregangkan
Fleksibel
Titik leleh rendah
Dapat dibentuk ulang
Mudah larut dalam pelarut yang sesuai
Memiliki struktur molekul linear/bercabang.
Berikut contoh polimer termoplastik yang digunakan dalam kehidupan
sehari-hari.
a) Polietilena (PE), seperti botol plastic, mainan, ember, isolasi
kawat, kantung plastic dan jas hujan.
b) Polivinilklorida (PVC) yang digunakan sebagi bahan untuk
memproduksi pipa air, pipa kabel listrik, kulit sintetis, ubin plastic,
piringan hitam, sol sepatu, sarung tangan dan botol detergen.
10Ibid. hal.209.
11Rikson A.F. Siburian dan Tuan Raja Simbolon, Op. Cit. hal.11

16

c) Polipropilena (PP) kebanyakn digunakan sebagi wadah makanan


dan minuman, karena polimer ini tidak merusak makanan meski
digunakan dalam keadaan panas. Selain itu polipropilena
digunakan untuk membuat prosuk lainnya seperti karung, tali, bak
air, kursi plastic, peralatan rumah sakit, komponen mesin cuci dan
permadani.
d) Polistirena yang digunakan sebagai bahan pembuat barang-barang
seperti isolator, sol sepatu, penggaris, dan gantungan baju. 12
2.1.2.2 Polietilena
Polietilena adalah termoplastik yang digunakan secara luas oleh
masyarakat. Polietilena adalah polimer yang terdiri dari rantai panjang
monomer.
Polietilena Klasifikasi berdasarkan kepadatan dan percabangan
molekul. Sifat mekanis polietilena tergantung dari tipe percabangan,
struktur Kristal, dan berat molekulnya.
Berikut adalah klasifikasi polietilena berdasarkan tipe percabangan.
Polietilena berdinseti sangat rendah (Very low density polyethylene/

VLDPE).
Polietilena berdinsitas rendah (Low density polyethylene/LLDPE)
Polietilena
berdensitas
menengah
(Medium
density

polyethylene/MDPE)
Polietilena berdensitas tinggi (High density polyethylene/HDPE)
Dilihat dari kristalinitas dan massa molekul, titik leleh, dan transisi
gelas, sulit untuk melihat sifat fisik polietilena. Temperatur titiknya
bervariasi tergantung pada tipe polietilena. Titik leleh pada densitas
12UT. Haryanto, Polimer Termoplastik dan Termosetting, diakses dari http:??www.chem-istry.org/materi_kimia/kimia-polimer/klasifikasi-polimer/polimer-termoplastik-dantermosetting/, pada tanggal 3 Agustus 2015 pukul 20.00.

17

menengah dan tinggi berkisar antara 120C sampai 130C. sedangkan


pada polietilena berdensitas rendah berkisar 105C sampai 115C.
2.1.2.3 High Density Polyethylene (HDPE)
High Density Polyethylene (HDPE) atau polietilena berdensitas tinggi
adalah polietilena termoplastik yang terbuat dari minyak bumi. Polietilena
HDPE memiliki rantai antar molekul yang sedikit lebih banyak
dibandingkan LDPE, hal ini mengakibatkan HDPE memiliki densitas
yang lebih tinggi dari LDPE. Berikut perbandingan densitas HDPE
dengan polietilena lainnya. 13
Tabel 2.1 Perbandingan Densitas Polietilena
Polietilena
Densitas
Very low density polyethylene/ VLDPE
Low density polyethylene/LLDPE
Medium density polyethylene/MDPE
High density polyethylene/HDPE

0.880-0.915 g/cm3
0.910-0.940 g/cm3
0.926-0.940 g/cm3
>0.941 g/cm3

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa massa molekul HDPE lebih
tinggi dari polietilena lainnya. Meskipun kepadatannya sedikit lebih tinggi
dari polietilena lainnya, HDPE memiliki sedikit percabangan, hal ini
memberikan gaya antar molekul dan kekutan tarik lebih tinggi dari
polietilena lainnya. Selain itu HDPE juga dapat menahan suhu lebih tinggi
dari polietilena lainnya.
Karena tinggi kekutan densitas yang tinggi, membuat HDPE
digunakan sebagai alat-alat yang mampu menahan panas seperti botol
plastik, pipa tahan korosi, dan tempat sampah.
2.1.2.4 Karakteristik HDPE
13Tata Surdia dan Shinroku Saito, Pengetahuan Bahan Teknik, cetakan keempat, Pradnya
Paramita, Jakarta 1999, hal 209

18

Berikut akan disajikan karakteristik, serta sifat fisika, sifat kimia dan
mekanik dari polietilena HDPE

Tabel.2.2 Karakteristik dan sifat fisika kimia HDPE14


Parameter
Keterangan
Nama Kimia
High Density Polyethylene
Singkatan
HDPE
Sinonim
Polyethylen
Rumus Molekul
(C2H2)11
Fisik
Padat
Melting Point
135C
Spesific Gravity (at 20C)
0,94-0,958
(water=1)
Tabel.2.3 Sifat Fisika dan Mekanik HDPE
Sifat fisika dan mekanik
HDPE rantai lurus
Titik Leleh
125-130C
Derajat Kristalisasi
85-95%
Berat jenis
0.95-0,96%
Titik lunak
124C
Kekuatan Tarik
245 kgf/cm2
Perpanjangan
100%
Berdasarkan penjelasan kelebihan sifat fisik dan mekanik yang dimiliki
HDPE, maka peneliti menggunakan paduan HDPE sebagai bahan komposit.

2.1.3

Carbon Nanotubes (CNT)


Carbon nanotube adalah salah satu struktur carbon yang berbentuk
seperti silinder dengan diameter dalam orde nanometer. Salah satu

14Sitepu,I.W Pengaruh Konsentrasi Maleat Anhidrat Terhadap Derajat Grafting Maleat


Anhidrat Pada High Density Polyethylene (HDPE) Dengan Inisiator Benzoil Peroksida,
Skripsi, FMIPA, USU, Medan 2009.

19

keunikan dalam struktur ini adalah kelebihannya dalam hal kekuatan, sifat
keelektrikannya, dan juga sifat dalam penghantaran panas yang baik.
Struktur ini memiliki bermacam bentuk turunan yang masing-masing
memiliki sifatnya tersendiri.
Struktur carbon nanotube yang unik memungkinkannya memiliki sifat
kenyal, daya regang, dan stabil dibandingkan struktur carbon lainnya.
Kelebihannya ini dapat dimanfaatkan dalam pengembangan struktur
bangunan yang kuat, struktur kendaraan yang aman, dan lainnya. Hal ini
dikarenakan carbon nanotube memiliki ikatan sp3 menyerupai struktur di
grafit. Ikatan ini lebih kuat dibandingkan dengan struktur ikatan sp2 yang
dimiliki oleh intan. Dengan demikian secara alami carbon nanotube akan
membentuk ikatan yang sangat kuat.
Carbon nanotube memiliki koordinat karbon tiga cabang yang secara
keseluruhan berbentuk silinder, seperti terlihat pada Gambar 2.2. Sebuah
single wall nanotube (SNWT) memiliki bentuk satu silinder, seperti
terlihat pada Gambar 2.3. Sedangkan, multiwall nanotube (MNWT) terdiri
atas sekumpulan silinder yang secara berturut-turut memiliki ukuran
diameter yang berbeda-beda, diantara masing-masing slinder terdapat
jarak, seperti terlihat pada Gambar 2.4. MNWT memiliki diameter slinder
terluar sebesar > 30nm dan

panjang 3mm. Carbon nanotube dapat

menjadi konduktor dan semi konduktor15.

15Tata Surdia dan Shinroku Saito, Op.cit., halaman 41 dan 42

20

Gambar 2.2. Struktur carbon nanotube16

Gambar 2.3. Struktur single-wall nanotube17

Gambar 2.4. Struktur multi-wall nanotube18


16http://en.wikipedia.org/wiki/Carbon_nanotube diakses pada tanggal 15 Mei 2014 pukul
12.15.
17Ibid.
18Ibid.

21

Carbon nanotube memiliki perbandingan panjang dengan diameter


sebesar 132.000.000 : 119. Carbon nanotube memiliki masa jenis yang ringan
3
yaitu 1,3 sampai dengan 1,4 gr/ cm , dan memiliki kekuatan tarik sebesar

1
48.000 kN.m. kg lebih besar daripada baja karbon tinggi 154 kN.m.

kg1 . SNWT memiliki konduktivitas termal sebesar 3.500 W. m1 .

K1 lebih besar daripada tembaga yaitu sebesar 385 W. m1 . K1 .


Terdapat banyak jenis karbon seperti serat grafit, tetapi itu bukan
SNWT ataupun MNWT. Komposit dengan penguat serat grafit sering
digunakan untuk badan pesawat terbang, peralatan olahraga, dan aplikasiaplikasi lainnya karena kekakuannya dan beratnya yang ringan20.
Penemuan dari carbon nanotube telah memicu perkembangan teknologi
nano, seperti kabel semi konduktor berukuran nano dan alat field effect
transistor (FET). Perkembangan teknologi nano meliputi molekul elektronik,
komposit multifungsi, material yang kuat dan ringan, pengukuran fisika pada

19 Wang, X.; Li, Qunqing; Xie, Jing; Jin, Zhong; Wang, Jinyong; Li, Yan; Jiang, Kaili; Fan,
Shoushan (2009). "Fabrication of Ultralong and Electrically Uniform Single-Walled Carbon
Nanotubes on Clean Substrates". Nano Letters 9, halaman 9.
20 Yuri Gogotsi, op.cit., halaman 43

22

skala nano21. Beberapa aplikasi CNT yang sedang dikembangkan di antaranya


adalah dalam pembuatan otot buatan, baju anti peluru yang lebih sering
berbentuk kaos, perisai, dan selimut anti ledakan.

2.1.3.1 Struktur CNT


Berdasarkan strukturnya CNT digolongkan menjadi Single Walled
Nanotubes (SWNT) dan Multi Walled Nanotubes (MWNT).

a) Single Walled Nanotubes (SWNT)


Struktur ini memiliki diameter kurang lebih 1 nanometer dan memiliki
panjang hingga ribuan kali dari diameternya. Struktur SWNT dapat
dideskripsikan menyerupai sebuah lembaran panjang struktur grafit (disebut
graphene) yang tergulung. Umumnya SWNT terdiri dari dua bagian dengan
properti fisik dan kimia yang berbeda. Bagian pertama adalah bagian sisi dan
bagian kedua adalah bagian kepala. SWNT memiliki beberapa bentuk struktur
berbeda yang dapat dilihat bilamana struktur tube dibuka.

21 Yuri Gogotsi, loc.cit.

23

Gambar 2.5 Beberapa Bentuk Struktur SWNT (a) Struktur Armchair


(b) Struktur Zigzag (c) Struktur Chiral

SWNT memiliki sifat keelektrikan yang tidak dimiliki oleh struktur


MWNT. Hal ini memungkinkan pengembangan struktur SWNT menjadi
nanowire karena SWNT dapat menjadi konduktor yang baik. Selain itu
SWNT telah dikembangkan sebagai pengganti dari field effect transistors
(FET) dalam skala nano. Hal ini karena sifat SWNT yang dapat bersifat
sebagai n-FET juga p-FET ketika bereaksi terhadap oksigen. Karena dapat
memiliki sifat sebagai n-FET dan p-FET maka SWNT dapat difungsikan
sebagi logic gate.
b) Multi Walled Nanotubes (MWNT)
MWNT dibentuk dari beberapa lapisan struktur grafit yang digulung
membentuk silinder.Atau dapat juga dikatakan MWNT tersusun oleh beberapa

24

SWNT dengan berbeda diameter. MWNT jelas memiliki sifat yang berbeda
dengan SWNT.

Gambar 2.6. Struktur MWNT

Pada MWNT yang hanya memiliki 2 lapis dinding (Double-Walled


Carbon Nanotubes-DWNT) memiliki sifat yang penting karena memiliki sifat
yang menyerupai SWNT dengan chemical resistance yang lebih baik. Hal ini
dikarenakan pada SWNT hanya memiliki 1 lapis dinding sehingga bilamana
terdapat ikatan C=C yang rusak maka akan menghasilkan lubang di SWNT
dan hal ini akan mengubah sifat mekanik dan elektrik dari ikatan SWNT
tersebut. Sedangkan pada DWNT masih terdapat 1 lapisan lagi di dalam yang
akan mempertahankan sifatnya.

2.1.4

Eceng Gondok

25

Serat alam atau yang bias disebut natural fiber merupakan serat yang
berasal dari alam baik hewani (berasal dari hewan) atau nabati (berasal dari
tumbuhan). Serat alam dapat digolongkan ke dalam:
Serat tumbuhan/serat pangan, biasanya tersusun atas selulosa,

hemiselulosa, dan kadang-kadang mengandung lignin.


Serat kayu, serat yang bersal dari batang tumbuhan.
Serat hewan, umunya tersusun atas protein tertentu seperti sutra dan
wol.
Serat mineral, umunya dibuat dari asbestos.
Pada uraian ini, pembahasan lebih dititik beratkan pada serat alam

nabati. Serat nabati dapat diklasifikasikan ke dalam 2 kategori, yaitu serat


bukan kayu (non-wood fiber) dan serat dari kayu (wood fiber). Keduanya
merupakan serat lignocellulosic dengan komponen utamanya adalah
lignin dan selulosa.22
Pemanfaatan serat alam tidak hanya terbatas sebagai bahan baku
kerajinan, namun sudah merambah sampai bahan paduan komposit. Salah
satu serat alam yang digunakan dalam paduan komposit adalah eceng
gondok.
Eceng gondok merupakan (Eichornia crassipes) merupakan gulma air
yang pertumbuhannya sulit dikendendalikan. Tanaman ini sangat
mengganggu karena pertumbuhannya yang cepat sehingga dapat menutup
permukaan air. Pertumbuhan eceng godok dapat mencapai 1.9% per hari
dengan tinggi antara 0.3 s/d 0.5 m.23
Eceng gondok pertama kali ditemukan pada tahun 1824 oleh seorang
ilmuan Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani
22L.T. Drzal, dkk, Biobased Structural Composite Materials for Housing and
Insfrastructure, Applications: Opportunities and Challenges, hal. 134

26

berkebangsaan jerman ketika sedang melakukan ekspedidi di sungai


Amazon, Brazil. 24
Tumbuhan ini hidup didaerah tropis maupun subtropis. Eceng gondok
tumbuh di perairan yang dangkan dan berair keruh dengan suhu berkisar
antara 28-30C dan kondisi pH berkisar 4-1225. Namun pada perairan
dalam dan berair jenrnih di dataran tinggi, eceng gondok sulit tubuh.
Eceng gondok memiliki kemampuan untuk menghisap air dan
menguapkannya ke udara kembali yang dikenal dengan proses evaporasi.
Bunga eceng gondok berwarna ungu muda (lila) dan banyak dimanfaatkan
sebagai bunga potong. Pada Gambar 2.6 dapat dilihat gambar eceng
gondok.

Gambar 2.7 Eceng gondok


Eceng gondok memiliki kemampuan untuk menghisap air dan
menguapkannya ke udara kembali yang dikenal dengan proses evaporasi.

23Siti Nurjanah, Dede Rohmat, dan Agus Hidayatul Rahman, Pemanfaatan Serat Eceng
Gondok Sebagai Bahan Komposit Tekstil, (Skripsi), Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2010,
hal.1
24Wikipedia, Eceng Gondok, diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Eceng_Gondok/ pada
tanggal 5 Agustus 2015 pukul 06.00.
25Momentum, Vol. 7, No. 1, April 2011 : 41-47

27

Selain dianggap gulma karena pertumbuahan yang cepat dan mengganggu.


Eceng gondok juag memiliki kelebihan lain, diantaranya adalah
keunggulan dalam kegiatan fotosintesis, penyediaan oksigen dan

penyerapan sinar matahari.


Akar, batang, dan daunnya juga memiliki kantung-kantung udara

sehingga mampu mengapung di air.


Dapat menyerap senyawa nitrogen dan fosfor dari air yang tercemar,
Eceng gondok memiliki kadar serat yang tinggi yaitu 72,63% selulosa.

Selulosa dapat dimanfaatkan sebagai penyerap bahan-bahan tertentu.


Selulosa merupakan polisakarida pembangun yang paling penting pada
tanaman. Selulosa adalah polimer linier yang terdiri dari 300 sampai
15.000 glukosa.
Chatterjee dan Abdulhye melaporkan bahwa kandungan mineral eceng
gondok dalambahan kering adalah K2O (5%), Cl (3-4%), CaO (3-9%), Mg
(0,96%), dan PO4 (0,36%)26. Sedangkan berdasarkan hasil analisis Abdul
Rahmi, eceng gondok memiliki kandungan antara lain: 1,681% N; 0,275%
P; 14,286%K; 37,654%C, dengan nisbah C/N 22, 39927.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, beliau menyimpulkan bahwa eceng
gondok merupakan bahan yang sangat potensial untuk digunakan sebagai
bahan organik dalam pembuatan komposit.

26Aji Prasetyaningrum, dkk, Optimasi Proses Pembuatan Serat Eceng Gondok Untuk
Menghasilkan Serat Dengan Kualitas Fisik dan Mekanik Yang Tinggi, Riptek, Vol.3, No.1,
Tahun 2009, halaman: 45 50
27Ibid.

28

Dari komposisi kimia yang telah disebutkan di atas, eceng gondok


memiliki kadar serat yang cukup tinggi, yaitu sebesar 72,6% namun
memiliki kadar abu dan pengotor (vortex) yang tinggi pula. Meski
memiliki kadar abu yang cukup tinggi, serat eceng gondok masih lebih
unggul dibandingkan serat alam lain apabila dijadikan sebagai bahan
penguat komposit, seperti yang terlihat dalam tabel berikut:
Tabel 2.5. Keunggulan dan Kelemahan Penggunaan Serat Alami
No
Jenis Serat
Keunggulan
Kelemahan
1. Mudah didapat
1. Pengambilan
2. Murah
3. Dapat mengurangi
serat sulit
2. Kekuatan serat
1
Eceng Gondok
polusi
rendah
lingkungan/biodegr
adable
1. Pengambilan serat
2

Serat Nanas

mudah
2. Limbah yang dapat
dimanfaatkan
1. Kekuatan serat

Serat Bambu

1. Sulit diperoleh
2. Harga lebih
mahal
1. Harga mahal
2. Dimanfaatkan

tinggi
bentuk lain

Berdasarkan uraian diatas, salah satu keunggulan serat eceng gondok


adalah mudah didapat, namun untuk mendapatkan seratnya diperlukan
ketelatenan dan tangan- tangan yang terampil karena serat-serat tersebut
dibungkus dalam susunan vortex yang tebal. Dari analisis bahan baku

29

awal, serat tersebut perlu penanganan yang khusus, yakni eceng gondok
dikeringkan terlebih dahulu sebelum seratnya diambil.
2.1.5

Pengujian Thermal
Pengujian termal dalam pengertian luas adalah pengukuran sifat kimia
fisika bahan sebagia fungsi suhu dan waktu pada waktu tertentu.
Pengujian termal dapat meberikan informasi sifat material seperti
kristalisasi, tirik lebur, sublimasi, transisi kaca, degradasi, dll. Berbagai
teknik analisis termal konvensional diantaranaya yaitu thermogravimetry
(TG), differential thermal analysis (DTA), differential scanning
calorimetry

(DSC),

thermomechanometry

(TMA)

dan

dynamic

mechanical analysis (DMA). 28


Alat uji untuk analisis termal berfungsi untuk memberikan data hasil
pengujian yang berbeda-beda sesuai dengan fungsi dari alat tersebut.
Pengujian sifat termal yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
Differential Scanning Calorimetry (DSC).
2.1.5.1 Pengujian Differential Scanning Calorimetry (DSC)
Differential Scanning Calorimetry (DSC) merupakan suatu teknik
analisis termal dimana perbedaan pada aliran panas atau daya pada sampel
dan standar (referensi) dipantau terhadap waktu dan temperatur,
sedangkan pada sampel dengan atmosfer telah diprogram. 29 Teknik analisi
28Tatsuko Hatakeyama and Hyoe Hatakeyama, Thermal Properties of Green Polymers and
Biocomposites, Kluwer Academic Publisher, United State of Ameica, 2005, hal.12.
29Simon Peter, Cibulkova Zuzana, Measurement of heat capacity by differential scanning
calorimetry, Departement of physical chemistry, Faculty of Chemical and Food Technology,
Slovak University of Technology, Slovak Republic..

30

ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang perubahan termal


dalam sampel dengan pemanasan atau pendinginan bersama referensi
inert. 30
Prinsip pengujin Differential Scanning Calorimetry (DSC) sangat
sederhana dimana satu pan diisi dengan sampel uji, sedangkan pan lain
kosong. Kemudian pan diletakkan diatas pemanas. Lalu dengan
memberikan perintah melalui komputer, pemanas akan dinyalakan dan
sekaligus menentukan spesifik panas yang diinginkan. Komputer akan
memerintahkn heater untuk menaikkan suhu dengan kecepatan tertentu.
Komputer juga memastikan bahwa peningkatan suhu pada kedua heater
berjalan bersamaan. Apabila suhu kedua wadah naik bersamaan, maka
akan terdapat perbedaan heat (panas) pada keduanya, karena wadah
pertama berisi sampel sedangkan yang lain kosong. Perbedaan heat
direkam oleh komputer dan ditampilkan dalam bentuk kurva heat flow
berbanding dengantemperatur (Widiarto, 2007). Melalui pemrograman
komputer, kecepatan panas dapat dapat dikendalikan.
Keuntungan utama DSC yaitu area-area puncak termogram berkaitan
langsung dengan perubahan entalpi dalam sampel, sehingga dapat
digunakan untuk pengukuran-pengukuran kapasitas panas, panas fusi,
entalpi reaksi, dan sejenisnya.

30P. J. Haines, Principles Of Thermal Analysis And Calorimetry, The Royal Society of
Chemistry, England, 2002, hal. 55.

31

Gambar 2.8. Gambaran ideal tiga proses yang dapat


diamati pada DSC
Ketika H positif (reaksi endotermik), alat pemanas sampel berenergi
dan sinyal positif akan teramati sedangkan ketika H negatif alat pemanas
referensi berenergi dan sinyal negatif teramati. Daerah puncak DSC
sebanding dengan jumlah sampel.
2.1.5.2 Aplikasi Differential Scanning Calorimetry (DSC) pada Polimer
DSC digunakan secara luas untuk menguji polimer guna memeriksa
komposisinya. Salah satu contohnya adalah untuk menunjukkan degradasi
termal yang ditunjukan dari penurunan titik leleh (T m). Penurunan titik
leleh (Tm) dapat ditentukan dengan memeriksa termogram untuk puncak
anomal.
Selain penggunaan pada polimer. DSC juga banyak digunakan pada
berbagai pengujian termal. Berikut adalah bidang-bidang pengujian yang
bisa dilakukan dengan DSC.31
1. Polimer, gelas dan plastic
2. Minyak, lemak dan lilin
3. Tanah liat dan mineral
4. Batubara, lignit dan kayu
31Ibid, hal. 60.

32

5. Cairan Kristal katalis


6. Bahan peledak, propena dan kembang api
7. Farmasi
8. Bahan bioogi
9. Lagam dan paduan
10. Produk alam
11. Katalis
2.2 Kerangka Berpikir
Komposit merupakan campuran dua material atau lebih yang menhasilkan
material dengan sifat yang berbeda dari penyusunnya. Proses pencampuran
High density polyethylene pada komposit merupakan salah satu hal yang
banyak diteliti karena memiliki temperatur leleh 135C. Pada penelitian ini
akan menggunakan high density polietylene dengan serat alam. Serat alam
yang digunakan adalah eceng gondok denga tujuan untuk mengurangi dampak
negative dari keberadaan eceng gondok yang melimpah.
Penelitian komposit serat eceng gondok dengan matriks HDPE telah
menghasilkan sifat mekanik yang baru, akan tetapi memilki penurunan sifat
termal. Untuk itu perlu ditambahkan material yang dapat meningkatkan sifat
termal seperti carbon nanotube.
2.3 Hipotesa Penelitian
Berdasarkan landasan teori, polimer termoplastik yaitu HDPE memiliki
sifat mekanik dan termal yang rendah. Ini dibuktikan dengan rendahnya
konduktivitas termal saat pemerosesan, sehingga penambahan serat eceng
gondok diharapkan dapat memperbaiki sifat mekanik dan CNT dapat
meningkatkan sifat termal komposit polimer termoplastik. Potensi yang
dimiliki eceng gondok sangatlah besar, sehingga dengan penambahan eceng
gondok pada komposit polimer termoplastik diharapkan dapat mengurangi

33

penggunaan polimer termoplastik sendiri, karena polimer tidak dapat diurai


secara alami, sehingga menjadi masalah untuk lingkungan.

BAB III

34

Metodologi Penelitian
3.1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada masalah-masalah yang telah dirumuskan sebelumnya maka
penelitian ini memiliki tujuan untuk mengoptimasi informasi dan data pengaruh
kadar pencampuran komposit bermatriks HDPE, berserat eceng gondok dan CNT
terhadap sifat termal. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
proses pembuatan komposit HDPE dengan serat eceng gondok dan CNT sebagai
penguat.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian


Pelaksanaan penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Penelitian fire,
material, Safety engineering Jurusan Teknik Mesin, Fakutas Teknik, Universitas
Negeri Jakarta. Adapun waktu pelaksanaanya Juli 2015 sampai dengan Agustus
2015.

3.3. Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan pada penelitian adalah metode eksperimen.
Metode Eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari
pengaruh dari adanya perlauan tertentu yang dilakukan di laboratorium32. Dalam
penelitian ini, sampel uji akan dibuat terlebih dahulu, kemudian dilakukan
pengujian termal pada sampel uji.
3232Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2009), h.11.

35

Perlakuan yang diberikan adalah pemberian variasi komposisi komposit


HDPE berserat eceng gondok dan CNT terhadap sifat termal. Hal tersebut
menunjukkan bahwa variasi bebas dalam penelitian ini adalah variasi komposisi
komposit HDPE berserat eceng gondok dan CNT, sedangkan variable terikatnya
adalah sifat termal dari komposit tersebut.

3.4. Desain Penelitian


Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sifat termal dari komposit HDPE
dengan serat eceng gondok dan carbon nanotube. Penelitian menggunakan 6
jenis sampel yang berbeda, yaitu satu sample HDPE dan lima lainnya komposit
HDPE dengan serat eceng gondok dan carbon nanotube dengan komposisi yang
berbeda. Penelitian diawali dengan proses pembuatan komposit HDPE dengan
serat eceng gondok dan carbon nanotube dengan menggunakan alat Thermo
Mixed. Setelah pencampuran dilakukan dengan 6 jenis sample, dilanjutkan
dengan proses pengujian sifat termal menggunakan alat uji DSC (Differential
Scanning Calorimetry)

3.5. Bahan dan Alat

36

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:


1. High Density Polyeylene (HDPE)

Gambar 3.1 High Density Polyeylene (HDPE)


2. Serat eceng gondok yang sudah dikeringkan

Gambar 3.2 Serat Eceng Gondok

3. Carbon nanotube

37

Gambar 3.3 Carbon nanotube (CNT)


Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Thermo Mixer
Thermo Mixer merk HAAKE Poly Lab System ini terdiri dari
HAAKE Rhecord torque rheometer yang bertugas sebagai drive unit atau
control untuk dihubungkan dengan beberapa alat lainnya seperti ektrusi
dan mixer, namun untuk alat yang tersedia di Laboratorium Fire,
Material & Safety Engineering disambungkan dengan Mixer Test atau
Thermo Mixer yang berfungsi untuk menguji campuran material polimer,
sebelum dapat masuk ke dalam thermo mixer ini material harus sudah
berbentuk serbuk, pellet, atau serat halus.
Alat ini digunakan untuk mencampur material HDPE dengan serat
eceng gondok dan CNT untuk membuat sample uji. Pada prinsipnya alat
ini digunakan untuk menguji campuran material polimer dengan serat
atau campuran lainnya, untuk mendapatkan data sifat-sifat material pada

38

saat proses pemanasan dan degradasi material setelah melalui titik


bakarnya.
Thermo mixer merk HAAKE Poly Lab ini juga berfungsi untuk
menganalisis perilaku leleh dan degradasi polimer, mencampur sekaligus
menguji campuran material polimer dengan menghasilkan data berupa
grafik yang menjelaskan energy, temperature leleh, dan torsi yang didapat
dari campuran bahan selama proses mixer atau mixer test.
Tanpa pembentukan sampel, hasil dari mesin mixer test ini
dapatlangsung digunakan untuk keperluan pengujian termal berikutnya
karena bahan sudah tercampur dan sudah berbentuk padatan menjadi
komposit.

Gambar 3.4 Thermo Mixer

39

2. Alat Uji DSC


Alat DSC yang digunakan pada penelitian ini bermerk NETZSCH tipe
DSC 200 F3 Maia yang dilengkapi juga dengan unit computer yang
menggunakn software DSC 200 F3 on USBc 1 untuk mengoperaskan
alat dan software Proteus Analysis untuk menganalisa grafik hasil
proses

pengujian

yang

sudah

selesai.

Data

yang

didapatkan

dikonversikan ke dalam bentuk data Microsoft Exel agar mempermudah


dalam membaca nilai yang dihasilkan dari pengujian serta memudahkan
dalam penulisan analisa. Alat ini berfungsi untuk menhasilkan informasi
tentang proses endothermal, misalnya penguapan dengan kehilangan
massa atau tanpa kehilangan massa serta reaksi endothermal.

Gambar 3.5 NETZSCH DSC 200 F3 Maia

40

3.6. Prosedur Penelitian

Serat Eceng
Gondok

Pemotongan
Thermo Mixer
HDPE + EG + CNT

Komposit

Sampel
1
HDPE

Sampel
2
HDPE
CNT

Sampel
3
HDPE
CNT
EG 10%

Sampel
4
EG
CNT
EG 20

Sampel
5
EG
CNT
EG 30

Pengujian DSC

Hasil

Studi
Literatur

Kesimpula
Analisis

Gambar 3.6 Skema penelitian

Sampel
5
EG
CNT
EG 40%

41

3.7. Uraian Prosedur Penelitian


Berikut dipaparkan proses-proses dalam prosedur penelitian ini yang terdiri
dari proses pengolahan eceng gondok menjadi serat, penimbangan berat sample,
pencampuran bahan hingga proses pengujian menggunakan alat uji DSC.
3.7.1. Proses Pembuatan Sampel
a. Proses eceng gondok dijadikan serat
Eceng gondok kering yang telah disiapkan, dipotong-potong hingga
ukurannya 3cm. Setelah itu, eceng gondok diblender hingga mejadi serabutserabut kecil.
b. Proses penimbangan HDPE, serat eceng gondok, dan carbon nanotube
sebelum pencampuran
Proses selanjutnya setelah membuat serat eceng gondok adalah dengan
menimbang masing-masing bahan. Proses penimbangan dilakukan dengan
menggunakan timbangan digital. Langkah yang harus dilakukan yang pertama
adalah menghidupkan mesin dan setting satuan timbangan menjadi gram.
Kemudian letakan wadah hingga keluar berat timbangan dan setting menjadi
0. Setelah itu masukkan bahan hingga didapat ukuran yang diinginkan.
Lakukan penimbangan terhadap masing-masing HDPE, eceng gondok, dan
CNT sebanyak 6 sample.
Berikut adalah table komposisi masing-masing sample yang akan
digunakan dalam pengujian.
Tabel 3.1. Rincian Berat Sampel
Sampe
l

Berat
Sampel

HDPE

Eceng Gondok

CNT

42

(gram)

(gram)

(%)

(gram)

(%)

35

100

35

98,04

31,5

88,24

3,5

9,80

28

78,44

19,60

24,5

68,63

10,5

29,41

21

58,83

14

39,21

35,7

(gram)

(%)

0,7

1,96

c. Proses pencampuran HDPE, serat eceng gondok kering dan multi wall
nanotube menggunakan mesin Rheomix OS
Mesin Rheomix OS adalah mesin mixer yang digunakan untuk mencampur
beberapa bahan dengan menggunakan pemanasan dan putaran rotor. Mesin ini
dilengkapi dengan perangkat komputer untuk memprogram, mengontrol, dan
menampilkan hasil pencampuran bahan. Proses kerja mesin ini diawali
dengan memprogram temperatur pemanasan, kecepatan putaran rotor, dan
waktu pencampuran.
Langkah awal dalam menggunakan mesin Rheomix OS adalah dengan
memprogram temperatur pemanasan 140C, kecepatan putaran rotor 40 rpm,
dan waktu pencampuran 20 menit. Setelah itu, proses pencampuran HDPE,
serat eceng gondok, dan multi wall nanotube dimasukan ke dalam lubang
corong yang berada di mesin dengan cara terlebih dahulu mengangkat cover
penutup.

43

Proses pencampuran diawali dengan memasukan HDPE ke dalam lubang


corong di mesin. Setelah itu, cover penutup ditutup kembali, dan ditunggu
selama 4 menit.

Gambar 3.7 Pencampuran HDPE


Kemudian, Serat eceng dimasukan kelubang corong dan tutup kembali,
tunggu hingga grafik pada layar monitor menjadi stabil atau sekitar 4 menit.

Gambar 3.8 Pencampuran Serat eceng gondok


Lalu yang terakhir masukan multi wall nanotube ke lubang corang di
mesin. Setelah itu, cover penutup ditutup kembali, dan ditunggu hingga grafik
pada layar monitor menjadi stabil.

44

Gambar 3.9 Pencampuran CNT


Tujuan dari HDPE dimasukan terlebih dahulu dan ditunggu hingga 4
menit, agar HDPE berubah menjadi lunak sehingga mudah tercampur dengan
serat eceng gondok dan multi wall nanotube.
Proses pencampuran yang terakhir adalah menunggu hingga 20 menit.
Setelah itu, Sampel tersebut dikeluarkan dari mesin Rheomix OS dengan
bantuan sikat kawat dan alat lain yang dapat membantu. Proses ini dilakukan
untuk semua sampel.

Gambar 3.10 Komposit HDPE CNT EG


3.6.2. Proses Pengujian Sampel
Sebelum melakukan proses pengujian sample, terlebih dahulu dilakukan
penimbangan terhadap sample. Tiap sample ditimbang seberat 10 mg,

45

kemudian letakan le dalam cawan yang telah disediakan dan tutup cawan
dengan cara di-press.
Selanjutnya merupakan proses pengujian sample. Proses pengujian dengan
DSC dilakukan terhadap 6 sample, yaitu HDPE, HDPE dan CNT, serta 4 jenis
komposit yang terdiri dari HDPE, CNT dan eceng gondok dengan komposisi
yang telah ditentukan. Empat sampel komposit dengan masing-masing sampel
terdiri dari tiga specimen, diproses secara beruntun dengan pengaturan
control, temperature awal 0C dan temperature yang dituju 400C, aliran gas
nitrogen yang digunakan 20 ml/menitdan temperatur sebesar 4 ml/menit.
Kemudian letakkan cawan di tempatnya masing-masing karena mesin bekerja
secara otomatis dan letakkan cawan kosong sebagai referen. Proses pengujian
untuk tiap sampel memakan waktu sekitar 30 menit sehingga akan didapatkan
data berupa grafik yang menjelaskan perilaku bahan dari sampel komposit
selama proses berjalan.

3.6.3. Teknik Pengumpulan Data


Data akan diperoleh setelah pengujian semua sampel dilakukan. Data yang
dihasilkan dari pengujian termal menggunakan mesin DSC

yaitu berupa

grafik yang menjelaskan sifat bahan pada saat proses pengujian berlangsung.
Data yang dihasilkan dikonversikan ke bentuk data Microsoft Exel untuk
mempermudah mengolah data dalam proses analisa. Semua data dihasilkan
dengan bantuan unit computer untuk alat uji.

46

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Penelitian
Proses pengujian pada penelitian ini dilakukan sebanyak tiga kali untuk setiap
sampel, dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang valid. Sampel yang diuji pada
penelitian ini merupakan komposit yang tediri dari campuran high density
polyethylene (HDPE), serta eceng gondok dan carbon nanotube (CNT). Pada
penelitian ini terdapat enam sampel yang memiliki berat sebesar 35,7 gram yang
terdiri dari satu sampel HDPE murni dan lima sampel komposit dengan variasi
komposisi eceng gondok yaitu 0 gram, 3,5 gram, 7 gram, 10,5 gram, 14 gram. Serta
penambahan penambahan carbon nanotube (CNT) sebesar 0,7 gram. Pengujian

47

termal pada pengujian ini adalah untuk mengetahui temperatur leleh komposit dari
campuran high density polyethylene (HDPE), serta eceng gondok dan carbon
nanotube (CNT) yang konsentrasinya dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Komposisi Komposit

Sampel

Berat Sampel
(gram)

HDPE

Eceng Gondok

(gram)

(%)

(gram)

(%)

35

100

35

31,5

3,5

9,80

19,60

10,5

29,41

14

39,21

35,7
4

28

24,5

21

98,0
4
88,2
4
78,4
4
68,6
3
58,8
3

CNT
(gram)

(%)

0,7

1,96

4.2 Hasil Penelitian


Data hasil pengujian DSC didaptkan dalam bentuk grafik yang ditampilkan
menggunkan software Proteus Analysis. Grafik inilah yang digunakan untuk
menganalisis data.

48

Gambar 4.1 Grafik data hasil pengujian DSC


Gambar 4.1 adalah grafik hasil uji termal sampel yang menunjukan temperatur
leleh (Tm). Pada pengujian termal tersebut dijelaskan bahwa pemanasan maksimum
yang diberikan adalah 400C. Kenaikan temeperatur pengujian

diawali dengan

temeperatur suhu kamar yaitu 0C hingga mencapai temperatur 400C selama 20


menit. Dengan aliran gas nitrogen sebesar 20 ml/menit dan aliran gas oksigen
sebesar 4 ml/menit.
Nilai temperatur leleh pada masing-masing sampel dapat ditentukan pada saat
grafik mengalami penurunan hingga titik terbawah sebelumnaik kembali. Nilai yang
diperoleh dari proses tersebut adalah melting point. Sehingga temepratur leleh dapat
ditentukan dari melting point.

4.2.1 Hasil Pengujian sampel 1


Pada pengujian sampel 1 hanya terdiri dari HDPE murni tanpa campuran eceng
gondok dan CNT. Hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.2

49

Gambar 4.2 Grafik Hasil Pengujian Sampel 1


Pada Grafik dapat dilihat hasil pengujian sampel 1 yang dilakukan sebanyak
tiga kali. Pada kurva terlihat temperatur leleh masing-masing pengujian adalah
139.7C, 140.9C dan 141.7C. Hasil pengujian sampel 1 dapat dirata-ratakan
menjadi 140.7C.

4.2.2 Hasil Pengujian sampel 2


Pada pengujian sampel 2 ini terdiri dari campuran HDPE dan CNT sebesar 0,7
gram. Hasil pengujian sampel 2 dapat dilihat pada Gambar 4.3

Gambar 4.3 Grafik Hasil Pengujian Sampel 2

50

Pada grafik dapat dilihat hasil pengujian sampel 2 dilakukan sebanyak tiga
kali. Temperatur leleh pada pengujian pertama 146.6C, pada pengujian kedua
adalah 145.0C dan pada pengujian ketiga adalah 146.4C. hasil ketiga pengujian
dirata-ratakan, sehingga diperoleh hasil temperatur leleh pada sampel 2 adalah
146C.

4.2.3 Hasil Pengujian sampel 3


Pada pengujian sampel 3 terdiri dari 31,5gram HDPE, 3,5 gram eceng gondok
dan 0,7 gram CNT. Campuran CNT tidak termasuk dalam jumlah massa HDPE dan
eceng gondok yang memiliki massa 35 gram. Hasil pengujian dapat dilihat pada
Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Grafik Hasil Pengujian Sampel 3


Berdasarkan grafik hasil pengujian sampel 3, diperoleh temperatur leleh pada
pengujian pertama adalah 145.0C, pengujian kedua 146.6C dan pada pengujian

51

ketiga adalah 145.1C. Jika dirata-ratakan hasil pengujian pada sampel 3 adalah
145.5C.
4.2.4 Hasil Pengujian sampel 4
Pada pengujian sampel 4 terdiri dari 28 gram HDPE, 7 gram eceng gondok dan
0,7 gram CNT. Campuran CNT tidak termasuk dalam jumlah massa HDPE dan
eceng gondok yang memiliki massa 35 gram. Hasil pengujian dapat dilihat pada
Gambar 4.5

.
Gambar 4.5 Grafik Hasil Pengujian Sampel 4
Berdasarkan grafik hasil pengujian sampel 3, diperoleh temperatur leleh pada
pengujian pertama adalah 144.4C, pengujian kedua 144.2C dan pada pengujian
ketiga adalah 144.3C. Jika dirata-ratakan hasil pengujian pada sampel 4 adalah
144.3C.

4.2.5 Hasil Pengujian sampel 5


Pada pengujian sampel 4 terdiri dari 24,5 gram HDPE, 10,3 gram eceng gondok
dan 0,7 gram CNT. Campuran CNT tidak termasuk dalam jumlah massa HDPE dan
eceng gondok yang memiliki massa 35 gram. Hasil pengujian dapat dilihat pada
Gambar 4.6

52

Gambar 4.6 Grafik Hasil Pengujian Sampel 5


Berdasarkan grafik hasil pengujian sampel 4, diperoleh temperatur leleh pada
pengujian pertama adalah 142.7C, pengujian kedua 145.4C dan pada pengujian
ketiga adalah 142.5C. Jika dirata-ratakan hasil pengujian pada sampel 4 adalah
143.5C.

4.2.6 Hasil Pengujian sampel 6


Pada pengujian sampel 4 terdiri 21 gram HDPE, 14 gram eceng gondok dan
0,7 gram CNT. Campuran CNT tidak termasuk dalam jumlah massa HDPE dan
eceng gondok yang memiliki massa 35 gram. Hasil pengujian dapat dilihat pada
Gambar 4.7

53

Gambar 4.7 Grafik Hasil Pengujian Sampel 6


Berdasarkan grafik hasil pengujian sampel 6, diperoleh temperatur leleh pada
pengujian pertama adalah 142.6C, pengujian kedua 143.0C dan pada pengujian
ketiga adalah 144.0C. Jika dirata-ratakan hasil pengujian pada sampel 4 adalah
143.2C.

4.3. Hasil Akhir Penelitian


Melihat grafik hasil penelitian yang diperoleh masing-masing sampel komposit
tidak terlihat perbedaan temperatur leleh yang signifikan, sampel satu sampai
sampel enam memiliki temperatur leleh yang tidak terlalu berbeda jauh.

Gambar 4.8 Grafik Hasil Pengujian Seluruh Sampel

54

Dari grafik gabungan sampel diatas dapat dilihat bahwa grafik komposit yang
diuji mengikuti grafik HDPE murni. Hal ini menjelaskan bahwa temperatur leleh
komposit tidak berbeda jauh dengan material HDPE murni. Garis serta eceng
gondok menunjukkan serta eceng gondok hanya mengalami penguapan dan
perubahan fasa saja, sehingga tidak ditemukan temperatur leleh seperti yang didapat
pada material HDPE.
Hasil pengujian DSC pada sampel komposit memiliki nilai temperatur leleh
komposit dan HDPE murni yang diuji berkisar antara 140.7C sampai 146.4C.
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table dibawah.
Tabel 4.2 Tabel analisa hasil pengujian semua sampel
Sampel
1
2
3
4
5
6

Komposit

TM (C)
140.7
146
145.5
144.3
143.5
143.2

HDPE
HDPE-CNT
HDPE-CNT-EG 10%
HDPE-CNT-EG 20%
HDPE-CNT-EG 30%
HDPE-CNT-EG 40%

Berdasarkan
hasil

pengamatan

diatas

maka dapat

disimpulkan penambahan CNT dapat meningkatkan nilai temperatur leleh komposit


jika dibandingkan HDPE murni. Hal ini terjadi dikarenakan penambahan CNT dapat
meningkatkan temperatur leleh karena memiliki stabilitas termal yang sangat tinggi
yaitu 2800C pada ruang hampa dan 750C di udara bebas. Sedangkan penggunaan
serat alam eceng gondok mengakibatkan penurunan nilai temperatur leleh.

BAB V
5.1

Kesimpulan

55

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan


sebagai berikut :
1. Proses pembuatan komposit diawali dengan pembuatan serat eceng gondok.
Kemudian dilakukan proses penimbangan untuk masing-masing bahan.
Setelah itu serat eceng dicampur dengan HDPE dan CNT menggunakan mesin
thermo mixer.
2. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan penambahan
serat eceng gondok mengakibatkan penurunan temperatur leleh komposit.

5.2

Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah didapat,maka penulis menyarankan.
1. Proses pembuatan komposit perlu diperhatikan dengan baik pada setiap
tahapannya agar memperoleh material komposit yang memiliki karakteristik
sesuai dengan yang diinginkan.
2. Penambahan konsentrasi eceng gondok dan CNT yang tepat dapat
meningkatkan ketahanan termal komposit sehingga nilai ketahanan dan
konduktivitas termal komposit akan menjadi lebih baik.
3. Penelitian ini dapat diperluas dengan penambahan material lain atau
perlakuan lain. Serta bisa diteruskan dengan pengujian lain seperti uji
mekanik.

56

4. Penelitian dalam bidang komposit masih dapat dikembangkan secara luas,


oleh karena itu pemilihan material yang akan digunakan sebagai bahan baku
pembuatan komposit baik sebgai matriks maupun serat penguat perlu
diperhatikan dengan baik. Hal tersebut dilakukan guna mendapatkan bahan
baku yang lebih murah dan memiliki sifat fisik dan mekanik yang lebih baik,
selain itu juga harus ramah lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
Ashby , Michael F. dan David R.H. Jones. Engineering Maerials 2 An Introduction to
Microstructures, Processing, and Design. England: Departement Of

57

Engineering, Cambridge University. Oxford, Second Edition. 1998) dikutip


dari Rimbun Turnip, Penggunaan Komposit Epoksi Berpenguat Serat Kevlar
Sebagai Bahan Alternatif Kebocoran Pipa. Depok: Fakultas Teknik
Universitas Indonesia. 2010
Bagir, Achmad dan Gigih Eka Pradana. Pemanfaatan Serat Eceng Gondok sebagai
BAhan Baku Pembuatan Komposit. Semarang: Jurusan Teknik Kimia,
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011.
Company , Aliaxis. HDPE Physical Properties. Jurnal Marley Pipe System volume
002.
Gabriel, Lester H. History and Physial Properties. Jurnal, Marley Pipe System
volume 002, 2010.
Gagotsi, Yuri. Carbon Nanomaterials. Booca Raton: Taylor and Francis, 2006.
Grady, Brian P. Carbon Nanotube-Polymer Composites. Hoboken: John Willey &
Sons, 2011.
Hadi , Bambang Kismono. Mekanika Struktur Komposit. Jakarta:Direktorat
Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Dirjen DIKTI, 2000.
Haines , P. J. Principles Of Thermal Analysis And Calorimetry. The Royal Society of
Chemistry. England. 2002.
Haryanti, Sri., Rini B.H., Endah D.H., dan Yulita N., Adaptasi Morfologi Fisiologi
dan Anatomi Eceng Gondok (Eichornia crassipes (Mart) solm) di Berbagai
Perairan Tercemar. Semarang: Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan IPA
Universitas Diponegoro, 2006.
Hatakeyama , Tatsuko, and Hyoe Hatakeyama, Thermal Properties of Green
Polymers and Biocomposites. Kluwer Academic Publisher. United State of
Ameica. 2005.
F, Rikson A. Siburian dan Tuan Raja Simbolon. Polimer: Ilmu Material, USU Press.
Medan. 2008.
Teguh Pangajuanto dan Tri Rahmidi, Kimia 3 Untuk SMA/MA kelas XII. Pusat
Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. 2009.
K, Mazumdar S. 2002. Composite Manfacturing: Materials, Product, and Process
Engineering dikutip dari Agus Edy Pramono, Karakteristik Komposit

58

Karbon-Karbon Berbasis Limbah Organik Hasil Proses Tekan Panas. Depok:


Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012.
Kroto , H.W. et. al. C60: Buckminsterfullerene. Jurnal Nature, Volume 318, 1985
Nurjanah , Siti, Dede Rohmat, dan Agus Hidayatul Rahman. Pemanfaatan Serat
Eceng Gondok Sebagai Bahan Komposit Tekstil. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor. 2010.
Pasaribu , Ryo Doddy. Pembuatan dan Pengujian Sifat Thermal Komposit HDPE
(High Density Polyethylene) dengan Serat Eceng Gondok . Skripsi Sarjana,
Universitas Nageri Jakarta, 2012
Peter , Simon, Cibulkova Zuzana. Measurement of heat capacity by differential
scanning calorimetry, Departement of physical chemistry. Faculty of
Chemical and Food Technology. Slovak University of Technology. Slovak
Republic.
Prasetyaningrum , Aji dkk. Optimasi Proses Pembuatan Serat Eceng Gondok Untuk
Menghasilkan Serat Dengan Kualitas Fisik dan Mekanik Yang Tinggi. Riptek,
Vol.3, No.1. 2009.
Schutle , Karl dan Frank Von Lacroix. Comprehensive Composite Metrials:
Polyethylene Matrix Composites, Volume 2. Germany: Technical University
Hamburg, 2014
Suwanto , Bodja. Pengaruh Temperatur Post-Curing Terhadap Kekuatan Tarik
Komposit Epoksi Resin Yang Diperkuat Woven Serat Pisang, e-Jurnal
Wahana. 2010.
Surdia , Tata dan Shinroku Saito. Pengetahuan Bahan Teknik, cetakan keempat.
Pradnya Paramita. Jakarta 1999.
Wirawan, Riza et al. Elastic and Viscoelastic Properties of Surgarcane Baggase
Filled Poly (Vinyl Chloride). Jurnal, Universitas Putra Malaysia, 2009.
________. Mechanical Properties of Natural Fibre Reinforce PVC Composites.
Jurnal, Universitas Putra Malaysia, 2011.
X, Wang et al. Fabrication of Ultralong and Electrically Uniform Single-Walled
Carbon Nanotubes on Clean Substrates. Jurnal, Nano Letters 9, 2009.
http://id.wikipedia.org/wiki/Eceng_Gondok/
http://en.wikipedia.org/wiki/Carbon_nanotube
http://www.netzsch-thermal-analysis.com/

59

LAMPIRAN

60

Hasil Grafik Sampel 1

HDPE
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Rata-rata

Temperatur Leleh (C)


139.7
141.7
140.9
140.7

Hasil Grafik Sampel 2

61

HDPE, CNT
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Rata-rata

Temperatur Leleh (C)


146.6
145
146.4
146

Hasil Grafik Sampel 3

62

HDPE, CNT, EG 10%


Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Rata-rata

Temperatur Leleh (C)


145
146.6
145.1
145.5

Hasil Grafik Sampel 4

63

HDPE, CNT, EG 20%


Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Rata-rata

Temperatur Leleh (C)


144.4
144.2
144.3
144.3

64

Hasil Grafik Sampel 5

HDPE, CNT, EG 20%


Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Rata-rata

Temperatur Leleh (C)


142.7
145.4
142.5
143.5

65

Hasil Grafik Sampel 6

HDPE, CNT, EG 20%


Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Rata-rata

Temperatur Leleh (C)


142.6
143
144
143.2

Anda mungkin juga menyukai