Anda di halaman 1dari 3

Evaluasi RTRW lamongan 2006-2016 Terhadap Eksisting 2008

Evaluasi Rencana Tata Ruang


Kegiatan evaluasi merupakan peninjauan kembali penataan ruang yang secara
keseluruhan merupakan bagian dari proses perencanaan tata ruang. Peninjauan
kembali rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (1) UU No.
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dapat menghasilkan rekomendasi berupa:
Rencana tata ruang yang ada dapat tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya;
atau
Rencana tata ruang yang ada perlu direvisi.
Secara garis besar penentuan peninjauan kembali berdasarkan atas 3 (tiga)
komponen, yaitu:
Rencana Tata Ruang : sah/tidak sah
Simpangan : kecil/besar
Faktor eksternal : tetap/berubah
Adapun untuk tipologi dari peninjauan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah
terbagi atas 8 (delapan) tipologi, meliputi :
Tipologi A, RTRWK sah, simpangan kecil, faktor eksternal tetap
Tipologi B, RTRWK sah, simpangan kecil. faktor eksternal berubah
Tipologi C, RTRWK sah, simpangan besar, faktor eksternal berubah.
Tipologi D, RTRWK sah, simpangan besar, faktor eksternal tetap.
Tipologi E, RTRWK tidak sah, simpangan kecil, faktor eksternal berubah.
Tipologi F, RTRWK tidak sah, simpangan kecil, faktor eksternal tetap.
Tipologi G, RTRWK tidak sah, simpangan besar, faktor eksternal berubah.
Tipologi H, RTRWK tidak sah, simpangan besar, faktor eksternal tetap.
Proses peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan telah diatur
dalam Kepmen Kimpraswil No. 327/KPTS/M/2002 Lampiran IV tentang Pedoman
Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten.
Evaluasi RTRW Lamongan 2006-2016

Ada beberapa hal yang menjadikan produk Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Lamongan 2006 - 2016 menjadi mutlak tidak sah. Rencana tersebut masih berjalan
dengan periode rencana 10 tahun. Jangka waktu 3 tahun terlalu cepat untuk
mengevaluasi hasil perencanaan. Tetapi dengan demikian, revisi RTRW ini perlu

dilakukan karena terdapat penyimpangan dari RTRW Kabupaten Lamongan 2006


2016 dengan kondisi eksisting pada saat tahun 2008. Metode dan analisa yang
dilakukan saat penyusunan rencana tersebut menjadi tidak sah karena tidak
menyikapi perubahan kondisi eksisting Kabupaten Lamongan. Kesimpulan untuk
keabsahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan adalah tidak sah
secara internal.

Simpangan yang terjadi pada struktur ruang wilayah Kabupaten Lamongan ini
adalah pembagian wilayah pengembangan dengan istilah Sub Satuan Wilayah
Pengembangan. Struktur perwilayahan yang ada pada Kabupaten Lamongan
menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan 2006 2016 dibagi
menjadi 6 SSWP. Dari SSWP yang direncanakan, hanya SSWP 1,3, dan 6 yang sesuai
dengan rencana. Pusat SSWP II ini berada pada perkotaan Sukodadi, SSWP II ini
belum menunjukkan adanya wilayah pengembangan yang mandiri sehingga
sebagaian besar masih bergantung pada Kota Lamongan. Sedangkan SSWP IV ini
berada pada perkotaan Paciran-Brondong. Berdasarkan pengamatan,
perkembangan lebih pesat berada di Perkotaan Blimbing. Hal ini didukung oleh
keberadaan pasar blimbing, sehingga orientasi lebih besar ke pasar blimbing. Serta
Pusat SSWP V di perkotaan Kedungpring, berdasarkan pengamatan perkotaan
Kedungpring belum menunjukkan perwilayaan yang mandiri, kecenderungan
pergerakan masih ke Perkotaan Babat.
Dengan demikian kesimpulan dari evaluasi Struktur Ruang Wilayah mengalami
penyimpangan sebesar 50 %, karena dari total 6 SSWP yang ada di Kabupaten
Lamongan, terdapat 3 SSWP yang mengalami penyimpangan.
Selain dari aspek struktur ruang, evaluasi RTRW ditemukan pula penyimpangan
pada rencana transportasi, kependudukan dan juga penggunaan lahan. Berikut ini
adalah data penyimpangan RTRW Lamongan 2006-2011 terhadap eksisting 2008
Evaluasi struktur ruang wilayah 50 %, Evaluasi sistem transportasi 40 %, Evaluasi
kependudukan 99,94 % dan, Evaluasi penggunaan tanah sebesar 85 %.
Sehingga total rata-rata nilai besaran simpangan adalah penyimpangan pada
evaluasi jumlah penduduk, evaluasi penggunaan lahan dan struktur tata ruang
wilayah Kabupaten Lamongan adalah 68,74 %. Dapat disimpulkan lebih lanjut
bahwa penyimpangan di Kabupaten Lamongan merupakan simpangan cukup besar.
Secara eksternal telah terjadi perubahan kebijakan-kebijakan yang ada terutama
adanya pembaharuan undang-undang tentang penataan ruang dari UU No.24 Tahun
1992 tentang Tata Ruang menjadi UU No. 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang.
Dengan diterbitkannya UU nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, maka UU
nomor 24 tahun 1992 sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pengaturan penataan
ruang.
Berdasarkan keseluruhan dari evaluasi tata ruang wilayah di Kabupaten Lamongan,
maka disimpulkan bahwa tipologi peninjauan kembali pada Revisi Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan adalah Tipologi G dimana proses peninjauan

kembali RTRW Kabupaten memerlukan perubahan dan penyempurnaan rencana,


baik tujuan, sasaran, strategi serta struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah.
Secara mendasar, RTRW Kabupaten Lamongan memerlukan perubahan dalam
tujuan, sasaran, strategi serta struktur dan pola pemanfaatan ruang.

Anda mungkin juga menyukai