Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Isu tentang kinerja pemerintahan daerah menjadi sorotan publik karena belum
maksimal menampakkan hasil yang baik yang dirasakan oleh rakyat. Rakyat menuntut
pemerintahan mempunyai kinerja yang baik dalam melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya sebagai perwujudan konsep otonomi daerah. Di Indonesia isu
menyangkut sistem pengukuran kinerja di lembaga pemerintah baik pusat maupun
daerah, mulai diatur semenjak dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor
7 tahun 1999. Inpres tersebut mengisyaratkan untuk diterapkannya Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) guna meningkatkan akuntabilitas
dan kinerja pemerintah di Indonesia. (Sofyani & Akbar, 2015)
Perubahan pada sistem pemerintahan yang awalnya menganut pola
pertanggungjawaban terpusat berubah menjadi pola desentralisasi. Otonomi daerah
dilaksanakan sesuai dengan landasan hukum yang mengaturnya yaitu Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan daerah, kedua
landasan tersebut merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan dengan pemerintah
pusat dalam upaya meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan masyarakat serta telah membuka jalan bagi pelaksanaan
reformasi sector public di Indonesia.
Indonesia telah mengadopsi pemikiran New Public Management (NPM) dengan
melakukan reformasi keuangan Negara yang mulai bergulir sejak akhir tahun 2003,
dengan dikeluarkannya tiga peraturan keuangan negara yang baru, yaitu dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1
tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2005
tentang pemeriksaan keuangan Negara. Dengan ketiga peraturan keuangan tersebut maka
akan mengubah cara pola pikir terhadap pengelolaan keuangan, seperti pendapatan,
pengeluaran, dan investasi, mempengaruhi kinerja administrasi negara, termasuk tingkat
transparansi dan akuntabilitas, dapat memberikan wawasan berharga tentang cara
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintah daerah.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga merupakan salah satu pemerintah yang
menjadi sorotan public. Sebanyak sembilan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat
(Jabar) berhasil meraih Wajar Tanpa Pengececualian (WTP) dari Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) untuk Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD) Tah un Anggaran (TA) 2022, salah satunya WTP tersebut
diraih oleh Kabupaten Garut.
Penyerahan LHP atas LKPD TA 2022 Kabupaten Garut ini diserahkan langsung
oleh Kepala BPK Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Barat, Paula Henry
Simatupang kepada Bupati Garut, Rudy Gunawan dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Kabupaten Garut, Euis Ida Wartiah, di Gedung Auditorium Lt. 5 kantor
BPK Perwakilan Provinsi Jawa Barat, Jalan Moch. Toha, Kota Bandung (09/5/2023).
Mengutip siaran pers Humas BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat,
pemeriksaan laporan keuangan bertujuan untuk memberikan opini kewajaran laporan
keuangan dan meyakinkan stakeholders bahwa laporan keuangan telah disusun sesuai
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), patuh terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan, serta didukung dengan desain dan implementasi Sistem Pengendalian Intern
(SPI) yang memadai, dengan berpedoman pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
(SPKN).
Sesuai Pasal 20 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, pejabat daerah wajib
menyampaikan tindak lanjut rekomendasi kepada BPK selambat-lambatnya 60 hari
setelah LHP diterima.(Auditya et al., 2021)
Meski meraih WTP masih ada kekurangan terhadap volume dan kualitas proyek
pembangunan, serta pensertifikatan dan pengadministrasian asset yang bergerak.
Kinerja proyek yang tidak sesuai di Kabupaten Garut adalah masalah serius yang
memengaruhi efektivitas dan efisiensi pelaksanaan proyek-proyek pembangunan di
daerah tersebut. Beberapa hal yang mungkin menjadi penyebab kinerja proyek yang tidak
sesuai meliputi kurangnya perencanaan yang matang, pengelolaan keuangan yang buruk,
penyalahgunaan sumber daya, dan masalah dalam pelaksanaan kontrak.
Kurangnya perencanaan yang matang dapat menyebabkan ketidakjelasan tujuan
proyek, alokasi anggaran yang tidak memadai, dan kurangnya pemahaman tentang
tantangan yang mungkin muncul selama pelaksanaan proyek. Hal ini seringkali
mengakibatkan penundaan proyek, peningkatan biaya, dan hasil yang tidak sesuai dengan
yang diharapkan.
Pengelolaan keuangan yang buruk adalah faktor lain yang dapat mempengaruhi
kinerja proyek di Kabupaten Garut. Proyek-proyek seringkali mengalami masalah
pengeluaran yang tidak terkendali, termasuk pemborosan dan penyalahgunaan dana
proyek. Ini tidak hanya menguras anggaran publik, tetapi juga merugikan pelayanan yang
seharusnya diberikan kepada masyarakat.
Selain itu, penyalahgunaan sumber daya, seperti penggunaan bahan berkualitas
rendah atau penunjukan kontraktor tanpa melalui proses lelang yang adil, juga dapat
merusak kinerja proyek. Tindakan ini tidak hanya tidak etis, tetapi juga dapat
mengakibatkan hasil proyek yang tidak tahan lama dan tidak memenuhi standar kualitas
yang diharapkan.
Masalah dalam pelaksanaan kontrak juga merupakan faktor penting yang
memengaruhi kinerja proyek di Kabupaten Garut. Pelaksanaan kontrak yang buruk,
termasuk perubahan perjanjian kontrak dan kurangnya pengawasan, dapat menghambat
proyek dan mengakibatkan ketidaksesuaian antara hasil yang diharapkan dan hasil yang
dicapai.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya serius dalam perencanaan,
pengawasan, dan pengelolaan proyek di Kabupaten Garut. Transparansi dalam
penggunaan anggaran publik, perencanaan yang matang, perawatan yang lebih baik
terhadap sumber daya, dan pengelolaan kontrak yang lebih efektif adalah langkah-
langkah yang dapat membantu memastikan kinerja proyek yang sesuai dan manfaat yang
maksimal bagi masyarakat. Dengan melakukan perubahan yang diperlukan, Kabupaten
Garut dapat memastikan bahwa proyek-proyek pembangunan berjalan sesuai dengan
harapan dan membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah Pengeluaran Pemerintah Daerah Berpengaruh Terhadap Kinerja Pemerintah
Daerah Di Kabupaten Garut?
2. Bagaimana Pengelolaan Pendapatan Pemerintah Daerah Mempengaruhi Kinerja
Pemerintah Daerah Di Kabupaten Garut?
3. Bagaimana Transparansi Dan Akuntabilitas Memengaruhi Kinerja Pemerintah
Daerah Di Kabupaten Garut?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengetahui Bagaimana Pengeluaran Pemerintah Daerah Berpengaruh
Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah Di Kabupaten Garut
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Pengelolaan Pendapatan Pemerintah Daerah
Mempengaruhi Kinerja Pemerintah Daerah Di Kabupaten Garut
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Transparansi Dan Akuntabilitas Memengaruhi Kinerja
Pemerintah Daerah Di Kabupaten Garut?
1.4 Manfaat Penelitian
1. Pemahaman yang Lebih Baik tentang Kinerja Pemerintah Daerah: Penelitian ini dapat
memberikan wawasan yang lebih dalam tentang faktor-faktor yang memengaruhi
kinerja pemerintah daerah di Kabupaten Garut. Ini akan membantu para pembuat
kebijakan dan pemangku kepentingan lokal untuk memahami area-area di mana
pemerintah daerah telah berhasil dan di mana masih diperlukan perbaikan.
2. Perbaikan Pengelolaan Keuangan: Penelitian ini dapat membantu pemerintah daerah
untuk mengidentifikasi kebijakan dan praktik pengelolaan keuangan yang efektif.
Informasi ini dapat digunakan untuk mengoptimalkan alokasi sumber daya dan
menghindari pemborosan serta penyalahgunaan anggaran.
3. Rekomendasi Kebijakan: Hasil penelitian ini dapat memberikan dasar yang kuat
untuk merumuskan rekomendasi kebijakan yang lebih baik dalam pengelolaan
keuangan pemerintah daerah. Rekomendasi ini dapat membantu dalam merancang
kebijakan dan praktik terbaik yang mendukung peningkatan kinerja administrasi
pemerintah daerah.
4. Kontribusi pada Literatur Akademis: Penelitian ini dapat memberikan kontribusi
penting pada literatur akademis mengenai administrasi publik, keuangan publik, dan
analisis kebijakan. Hasil penelitian dapat digunakan oleh peneliti lain sebagai dasar
untuk penelitian selanjutnya.
5. Pemberdayaan Masyarakat: Informasi yang diperoleh dari penelitian ini dapat
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan pemerintah
daerah, sehingga masyarakat dapat lebih terlibat dalam pengawasan dan pengambilan
keputusan.
6. Peningkatan Kinerja Pemerintah Daerah: Dengan lebih memahami hubungan antara
pengelolaan keuangan dan kinerja pemerintah daerah, Kabupaten Garut dapat
meningkatkan kinerjanya, mengoptimalkan pelayanan publik, dan mencapai tujuan
pembangunan yang lebih baik.
7. Replikasi Studi: Hasil penelitian ini dapat memberikan contoh bagi pemerintah
daerah lain dalam atau luar negeri yang ingin melakukan penelitian serupa, sehingga
dapat memberikan manfaat yang lebih luas dalam hal pengelolaan keuangan publik.
1.5 Kegunaan Penellitian
1.5.1 Kegunaan Teoritis
a. Bagi Penulis
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan, wawasan dan ilmu yang bermanfaat
tentang masalah yang berkaitan dengan Pengaruh Pengelolaan Keuangan
Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah.
b. Bagi pihak lain
Penelitian ini diharapkan berguna bagi peneliti selanjutnya sebagai referensi
penelitian terutama yang berkaitan dengan mengenai Pengaruh Pengelolaan
Keuangan Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah.
1.5.2 Kegunaan Praktis
Sebagai masukan bagi pihak yang berkepentingan dalam menganalisis
Pengaruh Pengelolaan Keuangan Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah,
khususnya dilihat dari pengelolaan keuangan dan kinerja pemerintah, sehingga
dapat dijadikan dasar untuk pengambilan kebijakan, terutama di Kabupaten Garut.

Analisis Pengaruh Pengelolaan Keuangan Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah di


Kabupaten Garut
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Penelitian Terdahulu


No Judul Nama Tahun Isi Penelitian Persamaan Perbedaan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

2.2 Tinjauan Pustaka


2.2.1 Administrasi Publik
Menurut Nicholas Henry (2008: 8) mendefisikan administrasi publik
adalah suatu kombinasi yang kompleks antara teori dan praktik dengan tujuan
mempromosikan pemahaman terhadap pemerintah dalam hubungannya dengan
masyarakat yang diperintah dan juga mendorong kebijakan publik agar lebih
responsif terhadap kebutuhan sosial. Administrasi publik berusaha melembagakan
praktik-praktik manajemen agara sesuai dengan nilai efektifitas dan efisiensi.

Dengan demikian administrasi public bertujuan untuk mempromosikan


pemahaman yang lebih baik terhadap pemerintah, baik dari segi struktur, fungsi,
maupun tujuannya, selain itu, pemahaman terhadap masyarakat yang diperintah
juga menjadi focus, sehingga pemerintah dapat merespons kebutuhan dan aspirasi
masyarakat dengan lebih baik. Administrasi public berupaya membuat kebijakan
public yang responsive terhadap kebutuhan social. Hal ini mencakup identifikasi
dan pemahaman terhadap masalah-masalah social yang dihadapi oleh masyarakat
serta penyususnan kebijakan yang dapat mengatasi permasalah tersebut.
2.2.2 Manajemen Keuangan
Menurut J.L Massie manajemen keuangan merupakan kegiatan
operasional dalam bisnis yang bertanggung jawab untuk mendapatkan dan
memanfaatkan uang yang ada secara efektif sesuai dengan kebutuhan operasional
yang efisien.
Menurut Bambang riyanto manajemen keuangan merupakan semua
aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan yang berkaitan dengan upaya untuk
memperoleh uang yang dibutuhkan dengan biaya serendah mungkin, syarat-syarat
yang membawa keuntungan maksimal serta memanfaatkan dana tersebut dengan
cara paling efisien.
Menurut Grestenberg, manajemen keuangan secara umum bisa
didefinisikan sebagai cara bagaimana sebuah perusahaan memperoleh modal
berupa uang, bagaimana cara mereka menggunakan uang tersebut dan bagaimana
cara mereka mendistribusikannya. Dalam (Nusa, 2023)
Dengan demikian manajemen keuangan merupakan kegiatan operasional
yang sangat vital dalam konteks bisnis. Focus utamanya adalah mendapatkan dan
memanfaatkan dana dengan cara yang efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan
operasional. Manajemen keuangan melibatkan rangkaian aktivitas yang mencakup
perolehan modal dengan biaya serendah mungkin, penerapan syarat-syarat yang
dapat membawa keuntungan maksimal bagi perusahaan, serta pengelolaan dan
distribusi dana secara optimal. Dengan demikian, keseluruhan tujuan manajemen
keuangan adalah mencapai keseimbangan yang baik antara perolehan dana,
penggunaan dana, dan distribusi dana untuk mendukung kelangsungan dan
pertumbuhan perusahaan.
2.2.3 Pengelolaan Keuangan Daerah
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2019
tentang pengelolaan keuangan daerah mengatur mengenai lingkup keuangan
daerah yang meliputi antara lain pajak dan retribusi daerah, kewajiban daerah,
penerimaan dan pengeluaran daerah, kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau
pihak lain, maupun kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah.
Selain itu, dalam PP ini mengatur mengenai pengelola keuangan daerah, APBD,
penyusunan Rancangan APBD, penetapan APBD, pelaksanaan dan
penatausahaan APBD, laporan realisasi, akuntansi dan pelaporan keuangan
pemerintah daerah, penyusunan rancangan pertanggungjawaban APBD, kekayaan
daerah dan utang daerah, Badan Layanan Umum Daerah, penyelesaian kerugian
keuangan daerah, informasi keuangan daerah, hingga pembinaan dan pengawasan

pengelolaan keuangan daerah. Dalam (RI, 2019)


Dengan demikian didalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019
meliputi suatu perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, pertanggungjawaban
keuangan, pengawasan, serta aspek-aspek lain yang terkait dengan keuangan
daerah. tujuannya adalah untuk menciptakan tata kelola keuangan daerah yang
lebih baik, berorientasi pada hasil, dan dapat mendukung pembangunan yang
berkesinambungan, serta menjaga tingkat akuntabilitas dan transparansi dalam
penglolaan dana public.
2.2.4 Kinerja Pemerintah Daerah
Menurut Afandi (2018:83) Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai
oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan
organisasi secara illegal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan
moral dan etika. Kinerja dari suatu pemerintah daerah merupakan cerminan
kualitas proses atau keberhasilan kegiatan/program yang telah dilakukan untuk
mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang diwujudkan dalam bentuk hasil
berupa peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
Kinerja pemerintah daerah memiliki arti yang sangat penting bukan saja
bagi masyarakat selaku pemilik kedaulatan, dan para donator selaku penyumbang
dana, tetapi juga penting bagi Pemerintah Daerah sendiri selaku Eksekutif,
terlebih-lebih bagi DPRD yang secara fungsional memiliki tanggungjawab atas
pelaksanaan fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.
Menurut Mohamad Mahsun (2006:77) indikator kinerja pemerintah daerah
adalah sebagai berikut: 1) Indikator Masukan (Input) adalah segala sesuatu yang
dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan
keluaran. 2) Indikator proses (Process). Dalam indikator ini, organisasi/ instansi
merumuskan ukuran kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan, maupun
tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan tersebut. 3) 8 Indikator keluaran adalah
sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari seatu kegiatan yang dapat berupa
fisik dan/atau nonfisik. 4) Indikator hasil adalah sesutu yang mencerminkan
berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). 5)
Indikator manfaat adalah segala sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari
pelaksanaan kegiatan.
2.3 Kerangka Pemikiran
a) Naratif
Dalam rangka penyelenggaran otonomi daerah, pemerintah daerah diberikan
kewenangan yang luas dalam menyelenggarakan semua urusan pemerintahan.
Pengelolaan keuangan daerah yang dituangkan dalam bentuk APBD adalah salah satu
aspek pelaksanaan otonomi daerah yang haru dilaksanakan secara efektif dan efisien
sehingga bisa berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut,
APBD dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam penilaian kinerja keuangan pemerintah
daerah.
Dengan semakin besarnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang didasarkan pada prinsipprinsip good governance, maka perlu
dilakukan pembenahan terhadap tata kelola pemerintahan yang ada dengan melakukan
reformasi birokrasi, penegakan hukum, dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Untuk
itulah, peran dan fungsi pengawasan internal di daerah sangat diperlukan dan harus
ditingkatkan sesuai dengan garis kewenangan yang dimiliki.
Begitu juga dengan Pemerintah Daerah yang tujuan rencana kerjanya sudah
termaktub dalam sebuah Rencana Kerja untuk jangka waktu yang sudah ditentukan yang
selanjutnya dibuatlah suatu Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD) untuk
mendukung pelaksanan Rencana Kerja tersebut. Untuk mencapai tujuan yang sudah
ditetapkan dalam Rencana Kerja, Kepala Daerah melaksanakan beberapa fungsi yaitu,
perencanaan, penyusunan staf, pengarahan dan pengendalian.
Pengelolaan anggaran daerah merupakan salah satu perhatian utama para
pengambil keputusan di pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Sejalan
dengan hal tersebut, berbagai perundangundangan dan produk hokum telah ditetapkan
dan mengalami perbaikan atau penyempurnaan untuk menciptakan sistem pengelolaan
anggaran yang mampu memenuhi berbagai tuntutan dan kebutuhan masyarakat, yaitu
terbentuknya semangat desentralisasi, demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas
dalam proses penyelenggaraan pemerintahan pada umumnya dan proses pengelolaan
keuangan daerah. menyatakan bahwa terdapat lima prinsip manajemen keuangan daerah
yang diperlukan untuk mengontrol kebijakan keuangan daerah meliputi :
1. Akuntabilitas, mensyaratkan bahwa pengambilan keputusan berperilaku sesuai
dengan mandat atau amanah yang diterimanya. Untuk itu, baik dalam proses perumusan
kebujakan, cara-cara untuk mencapai keberhasilan atas kebijakan yang telah dirumuskan
berikut hasil kebijakan tersebut harus dapat diakses dan dikomunikasikan secara vertikal
maupunhorizontal kepada masyarakat.
2. Value for money, Indikasi keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi adalah terjadinya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat
(social welfare) yang semakin baik, kehidupan demokrasi yang semakin maju,
keadilan, pemerataan, serta adanya hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta
antar daerah. Keadilan tersebut hanya akan tercapai apabila penyelenggaraan
pemerintahan daerah dikelola dengan memperhatikan konsep value for money.
3. Kejujuran dalam mengelola keuangan publik (probity), Pengelolaan keuangan
daerah harus dipercayakan kepada staf yang memilki integritas dan kejujuran yang tinggi,
sehingga kesempatan untuk korupsi dapat diminimalkan.
4. Transparansi, keterbukaan pemerintahan daerah dalam membuat
kebijakankebijakan keuangan daerah sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPRD
dan masyarakat. Transparansi pengelolaan keuangan daerah pada akhirnya akan
menciptakan horizontal accountability antara pemerintah daerah dengan masyarakat
sehingga tercipta pemerintah daerah yang bersih, efektif, efisien, akuntabel, dan responsif
terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat.
5. Pengendalian, Pendapatan dan belanja daerah (APBD) harus sering dievaluasi,
yaitu dibandingkan antara yang diselenggarakan dengan yang dicapai. Untuk itu
diperlukan analisis varians (selisih) terhadap pendapatan dan belanja daerah agar dapat
sesegera mungkin dicari penyebab timbulnya varians untuk kemudian dilakukan tindakan
antisipasi kedepan.
Menurut Mohamad Mahsun (2006:77), Indikator kinerja Pemerintah Daerah
terdapat beberapa jenis yaitu :
1. Indikator Masukan (Input),
2. Indikator Proses (Process),
3. Indikator Keluaran (Output),
4. Indikator Hasil (Outcomes),
5. Indikator Manfaat (Benefit), dan
6. Indikator Dampak (Impact).
b) Bagan Kerangka Pemikiran

Pengelolaan Keuangan Kinerja Pemerintah


Daerah Daerah

1. Indikator Masukan (Input),


1. Akuntabilitas
2. Indikator Proses (Process),
2. Value For Money
3. Probity 3. Indikator Keluaran (Output),
4. Transparansi 4. Indikator Hasil (Outcomes),
5. Pengendalian
5. Indikator Manfaat (Benefit), dan
6. Indikator Dampak (Impact).”

Gambar 1.1
Bagan Kerangka Pemikiran
2.3.1 Hubungan Pengelolaan Keuangan Daerah terhadap Kinerja Pemerintah
Daerah
Afandi (2018:83) menyatakan Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai
oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan
organisasi secara illegal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan
moral dan etika. Kinerja dari suatu pemerintah daerah merupakan cerminan
kualitas proses atau keberhasilan kegiatan/program yang telah dilakukan untuk
mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang diwujudkan dalam bentuk hasil
berupa peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam rangka mewujudkan kinerja pemerintahan yang memuaskan berupa
tata kelola pemerintahan yang baik (good government dan governance),
pemerintah terus melakukan berbagai upaya perbaikan untuk meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara/daerah, salah satunya
dengan penyempurnaan system administrasi Negara secara menyeluruh (LAN
2000).
Salah satu cara yang ditempuh pemerintah dengan menerbitkan dan
menyempurnakan perangkat peraturan perundangan tentang pengelolaan
keuangan Negara/daerah. Disisi lain untuk, untuk mewujudkan kinerja pemerintah
daerah yang sesuai dengan value for money (economy, efficiency, effective), perlu
peningkatan peran fungsi aparat pemeriksa fungsional pemerintah di lingkungan
pemerintah daerah (Mardiasmo 2002).
2.4 Hipotesis penelitian
Dari kerangka pemikiran, maka dapat dibuat Paradigma Penelitian. Dengan
Paradigma Penelitian, peneliti dapat menggunakannya sebagai panduan untuk hipotesis
penelitian yang selanjutnya dapat digunakan dalam mengumpulkan data dan analisis.
Paradigm pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Pengelolaan keuangan Daerah Kinerja Pemerintah Daerah
(X) (Y)

Gambar 2.2
Paradigma Penelitian

Berdasarkan uraian kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis yang diajukan peneliti adalah :
“Terdapat Pengaruh Pengelolaan Keuangan Daerah terhadap Kinerja Pemerintah Daerah”.

Anda mungkin juga menyukai