Anda di halaman 1dari 14

EKONOMI PUBLIK

DASAR TEORI PERKEMBANGAN PENGELUARAN


PEMERINTAH

Oleh :
1. Ni KetutAyu Ariani
2. Ni Putu Winda Yani
3. Gede Navo Hendyhartono Mudiarcana

(1415151039)
(1415151040)
(1415151041)

Jurusan Ekonomi Pembangunan


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Dasar Teori
Perkembangan Pengeluaran Pemerintah, dapat diselesaikan dengan waktu yang direncanakan.
Terselesainya makalah ini berkait dari berbagai pihak, maka dari itu tak lupa kami ucapkan
terimakasih kepada Bapak I Nengah Kartika.
Penulis menyadari bahwa, dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna,
karena keterbatasan kemampuan, waktu, dan pengalaman penulis. Namun demikian, makalah
ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, saran dan
kritik sangat diharapkan untuk penyempurnaan makalah ini.

Denpasar, 5 Maret 2016


Kelompok 9

Daftar Isi
BAB I........................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN........................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 5
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................ 5

BAB II.......................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN............................................................................................................. 6
2.1 Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah...........6
2.2 Hukum Wagner.................................................................................................. 7
2.3 Teori Peacock Dan Wiseman.............................................................................. 9
BAB III....................................................................................................................... 13
PENUTUP.................................................................................................................. 13
3.1

Kesimpulan.................................................................................................. 13

3.2

Saran........................................................................................................... 13

Daftar Pustaka.......................................................................................................... 14

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Setiap anggota masyarakat menginginkan kemakmuran material dan spiritual dalam arti
dapat terpenuhi keinginan atau kebutuhannya yang selalu berkembang, maka bagi masyarakat
sebagai keseluruhan menghendaki keamanan (termasuk kestabilan), keadilan dan kemakmura,
disini pemerintah dalam kegiatannya ditujukan untuk mencapai tujuan tersebut agar keinginan
masyarakatnya terpenuhi. Dalam pelaksanaannya digunakan barang-barang dan jasa dengan
berbagai bentuk termasuk berupa uang. Penggunaann uang untuk melaksanakan fungsi
pemerintah inilah yang dimaksudkan dengan pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah
dapat juga diartikan sebagai penggunaan uang dan sumberdaya suatu negara untuk membiayai
suatau kegiatan negara atau pemerintah dalam rangka mewujudkan fungsinya dalam melakukan
kesejahteraan.
Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu unsur permintaan agregat. Konsep perhitungan
pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran menyatakan bahwa
Y = C + I + G + X-M.
Formula ini dikenal sebagai identitas pendapatan nasional, sekaligus mencerminkan
penawaran agregat. Sedangkan variable-variabel di ruas kanan disebut permintaan agregat.
Variable G menyatakan pengeluaran pemerintah (Government expenditures), I investment, X-M
adalah net ekspor. Dengan membandingkan nilai G terhadap Y serta mengamatinya dari waktu
ke waktu dapat diketahui seberapa besar kontribusi pengeluaran pemerintah dalam pembentukan
permintaan agregat atau pendapatan nasional. Dengan ini, dapat dianalisis seberapa penting
peranan pemerintah dalam perekonomian nasional.
Pemerintah tentu saja tidak hanya melakukan pengeluaran, tetapi juga memperoleh penerimaan.
Penerimaan dan pengeluaran pemerintah dimasukkan dalam suatu konsep terpadu mengenai
pendapatan dan belanja negara. Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berkenaan dengan
penerimaan dan pengeluaran pemerintah (pendapatan dan belanja negara) disebut kebijksanaan
fiskal.
Pengeluaran pemerintah biasanya direncanakan jauh lebih dulu. Jadi pemerintah
membuat daftar anggaran yang akan dikeluarkan setiap tahunya, yang di Indonesia dijabarkan
dalam Anggaram Perencanaan Belanja Negara (APBN). Pengeluaran pemerintah sendiri
dibedakan menjadi dua, yaitu pengeluaran negara dan pengeluaran daerah, yang masing-masing

mempunyai struktur pengeluaran tersendiri dan berbeda. Dalam makalah ini nantinya akan
dijelaskan tentang pengeluaran pemerintah, baik pengeluaran negara maupun daerah.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas dapat kami tarik suatu rumusan masalah sebagai
berikut :
a
b
c

Bagaimanakah model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah?


Apakah yang dimaksud dengan Hukum Wagner?
Apakah yang dimaksud dengan teori Peacock dan Wiseman?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui konsep
dasar teori perkembangan pengeluaran pemerintah, serta teorinya Wagner dan Peacock Wiseman.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran


Pemerintah
Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan
perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap tahap pembangunan ekonomi yang
dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Pada tahap awal
perkembangan ekonomi, presentase investasi pemerintah terhadap total investasi beras sebab
pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana, seperti pendidikan, kesehatan,
prasarana transportasi, dan sebagainya. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi,
investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat
tinggal landas, namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin membesar.
Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menenga, oleh karena itu peranan swasta yang
semakin besar ini banyak menimbulkan kegagalan pasar, dan juga menyebabkan pemerintah
harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan kualitas
yang lebih baik. Selain itu, pada tahap ini perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya
hubungan antar sector yang semakin rumit (complicated). Misalnya pertumbuhan ekonomi
yang ditimbulkan oleh perkembangan sector industry, menimbulkan semakin tingginya
tingkat pencemaran udara dan air, dan pemerintah harus turun tangan untuk mengatur dan
mengurangi akibat negative dari polusi itu terhadap masyarakat. Pemerintah juga harus
melindungi buruh yang berada dalam posisi yang lemah agar dapat meningkatkan
kesejahteraan mereka ( Mangkoesoebroto, 1995:170).
Musgrave berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi swasta
dalam persentase terhadap GDP semakin besar dan persentase investasi pemerintah dalam
persentase terhadap GDP akan semakin kecil ( Mangkoesoebroto, 1995:170).
Pada tingkat ekonomi yang lebih lanjut, Rostow mengatakan bahwa pembangunan
ekonomi, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran

pengeluaran untuk aktivitas social seperti halnya, program kesejahteraan hari tua, program
pelayanan kesehatan masyarakat, dan sebagainya ( Mangkoesoebroto, 1995:170).
Teori perkembangan peranan pemerintah yang dikemukakan oleh Musgrave dan
Rostow adalah suatu pandangan yang ditimbulkan dari pengamatan berdasarkan
pembangunan ekonomi yang dialami oleh banyak Negara, tetapi tidak didasarkan oleh suatu
teori tertentu. Selain itu, tidak jelas apakah tahap pertumbuhan ekonomi terjadi dalam tahap
demi tahap, ataukah beberapa tahap dapat terjadi secara simultan ( Mangkoesoebroto,
1995:171).

2.2 Hukum Wagner


Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah
yang smakin besar dalam persentase terhadap GDP yang juga didasarkan pula pengamatan di
Negara Negara Eropa, U.S. dan Jepang pada abad ke-19. Wagner mengemukakan
pendapatnya dalam bentuk suatu hukum, akan tetapi dalam pandangannya tersebut tidak
dijelaskan apa yang dimaksud dengan pertumbuhan pengeluaran pemerintah dan GNP,
apakah dalam pengertian pertumbuhan secara relative ataukah secara absolute. Apabila yang
dimaksud oleh Wagner adalah perkembangan pengeluaran pemerintah secara relative
sebagaimana teori Musgrave, maka hukum Wagner adalah sebagai berikut; dalam suatu
perekonomian, apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relative pengeluaran
pemerintah pun akan meningkat ( Mangkoesoebroto, 1995:171).
Dasar dari hukum tersebut adalah pengamatan empiris dari Negara-negara maju (UsA,
German, Jepang), tetapi hukum tersebut member dasar akan timbulnya kegagalan pasar dan
eksternalitas. Wagner menyadari bahwa dengan bertumbuhnya perekonomian hubungan
antara industry dengan industry, hubungan industry dengan masyarakat, dan sebagainya
menjadi semakin rumit atau kompleks. Dalam hal ini, Wagner menerangkan mengapa
peranan pemerintah menjadi semakin besar, yang terutama disebabkan karena pemerintah
harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum pendidikan, rekreasi,
kebudayaan dan sebagainya ( Mangkoesoebroto, 1995:171).
Kelemahan hukum Wagner adalah karena hukum tersebut tidak didasarkan pada suatu
teori mengenai pemilihan barang barang publik. Wagner mendasarkan pandangannya

dengan suatu teori yang disebut teori organis mengenai pemerintah (organic theory of the
state) yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari
anggota masyarakat lainnya ( Mangkoesoebroto, 1995:171-172).
Hukum Wagner dapat diformulasikan sebagai berikut:
P k PP1 PkPP 2
PkPPn
<
<..<
PPK 1 PPK 2
PPKn
PkPP

: Pengeluaran pemerintah per kapita

PPK

: pendapatan per kapita, yaitu GDP/jumlah penduduk

1, 2,.n

: Jangka waktu(tahun)

Hukum Wagner ini ditunjukkan dalam diagram 2.1, dimana kenaikan pengeluaran
pemerintah mempunyai bentuk eksponensial yang ditunjukkan oleh kurva 1, dan bukan
seperti ditunjukkan oleh kurva 2 ( Mangkoesoebroto, 1995: 172).

Teori Wagner mendasarkan pandangannya pada suatu teori yang disebut organic theory of
state yaitu teori organis yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak
terlepas dengan masyarakat lain. Kurva diatas menunjukkan secara relatif peranan pemerintah
semakin meningkat.

2.3 Teori Peacock Dan Wiseman


Peacock dan wiseman adalah dua orang yang mengemukakan teori mengenai
perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik. Teori mereka didasarkan pada suatu
pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran,
sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai
pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut, sehingga teori Peacock dan Wiseman
merupakan dasar dari teori pemungutan suara. Peacock dan Wiseman mendasarkan teori
meraka pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu
suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan
oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi masyarakat menyadari
bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah sehingga
mereka mempunyai suatu tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar pajak. Tingkat
toleransi pajak ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikkan pemungutan pajak
secara semena mena. Menurut Mangkoesoebroto (1995: 173-176).Teori Peacock dan
Wiseman adalah sebagai berikut:
Perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat
walaupun tariff pajak tidak berubah, dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan
pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam keadaan normal,
meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga
dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar.
Apabila keadaan normal tersebut terganggu, misalnya karena adanya perang, maka
pemerintah harus memperbesar pengeluarannya untuk membiayai perang. Karena itu
penerimaan pemerintah dari pajak juga meningkat, dan pemerintah meningkatkan
penerimaannya tersebut dengan cara menaikkan tarif pajak sehingga dana swasta untuk
investasi dan konsumsi menjadi berkurang. Keadaan ini disebut efek pengalihan, (
displacement effect) yaitu adanya suatu gangguan social menyebabkan aktivitas swasta

dialihkan pada aktivitas pemerintah. Perang tidak bisa dibiayai hanya dengan pajak, sehingga
pemerintah juga harus meminjam dari Negara lain untuk pembiayaan perang. Setelah perang
selesai, sebetulnya pemerintah dapat menurunkan kembali tarif pajak pada tingkat sebelum
adanya gangguan. Akan tetapi hal tersebut tidak dilaksanakan oleh karena pemerintah harus
mengembalikan bunga pinjaman dan angsuran utang yang digunakan untuk membiayai
perang, sehingga pengeluaran pemerintah setelah perang selesai meningkat tidak hanya
kerena GNP naik, tetapi juga karena pengembalian utang dan bunganya. Selain itu, banyak
aktivitas pemerintah yang baru kelihatan setelah terjadinya perang, dan ini disebut dengan
efek inspeksi (inspection effect). Adanya gangguan social juga akan menyebabkan terjadinya
konsentrasi kegiatan ke tangan pemerintah sebagaian kegiatan ekonomi yang tadinya
dilaksanakan oleh swasta. Ini adalah apa yang dinamakan efek konsentrasi (concentration
effect). Adanya ketiga efek diatas menyebabkan bertambahnya aktivitas pemerintah sehingga
setelah perang selesai, tingkat pajak tidak turun kembali pada tingkat sebelum terjadinya
perang. Hal ini dapat dilihat pada diagram 2.2.

Dalam

keadaan normal dari tahun t ke t+1, pengeluaran

pemerintah
persentase

dalam
terhadap

GNP

(atau

GDP)

naik

sebagaimana ditunjukkan

oleh

garis

AG. Apabila pada

tahun t terjadi
pengeluaran

perang

maka

pemerintah naik sebesar AC

dan kemudian

naik

ditunjukkan
segmen

pada

CD.

selesai (pada
pemerintah tidak turun ke G,

seperti

Setelah
tahun

t+1),

perang

pengeluaran

yaitu tingkat perkembangan pengeluaran

pemerintah apabila tidak terjadi perang. Hal ini disebabkan karena setelah perang pemerintah
memerlukan tambahan dana untuk mengembalikan pinjaman pemerintah yang digunakan
dalam pembiayaan perang, pinjaman mana tidak akan terjadi apabila perang tidak
berlangsung. Kenaikan tarif pajak tersebut dimaklumi oleh masyarakat, sehingga tingkat
toleransi pajak naik dan pemerintah dapat memungut pajak yang lebih besar tanpa
menimbulkan gangguan dalam masyarakat.
Efek atau akibat lain dari adanya suatu gangguan social adalah apa yang disebut dengan
efek inspeksi (inspection effect) yang timbul karena masyarakat sadar akan adanya hal hal
yang perlu ditangani oleh pemerintah setelah selesainya gangguan social tersebut. Misalnya
dalam hal perang, setelah perang selesai timbul masalah banyaknya yatim piatu cacat
veteran, dan sebagainya yang tidak terjadi atau timbul sebelum adanya perang. Setelah
perang selesai, pemerintah harus bertindak untuk menangani masalah tersebut dan
masyarakat pun dapat memaklumi tindakan pemerintah tersebut sehingga toleransi pajak pun
meningkat.
Jadi berbeda dengan pandangan Wagner, perkembangan pengeluaran pemerintah versi
Peacock dan Wiseman tidaklah berbentuk suatu garis, tetapi berbentuk seperti tangga
sebagaimana pada diagram dibawah ini. Hal ini dikarenakan adanya kendala toleransi pajak.
Ketika masyarakat tidak ingin membayar pajak yang tinggi yang ditetapkan pemerintah, maka
pemerintah tidak bisa meningkatkan pengeluarannya, walaupun pemerintah ingin senantiasa
menaikkan pengeluarannya.

Hipotesa yang dikemukakan oleh Peacock dan Wiseman mendapat kritikan dari Bird.
Bird menyatakan bahwa selama terjadinya gangguan social memang terjadi pengalihan
aktivitas pemerintah dari pengeluaran sebelum gangguan keaktivitas yang berhubungan
dengan gangguan tersebut. Hal ini akan menyebabkan kenaikan pengeluaran pemerintah
dalam persentasenya terhadap GNP. Akan tetapi setelah terjadinya gangguan, persentase
pengeluaran pemerintah terhadap GNP perlahan-lahan akan menurun kembali pada tingkat
sebelum terjadinya gangguan. Jadi menurut Bird, efek pengalihan hanya merupakan gejala
dalam jangka pendek, tetapi tidak terjadi dalam jangka panjang.
Hal yang penting dalam teori Peacock dan Wiseman adalah bahwa mereka
mengemukakan adanya toleransi pajak, yaitu suatu limit perpajakan, akan tetapi mereka tidak
menyatakan pada tingkat berapakah toleransi pajak tersebut. Clarke menyatakan bahwa limit
perpajakan sebesar 25 persen dari pendapatan nasional. Apabila limit tersebut dilampaui
maka akan terjadi inflasi dan gangguan social lainnya.

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut


Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah
menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah
mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan
tersebut. Peranan pemerintah juga tidak kalah besar dengan peranan swasta. Semakin besarnya
peranan swasta juga banyak menimbulkan kegagalan pasar yang terjadi. Musgrave memiliki
pendapat bahwa investasi swasta dalam presentase terhadap GNP semakin besar dan presentase
investasi pemerintah dalam presentase terhadap GNP akan semakin kecil. Pada tingkat ekonomi
selanjutnya, Rostow mengatakan bahwa aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana
ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti kesejahteraan hari tua, program
pelayanan kesehatan masyarakat.
Wagner menyatakan bahwa dalam suatu perekonomian apabila pendapatan per kapita
meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat terutama disebabkan
karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum,
pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya.

Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat
mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat
memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai
pengeluaran pemerintah. Jadi masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana
untuk membiayai aktivitas pemerintah sehingga mereka mempunyai tingkat kesediaan
masyarakat untuk membayar pajak. Tingkat toleransi ini merupakan kendala bagi pemerintah
untuk menaikkan pemungutan pajak secara semena-mena.

3.2

Saran

Pemerintah harus mengalokasikan anggaran dengan efektif ke pos-pos pengeluaran yang


dapat meningkatkan produk domestik bruto sebagai salah satu indikator pertumbuhan ekonomi.
Hal ini dapat dilakukan dengan mengurangi laju pertumbuhan jumlah pegawai sehingga dapat
mengurangi belanja pegawai. Hal lain yang dapat dilakukan adalah perlunya dipikirkan perlunya
pengurangan subsidi BBM yang memberatkan APBN. Skala prioritas ini memang membawa
dampak terhadap kemiskinan dan pengangguran.
Bila sudut pandangnya dari pertumbuhan ekonomi (efisien) maka equality akan
berkurang. Hal ini dapat dikurangi dengan mengalokasikan ke proyek-proyek pembangunan
yang bersifat padat karya. Tetapi hal ini juga menimbulkan dampak ketidakefisienan dibanding
menggunakan padat modal. Memang pada akhirnya pemerintah harus bijaksana untuk
mengambil kebijakan dengan mempertimbangkan dampak terdapat efisiensi dan equality.

Daftar Pustaka
Mangkoesoebroto, Guritno. 1995. Ekonomi Publik. Yogyakarta: BPFE- Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai