Anda di halaman 1dari 6

ATOMIC FORCE MICROSCOPY (AFM)

Pengertian atomic force microscopy


Atomic Force Microscopy (AFM) adalah suatu alat untuk melihat, memanipulasi
atom-atom di dimensi nano. Alat ini ditemukan pada th 1986 oleh Gerg Binnig, Calfin F
Quate, dan Christoph Gerber ara.

Nano adalah satuan panjang sebesar sepertriliun meter (1 nm=10-9m). Bahan


berstruktur nano merupakan bahan yang memiliki paling tidak salah satu dimensinya
berukuran < 100 nm.AFM telah banyak digunakan dalam menyelidiki struktur, fungsi dan
spesifik sel pada biologi. Secara khusus, telah menggunakan AFM untuk menyelidiki
struktur-fungsi hubungan antara bakteri Streptococcus mutans. Streptococcus mutans
adalah dasar aetiological pada gigi mati tulang manusia (gigi).
Atomic force microscope mampu menampilkan gambar dimana ukurannya lebih
kecil dari 20ms. Mikroskop ini juga memungkinkan menampilkan gambar yang dari kristal
yang lunak dan permukaan polimer (A.D.L.Humphris,M.J.Miles,andJ.K.Hobbsb,2005).
AFM memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan scanning electron microscope. Tidak
seperti mikroskop elektron yang menghasilkan gambar dua dimensi dari sampel, AFM
memberikan gambaran sampel berupa tiga dimensi. Selain itu sampel yang akan dilihat
menggunakan AFM tidak memerlukan perlakuan khusus, seperti melapisi dengan karbon,
dll yang dapat menimbulkan perubahan ireversibel ataupun kerusakan pada sampel. AFM
dapat bekerja sebaik mungkin dalam kondisi lingkungan seperti apapun.

Hal tersebut memungkinkan untuk melakukan studi biologi dan mengamati


kehidupan suatu organisme. Secara prinsip AFM menyediakan resolusi yang lebih tinggi
dibanding Scanning Electron Microscope (SEM). Sedangkan kelemahan AFM dibanding
dengan scanning electron microscope ada pada ukuran gambar. SEM dapat menangkap
gambar dengan unit mm x mm dengan lapang pandang dalam mm. Sedangkan AFM hanya
dapat menangkap gambar dengan ketinggian maksimum dalam unit micrometer dan luas
maksimum pengamatan 150 x 150 micrometer.
Mungkin yang dimaksud dalam hal ini yaitu kemampuan AFM yang hanya
menampilkan gambar yang ukurannya sangat kecil. Sehingga jika ukurannya cukup besar,
AFM tidak dapat menampilkan gambar.Adapun AFM ini terdiri dari ujung jarum atau tip
yang digunakan untuk memindai spesimen permukaan , Penyangga yang biasanya silicon
atau silicon nitride dengan ujung radius berupa lengkungan pada urutan nanometer Ketika
ujung yang dibawa ke kedekat permukaan sampel, memaksa ujung dan sampel mengalami
pembelokan dari penyangga menurut hukum Hooke.
Pembelokan diukur dengan menggunakan laser spot tercermin dari bagian atas
penyangga menjadi serangkaian photodiode.Metode lain yang digunakan optik
interferometry, capacitive sensing atau piezoresistive AFM cantilevers. Centilevers ini siap
untuk disamakan dengan element piezoresistive Menggunakan jembatan Wheatstone di
penyangga pembelokan dapat diukur, tetapi metode ini tidak sensitif pada pembelokan
laser atau interferometry.
Photodiode digunakan untuk menangkap hasil scan dari piezoelectric dimana akan
di tampilkan pada layar.
Prinsip dan Cara Kerja Alat
Mikroskop gaya atom terdiri dari sebuah penopang (cantilever) dengan ujung yang
tajam sebagai alat pemeriksa (probe) yang digunakan untuk memindai permukaan
spesimen. Penopang ini biasanya terbuat dari silikon ataupun silikon nitrida dengan radius
kelengkungan ujung mencapai bilangan nanometer. Ketika ujungnya dibawa mendekati
permukaan sampel, gaya antara ujung tajam pemindai dengan permukaan sampel
menyebabkan pelengkungan penopang sesuai dengan hukum Hooke. Tergantung pada
situasinya, gaya yang diukur AFM meliputi gaya kontak mekanik, gaya van der Waals,
gaya kapiler, ikatan kimia, gaya elektrostatik, gaya magnet (lihat mikroskop gaya magnet,
MFM), gaya Casimir, gaya pelarutan, dll. Biasanya, kelengkungan ini diukur
menggunakan spot laser yang dicerminkan dari permukaan atas penopang menuju larik
fotodioda.

Metode-metode

lain

yang

digunakan

meliputi

interferometri

optik,

penginderaan kapasitif atau penopang AFM piezoresistif. Penopang ini dibuat dari unsurunsur pizoresistif yang dapat berperilaku sebagai tolok regangan. Dengan menggunakan
jembatan Wheatstone, regangan pada penopang AFM yang dikarenakan oleh pelengkungan
dapat diukur. Namun, metode ini tidak sesensitif metode interferometri.
Adapun cara kerja dari alat ini sangat mudah, untuk masalah sampel yang
digunakan persyaratan nya hanya memiliki paling tidak salah satu dimensinya berukuran <
100 nm.sample tidak perlu di lapisi dengan karbon atau lapisan apapun yang dapat
merusak sampel. Untuk persiapan awal terhadap sampel adalah sebagai berikut:
1. Letakkan sample pada tempat sample yang ada pada alat
2. Pastikan ujung tip berada tepat di permukaan sample

3. Hidupkan alat dan layar komputer

Untuk cara kerja alat AFM ini adalah:


1.

Selama scan, tip 'jarum' dari cantilever (sensor) maju mundur sepanjang
permukaan sample

2.

Gerak scan arah x,y, dan z dikontrol oleh tube scanner piezoelektrik

3.

Untuk mendeteksi setiap defleksi dari jarum, digunakan laser yang dipantulkan
ke ujung tip, selanjutnya malalui cermin laser menuju fotodiode.

4.

Piezoscanner dan photodiode terhubung melalui loop feedback, kemudian hasil


nya di tampilkan pada layar komputer yang telah tersedia

Input dan Output


Input dari alat AFM ini adalah atom /molekul yang berukuran < 100 nm. Output
dari alat ini berupa gambar tiga dimensi dari suatu atom/molekul.

Hasil Keluaran Alat AFM


Output/keluaran dari alat AFM adalah berupa gambar,dimana gambar yang
dihasilkan adalah gambar tiga dimensi sehingga gambar yang dihasilkan sangat jelas, baik
bentuk maupun struktur penyusun atom.

Perbedaan AFM, SEM dan Mikroskop optik


Berbicara tentang teknologi nano, maka tidak akan bisa lepas dari mikroskop,
yaitu alat pembesar untuk melihat struktur benda kecil tersebut. (Teknologi nano :
teknologi yang berbasis pada struktur benda berukuran nano meter. Satu nano meter =
sepermilyar meter). Tentu yang dimaksud di sini bukanlah mikroskop biasa, tetapi
mikroskop yang mempunyai tingkat ketelitian (resolusi) tinggi untuk melihat struktur
berukuran nano meter. Di bagian pertama tulisan ini, penulis bermaksud untuk mengulas
sejarah perkembangan mikroskop dan kemampuannya dalam mengamati suatu obyek
benda.
Kata mikroskop (microscope) berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata micron=kecil
dan scopos=tujuan, yang maksudnya adalah alat yang digunakan untuk melihat obyek yang
terlalu kecil untuk dilihat oleh mata telanjang. Dalam sejarah, yang dikenal sebagai
pembuat mikroskop pertama kali adalah 2 ilmuwan Jerman, yaitu Hans Janssen dan
Zacharias Janssen (ayah-anak) pada tahun 1590. Temuan mikroskop saat itu mendorong
ilmuan lain, seperti Galileo Galilei (Italia), untuk membuat alat yang sama. Galileo
menyelesaikan pembuatan mikroskop pada tahun 1609, dan mikroskop yang dibuatnya
dikenal dengan nama mikroskop Galileo. Mikroskop jenis ini menggunakan lensa optik,
sehingga disebut mikroskop optik. Mikroskop yang dirakit dari lensa optic memiliki
kemampuan terbatas dalam memperbesar ukuran obyek. Hal ini disebabkan oleh limit
difraksi cahaya yang ditentukan oleh panjang gelombang cahaya. Secara teoritis, panjang
gelombang cahaya ini hanya sampai sekitar 200 nanometer. Untuk itu, mikroskop berbasis
lensa optik ini tidak bisa mengamati ukuran di bawah 200 nanometer.
Untuk melihat benda berukuran di bawah 200 nanometer, diperlukan mikroskop
dengan panjang gelombang pendek. Dari ide inilah, di tahun 1932 lahir mikroskop
elektron. Sebagaimana namanya, mikroskop elektron menggunakan sinar elektron yang
panjang gelombangnya lebih pendek dari cahaya. Karena itu, mikroskop elektron

mempunyai kemampuan pembesaran obyek (resolusi) yang lebih tinggi dibanding


mikroskop optik. Sebenarnya, dalam fungsi pembesaran obyek, mikroskop elektron juga
menggunakan lensa, namun bukan berasal dari jenis gelas sebagaimana pada mikroskop
optik, tetapi dari jenis magnet. Sifat medan magnet ini bisa mengontrol dan mempengaruhi
elektron yang melaluinya, sehingga bisa berfungsi menggantikan sifat lensa pada
mikroskop optik. Kekhususan lain dari mikroskop elektron ini adalah pengamatan obyek
dalam kondisi hampa udara (vacuum). Hal ini dilakukan karena sinar elektron akan
terhambat alirannya bila menumbuk molekul-molekul yang ada di udara normal. Dengan
membuat ruang pengamatan obyek berkondisi vacuum, tumbukan elektron-molekul bisa
terhindarkan.
Ada 2 jenis mikroskop elektron yang biasa digunakan, yaitu tunneling electron
microscopy (TEM) dan SEM. TEM dikembangkan pertama kali oleh Ernst Ruska dan
Max Knoll, 2 peneliti dari Jerman pada tahun 1932. Saat itu, Ernst Ruska masih sebagai
seorang mahasiswa doktor dan Max Knoll adalah dosen pembimbingnya. Karena hasil
penemuan yang mengejutkan dunia tersebut, Ernst Ruska mendapat penghargaan Nobel
Fisika pada tahun 1986. Sebagaimana namanya, TEM bekerja dengan prinsip
menembakkan elektron ke lapisan tipis sampel, yang selanjutnya informasi tentang
komposisi struktur dalam sample tersebut dapat terdeteksi dari analisis sifat tumbukan,
pantulan maupun fase sinar elektron yang menembus lapisan tipis tersebut. Dari sifat
pantulan sinar elektron tersebut juga bisa diketahui struktur kristal maupun arah dari
struktur kristal tersebut. Bahkan dari analisa lebih detail, bisa diketahui deretan struktur
atom dan ada tidaknya cacat (defect) pada struktur tersebut. Hanya perlu diketahui, untuk
observasi TEM ini, sample perlu ditipiskan sampai ketebalan lebih tipis dari 100
nanometer. Dan ini bukanlah pekerjaan yang mudah, perlu keahlian dan alat secara khusus.
Obyek yang tidak bisa ditipiskan sampai order tersebut sulit diproses oleh TEM ini. Dalam
pembuatan divais elektronika, TEM sering digunakan untuk mengamati penampang/irisan
divais, berikut sifat kristal yang ada pada divais tersebut. Dalam kondisi lain, TEM juga
digunakan untuk mengamati irisan permukaan dari sebuah divais.
Tidak jauh dari lahirnya TEM, SEM dikembangkan pertama kali tahun 1938 oleh
Manfred von Ardenne (ilmuwan Jerman). Konsep dasar dari SEM ini sebenarnya
disampaikan oleh Max Knoll (penemu TEM) pada tahun 1935. SEM bekerja berdasarkan
prinsip scan sinar elektron pada permukaan sampel, yang selanjutnya informasi yang
didapatkan diubah menjadi gambar. Imajinasi mudahnya gambar yang didapat mirip
sebagaimana gambar pada televisi.

Cara terbentuknya gambar pada SEM berbeda dengan apa yang terjadi pada
mikroskop optic dan TEM. Pada SEM, gambar dibuat berdasarkan deteksi elektron baru
(elektron sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika
permukaan sampel tersebut discan dengan sinar elektron. Elektron sekunder atau elektron
pantul yang terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya
ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada layar monitor CRT (cathode ray tube). Di
layar CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah diperbesar bisa dilihat. Pada proses
operasinya, SEM tidak memerlukan sampel yang ditipiskan, sehingga bisa digunakan
untuk melihat obyek dari sudut pandang 3 dimensi.
Demikian, SEM mempunyai resolusi tinggi dan familiar untuk mengamati obyek
benda berukuran nano meter. Meskipun demikian, resolusi tinggi tersebut didapatkan
untuk scan dalam arah horizontal, sedangkan scan secara vertikal (tinggi rendahnya
struktur) resolusinya rendah. Ini merupakan kelemahan SEM yang belum diketahui
pemecahannya. Namun demikian, sejak sekitar tahun 1970-an, telah dikembangkan
mikroskop baru yang mempunyai resolusi tinggi baik secara horizontal maupun secara
vertikal, yang dikenal dengan scanning probe microscopy (SPM). SPM mempunyai
prinsip kerja yang berbeda dari SEM maupun TEM dan merupakan generasi baru dari tipe
mikroskop scan. Mikroskop yang sekarang dikenal mempunyai tipe ini adalahScanning
Tunneling Microscope (STM), Atomic Force Microscope (AFM) dan Scanning Near-Field
Optical Microscope (SNOM). Mikroskop tipe ini banyak digunakan dalam riset teknologi
nano

Anda mungkin juga menyukai