PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sendi tungkai bawah memiliki peranan penting untuk menopang beban yang
sangat besar, perendian pada tungkai bawah salah satunya adalah sendi lutut. Hampir
semua aktivitas yang dilakukan secara weight bearing pada tungkai bawah dan kaki
akan melibatkan persendian di lutut, sehingga sendi lutut sering mengalami cedera
karena over use. Keluhan nyeri pada lutut merupakan keluhan terbesar kedua yang
sering dikeluhkan di dunia medis, dan penderita merupakan kalangan usia dewasa
muda. Salah satu gangguan pada lutut adalah patella femoral pain syndrome (PFPS).
Patellofemoral pain syndrome adalah gangguan artikular yang diwujudkan oleh nyeri
pada bagian anterior lutut dan penurunan fungsional dalam kegiatan sehari-hari
(Alaca, 2002). Nyeri pada bagian anterior lutut merupakan 25% dari cedera pada lutut
dan 5% dari setiap cedera olahraga, yang mewakili keluhan 20% dari populasi,
patellofemoral pain syndrome terjadi terutama pada perempuan muda usia 15-25
tahun (Belchior, 2006). Patellofemoral pain syndromeatau yang sering disebut
sindroma lutut pelari (runners knee), adalah nyeri lutut yang paling sering terjadi dari
semua penyebab nyeri lutut yang dialami kebanyakan orang, sindroma ini ditandai
dengan adanya nyeri yang dirasakan disekitar tempurung lutut. Hampir semua orang
pernah mengalaminya, terutama pelari, pengendara sepeda, pejalan kaki, pekerja
kantoran khususnya yang sebagian besar aktivitasnya dalam keadaan duduk, dan juga
sering terjadi pada remaja. Hampir 40% sindroma ini diderita oleh para pengendara
sepeda motor yang setiap tahunnya mengeluh nyeri disekitar anterior lututnya, namun
korban sindroma ini yang paling banyak adalah para pelari jarak jauh (Ingraham,
2012).
Adanya
spasme
dari
jaringan
lunak
di
sekitar
sendi
lutut
dan
obliquus dengan otot vastus lateralis dapat mengubah dinamika dari sendi
patellofemoral. Ketidakseimbangan ini menyebabkan bergesernya patella ke lateral
dikarenkan pergerakan otot vastus lateralis selama ekstensi lutut. Secara klinis,
rehabilitasi untuk pasien dengan sindroma nyeri sendi patellofemoral sering
dilakukan penguatan otot vastus medialis obliquus dengan tujuan untuk
menstabilisasi otot.
mengurangi rasa sakit dan peradangan, mengendurkan otot yang spasme, dan untuk
mensupport otot-otot ketika bergerak secara 24 jam per harinya. Kinesiotapping
adalah jenis perekat non-restriktif yang memungkinkan untuk tetap bergerak
maximal. Berbeda dengan taping (kovensional) untuk para atlet olahraga direkatkan
di sekitar sendi untuk stabilisasi dan support selama acara olahraga dengan
menghalangi aliran cairan tubuh sebagai efek samping yang diinginkan (Kase et al.
2003). Taping pada patella sekarang ini dipercaya sebagai pilihan pengobatan yang
tepat untuk pasien dengan sindroma nyeri sendi patellofemoral dan instabil pada
patella. Taping pada patella ini di desain khusus untuk mengatasi abnormalisasi
posisi pada patella (Pergeseran, perputaran, penekanan) dan untuk menjaga agar
patella tetap berada ditempat yang benar (di dalam troklea femoralis) selama
pergerakan lutut maksimal. Patella secara aktif ke arah medial di dalam troklea femur
dan prosedur penanganan patella ke posisi yang normal ini dapat dilakukan dengan
berbagai pendekatan misalnya seperti terapi latihan, taping, dan bracing (Hains &
Hains, 2010).
Dari beberapa sumber seperti jurnal, skripsi, dan thesis yang didapat, maka
penulis ingin menguraiakan mengenai Pemberian Teknik Mobilization with
Movement dan Kinesiotapping untuk Peningkatan Aktivitas Fungsional Penderita
Patellofemoral pain syndrome pada Usia Dewasa
1.2 Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dikaji
dalam karya tulis ini adalah:
1. Bagaimana
Pemberian
Kinesiotapping
untuk
Teknik
Mobilization
Peningkatan
Aktivitas
with
Movement
Fungsional
dan
Penderita
Pemberian
Kinesiotapping
untuk
Teknik
Mobilization
Peningkatan
Aktivitas
with
Movement
Fungsional
dan
Penderita
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Patellofemoral Pain Syndrome
Sindroma nyeri sendi patellofemoral dapat didefinisikan sebagai nyeri
retropatellar atau peripatellar dikarenakan perubahan fisik dan biokimia pada sendi
patellofemoral. Ini yang membedakan dengan chondromalacia, di mana pada
dasarnya keluhan dan kerusakan ada pada tulan rawan patella. Pasien dengan
patellofemoral pain syndrome mengalami nyeri
biasanya nyeri timbul ketika sedang beraktivitas dan semakin parah ketika aktivitas
turun tangga (Jhun, 1999).
Gejala yang ditimbulkan dari penderita patellofemoral pain adalah nyeri di bawah
atau di sekitar tempurung lutut. Nyeri bertambah pada saat sedang beraktivitas atau
berdiri setelah duduk pada waktu yang lama. Nyeri dapat terjadi pada satu lutut atau
ke
duanya.
Menurut
Jhun
(1999),
pasien
dengan
patellofemoral
pain
dampaknya adalah resultan beban akan berpindah dari sentral patela bergeser ke sisi
medial (Lippert, 2006). Semakin tinggi nilai sudut q-angle, maka membuktikan
semakin besar pula tarikan pada otot quadriceps femoris kearah lateral dan menjadi
factor terjadinya maltracking patella pada alurnya yang mempotensi terjadinya
gangguan pada Patellofemoral pain syndrome, chondromalacia patellae, dan
subluxasi patella lateralis berulang.
Patellofemoral pain syndrome merupakan gangguan fungsi dari patela yang
mengalami maltracking dari tempatnya (trochlea femoralis), dan di antara
penyebabnya antara lain :
a. Kelemahan otot quadricep Femoris
b. Ketidak seimbangan kerja otot quadriceps femoris
c. Spasme pada jaringan lunak sendi lutut (otot)
d. Kelemahan otot otot pada sendi panggul
e. Perubahan bentuk kaki/kinematik kaki
f.
penelusuran
gerak
dan
fungsi
sendi
dirotasikan
dengan
oleh
pasien.
Dalam
gerak
fisiologis
dikenal
istilah
yang
melibatkan
elastisitas
kapsul
sendi,
sehingga
dapat
d.
e.
Terapis harus memantau reaksi pasien untuk memastikan tidak ada rasa
sakit yang muncul.
arthologi sendi,
Memanfaatkan
pengetahuan
klien
tentang
g.
h.
diulang
oleh
pasien
sementara
praktisi
terus
sport)
atau
pasien
melakukan
usaha
sendiri
untuk
melalui aktivasi neurological dan circulatory system. Dalam beberapa tahun terakhir,
konsep Medical-Taping telah menjadi sebuah terapi yang sangat berguna dalam
konsep penanganan pasien secara holistik. Hingga saat ini, metode taping telah
diaplikasikan hampir diseluruh cabang olah raga dan banyak digunakan oleh tenaga
medis dalam upaya rehabilitasi pasien.
Beberapa efek utama dalam
10
11
Untuk kondisi over-use dan strain otot akut, tape digunakan dalam arah insersio
menuju origo untuk menginhibisi kontraksi otot. Peregangan tape yang digunakan
juga sangat ringan yaitu sekitar 15-25% dari stretch yang tersedia. Untuk kondisi
kronis dan kelemahan otot atau kondisi dimana diinginkan peningkatan kontraksi
otot, tape digunakan dalam arah Origo menuju Insersio untuk memfasilitasi kontraksi
otot. Peregangan tape yang digunakan sedang yaitu 25-50% dari total stretch yang
tersedia.
2.4 Pemeriksaan Khusus
a. Patellar Apreheshion Test
Patellar apreheshion test disebut juga tes koordinasi Fairbanks, aplikasi tes
dilakukan dengan posisi pasien berbaring terlentang dan relaks (Reider, 1999).
Pemeriksaan ini menggunakan satu tangan untuk mendorong patela pasien ke arah
lateral, dimaksud untuk mendapatkan pergeseran patella kearah lateral. Dimulai
dengan lutut di fleksikan di 30 derajat, tangan terapis yang satunya memegang
tumit dan dengan pelan mendorong, fleksi gabungan di lutut dan pinggul (Reider,
1999;. Malanga, et al, 2003). Pergeseran arah patella ke lateral dipertahankan
sepanjang pengujian. Tes dianggap positif ketika pasien nyeri atau ketika adanya
rasa takut dari pasien. Kekhawatiran tersebut dapat memanifestasikan dirinya
dalam berbagai cara, mulai dari ekspresi verbal kecemasan pasien dengan
mengkontraksikan otot paha depan (Reider, 1999; Malanga, et al. 2003).
12
13
14
dikali 100
15
BAB III
METODE PENULISAN
3.1
relevan dengan topik permasalahan yang dibahas. Jenis data yang diperoleh berupa
data sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif.
3.2
Pengumpulan Data
Pengumpulan data digunakan metode telaah pustaka yang didasarkan atas
hasil pengkajian terhadap berbagai sumber data yang telah teruji validitasnya,
berhubungan satu sama lain, relevan dengan kajian tulisan, serta mendukung uraian
atau analisis pembahasan.
3.3
Analisis Data
Setelah data yang diperlukan terkumpul, dilakukan pengolahan data dengan
menyusun secara sistematis dan logis. Teknik analisis data yang digunakan adalah
analisis deskriptif argumentatif.
3.4
Penarikan Simpulan
Setelah proses analisis, dilakukan proses sintesis dengan menghimpun dan
16
Kinesiotapping
Teknik Mulligan
Peningkatan Aktivitas
Fungsional
17
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pemberian Teknik Mobilization with Movement dan Kinesiotapping untuk
Peningkatan Aktivitas Fungsional Penderita Patellofemoral pain syndrome pada
Usia Dewasa.
Tujuan penanganan konservatif berupa pengembalian fungsi dari otot VMO dan
mengontrol postur anggota gerak bawah menjadi prioritas utama. Program
konservatif tersebut dengan menggunakan terapi latihan yaitu teknik mulligan
mobilization with movement dan menggunakan kinesiotaping sebagai koreksi dari
posisi patella dan untuk memfasilitasi kinerja otot vastus medialis oblique untuk
menstabilkan posisi patella ke posisi normal, serta menginhibisi vastus lateral
oblique dan vastus lateralis longus juga sangat efektif untuk mengurangi tarikan
patela ke lateral dan nyeri saat dilakukannya program terapi latihan (Slupik et al,
2007; Chi-Chen et al, 2007).
4.1.1 Teknik Mobilization with movement
Penelitian yang dilakukan Chan-Woo Man et al (2013) mengenai Effects of
the MWM Technique Accompanied by Trunk Stabilization Exercises on Pain and
Physical Dysfunctions Caused by Degenerative Osteoarthritis yang menggunakan 2
kelompok perlakuan yaitu kelompok control sebanyak 15 sampel diberikan Trunk
Stabilization Exercises dan kelompok perlakuan sebanyak 15 sampel diberikan Trunk
Stabilization Exercises dan MWM Technique. Hasil dari penelitian tersebut adalah
perbedaan yang signifikan setelah dilakukan intervensi pada kelompok perlakuan
pada skor visual analog scale, Western Ontario dan McMaster Universities
osteoarthritis index pain, stiffening, and physical function. Sehingga pemberian
teknik Mulligan mobilization with movement sangat dianjurkan pada penderita
osteoarthritis untuk menurunkan nyeri dan meningkatkan aktivitas fungsinal pada
sendi lutut.
Dalam Penelitian yang dilakukan Atika Yulianti (2013) mengenai Kombinasi
Teknik Mulligan dan Fasilitasi Vastus Medialis Obliquus Lebih Efektif Meningkatkan
18
19
20
21
22
dapat
meningkatkan
propioseptif
dan
function
motor
pasien
kasus
patellofemoral
pain
syndrome
ini,
Kinesiotapping
23
origo otot vastus medialis obliquus dan tempelkan bagian yang tiding
dipotong, 2 cabang yang telah dipotong ditarik kira kira 25% dan
ditempelkan melingkari otot vastus medialis obliquus dengan akhir di
insersio otot.
24
25
aplikasi
Kinesiotapping
pada
penderita
patellofemoral
pain
26
untuk
peningkatan
aktivitas
fungsional
pada
penderita
27
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Dari pembahasan adapun yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pemberian teknik mobilization with movement memberikan suatu bentuk
latihan aktif dengan perbaikan keseimbangan otot dan merangsang reedukasi
propriosepsi gerak dan memberikan peregangan kapsul sendi sekaligus
memberikan pumping reaksi untuk sirkulasi kapiler dan cairan persendian
2. Pemberian Kinesiotapping berfungsi untuk memfasilitasi otot vastus medialis
obliquus dan menginhibisi otot vastus lateralis agar patella dalam posisi yang
normal dan mengurangi ketegangan struktur jaringan sekitar sendi lutut.
3. Kombinasi dari Teknik mobilization with movement dan Kinesiotapping
bertujuan mengurangi
meningkatkan
aktivitas
DAFTAR PUSTAKA
28
nd
Kisner C. Colby L,A. 2007. Therapeutic Exercise : Foundation and Techniques fourth
edition. Philadelphia. F A Davis Company.
Mulligan, B R. 1999. Ebook ; Manual Therapy Nags, Snags, MWMs, etc., 4
th
30