Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA KLIEN DENGAN POST


TOTAL KNEE ARTHROPLASTY (TKA)
RSD dr. SOEBANDI JEMBER

disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners (PPPN)


Stase Keperawatan Medikal Bedah

oleh
Ria Aridya Liarucha, S.Kep
NIM 112311101011

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA KLIEN DENGAN
POST TOTAL KNEE ARTHROPLASTY DI POLI ORTHOPEDIC
RSD dr. SOEBANDI JEMBER
Oleh : Ria Aridya Liarucha, S. Kep.
1. Kasus
Post Knee Arthroplasty
2. Proses terjadinya masalah
a. Anatomi Lutut (Knee)
Lutut terbentuk dari kumpulan persendian lutut (knee joint). Knee Joint
terdiri dari femur, tubia, fibula, patella yang disatukan menjadi satu
kelompok oleh ligamen.

Gambar 1. Knee Joint


Sendi lutut dibentuk oleh epiphysis distalis tulang femur, epiphysis
proksimalis tulang tibia, epiphysis proksimalis tulang fibula dan tulang
patella, serta mempunyai beberapa sendi yang terbentuk dari tulang yang
berhubungan, yaitu antar tulang femur dan patella disebut articulatio
patella femoral, antara tulang tibia dengan tulang

femur

disebut

articulatio tibio femoral dan antara tulang tibia dengan tulang fibula
proximal disebut articulatio tibio fibular proxsimal.

Tulang pembentuk sendi lutut antara lain :


b. Tulang femur
Merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di dalam tulang
kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan acetabulum
membentuk kepala sendi yang disebut caput femoris. Di sebelah atas
dan bawah dari columna femoris

terdapat

taju yang disebut

trochantor mayor dan trochantor minor, di bagian ujung membentuk


persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut condylus
medialis dan condylus lateralis, di antara kedua condylus ini terdapat
lekukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang disebut
dengan fosa condylus.
c. Tulang tibia
Tulang tibia bentuknya lebih kecil, pada bagian pangkal melekat pada
os fibula, pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang
pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut os maleolus medialis.
d. Tulang fibula
Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang
membentuk persendian lutut dengan os femur pada bagian ujungnya.
Terdapat tonjolan yang disebut os maleolus lateralis atau mata kaki
luar.
e. Tulang Patella
Pada gerakan fleksi dan ekstensi patella akan bergerak pada tulang
femur. Jarak patella dengan tibia saat terjadi gerakan adalah tetap dan
yang berubah hanya jarak patella dengan femur. Fungsi patella di
samping sebagai perekatan otot-otot atau tendon adalah sebagai
pengungkit sendi lutut. Pada posisi flexi lutut 90 derajat, kedudukan
patella di antara kedua condylus femur dan saat extensi maka patella
terletak pada permukaan anterior femur.

Ligamen pembentuk sendi lutut antara lain:


1) Medial collateral ligament
2) Patellar tendon (ligament)
3) Anterior cruciate ligament

4) Posterior cruciate ligament


5) Lateral collateral ligament

Gambar 2. Ligamen pada Lutut


-

Otot yang bekerja pada sendi lutut:


1) Bagian anterior adalah musculus rectus femoris, musculus vastus
lateralis, musculus vastus medialis, musculus vastus intermedius.

Gambar 3. Otot bagian Anterior dan Medial


2) Bagian posterior adalah musculus biceps femoris, musculus
semitendinosus,
Gastrocnemius.

musculus

semimembranosus,

musculus

Gambar 4. Otot bagian Posterior


3) Bagian medial adalah musculus Sartorius
4) Bagian lateral adalah musculus Tensorfacialatae

Gambar 5. Otot bagian Lateral

Sistem pembuluh darah pada sendi lutut. Suplai darah pada sendi
lutut berasal dari pembuluh darah di sekitar sendi ini. Dimana sendi lutut
menerima darah dari descending genicular arteri femoralis, cabang-cabang
genicular arteri popliteal, dan cabang descending arteri circumflexia
femoralis dan cabang ascending arteri tibialis anterior dan posterior. Aliran
vena pada sendi lutut mengikuti perjalanan arteri lalu kemudian memasuki
vena femoralis.

Gambar 6. Sirkulasi Arteri dan Vena pada Kaki


Persarafan pada sendi lutut adalah melalui cabang-cabang dari
nervus yang yang mensarafi otot-otot di sekitar sendi dan befungsi untuk
mengatur pergerakan pada sendi lutut. Sehingga sendi lutut disarafi oleh :
1) N. Femoralis
2) N. Obturatorius
3) N. Peroneus communis
4) N. Tibialis

b.

Pengertian
Athroplasty adalah tindakan yang dilakukan guna memperbaiki
persendian baik itu mengangkat sebagian atau seluruh persendian (Yatim,
2006). Total knee arthroplasty (penggantian lutut total) adalah suatu
prosedur penggantian permukaan sendi dengan prostesis logam dan
polietilen densitas tinggi dirancang untuk mmbuat sendi yang fungsional,

tidak nyeri, dan stabil. Implant sendi biasanya disemen ke permukaan


tulang

yang

telah

dipersiapkan

memakai

polimetil

metakrilat

(PMMA;bahan yang dapat melekatkan tulang), yang mempunyai sifat


menyerupai tulang. Protease yang tumbuh ke dalam (sendi buatan, berpori,
tanpa semen) memunginkan tulang pasien tumbuh ke dalamnya dan
dengan kuat memfiksasi prosthesis dalam tulang sekarang lebih sering
digunakan. Usaha untuk mengurangi kegagalan dengan modifikasi teknik,
perbaikan material, dan penggunaan graft tulang () masih terus berlanjut
(Smeltzer & Bare, 2002).
c. Etiologi
Sendi lutut yang normal terbentuk dari 3 bagian yaitu tulang femur,
tulang tibia fibula, dan patella. Ketiga tulang ini dilapisi oleh tulang rawan dan
diantara tulang paha dan tulang kering terdapat meniscus (batalan tulang). Oleh
karena struktur inilah maka sendi lutut dapat bergerak secara leluasa. Oleh karena
usia dan penyebab lainnya, tulang rawan dapat mengalami kerusakan. Prosedur
ini biasaya dilakukan pada penderita artritis (arthritis rheumatoid, osteoarthritis,
arthritis pasca trauma), trauma, deformitas kongenital dan perdarahan ke dalam
sendi (pada pasien hemophilia). Hal ini akan menyebabkan rasa sakit dan fungsi
menjadi terbatas. Tulang rawan yang rusak tidak dapat diganti oleh tulang rawan
yang baru, akan tetapi sendi lutut ini dapat digantikan oleh prothese sehingga
tidak lagi menimbulkan rasa sakit dan dapat memperbaiki fungsi lutut. Tindakan
Total Knee Arthroplasty pada umumnya dilakukan apabila:

1) Sakit lutut dialami pasien setiap hari


2) Sakitnya sedemikian parah sehingga membatasi pergerakan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari
3) Kekakuan sendi yang signifikan
4) Ketidakstabilan sendi lutut pada waktu berjalan
5) Kelainan deformitas yang menonjol (seperti kaki O atau X)
d. Tujuan Total Knee Arthroplasty
Tujuan yang ingin dicapai dengan prnggantian sendi adalah sebagai
berikut.
1) Pengurangan nyeri yang sempurna dapat diperoleh 85-90% pasien.

2) Pengembalian gerakan sendi (tergantung kondisi perioperatif jaringan


lunak, reaksi jaringan lunak, dan kekuatan otot secara umum).
3) Pengembalian fungsi sendi (tergantung kondisi perioperatif jaringan
lunak, reaksi jaringan lunak, dan kekuatan otot secara umum).
e. Patofisiologi
Osteoarthritis adalah kelainan sendi dimana terjadi kerusakan
progresif pada tulang rawan. Kehilangan tulang rawan ini mengakibatkan
hilangnya pelapis permukaan tulang yang mengakibatkan rasa nyeri
apabila terjadi sentuhan antara tulang dengan tulang. Osteoarthritis lutut
adalah alasan umum untuk total knee replacement. Hal ini terutama
berkaitan dengan penuaan. Gejala osteoarthritis biasanya muncul pada usia
tua. Kartilago yang terkena menjadi kasar dan rata. Akan menjadi parah
saat kartilago menghilang ketika terjadi gesekan tulang. Osteoarthrtitis
diklasifikasikan menjadi Primer dan Sekunder. Osteoarthitis primer terjadi
tanpa cedera yang dapat diidentifikasi. Osteoarthritis sekunder terjadi
karena penyakit lain. Penyebab paling umum dari osteoarthritis sekunder
yaitu kondisi metabolisme, cedera atau pun karena gangguan peradangan
seperti arthritis septik.
f. Indikasi
Indikasi utama adalah untuk mengurangi rasa sakit yang disebabkan
oleh arthritis. Tujuan sekunder untuk memperbaiki cacat, dan untuk
mengembalikan fungsi. Lebih khusus, canidates untuk total knee
replacement perubahan degeneratif sendi lutut yang telah parah.
g. Kontraindikasi
Total knee replacement sebaiknya tidak digunakan pada keadaan
klinis seperti dibawah ini:
1) Infeksi yang aktif pada lutut atau diseluruh tubuh
2) Berat badan penderita >85 kg
3) Mekanisme ekstensor dan fleksor yang tidak berfungsi

4) Sirkulasi atau vaskularisasi ekstremitas yang jelek


5) Penyakit neurologis yang berpengaruh pada ekstremitas
h. Pemeriksaan penunjang
1) Rontgen polos
Rontgen polos ini merupakan kunci diagnosa, perencanaan
preoperatif dan penialaian postoperatif dari artritis dan total knee
arthropalsty.Pemeriksaan minimum 3 posisi (foto anteroposterior, foto
lateral dan patella sudut tangensial) lebih baik dilakukan.
2) MRI
Pada penilaian arthritis pemeriksaan MRI kurang begitu
peka.Walau lebih sensitif dibandingakan dengan rontgen polos dalam
menilai cartilago, seringkali hal itu disalahartikan dengan adanya
kerusakan. MRI ini membantu dalam mengevaluasi meniskus dan
kelainan ligamen yang dikarenakan proses degeneratif lanjut yang
tidak dapat dilihat dalam rontgen polos.
3) CT dan bone scan dapat membantu dalam mengevaluasi postoperatif
implant tetapi tidak menunjukan peran dalam evaluasi preoperatif
arthritis.
4) Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium preoperatif dapat berbeda-beda tergantung dari
keadaan

pasien

dan

keperluannya,

tetapi

biasanya

meliputi

pemeriksaan darah rutin, kimia dasar dan koagulasi tes (protombine


time, INR dan partial thromboplastine time).Pemeriksaan EKG dan
rontgen toraks dilakukan tergantung pada umur pasien dan kebijakan
anestesi. Urinalisis dan kultur urin juga dilakukan.
i. Teknik Operasi
1) Pembukaan Kulit
Berbagai pembukaan bisa diterapkan pada knee arthroplasty,
tetapi yang paling sering dipakai adalah pendekatan straight midline
anterior. Insisi lurus mulai dari sekitar 6 cm diatas patella, dan
diperpanjang kebawah melewati patella dan berhenti pada tibial

tubercle. Menggunakan handuk lembut, kulit dibelah dan dipastikan


bahwa sebagian besar jaringan dibawah kulit tetap tertahan dengan
kulit.
Lalu pisau dalam dipakai dan tendon quadriceps dipotong
ditengah-tengah dan insisi diperpanjang sampai permukaan atas
patella. Sekali lagi dari batas bawah patella sampai tibial tuberosity
insisi dibuat. Dua insisi tersebut digabung pada sisi medial menyusuri
sepanjang batas medial dari lutut. Dengan menggunakan kain kasa
besar, patella ditahan antara ibu jari operator dengan jari telunjuk dan
membalik keluar ke arah lateral sambil lutut difleksikan. Hal ini akan
melenturkan patella secara lateral dan memberikan pandangan yang
jelas interior dari lutut. Harus benar-benar hati-hati dalam langkah ini
dan memastikan memberikan jarak di atas dan di bawah patella.
2) Teknik Jaringan Lunak
Ketika ruang dalam dari lutut terlihat proses dari metode jaringan
lunak untuk mencapai hal-hal berikut:
a) Memberikan visualisasi yang jelas bagian dalam dari lutut
b) Melepaskan struktur yang kontraksi dan mencapai keseimbangan
jaringan lunak
c) Untuk melepas peri capsular dari permukaan yang adekuat distal
femoral dan upper tibial untuk mendapatkan translasi anteriorposterior dari femur melewati tibia dan sebaliknya.
d) Jarak yang adekuat dari Osteophytes untuk visualisasi yang penuh
dari permukaan articular.
e) Melepas jaringan lunak untuk memungkinkan akomodasi dari
semua jig dan alat-alat.
Semua perdarahan dihentikan dan dikoagulasi.Menggunakan
cutting diathermy, bagian lemak patella dipotong untuk memungkinkan
visualisasi

yang

lebih

baik.Anterior

cruciate

dipotong

untuk

memungkinkan translasi anterior dari tibia melewati femur. Kedua


menisci dibuang. Menggunakan nibbler, semua osteophyte dibuang dari
sekeliling femur distal, tibia proximal dan patella. Lutut diluruskan dan
dilihat apakah ada fixed varus, fleksi varus atau deformitas recurvatum.
Jika hal-hal tersebut ada, langkah-langkah lebih lanjut akan dilakukan
untuk mendapatkan keseimbangan dan lutut yang lurus pada 5 sampai 7
derajat dari valgus.
3) Pemotongan Femoral Distal
Menggunakan drill bit 8mm dibuat lubang hanya pada anterior
sampai insersi dari ligament anterior cruciate. Melewati lubang ini
intra medullary rod dimasukkan. Distal femoris cutting guide
dimasukkan kedalam ke dalam rod ini. Petunjuk dan operasinya
tergantung dari tipe instrument yang dipakai. Beberapa petunjuk
mengikuti untuk memilih pemotongan valgus dari rectus sampai 9
derajat dengan tambahan dua sampai tiga derajat.
Sistem lain bisa memilki fixed jig yang hanya pada 1 sudut saja.
Terlepas dari sistem yang dipakai, satu yang harus dipastikan bahwa
pemotongan distal femoral secara tepat parallel dengan dasar/lantai di
depan axis belakang dan dalam beberapa derajat dari valgus dari satu
sisi ke sisi yang lain.
4) Pemotongan Tibia Atas
Berbagai macam jig tersedia untuk pemotongan ini dan hal ini
bisa menjadi intramedular yang sama baiknya dengan ekstramedular.
Tidak seperti femur yang dilindungi oleh otot paha yang besar, aspek
medial dari tibial yang memiliki subkutaneus yang banyak atau sedikit
yang melewati garis tersebut dan tidak menjadi masalah apakah
menggunakan petunjuk intra atau ekstra medular.
Kebanyakan petunjuk mempunyai ketetapan untuk beberapa
derajat lekukan posterior dan pemotongan tibial atas harus tepat
parallel dengan dasar lantai / dasar pada axis side to side dan
dimiringkan ke posterior di depan axis belakang. Sekali potongan ini
dibuat, lutut diluruskan dan diperiksa untuk koreksi yang lengap dari
semua deformitas.

5) Pemotongan Femoral Anterior dan Posterior


Menggunakan cutting guide yang tepat ukurannya, pemotongan
anterior dan posterior dibuat. Potongan ini sebaiknya parallel dengan
yang lain dan kedua permukaan harus paralel pada rotasi eksternal. Hal
ini akan member tracking patella yang lebih baik. Potongan pada
permukaan ini, dimana posisi komponen femoral pada rotasi internal
adalah suatu bencana dan harus dengan teliti dihindari.
6) Pemotongan Patella dan Persiapan
Menggunakan alat yang tepat, patella dipotong melewati setengah
dari ketebalannya. Hal ini adalah dasar bahwa tulang yang secukupnya
dipotong sehingga setelah memasukkan patellar prosthesis, ketebalan
dari sisa patella ditambah dengan prosthesis harus sama dengan
ketebalan patella sebelum dipotong.
7) Percobaan Komponen dan Percobaan Reduksi
Hole slot yang tepat dan tanda-tanda dibuat diatas permukaan
potongan dari femur, tibia, dan patella. Metode dan sistem yang tepat
adalah instrument dependent dan berbagai macam variasi dari desain
ke desain lainnya. Komponen uji coba dimasukkan dan lutut
diletakkan melewati jarak penuh dari pergerakkan lutut. Tips-tips ini
berguna terlepas dari sistem yang digunakan:
a) Jika lutut dapat ekstensi penuh dan goyang pada pergerakkan sideto-side, berarti salah satu menggunakan komponen tibia yang lebih
tipis. Gunakan nomor diatasnya sampai lutut stabil di axis side-toside pada ekstensi penuh.
b) Jika lutut tidak bisa diekstensi penuh, kemungkinan pelepasan
bagian posterior tidak dilakukan atau ketebalan tibia terlalu tebal
dan ketebalan satu nomor lebih kecil perlu digunakan.
c) Jika lempeng dasar tibia tidak terletak secara melingkar diatas
tulang cortical dipermukaan pemotongan tibia atas atau jika
lempeng tersebut berlebihan dengan komponen tibia yang
menonjol melebihi tulang, pengukuran ulang tibia perlu dilakukan.

d) Jika patella tidak terletak pada femoral groove atau jika diperlukan
menggunakan jari untuk menjaga patellar tracking kemudian
pelepasan lateral merupakan kewajiban.
8) Prothesis Final dan Fiksasi
Setelah uji coba reduksi sempurna, implant yang tepat dengan
ukuran yang benar dikeluarkan dari bungkus steril dan dimasukkan
tanpa semen. Reduksi uji coba dilakukan kembali karena perhatian
ditujukan pada deformitas, laxities, dan patellar tracking. Setelah
semuanya bagus, implant difixasi dengan atau tanpa semen tergantung
dari desain implant dan metode dari fixasi itu sendiri.
9) Drainase dan Penutupan
Luka dicuci dan dilihat untuk perdarahan-perdarahan yang masih
terjadi. Semua titik perdarahan dicauter dan diligasi dan terlihat bahwa
implant pada posisi yang benar. Tendon patella dibelokkan kembali ke
medial. Dua buah drain digunakan yang tipenya bisa disambungkan
dengan ke sistem suction yang tertutup. Menggunakan benang sintetik
tebal seperti Daxone atau vicryl (nomor 1), tendon patella ditutup.
Jahitan subkutaneus dilakukan menggunakan vicryl 1,0. Kulit dijahit
menggunakan nylon atau prolene nomor 1. Biasanya menggunakan
jahitan continues.

j. Minimal Invasive Total Knee Replacement


Adalah salah satu dari knee replacement invasive yang terakhir yang
bisa digunakan akhir-akhir ini, dan didesain untuk membuat operasi dan
rehabilitasi menjadi lebih mudah. Ini adalah teknik pertama yang secara
spesifik didesain untuk memungkinkan ahli bedah melakukan operasi total
knee replacement tanpa manipulasi atau sayatan pada tendon dan otot
quadriceps yang mengontrol kelenturan dari lutut. MIS Quad-Sparing
TKA meredakan sakit lutut dan memungkinkan beberapa pasien untuk

pulih dan kembali pada pekerjaan dan kegiatan sehari-hari lebih cepat
daripada mereka melakukan operasi knee replacement tradisional.
Operasi knee replacement tradisional sudah terbukti sangat sukses
dalam meringankan rasa sakit dan mengembalikan mobilitas.Akan tetapi,
rehabilitasi setelah operasi tradisional membutuhkan waktu yang lama dan
menyakitkan.Orang sering menunda knee replacement karena tidak mau
meninggalkan pekerjaan dan aktifitas sehari-hari selama beberapa bulan.
Selain itu beberapa memperhatikan tentang lamanya bekas luka operasi.
Akhir-akhir ini alternatif baru mucul Zimmer Minimally Invasive
Solution TM (MISTM) Quad-Sparing TM total knee arthroplasty (TKA),
sering disebut sebagai mini total knee replacement. Teknik ini
menggunakan implant yang sama dengan total knee replacement
tradisional tetapi invasinya lebih sedikit.
Tabel 1.1 Perbandingan Insisi Tradisional dengan Zimmer
Pembanding
Insisi
Trauma Jaringan

Perdarahan

Traditional Incision
8-12 inci
Tendon
dan
otot

3-5 inci
Tendon

Zimmer
dan

otot

quadriceps dipotong atau

quadriceps

tendon

dan

dimanipulasi
banyak

muscles dihindari
minimal

k. Penatalaksanaan Keperawatan Perioperatif


1) Pre operatif
Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam tahap pre operatif pada
pasien Total Knee Replacement, antara lain:
a) Pengajian yang lengkap terhadap

status

kardiovaskuler,

pernapasan, ginjal, neurovaskuler, dan hati. Pengkajian lainnya


terkait usia, obesitas, edema tungkai preoperative, riwayat
thrombosis vena profunda, dan varises vena yang dapat
meningkatkan resiko thrombosis vena provunda pascaoperatif dan
emboli paru.
b) Pemberian pendidikan kesehatan prabedah, pendidikan kesehatan
yang perlu diberikan mencakup penjelasan mengenai berbagai
informasi tentang jenis pemeriksaan yang dilakukan sebelum

bedah, alat-alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke kamar


bedah, ruang pemulihan, dan latihan pra operasi, yaitu latihan
sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondsi pasca operasi,
seperti: nyeri daerah operasi. Pendidikan kesehatan yang dilakukan
terkait operasi yang dilakukan, latihan nafas dalam dan batuk
efektif, latihan gerakan dasar seperti fleksi-ekstensi, abduksi-aduksi
sebagai upaya pengembalian fungsi otot.
c) Personal hygiene sebelum ke kamar ruang pre operasi.
d) Penggunaan baju operasi.
e) Penerimaan pasien di ruang pre op dan mengecek data-data yang
diperlukan seperli hasil pemeriksaan radiologi dan laboratorium,
inform consent tindakan pembedahan dan prosedur anastesi
f) Observasi tanda-tanda vital pasien, penuhi kebutuhan cairan dan
pre medikasi pasien
g) Pastikan pasien telah melakukan puasa
h) Mengkaji pengetahuan tentang persiapan pembedahan, pengalaman
masa lalu, dan kesiapan psikologis.
i) Latihan di ruang pre op yang diberikan pada pasien sebelum
operasi sebagai persiapan psikologis antara lain teknik relaksasi
nafas dalam, distraksi, pemenuhan kebutuhan spiritual.
2) Intra operatif
Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam tahap intra operatif pada
pasien dengan Total Knee Replacement , antara lain:
a) Pengiriman dan pengaturan posisi ke kamar bedah
b) Penerapan prinsip asepsis
c) Skin test antibiotik profilaksis, lihat hasil skin tes setelah 15 menit
d) Jika hasil skin test negative (-) diberikan antibiotik profilaksis
( pemberian antibiotik harus tepat diberikan sebelum pembedahan
atau selama operasi)
e) Pelaksanaan anastesi
f) Pemberian betadine pada area yang akan di bedah dan dibiarkan
hingga membentuk lapisan film
g) Area bedah dibatasi dengan duk steril
h) Pelaksanaan pembedahan
3) Post operatif
Pada pascaoperasi, lutut dibalut dengan balut tekan. Dapat
diberikan es untuk mengontrol edema dan perdarahan. Status

neurovaskuler

tungkai

harus

dikaji.

Drain

isap

luka

dapat

mengeluarkan cairan yang terkumpul dalam sendi. Drainase selama 8


jam pertama setelah pembedahan sekitas 200 ml; kemudian berkurang
sampai kurang dari 25 ml ada 48 jam setelah pembedahan. Lalu drain
harus segera dilepas.
a) Fase 1: Setelah dilkukan operasi dan pasien dipindahkan ke
recovery room, dipasang side trail dan restrain untuk mencegah
pasien jatuh. Setelah pasien sadar bimbing pasien melakukan
teknik nafas dalam dan batuk efektif
b) Fase 2: post op hari ke 1
- Isometrik ekstremitas bawah termasuk hamstring, quasriceps
-

dan gluteus
Mengenakan immobilizer sendi lutut
Menahan beban setelah operasi dapat bersifat parsial atau

penuh, tergantung pada kebijaksanaan dokter bedah


c) Fase 3 : post op hari ke 2
- Berdiri di samping ranjang dengan lutut immobilizer dan
parsial weight-bearing untuk menahan beban pada ekstremitas
- Active assisted ROM
d) Fase 4 : post op hari ke 3-4
- Progresif isotonik dan isometrik untuk penguatan otot lutut dan
-

pinggul
Berkonsentrasi pada gerak ekstensi lutu melalui latihan

ekstensi lutut aktif


4) Daftar urutan ambulasi yang diberikan kepada pasien setelah total knee
replacement:
a) Untuk hari pertama dan kedua, pasien biasanya diberikan terapi
pada paralel bars
b) Pasien kemudian berlanjut ke tongkat atau walker (dengan 2
tongkat atau kruk) untuk 6 minggu pertama
c) Pasien kemudian maju ke satu kruk atau tongkat, yang
dilanjutkan untuk 6 minggu berikutnya
d) Kebanyakan pasien (70%) dapat berjalan tanpa alat bantu
dalam waktu 3 bulan
Hal yang ditargetkan setelah total knee replacement :
Otot-otot yang paling terpengaruh oleh operasi adalah otot quadriceps
(m. vastus lateralis, m. vastus medialis, m. vastus intermedius, dan

rektus femoris). Isometrik dan ROM aktif harus dimulai segera setelah
pembedahan. Untuk 6 minggu pertama, otot quadraceps harus
diperkuat dengan latihan isometrik. Lalu, ditingkatkan dengan latihan
atau isotonik. Otot-otot lain yang bekerja pada lutut yang bekerja pada
rantai

kinetik

harus

diperkuat,

seperti

otot

hamstring,

gastrocsoleus, dan otot pergelangan kaki (dorsiflexors).

otot

1. Asuhan Keperawatan Pasien Post Total Knee Replacement (Post Total


Knee Arthroplasty)
a. Pengkajian
Pada tahap pengkajian dapat dilakukan anamnesa/wawancara terhadap
pasien yaitu:
1) Identitas pasien
a) Nama
b) Usia

: Nama pasien
: usia lebih dari 50 tahun dimana banyak kasus

arthritis yang terjadi pada rentang usia tersebut, penderita muda


ditemukan riwayat mengalami kecelakaan, deformitas kongenital
2) Riwayat keperawatan
a) Riwayat perjalanan penyakit
1. Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan:
nyeri pada sendi yang tidak mengalami perbaikan
2. Apa penyebabnya, waktu: kecelakaan atau trauma, berapa
jam/menit yang lalu
3. Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak, dll
4. Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan
5. Kehilangan fungsi
6. Apakah klien mempunyai riwayat penyakit atritis
b) Riwayat pengobatan sebelumnya
1. Apakah
klien pernah mendapatkan pengobatan jenis
kortikosteroid dalam jangka waktu lama
2. Apakah klien pernah menggunakan obat-obat hormonal,
terutama pada wanita
3. Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut
4. Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir
3) Pemeriksaan fisik
Mengidentifikasi sendi lutut
a) Look (inspeksi) daerah mana yang terkena
1. Deformitas yang nampak jelas
2. Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera
3. Laserasi
4. Perubahan warna kulit
5. Kehilangan fungsi daerah yang cidera
b) Feel (palpasi)
1. Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran
2. Krepitasi
3. Nadi, dingin
4. Observasi spasme otot di sekitar sendi
c) Move (gerakan)

1. gerakan aktif sakit


2. gerakan pasif sakit
4) Pemeriksaan penunjang
a) Rontgen polos
Rontgen polos ini merupakan kunci diagnosa, perencanaan
preoperatif dan penialaian postoperatif dari artritis dan total knee
arthropalsty.Pemeriksaan minimum 3 posisi (foto anteroposterior, foto
lateral dan patella sudut tangensial) lebih baik dilakukan.
b) MRI
Pada penilaian arthritis pemeriksaan MRI kurang begitu
peka.Walau lebih sensitif dibandingakan dengan rontgen polos dalam
menilai cartilago, seringkali hal itu disalahartikan dengan adanya
kerusakan. MRI ini membantu dalam mengevaluasi meniskus dan
kelainan ligamen yang dikarenakan proses degeneratif lanjut yang
tidak dapat dilihat dalam rontgen polos.
c) CT dan bone scan dapat membantu dalam mengevaluasi
postoperatif implant tetapi tidak menunjukan peran dalam evaluasi
preoperatif arthritis.
d) Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium preoperatif dapat berbeda-beda tergantung dari
keadaan

pasien

dan

keperluannya,

tetapi

biasanya

meliputi

pemeriksaan darah rutin, kimia dasar dan koagulasi tes (protombine


time, INR dan partial thromboplastine time).Pemeriksaan EKG dan
rontgen toraks dilakukan tergantung pada umur pasien dan kebijakan
anestesi. Urinalisis dan kultur urin juga dilakukan.

PATHWAY
Artritis (rheumatoid arthritis, osteoarthritis, trauma, deformitas congenital
Hilangnya tulang kartilago dan meniscus permukaan sendi lutut
Pergesekan frakmen bagian inferior femur dengan superior tibia
Prosedur pembedahan
Kurangnya informasi
Krisis situasional
Nyeri Akut
Kurangnya pengetahuan
Prinsip asepsis yang kurang

Ansietas

Tindakan insisi

Resiko infeksi
Cedera sel
Degranulasi sel mast
Pelepasan mediator kimia
Nociceptor
Medulla spinalis
Korteks serebri

Kerusakan
integritas kulit
putusnya vena/arteri
Perdarahan massif
Kehilangan volume cairan

Syokpembatasan
Hipovolemigerak
Post op Resiko
Program
Nyeri Akut Post anastesi
Efek Pembedahan
Penurunan kondisi medula oblongata
Penurunan reflek batuk
Akumulasi sekret
Sindrom Disuse
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Hambatan mobilitas fisik
Resiko cidera : dislokasi

b. Diagnosa keperawatan
1) Pre operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, cedera fisik.
b) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, pembedahan, prosedur
pengobatan
c) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
2) Intra operasi
a) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan prosedur operatif
b) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
c) Resiko syok hipovolomik berhubungan dengan perdarahan akibat
pembedahan
3) Post operasi
a) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi
sekret
b) Nyeri akut berhubungan dengan prosedur pembedahan
c) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan
gerak
d) Sindrom disuse berhubungan dengan efek pembedahan: resiko infeksi,
gg. Eliminasi, hambatan mobilitas fisik
e) Resiko Cidera : dislokasi berhubungan dengan fisik : kondisi perbaikan
sendi

No
.
1.

2.

c. Perencanaan keperawatan
1) Pre operatif
Diagnosa
Tujuan dan kriteria hasil
keperawatan
Nyeri
akut NOC
berhubungan
1. Tingkat nyeri
dengan spasme 2. Kontrol nyeri
otot dan cidera 3. Tingkat kenyamanan
pada permukaan Kriteria Hasil:
1. Mampu mengontrol
sendi
nyeri (tahu penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan teknik
non
farmakologi
untuk mengurangi
nyeri,
mencari
bantuan)
2. Melaporkan bahwa
nyeri
berkurang
dengan
menggunakan
manajemen nyeri
3. Mampu mengenali
nyeri
(skala,
intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
4. Menyatakan
rasa
nyaman
setelah
nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam
rentang
normal
(nadi:
80-100
kali/menit; TD :
systole
120-140,
diastole 80-90; RR
16-20
kali/menit;
suhu : 36,5-37,5C)
Ansietas
berhubungan
dengan prosedur
pembedahan

NOC
Kontrol ansietas
Kriteria hasil:
1. Monitor
intensitas

Intervensi
NIC
Manajemen Nyeri
1. Lakukan pengkajian
nyeri
secara
komprehensif
termasuk
lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi,
kualitas
dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi non
verbal
dari
ketidaknyamanan
3. Kurangi
faktor
presipitasi nyeri
4. Ajarkan
tentang
teknik
non
farmakologi
5. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
6. Kolaborasikan dengan
dokter
jika
ada
keluhan dan tindakan
nonvarmakologi
mengatasi nyeri tidak
berhasil

Rasional

1. Mengetahui
karakteristik
nyeri
secara
menyeluruh
untuk
menentukan
intervensi selanjutnya
2. Mengetahui
perkembangan respon
nyeri
3. Mengurangi
peningkatan nyeri
4. Meniminalkan nyeri
yang dirasakan
5. Mengetahui
keefektifan intervensi
6. Pengobatan
medis
untuk
mengurangi
nyeri

NIC
1. Kecemasan
Penurunan Kecemasan
meningkat
2.
Pasien
1. Tenangkan klien
2. Berikan
informasi
memahami

tidak
dapat
terkait

3.

Kurang
pengetahuan
berhubungan
dengan
kurangnya
informasi

kecemasan
2. Menyikirkan
tanda
kecemasan
3. Mencari
informasi
untuk
menurunkan
kecemasan
4. Merencanakan
strategi koping
5. Menggunakan teknik
relaksasi
untuk
menurunkan
kecemasan
6. Melaporkan
penurunan durasi dan
episode cemas
7. Melaporkan
tidak
adanya
manifestasi
fisik dan kecemasan
8. Tidak
adaa
manifestasi perilaku
kecemasan
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1 x 30 menit,
pasien mengetahui
informasi terkait
kondisinya
NOC :
Pengetahuan tentang
penyakit dan prosedur
operasi
Kriteria hasil:
1. Pasien mampu
menjelaskan kembali
tentang penyakit,
2. Pasien mengenal
kebutuhan operasi
tanpa cemas

3.

4.
5.

6.

7.

tentang
diagnosa
prognosis
dan
tindakan
Kaji
tingkat
kecemasan dan reaksi
fisik pada tingkat
kecemasan
Gunakan pendekatan
dan sentuhan
Temani pasien untuk
mendukung
keamanan
dan
penurunan rasa takut
Sediakan
aktifitas
untuk
menurunkan
ketegangan
Intruksikan
kemampuan
klien
untuk menggunakan
teknik relaksasi

NIC :
a. Kaji pengetahuan
klien tentang
penyakitnya dan
prosedur operasi
b. Jelaskan tentang
proses penyakit
(tanda dan gejala),
identifikasi
kemungkinan
penyebab. Jelaskan
kondisi tentang klien
c. Jelaskan tentang
prosedur operasi
d. Diskusikan
perubahan gaya
hidup yang mungkin
digunakan untuk
mencegah
komplikasi

keadaannya
3. Mengetahui tingkat
kecemasan
untuk
menentukan
intervensi selanjutnya
4. Empati
petugas
kesehatan
dapat
dirasakan pasien
5. Kecemasan
tidak
meningkat
6. Pengalihan terhadap
kecemasan
yang
dirasakan pasien
7. Mengurangi
kecemasan pasien

a. Untuk mengetahui
seberapa jauh
informasi yang
harus diberikan pada
klien
b. Agar klien
mengetahui konsep
dasar dari penyakit
yang dialaminya
c. Untuk menurunkan
kecemasan klien
dengan memastikan
bahwa tindakan ini
aman
d. Untuk mengubah
gaya hidup yang
lebih baik dalam
rangka mencegah
komlikasi penyakit
e. Jelaskan terapi

No
.
1.

2.

2) Intra operatif
Diagnosa
Tujuan dan kriteria hasil
keperawatan
Kerusakan
NOC :
integritas kulit Intergritas jaringan: kulit
berhubungan
and membran mukus
dengan trauma Kriteria Hasil:
jaringan
post 1. Integritas kulit yang
pembedahan
baik
bisa
dipertahankan
2. Melaporkan adanya
gangguan sensasi atau
nyeri pada daerah
kulit yang mengalami
gangguan
3. Menunjukkan
pemahaman
dalam
proses perbaikan kulit
dan
mencegah
terjadinya
sedera
berulang
4. Mampumelindungi
kulit
dan
mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
Resiko
syok NOC

e. Diskusikan tentang
terapi dan
pilihannya
f. Eksplorasi
kemungkinan
sumber yang bisa
digunakan/
mendukung
g. Tanyakan kembali
pengetahuan klien
tentang penyakit,
prosedur operasi

pilihan bagi
penyakit lien
f. Untuk
meningkatkan
koping positif dari
klien
g. Review kembali
tentang apa yang
telah didiskusikan
sebelumnya

Intervensi

Rasional

NIC
Manajemen Tekanan
1. Anjurkan
pasien
untuk menggunakan
pakaian yang longgar
2. Hindari kerutan pada
tempat tidur
3. Jaga kebersihan kulit
agar tetap bersih dan
kering
4. Mobilisasi
pasien
(ubah posisi pasien)
setiap dua jam sekali
5. Monitor kulit akan
adanya kemerahan
6. Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien
7. Monitor status nutrisi
pasien
8. Memandikan pasien
dengan sabun dan air
hangat

1. Tidak ada tekanan


pada luka
2. Mencegah
terbentuknya
luka
yang baru
3. Terhindar dari infeksi
4. Mencegah terjadinya
dekubitus
5. Mengetahui
perkembangan
mobilisasi pasien
6. Mengetahui
nutrisi
yang
dikonsumsi
pasien
7. Pasien tetap terjaga
perawatan dirinya

NIC

1. Mengetahui

hipovolomik
berhubungan
dengan
perdarahan
akibat
pembedahan

3.

Resiko infeksi
berhubungan
dengan
luka
operasi

Deteksi resiko
Kriteria hasil:
1. Kenali tanda dan
gejala yang
mengindikasikan
risiko
2. Cari validasi dari
risiko yg dirasakan
3. Pertahankan
info
terbaru
tentang
riwayat keluarga
4. Pertahankan
info
terbaru
tentang
riwayat pribadi
5. Gunakan
sumber
informasi
tentang
risiko potensial
NOC :
1. Status imun
2. Kontrol resiko
Kriteria Hasil:
1. Klien bebas dari tanda
dan gejala infeksi
2. Menunjukkan
kemampuan
untuk
mencegah timbulnya
infeksi
3. Jumlah
leukosit
dalam batas normal
4. Menunjukkan
perilaku hidup sehat

Manajemen
syok
:volume
1. Monitor tanda dan
gejala
perdarahan
yang
konsisten
2. Cegah
kehilangan
darah (ex : melakukan
penekanan
pada
tempat
terjadi
perdarahan)
3. Berikan cairan IV
4. Catat Hb/Ht sebelum
dan
sesudah
kehilangan
darah
sesuai indikasi
5. Berikan
tambahan
darah (ex : platelet,
plasma) yang sesuai
NIC :
Kontrol Infeksi
1. Bersihkan lingkungan
setelah dipakai pasien
lain
2. Gunakan
sabun
antimikrobia
untuk
cuci tangan
3. Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
4. Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung
5. Pertahankan
lingkungan
aseptik
selama pemasangan
alat
6. Tingktkan
intake
nutrisi
7. Berikan
terapi
antibiotik bila perlu

2.

3.
4.
5.

perkembangan
perdarahan pasien
Resiko
syok
hipovolemik
tidak
terjadi
Memenuhi kebutuhan
cairan pasien
Mengetahui perubahan
komponen darah
Keseimbangan
kebutuhan darah

1. Untuk
mencegah
infeksi
yang
ditularkan
oleh
pasien lain
2. Memotong
rantai
infeksi
3. Memotong
rantai
infeksi
4. Tenaga
kesehatan
dapat
mencegah
infeksi nosokomial
5. Resiko infeksi tidak
terjadi
6. Diet makanan tinggi
protein
untuk
mempercepat
penyembuhan luka
7. Untuk mencegah atau
mengobati infeksi

3) Post operatif
No
.
1.

Diagnosa
keperawatan

Tujuan dan kriteria hasil


NOC
1. Pencegahan aspirasi
2. Status pernapasan

Ketidakefektifan Kriteria Hasil :


bersihan jalan
1. Menunjukkan
nafas
bersihan jalan napas
berhubungan
yang efektif
dengan
2. batuk efektif
akumulasi
3. mengeluarkan secret
sekret
secara efektif
4. mempunyai jalan

2.

napas yang paten


5. suara nafas vesikuler
6. RR 16-20 kali/menit
Nyeri
NOC
berhubungan
1. Tingkat nyeri
dengan proses 2. Kontrol nyeri
3. Tingkat kenyamanan
pembedahan
Kriteria Hasil:
1. Mampu mengontrol
nyeri (tahu penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi
nyeri,
mencari bantuan)
2. Melaporkan
bahwa
nyeri
berkurang
dengan menggunakan
manajemen nyeri
3. Mampu
mengenali
nyeri
(skala,
intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
4. Menyatakan
rasa
nyaman setelah nyeri

Intervensi

Rasional

1. Auskultasi jalan nafas


2. Ajarkan teknik nafas
dalam
dan
batuk
efektif
3. Lakukan suction jika
perlu
4. Observasi tanda-tanda
vital
5. Kolaborasi dengan tim
kesehatan lainnya

1. Untuk
mengetahui
dimana letak sekret
2. Untuk secara mandiri
data
mengeluarkan
sekret
3. Sebagai
bantuan
mengeuarkan sekret
4. Untuk
memantau
tanda-tanda
vital
dalam batas normal
5. Untuk memberikan
terapi
guna
meningkatkan
keefektifan bersihan
jalan nafas pasien

NIC
Manajemen Nyeri
1. Lakukan
pengkajian
nyeri
secara
komprehensif termasuk
lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi,
kualitas dan faktor
presipitasi
2. Observasi
reaksi
nonverbal
dari
ketidaknyamanan
3. Kurangi
faktor
presipitasi nyeri
4. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
5. Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri
6. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri
tidak berhasil

1. Mengetahui
karakteristik
nyeri
secara
menyeluruh
untuk
menentukan
intervensi selanjutnya
2. Mengetahui
perkembangan respon
nyeri
3. Mengurangi
peningkatan nyeri
4. Meniminalkan nyeri
yang dirasakan
5. Mengetahui
keefektifan intervensi
6. Pengobatan
medis
untuk
mengurangi
nyeri

3.

4.

berkurang
5. Tanda vital dalam
rentang normal
Hambatan
NOC:
NIC
mobilitas fisik 1. Pergerakan
1. Tentukan batasan gerak
berhubungan
sendi dan akibat pada
dengan program Kriteri Hasil:
fungsi gerak
2.
Lakukan ROM aktif
pembatasan
1. Pergerakan sendi
dan ROM pasif untuk
gerak
2. Berjalan dengan
latihan
nyaman
3. Bantu
pasien
meningkatkan jadwal
ROM aktif
4. Bantu
pasien
menggerakan
sendi
secara teratur dengan
nyeri minimal
5. Kolaborasi
dengan
fisioterapi
untuk
mengembangkan dan
melaksanakan program
latihan
Sindrom disuse
berhubungan
dengan
efek
pembedahan:
resiko infeksi,
gg. Eliminasi,
hambatan
mobilitas fisik

Setelah diberikan asuhan


keperawatan selama 7x
30 menit, klien dapat
melakuakan
aktivitas
secara bertahap
sesuai
dengan
batas
kemampuannya dengan
kriteria hasil:
NOC:
Coordinated
Movement
1. Terjadi peningkatan
kontraksi otot pada
klien
2. Klien
mampu
melakukan
pergerakan halus
NOC: Join Movement
1. Klien
mampu

NIC: Exercise Theraphy


Join Mobility
3. Gunakan pakaian yang
tidak ketat pada pasien
4. Dampingin
pasien
untuk mengoptimalkan
posisi tubuh untuk
latihan
pergerakan
sendi
baik
aktif
maupun pasif
5. Tunjukkan
cara
melakukan ROM aktif
maupun pasif
6. Dampingi pasien untuk
membuat
jadwal
latihan ROM aktif
7. Nilai kemajuan yang
dicapai

1. Untuk
mengetahui
batas
kemampuan
sendi untuk bergerak
2. Untuk memperlancar
pembuluh darah dan
mencegah mengecilan
otot
akibat tidak
penah
digunakan
beraktivitas
3. Untuk
melatih
kemampuan
sendi
secara bertahap
4. Untuk
mempertahankan
kekuatan sendi
5. Untuk
mencapai
tujuan
yang
diharapkan
dengan
kolaborasi berbagai
pihak
7. Memudahkan pasien
untuk bergerak
8. Posisi yang tepat
dalam
latihan
menghindari pasien
dari resiko mengalami
cedera
9. Melatih cara visual
cara melakukan ROM
aktif maupun pasif
10. Latihan yang teratur
dapat meningkatkan
rentang gerak
11. Mengevaluasi
hasil
latihan

menggerakkan
persendiannya
5.

Resiko Cidera :
dislokasi
berhubungan
dengan fisik :
kondisi
perbaikan sendi

Setelah dilakukan
NIC :
Environmental
tindakan keperawatan
Management safety
selama 3x24 jam klien
1.
Sediakan
tidak mengalami trauma
lingkungan
yang
dengan kriteria hasil:
aman untuk pasien
pasien terbebas dari
2.
Identifikasi
trauma fisik
kebutuhan keamanan
NOC :
pasien, sesuai dengan
1.
Pe
kondisi fisik dan
ngetahuan : keamanan
fungsi kognitif pasien
personal
dan riwayat penyakit
2. Perilaku aman:
terdahulu pasien
mencegah jatuh
3.
Menghindarkan
3. Perilaku aman :
lingkungan
yang
kejadian jatuh
berbahaya (berjalan
4. Perilaku aman :
dibantu alat karena
cedera fisik
berat badan berlebih)
4.
Membatasi
mobilitas
5.
Menganjurkan
keluarga
untuk
menemani pasien.
6.
Berikan penjelasan
pada
pasien
dan
keluarga
atau
pengunjung adanya
perubahan
status
kesehatan
dan
penyebab
penyakit
serta
upaya
pencegahan cidera.

1. Lingkungan
yang
aman sebagai upaya
pencegahan cidera
2. Memenuhi
kebutuhan
pasien
sesuai
dengan
kebituhan pasien
3. Lingkungan
yang
aman minim resiko
mengakibatkan
cedera
4. Batasan
mobilitas
dilakukan
sampai
sendi siap untuk
difungsikan
kembali.
5. Pengawasan
dari
keluarga
sangat
diperlukan
sebgai
salah satu upaya
pencegahan cedera
6. Kerluarga
perlu
mengetahui kondisi
yang dialami pasien
sehngga dapat turut
serta
membantu
pasien
dalam
mencegah kondisi
cidera
akibat
perubahan kondisi
fisiknya

DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, et al. 2013. Nursing Interventions Clasification (NIC). Ed 6. USA :
Elsevier Mosby.
Ethel, Sloane. 2010. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula.Jakarta : EGC.
Moorhead, et al. 2013. Nursing Outcomes Clasification (NOC). Ed 5. USA :
Elsevier Mosby.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi
viii. Vol 1. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi
viii. Vol 3. Jakarta : EGC.
Yatim, Faisal. 2006. Penyakit Tulang dan Persendian Arthritis atau Arthralgia.
Jakarta : Pustakan Populer Obor.

Anda mungkin juga menyukai