Anda di halaman 1dari 6

Konsep Alienasi Karl Marx

Karl Marx dengan faham Sosialisme menyatakan Konsep Alienasi era kapitalisme pasca
Revolusi Industri
Konsep alienasi atau keterasingan yang lahir dari pemikiran Karl Marx adalah muncul
akibat adanya kapitalisme yang mengguncang Eropa pasca revolusi industri. Teori Alienasi Marx
didasarkan pada pengamatannya bahwa di dalam produksi industri yang muncul di bawah
kapitalisme, para buruh tak terhindarkan kehilangan kontrol atas hidup mereka, karena tidak lagi
memiliki kontrol atas pekerjaan mereka. Para pekerja ini tak pernah menjadi otonom, yakni
manusia yang mencoba untuk mandiri mengembangkan diri selalu terkotakkan oleh kaum
borjuis. Karl Marx (1970) memopulerkan istilah ini dalam karya Economic and Philosophical
Manuscripts tahun 1844 sebagai penjelasan atas kondisi keterasingan seseorang dari sifat sejati
kemanusiaan mereka. Sebab, pada dasarnya manusia adalah makhluk kreatif. Manusia membuat
bentuk dari materi atau bahan di mana mereka mewujudkan jati diri mereka ke dalam apa yang
mereka buat. Dalam masyarakat prakapitalis, manusia menjadi utuh ketika mereka menciptakan
barang untuk mereka pakai sendiri atau mereka pertukarkan secara adil [1].
Namun, di dalam masyarakat kapitalis, karena para pekerja tidak mempunyai keinginan
sendiri akan tetapi karena mereka menjual tenaga mereka, bisa dikatakan bahwa mereka
teralienasi dalam empat hal[2]. Empat dasar yang diusung dalam keterasingan ini menurut Marx
adalah pertama, para pekerja di dalam masyarakat kapitalis teralienasi dari aktivitas produktif
mereka. Para pekerja tidak bekerja sesuai dengan tujuan mereka sebagai manusia untuk bekerja
dan mendapatkan suatu produksi yang berguna untuk mereka, akan tetapi aktivitas produktif
mereka hanya berguna untuk kaum kapitalis. Para borjuis lah yang menentukan kepada kaum
buruh pekerjaan apa yang akan mereka lakukan dan hasilnya menjadi milik pemegang kapitalis.
Yang kedua adalah alienasi dari produk. Kepentingan pemegang kapitalis benar-benar
dipisahkan dengan para buruhnya. Apabila si buruh bekerja pada majikannya, mereka tetap harus

membayar atas produk yang diproduksinya karena produk merupakan hak milik para kapitalis.
Yang ketiga, pekerja dalam kapitalisme teralienasi dari sesama pekerja. Kapitalisme melarang
para pekerja untuk bekerjasama dengan pekerja lainnya sehingga mereka tidak saling kenal
sekalipun berada di tempat yang berdampingan. Kapitalis mengadu para pekerja sejauh mana
mereka mampu berproduksi. Situasi yang demikian -permusuhan di kalangan pekerja- akan
menguntungkan pihak kapitalis karena para pekerja akan kembali ke para majikannya dan
otomatis keuntungan kembali kepada kaum kapitalis.
Yang terakhir adalah keterasingan pekerja akan potensi kemanusiaan mereka sendiri,
artinya pekerja dikontrol secara ketat hubungannya dengan manusia lain dan alam sehingga
potensi diri mereka terpuruk. Mereka hanya dicetak untuk menjadi ,mesin produksi yang hanya
menguntungkan kapitalis tanpa memikirkan bagaimana jiwa dan kualitas pekerja sebagai seorang
manusia.
Adanya alienasi pada kapitalisme membuat perbedaan yang sangat kentara antara
majikan dan buruh. Keterasingan ekonomi ini berkaitan dengan bentuk-bentuk dengan
keterasingan lainnya. Keterasingan politik berarti bahwa kaum kaya harus tuduk kepada
kekuasaaan negara yang sebenarnya telah terorganisir sedemikian rupa. Jadi yang sebenarnya
terjadi adalah terdapat pula kepentingan-kepentingan ekonomi dalam tubuh pemerintah pada
kapitalisme[3].
Keterasingan akan dapat dihilangkan apabila sebab-sebabnya dilenyapkan yaitu
menghapus kepemikikan pribadi. Keterasingan yang telah terjadi merupakan hal yang muncul
akibat dari kapitalisme yang memungkinkan untuk dihilangkan walaupun dalam jangka waktu
tertentu dalam sejarah.

[1]Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2219707-pengertian-alienasi/
diakses pada 14 Maret 2013 pukul 01.55 WIB
[2] George Ritzer, Douglas J. Gooodman. TEORI SOSIOLOGI. 2009. Bantul: Kreasi Wacana
(Hal. 54)
[3] L. Layendecker. Tata, Perubahan, dan Ketimpangan: Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi.
1983. Jakarta: PT. Gramedia (Hal. 250)

ALIENASI MANUSIA DI BAWAH SISTEM KAPITALISME MENURUT


KARL MARX

Pengantar
Teori alienasi atau keterasingan, sebagaimana diekspresikan dalam tulisan-tulisan Karl
Marx muda (khususnya dalam Manuskrip 1844), merujuk ke pemisahan hal-hal yang secara
alamiah milik bersama, atau membangun antagonisme di antara hal-hal yang secara pas sudah
berada dalam keselarasan.
Dalam penggunaan yang terpenting, konsep itu mengacu ke alienasi sosial seseorang dari
aspek-aspek hakikat kemanusiaannya (Gattungswesen, biasanya diterjemahkan sebagai
species-essence atau 'esensi spesis,' atau species-being). Marx percaya bahwa alienasi merupakan
hasil sistematik dari kapitalisme.
Teori-teori Marx ini mengandalkan pada Esensi-esensi Kekristenan (1841) karya
Feuerbach, yang berpendapat bahwa gagasan tentang Tuhan telah mengasingkan ciri-ciri
makhluk manusia. Stirner akan membawa analisis itu lebih jauh, dengan mendeklarasikan bahwa
bahkan kemanusiaan itu sendiri merupakan pengasingan dari individu. Marx dan Engels
menanggapi pandangan itu dalam Ideologi Jerman (1845).
Empat Jenis Alienasi
Teori Alienasi Marx didasarkan pada pengamatannya bahwa di dalam produksi industrial
yang muncul di bawah kapitalisme, para buruh tak terhindarkan kehilangan kontrol atas hidup
mereka, karena tidak lagi memiliki kontrol atas pekerjaan mereka. Para pekerja ini tak pernah

menjadi otonom, yakni manusia yang merealisasi-diri dalam setiap arti yang signifikan, kecuali
lewat cara realisasi yang diinginkan kaum borjuis.
Alienasi dalam masyarakat kapitalis terjadi karena di dalam kerja, setiap orang
berkontribusi pada kemakmuran bersama. Namun, mereka hanya bisa mengekspresikan secara
mendasar aspek sosial dari individualitas lewat sistem produksi yang tidak dimiliki secara sosial,
atau secara publik. Namun, hal ini juga berlaku untuk perusahaan yang dimiliki swasta, di mana
masing-masing individu berfungsi sebagai instrumen, bukan sebagai makhluk sosial.
Marx mengatribusikan empat jenis alienasi pada buruh di bawah kapitalisme. Pertama,
manusia teralienasi dari alam. Kedua, manusia teralienasi dari dirinya sendiri, dari aktivitasnya
sendiri. Ketiga, manusia teralienasi dari species-being (dari dirinya beingsebagai anggota dari
human-species). Kempat, manusia teralienasi dari manusia lain. [1]
Di bawah kapitalisme, pekerja dengan sesama pekerja juga terasing, karena manusia
lebih dipandang sebagai komoditi yang bisa diperdagangkan di pasar, ketimbang melihatnya
dalam konteks hubungan sosial. Pekerja terasing dari produk yang dikerjakannya, karena hal ini
memang yang dianggap layak oleh kelas kapitalis, yakni produk itu lepas dari kontrol si pekerja.
Terakhir, si pekerja juga terasing dari tindakan produksi itu sendiri, karena kerja itu menjadi
aktivitas yang tak bermakna, dengan hanya menawarkan sedikit atau tak ada kepuasan sama
sekali di dalamnya.
Jika dijabarkan secara sederhana oleh Gerge Ritzer, empat jenis alienasi pekerja dalam
sistem kapitalis adalah: a) aktivitas pekerja dipilih oleh pemilik/kapitalis, yang sebagai
imbalannya membayar upah mereka; b) kepemilikan produksi/produk berada di tangan
pemilik/kapitalis; c) para pekerja tampaknya akan dipisahkan dari rekan-rekannya sesama
pekerja; terakhir, d) para pekerja disingkirkan dari potensi-potensinya, dan tugas-tugas menjadi
tak berarti atau tak ada maknanya.
Kritik Marx terhadap Hegel
Alienasi adalah sebuah klaim mendasar dalam teori Marxis. Hegel memaparkan
pengganti dari tahapan-tahapan bersejarah dalam spirit manusia (Geist), di mana spirit itu
bergerak maju ke arah pemahaman-diri sempurna, dan menjauh dari ketidakacuhan.
Dalam reaksi Marx terhadap Hegel, ada dua kutub idealis yang digantikan oleh kategorikategori materialis. Yakni, ketidakacuhan spiritual menjadi alienasi, dan ujung transenden sejarah
menjadi realisasi manusia terhadap species-being-nya.
Marx memiliki pemahaman spesifik terhadap pengalaman yang sangat tajam tentang
alienasi, yang ditemukan dalam masyarakat borjuis modern. Marx mengembangkan pemahaman
ini melalui kritiknya terhadap Hegel.
Menurut Hegel, melalui aktivitasnya, manusia menciptakan sebuah budaya yang
kemudian mengkonfrontasi mereka sebagai sebuah kekuatan yang asing (alien). Namun bagi
Hegel, aktivitas manusia itu sendiri tak lain dari ekspresi Spirit (atau Zeitgeist) yang bertindak
melalui manusia.
Pertama-tama, Marx menekankan, adalah kerja manusia yang menciptakan kebudayaan
dan sejarah, dan bukan sebaliknya. Dengan kata lain, Spirit adalah produk manusia, bukan
sebaliknya. Namun kemudian, praktik mengubah dunia material. Praktik dengan demikian
adalah obyektif, dan proses kerja (labour process) dengan demikian adalah obyektivikasi kuasakuasa manusia.
[1]

Tetapi, jika pekerja berhubungan dengan produk mereka sebagai sebuah ekspresi dari
esensi mereka sendiri, dan mengenali diri mereka sendiri dalam produk mereka, dan dikenali
oleh orang-orang lain dalam kerja mereka, maka ini bukanlah landasan bagi alienasi. Sebaliknya,
ini adalah satu-satunya hubungan manusiawi yang asli.
Bacaan teleologis dari Marx, khususnya yang didukung oleh Alexandre Kojve sebelum
Perang Dunia II, dikritik oleh Louis Althusser dalam tulisannya tentang materialisme acak
(matrialisme alatoire). Althusser mengklaim bahwa bacaan yang disebutkan itu membuat
kaum proletariat jadi subjek dari sejarah, tapi ternoda oleh idealisme Hegelian --filsafat tentang
subjek-- yang telah bertahan kuat selama lima abad, dan yang telah dikritik sebagai ideologi
borjuis dalam filsafat.
Hubungan dengan Teori Marx tentang Sejarah
Dalam karyanya Ideologi Jerman, Marx menulis bahwa berbagai hal sekarang telah
sampai ke perlewatan tertentu di mana individu harus menyesuaikan totalitas kekuatan-kekuatan
produktif yang ada, bukan hanya untuk mencapai aktivitas-diri (self-activity), tetapi juga sematamata untuk menjaga eksistensinya yang paling dasar.
Dengan kata lain, Marx tampaknya berpikir bahwa sementara manusia memiliki
kebutuhan untuk aktivitas-diri (aktualisasi-diri, sebagai lawan dari alienasi), ini hanya memberi
relevansi kesejarahan sekunder. Hal ini karena Marx berpikir bahwa kapitalisme akan
meningkatkan pemiskinan ekonomi kaum proletariat sebegitu cepat, sehingga mereka akan
dipaksa untuk membuat revolusi sosial sekadar untuk tetap hidup.
Dalam kondisi seperti ini, mereka mungkin bahkan tidak akan sempat sampai ke situasi,
di mana mereka akan mengkhawatirkan begitu banyak hal tentang aktivitas-diri. Meski begitu,
ini tidak berarti kecenderungan melawan alienasi hanya akan mewujudkan dirinya manakala
kebutuhan-kebutuhan lain sudah cukup terpenuhi. Tetapi, ini hanya berarti bahwa kebutuhankebutuhan lain itu menjadi berkurang arti pentingnya.
Karya dari Raya Dunayevskaya dan lain-lain, dalam tradisi humanisme Marxis, menarik
minat ke arah perwujudan hasrat bagi aktivitas-diri, bahkan di kalangan para pekerja yang
sedang berjuang bagi lebih banyak tujuan-tujuan dasar.
Kaitannya dengan Kelas
Marx berpandangan, kaum kapitalis dan proletar sama-sama teralienasi, namun masingmasing mengalami keterasingan (alienasi) mereka dengan cara yang berbeda. Kelas pemilik dan
kelas proletar menyajikan keterasingan-diri manusia yang sama. Namun kelas kapitalis merasa
tenteram dan diperkuat dalam keterasingan-diri ini. Kelas kapitalis mengenali keterasingan itu
sebagai kekuatannya sendiri dan di dalam kekuatan itu terdapat kesamaan eksistensi manusia.
Sebaliknya, kelas proletariat merasa dilenyapkan dalam keterasingan. Mereka melihat dalam
keterasingan itu kondisi ketidakberdayaannya sendiri dan realitas dari sebuah eksistensi yang
tidak manusiawi.
Hal ini jika menggunakan ekspresi dari Hegeldalam kehinaan diri tersebut terdapat
kemarahan terhadap kehinaan itu. Yaitu, suatu kemarahan yang digerakkan oleh kontradiksi
antara hakikat kemanusiaan dan kondisi kehidupannya, yang bersifat palsu, pasti dan negasi
menyeluruh terhadap hakikat tersebut.

Di dalam antitesis ini, pemilik properti swasta karena itu adalah sisi konservatif,
sedangkan kaum proletar di sisi destruktif. Dari pihak pemilik properti muncullah tindakan untuk
melestarikan antitesis ini, sedangkan dari kaum proletar muncul tindakan untuk
menghancurkannya.
Sebagai penutup, dapat dikatakan bahwa alienasi merupakan proses di mana manusia
menjadi asing terhadap dunia tempat mereka hidup. Konsep alienasi ini juga tertanam secara
mendalam pada semua agama besar serta teori-teori sosial dan politik zaman peradaban.
Katakanlah, gagasan bahwa suatu saat di masa lalu manusia hidup dalam harmoni, dan
ada semacam perpecahan atau keterputusan yang membuat manusia merasa seperti orang asing
di dunia. Namun, suatu saat di masa depan, alienasi ini akan teratasi dan kemanusiaan akan
kembali hidup dalam harmoni dengan dirinya sendiri dan dengan alam. ***
Depok, 1 Juni 2009
Referensi:
Boangmanalau, Singkop Boas. 2008. Marx, Dostoievsky, Nietzsche, Menggugat Teodisi & Merekonstruksi
Antropodisi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Kearney, Richard (ed.). 2006. Twentieth-Century Continental Philosophy. Knowledge History of Philosophy Volume
VIII. New York: Routledge.
Goldstein, Laurence. 1990. The Philosophers Habitat: An Introduction to Investigations in, and Applications of,
Modern Philosophy. New York: Routledge.
Honderich, Ted. 1995. The Oxford Companion to Philosophy. Oxford/New York: Oxford University Press.
Russell, Bertrand. 1948. History of Western Philosophy and Its Connection with Political and Social Circumstances
from the Earliest Times to the Present Day. London: George Allen and Unwin Ltd.
[1] Lihat Boangmanalau, Singkop Boas. 2008.
Marx, Dostoievsky, Nietzsche, Menggugat Teodisi & Merekonstruksi
Antropodisi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Hlm. 135.

[1] Lihat Boangmanalau, Singkop Boas. 2008.

Anda mungkin juga menyukai