Anda di halaman 1dari 29

BAB I

REKAYASA GENETIK

1.1. Pendahuluan
Genetika disebut juga dengan ilmu keturunan, berasal dari kata genos
(bahasa latin) yang artinya bersuku suku bangsa atau asal usul. Secara
etimologi artinya asal mula kejadian. Genetika adalah ilmu yang mempelajari
tentang seluk beluk alih informasi hayati dari generasi ke generasi. Oleh karena
cara berlangsungnya alih informasi hayati tersebut mendasari adanya perbedaan
dan persamaan sifat diantara individu organisme, maka dengan singkat dapat pula
dikatakan bahwa genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang pewarisan sifat.1
Dalam ilmu ini dipelajari tentang bagaimana sifat keturunan itu diwariskan
pada anak cucunya, serta kemungkinan variasi yang timbul didalamnya. Genetika
perlu dipelajari, agar kita dapat mengetahui sifat sifat keturunan kita sendiri
serta setiap makhluk hidup yang ada disekitar lingkungan kita. Kita sebagai
manusia tidak hidup autonom dan terisolir dari makhluk hidup disekitar kita tetapi
kita menjalin ekosistem dengan mereka. Oleh karena itu, selain kita harus tahu
sifat sifat yang menurun dari tubuh kita sendiri, kita juga harus tahu pada
tumbuhan dan hewan, yag mana diketahui prinsip prinsip genetika itu sama saja
bagi semua makhluk.1,2
Perkembangan genetika ini dimulai sejak perkembangan bioteknologi
berkembang, hal ini dengan di temukannya teknologi DNA rekombinan. Oleh
sebab itu, perkembangan genetika semakin maju. Dengan adanya perkembangan
DNA rekombinan ini maka optimasi biotransformasi dalam suatu proses
bioteknologi dapat diperoleh dengan lebih terarah dan langsung. Teknologi DNA
rekombinan atau rekayasa genetik memungkinkan kita mengkonstruksi, bukan
hanya mengisolasi suatu galur yang sangat produktif. Sel prokariot atau eukariot
dapat digunakan sebagai "pabrik biologis" untuk memproduksi insulin, interferon,
hormon pertumbuhan, bahan anti virus, dan berbagai macam protein lainnya.1,2
1

1.2. Definisi
Rekayasa genetik atau lebih dikenal dengan manipulasi gen, kloning gen,
teknologi rekombinan DNA atau modifikasi gen merupakan mekanisme
pengaturan mengkode DNA dan membentuk susunan baru dari suatu gen dengan
cara memanipulasi dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang digunakan dalam
bidang ilmu pengetahuan dan kesehatan. Adapun beberapa aspek yang biasa
menggunakan teknik rekayasa genetik, meliputi :1
-

Penelitian mendasar pada struktur dan fungsi gen

Membentuk generasi transgenik baru dari tanaman dan hewan

Kepentingan diagnosis dan pengobatan suatu penyakit

Analisis gen dengan cara pengurutan DNA (DNA sequencing)


Tujuan utama dari rekayasa genetik adalah mampu mengisolasi urutan

DNA tunggal dari suatu genom. Hal ini merupakan hal yang inti dan prinsip
kloning gen. Selain kloning gen, rekayasa genetik juga bisa bermanfat untuk
penelitian stem cells dan kepentingan pengobatan di bidang kesehatan.1,2,3,4,5
1.3. Tipe Sel Inang dalam Rekayasa Genetik
Tipe sel inang yang digunakan pada beberapa aplikasi rekayasa genetik
sangat bergantung pada tujuan rekayasa genetik itu sendiri. Apabila tujuan
prosedurnya adalah untuk mengisolasi gen untuk kepentingan analisis struktur
gen, maka sel inang yang dibutuhkan adalah yang memiliki sifat sesederhana
mungkin. Apabila tujuan prosedurnya adalah untuk mengekspresikan informasi
material genetik pada sel eukariot seperti tumbuh tumbuhan, maka sel inang dan
prosedurnya akan lebih rumit.1 Secara umum, tipe sel inang terbagi atas prokariot
dan eukariot.1,2,4

Tabel 1.1. Tipe Sel Inang pada Rekayasa Genetik1


Kelompo

Prokariot /

k
Bakteri

Eukariot
Prokariot

Jenis

Contoh

Organisme
Gram

Eschericia coli

Gram +

Bacillus subtilis

Jamur

Eukariot

Mikroba

Streptomyces spp.
Saccharomyces cerevisiae

Tumbuh

Eukariot

Filamentosa
Kultur sel

Aspergillus nidulans
Tipe tertentu

tumbuhan
Hewan

Eukariot

Organisme utuh
Sel serangga

Tipe tertentu
Drosophila melanogaster

Sel mamalia

Tipe tertentu

Oosit

Tiper tertentu

Organisme utuh

Tipe tertentu

1.3.1. Sel Inang Prokariot


Syarat ideal dari sel inang adalah mudah diolah dan dimanipulasi. Sifat
lainnya adalah harus mudah didapat dalam jenis yang luas dan mudah cocok
dengan vektor. Adapun salah satu bakteri Escherichia coli yang memenuhi
persyaratan tersebut sehinga telah banyak digunakan dalam prosedur prosedur
pengkloningan.1,2
E. coli merupakan gram negatif dengan kromosom tunggal, yang disebut
nukleoid. Ukuran E. coli sekitar 4.6 x 106 kb. Proses ekspresi gen yang terjadi
(transkripsi dan translasi) berlangsung bersamaan, dengan penambahan sintesis
mRNA. Tidak ada modifikasi setelah proses transkripsi yang pertama yang terjadi
pada E. coli, seperti yang biasa terjadi pada sel inang eukariot. Sifat E. coli yang
sederhana ini, membuat E. coli merupakan sel inang yang biasa dipakai di
laboratorium dalam proses kloning gen.1,2
Beberapa bakteri lain yang juga digunakan untuk proses rekayasa genetik
selain E. coli adalah golongan Bacillus, Pseudomonas, dan Streptomyces. Namun
demikian, banyak terdapat kekurangan pada bakteri bakteri ini dalam proses
rekaysa genetik. Salah satu yang sering terjadi pada proses rekayasa genetik
3

menggunakan sel inang tersebut adalah hanya sedikit vektor yang cocok dengan
sel inang tersebut. Masalah lain, sering terjadi saat proses rekombinasi DNA
dilakukan. Banyaknya masalah yang terjadi saat proses rekayasa genetik
dilakukan pada sel inang bakteri selain E. coli, membuat para peneliti langsung
memutuskan untuk menggunakan E.coli guna menghemat waktu, biaya, dan
tenaga.1
1.3.2. Sel Inang Eukariot
Satu yang menjadi kekurangan E. coli sebagai sel inang pada proses
rekayasa genetik adalah E. coli merupakan prokariot dimana organel prokariot
tidak memiliki membran nucleus, seperti yang bisa ditemukan pada organel
eukariot. Perbedaan struktur sel pada eukariot dan prokariot, bisa menjadi
perbedaan hasil pada percobaan rekayasa genetik ini, seperti contohnya gen yang
berfungsi pada eukariot tentunya tidak akan berfungsi pada prokariot yang akan
mengganggu proses isolasi yang bergantung pada mekanisme kerja suatu enzim.
Contoh lainnya, jika hasil yang diharapkan dari proses kloning gen adalah suatu
protein eukariot, hal ini tidak akan mudah didapatkan dari prokariot.1,2
Sel eukariot terdiri dari sel yang paling kecil seperti mikroba (jamur dan
alga) sampai ke sel yang multiselular seperti manusia. Sel mikroba memiliki
beberapa karakteristik dari bakteri yang mudah untuk tumbuh. Eukariot yang
lebih kompleks lagi, memiliki beberapa kerumitan untuk digunakan pada proses
rekayasa genetik. Banyak permasalahan yang membutuhkan solusi. Seringnya,
tujuan rekayasa genetik yang menggunakan eukariot (tumbuhan atau hewan)
adalah untuk menciptakan perubahan genetik yang baru dengan cara transgenik,
daripada hanya menggunakan metode isolasi gen dari beberapa protein saja.1,2
Ragi Saccharomyces cerevisiae adalah salah satu eukariot yang paling
sering digunakan dalam rekayasa genetik. Ragi ini telah digunakan beratus ratus
tahun dalam produksi roti dan bir. Organisme ini bisa dimanipulasi dengan teknik
analisis genetik yang klasik dan mampu cocok dengan vektor vektor percobaan.
S. cerevisiae memiliki jumlah DNA 3.5 kali lebih banyak dari yang dimiliki E.
4

coli. Jamur jamur lain yang juga biasa digunakan untuk rekaysa genetik adalah
Aspergillus nidulans dan Neurospora crassa.2
Tumbuh tumbuhan dan hewan juga bisa digunakan sebagai inang dalam
rekayasa genetik. Sel uniselular seperti alga, Chlamydomonas reinhardii memiliki
banyak kelebihan mulai dari struktur sel dan fungsi selnya, bila digunakan untuk
rekayasa genetik. Rekaya genetik yang dilakukan pada tumbuhan atau hewan,
biasanya dilakukan pada sel kultur mengingat proses yang terjadi akan lebih
mudah, dibandingkan dengan bila melakukan rekayasa genetik pada organisme
utuh dari tumbuhan atau hewan.2
1.4. Vektor yang Berperan dalam Rekayasa Genetik
Vektor adalah molekul DNA yang bisa direplikasi pada sel inang yang
cocok dan bisa direplikasi ke dalam fragmen DNA asing yang baru dikenali.
Kebanyakan vektor yang digunakan di dalam biologi molekular adalah berupa
plasmid dan bakteriofag (suatu virus yang menginfeksi bakteri).2,3
Vektor harus memiliki karakteristik sebagai berikut :1,2,3
-

Memiliki kemampuan replikasi yang membuat vektor mampu bereplikasi


sendiri di sel inang

Memiliki lokasi yang bisa dipecah atau dilepas oleh enzim restriksi, yang
kemudian fragmen DNA asing yang baru bisa masuk mengisi bagian
tersebut

Mengandung penanda yang mudah untuk diidentifikasi oleh sel inang.


Penanda yang umum adalah gen resisten antibiotik.

Mudah dikenali oleh sel inang sehingga mudah mereplikasi dirinya dan
fragmen DNA asingnya.

1.4.1. Plasmid

Plasmid merupakan molekul untai ganda DNA, berbentuk bundar, tidak


bergantung pada kromosom sel DNA. Plasmid merupakan materi ekstra
kromosom DNA yang muncul secara alamiah di dalam bakteri dan di dalam inti
sel jamur dan pada beberapa sel eukariot yang lebih kompleks. Plasmid bisa
muncul dalam ikatan hubungan parasit atau simbiosis dengan sel inangnya.
Contohnya, beberapa plasmid pada bakteri mampu mengkode enzim yang akan
menginaktivasi antibiotik. Ukuran plasmid beragam, mulai dari sekian ribu bps
sampai lebih dari 100 kb.2
Klasifikasi plasmid dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu :1
-

Konjugatif
Plasmid konjugatif mampu memediasi proses transfernya sendiri antar
bakteri, dengan cara konjugasi dan proses spesifiknya adalah transfer dan
mobilisasi bagian dari plasmid.

Non konjugatif
Plasmid non konjugatif tidak bisa bekerja sendiri tapi bisa dimobilisasi
oleh plasmid konjugasi hanya jika fungsi mobilisasi dari plasmid non
konjugatif berfungsi dengan baik.

Klasifikasi lain dari plasmid, dibedakan atas banyaknya replikasi plasmid di


dalam sel inang. Dibedakan menjadi :1
-

Replikasi rendah
Replikasi DNA bergantung pada replikasi kromosom DNA sel inang

Replikasi tinggi
Replikasi DNA tidak bergantung pada replikasi kromosom DNA sel inang

Plasmid yang sering digunakan dalam teknik prosedur rekayasa genetik


adalah berasal dari replikasi E. coli.1,2,4 Secara umum, plasmid dimodifikasi untuk
mengoptimalkan perannya sebagai vektor pada proses rekayasa genetik. Contoh
modifikasinya adalah mengecilkan bentuk asli plasmid hingga mendekati ukuran
3 kb, dimana lebih kecil dari plasmid alami yang dibentuk oleh E. coli.2,4
Tabel 1.2. Contoh Vektor Plasmid dan Aplikasinya1,2
Vektor
pBR322

Apr Tcr

Ciri

Aplikasi
Kloning & subkloning E. coli

pUC18

SCT
Apr

Kloning & subkloning E.coli

pATI53

MCS
Apr Tcr

Kloning & subkloning E. coli

pET 3

SCT
Apr

Ekspresi gen di sel bakteri

MCS
T7 promoter
Keterangan : Apr, ampicillin resistance; Tcr, tetracycline resistance; SCT, single
cloning sites; MCS, multiple cloning sites
Kebanyakan plasmid mengandung multiple cloning site (MCS), yaitu
urutan DNA pendek yang banyak mengandung lokasi enzim restriksi yang saling
berdekatan. Bermacam macam enzim restriksi bisa digunakan dalam
menginsersi fragmen DNA asing.1,2
Gen resisten antibiotik yang dikode oleh plasmid DNA (pDNA) sering
digunakan dalam pembuatan vektor untuk rekayasa genetik. Saat sel dikultur pada
media pertumbuhan yang mengandung antibitoik, hanya sel yang mengandung
plasmid sajalah yang mempu bertahan hidup dan tumbuh. Metode seperti ini
sangat simpel dan terpercaya.1,2
Meskipun vektor plasmid banyak memiliki keuntungan dan sangat penting
dalam rekayasa genetik, namun ada beberapa kekurangannya seperti ukuran
frgamen DNA yang bisa masuk ke plasmid maksimal hanya 5 kb. Untuk beberapa
kasus, hal ini tidak terlalu menjadi masalah. Namun pada beberapa aplikasi
7

rekayasa genetik, sangat diperlukan ukuran fragmen DNA yang maksimal untuk
dikloning. Untuk beberapa kasus yang memutuhkan ukuran fragmen lebih besar
dari plasmid, biasanya menggunakan bakteriofag sebagai vektornya.1,2

Gambar 1.1. Kloning Vektor Plasmid dan Prinsip Kloning DNA2

1.4.2. Bakteriofag
Bakteriofag merupakan virus yang menginfeksi bakteri. Bakteriofag bisa
dimanipulasi dan digunakan sebagai vektor rekayasa genetik. Bakteriofag bisa
menghasilkan siklus lisis sel yang akhirnya mengakibatkan kematian dari sel
inang bakteri, dan menghasilkan partikel faga yang baru atau bahkan yang lebih
kompleks.1,2
Berdasarkan strukturnya, bakteriofag terdiri atas : (1) tailless (tak
berekor), (2) kepala dengan ekor, dan (3) filamentosa. Juga ada yang membaginya
menjadi bakteriofag dan bakteriofag M13. Material genetiknya terdiri dari DNA
atau RNA untai tunggal dan DNA atau RNA untai ganda, dimana DNA untai
ganda (dsDNA) paling banyak ditemukan.1
Pada struktur bakteriofag tak berekor dan pada struktur bakteriofag
berekor, genome dikemas dalam protein icosahedral yang disebut dengan kapsid
(atau juga disebut sepagai bagian kepala). Pada jenis dsDNA, kandungan genom
mencapai hingga 50% dari total massa bakteriofag.1,2
Struktur bakteriofag memiliki kapsid atau kepala yang membungkus
genom DNA rantai ganda. Pada bagian ekor bakteriofag , dipergunakan sebagai
media untuk adsorpsi kepada sel inang. Bakteriofag M13 memiliki struktur yang
lebih sederhana, dengan genom DNA rantai tunggal yang dibungkus oleh suatu
protein. Bakteriofag M13 memiliki struktur yang lebih panjang dan ramping. Pada
proses perlekatan dan pelepasan bakteriofag, terdapat suatu gen yang bernama 3,
yang berperan pada kedua proses tersebut berkenaan dengan sel inang.1

Gambar 1.2. Struktur Bakteriofag dan M131


Bakteriofag bisa bersifat berbahaya ataupun tidak, tergantung pada siklus
sel hidupnya. Ketika bakteriofag masuk ke dalam sel bakteri, dia mampu
memproduksi dirinya lebih banyak lagi dan membunuh sel inangnya (disebut
dengan fase siklus lisis) atau bisa masuk ke dalam kromosom dan berdiam diri
tanpa membunuh sel inang (disebut fase siklus lisogenik). Bakteriofag yang
bersifat berbahaya berperan pada siklus lisis dan bakteriofag yang tidak berbahaya
bereran pada siklus lisogenik, namun tidak menutup kemungkinan untuk berubah
ke siklus lisis saat kondisi memungkinkan. Contoh bakteriofag yang tidak
berbahaya adalah bakterofag .1,2,3

10

Gambar 1.3. Siklus Hidup Bakteriofag1


Pada gambar 1.3 diatas, memperlihatkan siklus bakteriofag saat terjadi
infeksi. Proses ini diawali dengan penyerapan yang melibatkan ikatan antara
partikel bakteriofag dengan reseptor permukaan sel inang. Ketika partikel
bakteriofag terserap, DNA bisa dimasukkan ke dalam sel inang dan infeksi mulai
terjadi. Genom mulai bersirkulasi dan inisiasi bakteriofaga (fase lisis atau
lisogenik, bergantung pada status nutrisi sel inang dan banyaknya infeksi). Pada
respon lisis, bakteriofag mengakibatkna terjadinya mekanisme replikasi genom
dan struktur protein dari sel inang. Partikel bakteriofag yang matang akang
dibentuk dan dikeluarkan dengan cara merusak sel inang. Pada respon lisogenik,
DNA bakteriofag digabungkan ke dalam kromososm sel inang dan membentuk
11

suatu profag. Profag kemudian bereplikasi dengan kromosom DNA dan menjadi
bentuk yang stabil.1,2
Penelitian yang sudah banyak dilakukan adalah dengan menggunakan
vektor bakteriofag . Struktur bakteriofag terdiri dari kepala yang mengandung
48.5 kb genom DNA rantai ganda dan ekor yang panjang namun fleksibel. 2
Kelebihan vektro bakteriofag ini disbanding plasmid adalah ukuran fragmen DNA
yang lebih besar, mencapai 20 kb. Kelebihan lainnya yaitu setiap partikel
bakteriofag mengandung rekombinan DNA yang mampu menginfeksi setiap sel
tunggal. Proses infeksi ini ribuan kali lebih efektif daripada transformasi bakteri
yang menggunakan vektor plasmid.2

12

Gambar 1.4. Genom di Dalam Vektor Plasmid dan Bakteriofag6

13

1.4.3. Kosmid
Baik vektor bakteriofag maupun vektor plasmid E. coli, sangat
bermanfaat untuk teknik rekayasa genetik yang membutuhkan framen DNA
berukuran kecil. Beberapa vektor lain telah dikembangkan untuk teknik rekayasa
genetik yang membutuhkan ukuran fragmen DNA yang lebih besar, salah satunya
adalah kosmid. Kosmid memiliki ukuran fragmen mencapai 35 - 45 kb. Vektor
kosmid diproduksi dengan cara menginsersi gugus cos DNA bakteriofag yang
berukuran 5 kb ke dalam vektor plasmid. Vektor kosmid memiliki semua sifat
utama plasmid.2
1.4.4. Yeast Artificial Chromosomes (YAC)
YAC dibentuk dari hasil gabungan komponen yang dibutuhkan saat
replikasi dan pemisahan kromosom ragi secara alami, ke dalam fragmen DNA
yang sangat besar yang ukuran panjangnya bisa mencapai hingga 1 Mb. Vektor
YAC mengandung 2 urutan telomere (TEL), 1 sentromer (CEN), 1 autonomously
replicating sequence (ARS), dan gen yang beraksi sebagai penanda selektif pada
ragi. Penanda selektif pada ragi tidak akan mengubah resitensi substansi antibiotik
seperti pada plasmid, namun penanda selektif pada ragi ini berfungsi untuk
pertumbuhan ragi pada media tertentu yang miskin akan nutrisi.2

1.4.5. Bacterial Artificial Chromosomes (BAC)


Vektor BAC dibuat untuk menghindari permasalahan yang muncul pada
rekayasa genetik dengan menggunakan vektor YAC. Rekayasa genetik dengan
vektor YAC sering kali tidak stabil sehingga sering kehilangan frgamen selama
proses rekayasa genetik berlangsung.2
Secara umum, BAC bisa mengandung 300 350 kb urutan insersi. Sifat
lainnya, BAC sangat stabil saat proses rekayasa genetik berlangsung, mudah
14

dikenali oleh sel inang dengan cara transformasi, mampu menghasilkan


pertumbuhan E. coli yang banyak sekaligus dalam waktu singkat, dan mudah
dipurifikasi.2
Vektor BAC mengandung gen utama untuk replikasi dan pemeliharan
faktor F, gen penanda selektif (SMG), dan lokasi kloning untuk insersi fragmen
DNA.2
1.5. Metode Rekayasa Genetik
1.5.1. Isolasi DNA dan RNA
Setiap prosedur manipulasi gen selalu membutuhkan asam nukleat sebagai
sumbernya, dalam bentuk DNA ataupun RNA. Dibutuhkan proses yang tepat
dalam mengisolasi komponen dari sel. Adapun beberapa langkah dasar yang
dilakukan, diantaranya :1,2,,5,6
1. Membuka sel sampel untuk mengambil asam nukleat
2. Memisahkan asam nukleat dengan komponen sel lainnya
3. Menemukan asam nukleat dalam bentuk yang asli
Beragam teknik prosedur bisa saj dipilih untuk menjalani proses proses
tersebut, mulai dari yang paling sederhanda hingga ke yang paling rumit. Namun
pada jaman sekarang, sudah ada alat yang khusus untuk melakukan purifikasi
asam nukleat.1,5,6
Langkah pertama dari isolasi asam nukleat adalah menghancurkan sel
inang (bakteri, virus, tumbuh tumbuhan atau hewan) menggunakan enzim
pendegradasi dinding sel. Proses ini harus dilakukan dengan sehati hati mungkin
agar tidak merusak struktur sel lainnya.1
Langkah selanjutnya setelah hancurnya dinding sel inang adalah tahapan
deproteinisasi. Proses ini bisa dubantu dengan mengekstraksikan golongan fenol
atau campuran fenol / kloroform. Pada fase ini, molekul protein akan terpisah dan
muncul di bagian permukaan sel. Asam nukleat akan muncul di bagian paling atas
cairan.1
15

1.5.2. Penandaan Asam Nukleat


Permasalahan utama dari kebanyakan rekayasa genetik adalah menjaga
kestabilan asam nukleat yang terlibat dalam proses ini. Jumlah asam nukleat yang
sedikit, biasanya sangat sulit untuk tetap dipertahankan dalam jumlah yang sama
selama proses berlangsung. Seringnya yang terjadi adalah kehilangan jumlah
asam nukleat di setiap tahapan. Solusi yang diambil adalah dengan penandaan
asam nukleat sehingga kadar asam nukleat yang sudah sedikit, akan tetap terlacak
keberadaannya di setiap proses, sehingga jumlah asam nukleat tidak ada yang
tidak terhitung.1,2
Beberapa penandaan asam nukleat yang biasa dipakai adalah :1
1. Radioaktif
Sering digunakan untuk penandaan asam nukleat, walaupun penuh risiko.
Bermanfaat untuk identifikasi spesifik urutan DNA atau RNA. Isotop yang
digunakan adalah titium (3H), carbon 14 (14C), sulfur 35 (35S), dan
fosfor 32 (32P)
2. Penanda akhir
Diperlukan enzim polinukleotida kinase untuk memindahkan kelompok
fosfat terminal dari ATP ke titik terminal 5 hydroxyl dari asam nukleat.
3. Translasi Nick
Proses ini bergantung pada enzim DNA polymerase I untuk mentranslasi
hasil dari gugus fosfodiester pada DNA rantai ganda
4. Penandaan menggunakan pemanjangan primer
Teknik ini menggunakan oligonukleotid acak untuk mensintesis rantai
DNA dengan bantuan DNA polymerase. DNA yang mau diberi tanda,
dipanaskan terlebih dahulu kemudian oligonukleotida primer dipatenkan
ke dalam DNA rantai tunggal.

16

1.5.3. Pengurutan/sekuensing DNA


Kunci utama dari rekayasa genetik adalah untuk bisa mendapatkan urutan
basa DNA dan mendapatkan informasi biologi yang dibutuhkan. Metode yang
cepat untuk analisis urutan DNA pertama kali diperkenalkan pada tahun 1970 an
yang sampai sekarang teknik ini masih digunakan di seluruh dunia.1,2
Secara definisi, pengurutan DNA adalah mengidentifikasi basa dengan
menggunakan teknik tertentu yang bisa mengidentifikasi secara detil setiap basa.
Pada prinsipnya, penentuan urutan DNA harus mencakup hal berikut :1
1. Persiapan fragmen DNA dalam bentuk yang cocok untuk proses
pengurutan DNA
2. Teknik yang digukanan harus mencapai tujuan yang diinginkan
3. Metode pendeteksi harus mampu mengidentifikasi basa
Ada dua metode yang paling umum dalam pengurutan DNA. Metode yang
pertama ditemukan oleh Allan Maxam dan Walter Gillbert. Pada metode ini,
bahan kimia digunakan untuk memecah DNA pada posisi tertentu, dan dibedakan
oleh satu asam nukleotida.1,2
Hasil yang sama diperoleh juga dari metode yang berbeda, yang dibuat
oleh Fred Sanger dan Alan Coulson, yang melibatkan enzim sintesis untuk
memisah rantai DNA menjadi bentuk modifikasi nukleotida.1,2
Kedua metode tersebut diatas dianalisis menggunakan jel elektroforesis
dan audiografi.1
1.5.4. Pemotongan DNA (Enzim Restriksi)
Enzim restriksi yang digunakan untuk memotong DNA, menunjukkan
salah satu enzim penting dalam rekayasa genetik. Enzim ini ditemukan di dalam
sel bakteri dan berfungsi pada mekanisme pertahanan yang disebut sistem
modifikasi restriksi. Dalam sistem ini, enzim restriksi menghidrolasi setiap DNA
eksogen yang muncul di dalam sel. Untuk mencegah aktivasi enzim di dalam
DNA sel inang, modifikasi enzim dari sistem ini (metilase) memodifikasi DNA sel
17

inang dengan proses metilasi beberapa basa di dalam ururtan yang terdeteksi oleh
enzim restriksi.1,5
Enzim restriksi terdiri dari 3 jenis, yaitu I, II, dan III. ENzim yang biasa
sering dipakai sekarang adalah enzim restriksi tipe II yang memiliki aktifitas lebih
sederhana. Enzim ini bekerja memotong posisi internal dalam rantai DNA, yang
disebut endonuklease.1,5
Prinsipnya, enzim restriksi ini akan mendeteksi urutak spesifik dari basa
dan kemudian memotong rantai DNA. Salah satu contoh enzim yang diambil dari
organisme adalah EcoR1 (GAATTC) dan Sau3A (GATC). DNA dari organisme
lain akan terpisah dan ergabung pada ujungnya kemudian DNA ligase yang akan
menghubungkan segmen DNA tersebut.6

Gambar 1.5. Enzim Restriksi6

18

Gambar 1.6. Teknik Pengurutan DNA6

19

1.6. Polymerase Chain Reaction (PCR)


Teknik PCR pertama kali ditemukan oleh Kary Mullis tahun 1993. Teknik
PCR merupakan teknik amplifikasi ururtan DNA yang sekarang banyak
menggantikan teknik lama.1,5
Teknik PCR ini sangat sederhana secara teori. Saat DNA rantai ganda
dipanaskan, rantai ganda tersebut kemudian meleleh dan terpisah. Jika salah satu
rantai tunggal DNA bisa di gandakan oleh DNA polimerase, maka secara mudah
DNA yang aslinya terduplikasi. Jika proses ini terjadi berulang kali, maka akan
terjadi peningkatan jumlah hasil duplikat yang banyak. Setelah melewati beberapa
siklus, maka terkumpulah sejumlah urutan baru untuk diidentifikasi.1,5
Komponen penting dalam PCR ini secara sederhananya ada dua, yaitu
cetakan primer dan DNA polimerase. Cetakan primer disintesis sebagai
oligonukleotida dan dimasukkan ke dalam reaksi kemudian selanjutnya siap untuk
masuk ke dalam tahap denaturasi. DNA polimerase sebelumnya telah diinaktivasi
dalam proses pemanasan denaturasi, lalu kemudian enzim baru yang masih segar
harus dimasukkan ke setiap siklus. Sifat DNA polimerase yang sangat stabil
terhadap proses pemanasan, mempermudah peneliti untuk menggunakannya.
DNA polimerase yang digunakan, berasal dari hasil purifikasi bakteri Thermus
aquaticus, yaitu bakteri yang hidup di air panas. Penggunaan Taq polimerase
mempermudah teknik PCR, bisa dengan langsung berjalan tanpa harus menambah
enzim polimerase yang baru setelah proses denaturasi. Selain membutuhkan
cetakan primer dan DNA polimerase, PCR juga membutuhkan 4 buah dNTP untuk
memastikan bahwa rantai DNA telah berhasil dikopi dan tidak terhenti akibat
adanya kekurangan monomer enzim.1,5
Pada tahap awal, DNA target dan komponen reaksi digabungkan dan
dipanaskan hingga 90o C untuk didenaturasi. Sejalan dengan turunnya suhu,
cetakan primer akan semakin kuat untuk berlekatan dengan DNA rantai tunggal,
dan Taq polimerase akan mulai mengkopi cetakan tersebut. Saat siklus selesai,
siklus akan kembali mengulang, begitu selanjutnya.1

20

Gambar 1.7. Dasar PCR1

21

Keotomatisan pengulangan siklus PCR ini dijaga oleh sistem pemanasan


yang disebut dengan thermal cycler. Alat ini membutuhkan tabung mikro sentrifus
(96 kapiler gelas) yang mana reaktan akan diletakkan.1
Tujuan akhir dari proses ini adalah memanipulasi sampel, sebagaimana
teknik ini dibuat untuk mengamplifikasi ukuran kecil DNA. Hal yang perlu
diperhatikan saat proses in iadalah sekecil kecilnya kontaminan yang hadir di
proses ini, sudah sangat cukup untuk menggagalkan proses ini.1
1.7. Aplikasi Rekayasa Genetik dalam Bidang Medis
Rekayasa genetik dalam pengaplikasiannya telah banyak digunakan pada
manusia, hewan, dan tumbuhan.1,2,3,4,5,6 Berfokus pada pengaplikasian pada
manusia, teknik rekayasa genetik ini telah digunakan untuk kepentingan bagian
kesehatan dan bagian forensik. Pada bagian kesehatan, teknik rekayasa genetik
biasa digunakan untuk kepentingan diagnosis dan pengobatan.1,2,6

Gambar 1.8. Kegunaan Rekayasa Genetik1


1.7.1. Diagnosis dan Karakteristik Kondisi Medis
Penyakit genetik merupakan penyumbang beberapa dasar dari suatu
penyakit, terutama pada anak anak. Kelainan muncul saat lahir atau disebut
kelainan kongenital berjumlah sekitar 5% dari kelahiran yang sekitar 70%
penyebabnya merupakan kelainan genetik. Teknologi rekayasa genetik tidak

22

hanya tersedia untuk kepentingan diagnosis saja, namun juga memungkinkan


untuk mencari tau pengobatan genetik untuk beberapa kondisi tertentu.1,5,6
1.7.1.1. Diagnosis Kelainan Genetik
Kelainan genetik bisa jadi muncul karena kelainan kromosm (aberasi) atau
akibat mutase gen. Satu kromosom saja yang tidak normal, bisa mengakibatkan
kelainan kromosom secara meluas. Hilangnya satu kromosom mencetuskan suatu
keadaan disebut monosomik yang mengakibatkan fetus gagal tumbuh sempurna.
Penambahan kromososm, atau trisomik cenderung lebih tahan lama. Kondisi
monosomik dan trisomik bisa berefek pada kromosom autosomal dan kromosom
seksnya, contohnya pada kasus sindroma down (trisomi 21). Kebanyakan kasus
yang melibatkan jumlah kromosom adalah karena non disjungsi selama meiosis
gamet. Beberapa kasus penyimpangan kromososm bisa dilihat pada gambar tabel
di bawah ini :1

Tabel 1.3 Kasus Penyimpangan Kromosom1


23

1.7.1.2. Diagnosis Penyakit Infeksi


Selain bisa digunakan untuk kondisi kelainan genetik yang bisa berefek
pada individu manusia, teknologi rekayasa genetik juga penting untuk diagnosis
beberapa tipe penyakit infeksi. Normalnya, infeksi bakteri sangat sederhana untuk
didiagnosis. Peresepan antibiotik oleh dokter dokter, seharusnya sesuai dengan
investigasi sederhana sebelumnya. Semakin spesifik karakteristik suatu infeksi,
mungkin akan dibutuhkan teknik pemeriksaan yang lebih rumit seperti kultur
mikroba, dan ini wajib dilakukan apabila suatu infeksi tidak memberikan respon
baik terhadap terapi suatu antibiotik.1,5,6,
Walaupun metode tradisional banyak diaplikasikan dalam mendiagnosis
penyakit infeksi, namun ada kalanya metode tradisional ini tidak bisa
mendiagnosis

beberapa

keadaan.

Contohnya

saja

pada

kasus

human

immunodeficiency virus (HIV). Standar tes untuk HIV membutuhkan pendeteksi


antibodi anti HIV, sehingga ELISA (enzyme linked immunosorbent assay) bisa
digunakan. Namun, penggunaan ELISA ini sering menimbulkan hasil positif palsu
atau negatif palsu. Untuk mengatasi hal tersebut, digunakanlah PCR untuk
pengujian

asam nukleat virus di limfosit T dari pasien. Kasus lain yang

menggunakan teknologi rDNA dalam mendiagnosis penyakit infeksi adalah


tuberkulosis, infeksi HPV, dan Lyme disease.1
1.7.2. Pengobatan Menggunakan Teknologi Genetika (Terapi Gen)
Ketika kelainan gen telah mampu teridentifikasi, muncul pulalah
kesempatan pengobatan melalui teknologi genetika. Jika kelainan gen bisa di ganti
dengan kopiannya (transgen) yang bisa diekspresikan sesuai dengan aslinya, maka
penyakit tersebut bisa dicegah. Pendekatan ini sering disebut dengan terapi gen.
Pendekatan terapi gen bisa dilakukan terhadap sel somatik dan sel gamet.1,2,5,6
Protokol pertama terapi gen, bahwa kelainan gen yang bersangkutan harus
diidentifikasi terlebih dahulu, kemudian gen dikloning, barulah terbentuk jenis
yang cocok untuk dimasukkan ke dalam proses. Kedua, harus ada sistem yang
24

tersedia untuk memasukkan gen ke dalam lokasi yang tepat pada tubuh pasien.
Terakhir, barulah gen bisa dimasukkan ke dalam gen yang sakit. Terapi in sering
disebut dengan gene replacement therapy.1
Gene replacement therapy bisa dilakukan dengan dua cara, memanipulasi
di luar tubuh pasien (ex vivo) dan langsung memanipulasi tubuh pasien (in vivo).
Terapi gen in vivo berlangsung dengan memasukkan vektor atau liposom dan
mengenalkan langsung ke organ target pasien. Contohnya pada paru paru kasus
kista fibrosa, aerosol berperan sebagai pembawa transgen. Pada terapi gen ex
vivo, sel (berasal dari darah atau sumsum tulang) diambil dari tubuh pasien dan
dipindahkan ke media kultur. Trasngen berlangung di luar tubuh pasien dan
kemudian disuntikkan kembali ke dalam tubuh pasien.1

Gambar 1.10. Terapi Gen In Vivo dan Ex Vivo1

1.7.2.1. Terapi Gen pada Defisiensi Adenosin Deaminase (ADA)

25

Defisiensi

adenosin

deaminase

bermanifestasi

sebagai

sindroma

imunodefisiensi yang berat. Walaupun kondisi ini jarang terjadi, namun penyakit
ini merupakan titik awal dari perkembangan terapi gen. Sebelumnya diketahui
bahwa gen yang berhubungan dengan ADA berlokasi di kromosom 20. Sebelum
terapi gen ditemukan, para penderita ADA ini diterapi menggunakan terapi
pengganti enzim, dengan tujuan memperbaiki enzim ADA menggunakan
polietilenglikol untuk menstabilisasi proses pengiriman enzim. Terapi pengganti
enzim sampai sekarang masih cukup penting dan ada perannya di dalam terapi
gen.1,2,6
Langkah pertama dari pengobatan ADA, limfosit dipindahkan dari pasien
dan dipajankan ke vektor rekombinan retroviral untuk memindahkan fungsi gen
ADA ke dalam sel. Limfosit kemudian dimasukkan ke dalam tubuh pasien.
Langkah selanjutnya, sumsum tulang digunakan untuk modifikasi. Sumsum
tulang yang memproduksi limfosit T, menggunakan limfosit T sebagai alat
perpindahan gen ADA. Namun ukurannya yang kecil membuat proses
perpindahan transgen ini menjadi sulit.1,6

26

1.7.2.2. Terapi Gen pada Kista Fibrosis


Kista fibrosa adalah target terapi gen yang nyata, mengingat kasus ini
lebih sering dari defisiensi ADA. Pengobatan farmakologi bisa digunakan sebagai
alternatif pengobatan untuk mengurangi gejala dengan pemberian enzim digestif
dan pemberian antibiotik untuk menangani infeksi. Sama seperti pada kasus
defisiensi ADA, terapi pengganti enzim juga dilakukan hanya untuk mengurangi
gejala, bukan menyembuhkan penyebabnya. Kista fibrosis adalah suatu keadaan
dimana kesalahan ada pada proteinnya.1
Terapi gen pada

kasus kista fibrosa, sebelumnya melibatkan hewan

percobaan. Pada kasus ini, hewan percobaan menggunakan tikus yang memiliki
kondisi kekurangan fungsi CFTR. Vektor adenovirus juga digunakan pada kasus
ini.1

27

BAB II
KESIMPULAN

Rekayasa genetik lebih dikenal dengan manipulasi gen, kloning gen,


teknologi rekombinan DNA atau modifikasi gen dimana merupakan mekanisme
pengaturan mengkode DNA dan membentuk susunan baru dari suatu gen dengan
cara memanipulasi dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang digunakan dalam
bidang ilmu pengetahuan dan kesehatan.
Proses rekaysa genetik secara umum membutuhkan sel inang, vektor, dan
beberapa enzim. Proses rekayasa genetik meliputi isolasi DNA / RNA, penandaan
asam nukleat, pengurutan DNA, pemotongan DNA, dan pemasukan materi DNA.
Pengaplikasian rekayasa genetik telah dilakukan kepada manusia, hewan,
dan tumbuhan. masing masing memiliki kepentingan yang berbeda.
Pengaplikasian kepada manusia, sering digunakan untuk kepentingan kesehatan
diagnosis dan pengobatan.

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Nicholl, D. S. T. 2008. Genetic Engineering 3rd Edition. UK : Cambridge


University Press.
2. Brandenberg, O., et al. 2011. Introduction to Molecular Biology and Genetic
Engineering. Rome : Flat Panis.
3. Watson, J., et al. 2008. Molecular Biology of The Gene. Amsterdam : Addison
Wesley Longman.
4. Jana, S., and Deb, J. K. 2005. Strategies for Efficient Production of
Heterologous Protein in Eschericia Coli. _____ : Appl, Microbiol, Biotechnol.
p. 289 98.
5. Garland.
_____.
Genetic
Engineering
and
Genomics
via
http://www.garlandscience.com/res/pdf/9780815341574_ch04.pdf
diunduh
Maret, 2016.
6. ARHP. _____ . Human Cloning and Genetic Modification : The Basic Science
You Need to Know via http://www.arhp.org/genetics/ diunduh Maret, 2016.

29

Anda mungkin juga menyukai