0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
86 tayangan2 halaman
1. Kompensasi dosis pada individu betina mengatur aktivitas enzim hingga setara dengan individu jantan melalui inaktivasi satu dari dua kromosom X.
2. Inaktivasi kromosom X pada sel germ betina bersifat reversibel sehingga ovum yang dihasilkan mewarisi salah satu kromosom X yang selalu fungsional.
3. Kegagalan pengaktifan kembali kromosom X fragil pada perempuan pembawanya dapat menyebab
1. Kompensasi dosis pada individu betina mengatur aktivitas enzim hingga setara dengan individu jantan melalui inaktivasi satu dari dua kromosom X.
2. Inaktivasi kromosom X pada sel germ betina bersifat reversibel sehingga ovum yang dihasilkan mewarisi salah satu kromosom X yang selalu fungsional.
3. Kegagalan pengaktifan kembali kromosom X fragil pada perempuan pembawanya dapat menyebab
1. Kompensasi dosis pada individu betina mengatur aktivitas enzim hingga setara dengan individu jantan melalui inaktivasi satu dari dua kromosom X.
2. Inaktivasi kromosom X pada sel germ betina bersifat reversibel sehingga ovum yang dihasilkan mewarisi salah satu kromosom X yang selalu fungsional.
3. Kegagalan pengaktifan kembali kromosom X fragil pada perempuan pembawanya dapat menyebab
FENOMENA KOMPENSASI DOSIS DAN DIFERENSIASI KELAMIN
BADAN KROMATIN DAN KOMPENSASI DOSIS Chromatin Body atau Barr Body Sel-sel individu betina Mammalia dapat dibedakan dari sel-sel individu jantan dengan didasarkan pada ada atau tidaknya struktur Barr body . Barr body adalah chromatin body yang pertama kali ditemukan oleh M.L.Barr pada sel-sel syaraf kucing betina. Chromatin Body hanya ditemukan pada sel-sel betina manusia dan bisa juga dimanfaatkan untuk diagnosis berbagai jenis abnormalitas kromosom kelamin. Komposisi Dosis dan Hipotesis Lyon Melalui mekanisme kompensasi dosis, dosis gen yang efektif dari kedua kelamin dibuat sama atau hampir sama. Kompensasi dosis ini berhubungan dengan inaktivasi satu kromosom kelamin X pada individu betina yang normal. Hipotesis Lyon didasarkan atas pengamatan bahwa jumlah chromatin body pada selsel interfase individu betina dewasa adalah jumlah kromosom kelamin yang teramati pada preparat metafase dikurangi satu. Hipotesis Lyon memperlihatkan adanya konsekuensi genetik tertentu dari gen pada Mammalia. 1. Kompensasi dosis individu betina yang memiliki dua kromosom X, yang mengatur aktivitas enzim hingga ke tingkat individu jantan yang hanya mempunyai satu kromosom X. 2. Keanekaragaman ekspresi pada individu betina heterozigot karena inaktivasi acak salah satu dari kedua kromosom kelamin X. INAKTIVASI KROMOSOM KELAMIN X YANG REVERSIBEL Inaktivasi satu dari kedua kromosom kelamin X pada individu Mammalia betina (termasuk manusia) tentunya harus bersifat reversibel. Pengaktifan kembali kromosom kelamin X heterokromatis (inaktif) pada individu betina Mammalia berlangsung pada tahap sel germ yang mendahului oogenesis; kedua kromosom kelamin X dari suatu individu betina aktif pada sel-sel oogonium. Oleh karena itu, bisa diketahui bahwa tiap ovum yang dihasilkan pada oogenesis akan mewarisi kromosom kelamin X apa pun dan sifatnya selalu fungsional.
KEGAGALAN PENGAKTIFAN KEMBALI KROMOSOM KELAMIN X
Kegagalan dalam proses pengaktifan kembali kromosom kelamin X yang menyebabkan kondisi abnormal secara parsial dapat dihubungkan dengan sebagian besar bentuk keterbelakangan mental menurun pada manusia yang disebut fragile X syndrome. Frekuensi sindrom tersebut adalah 1 di dalam 2000 hingga 3000 kelahiran yang berhasil. Kromosom kelamin X manusia yang tergolong fragile X mengandung suatu tapak fragil (fragil site) di dekat ujung lengan panjang. Tapak fragil tersebut terletak pada posisi Xq27. Beberapa hal menunjukkan bahwa sindrom fragil X tidak hanya disebabkan oleh adanya tapak fragil pada Xq27 karena beberapa kejadian juga bisa menyebabkan kehadiran fragil ini. Satu hipotesis menyatakan bahwa perubahan Xq27 bagaimanapun juga akan berbenturan (terjadi bersama) dengan pengaktifan kembali kromosom fragil X perempuan heterokromatis yang terjadi pada sel-sel pra oogonium. Hal tersebut mengakibatkan perempuan pembawa sebuah kromosom fragil X akan melahirkan turunan yang memiliki satu kromosom X inaktif atau yang tidak sepenuhnya aktif. HORMON DAN DIFERENSIASI KELAMIN Sistem hormon yang mengatur lingkungan internal atau fisiologis makhluk hidup tidak mempengaruhi secara langsung proses fundamental determinasi kelamin. Namun demikian, sistem hormon penting untuk perkembangan ciri-ciri kelamin sekunder seperti perbedaan fisiologi (laju metabolisme, tekanan darah, denyut jantung, dan pernapasan), struktur tulang, suara, perkembangan dada, dan rambut. Pada hewan-hewan tinggi (termasuk manusia), hormon-hormon kelamin disintesis oleh indung telur, testis, dan kelenjar adrenalin, yang distimulasi oleh hormon-hormon hipofisis.